Anda di halaman 1dari 17

Teknik Radiografi Pada Pasien Polip Nasal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Sebagai salah satu alat pernapasan, hidung mempunyai peran yang sangat vital, udara yang kita
hirup ternyata tidak sepenuhnya bersih. Ada beberapa  bakteri dan kuman yang menyerang tubuh kita
masuk melalui hidung . Bakteri atau kuman yang masuk ke dalam tubuh, memang tidak akan leluasa
masuk ke dalam tubuh manusia. Terlebih dahulu, kuman dan bakteri tersebut akan "disaring" oleh bulu-
bulu halus yang ada di dalam hidung. Selain bulu-bulu halus, di dalam hidung juga terdapat mulkosa
yang berfungsi menghangatkan dan melembabkan udara.
Bila dilihat dari sistem pertahanan kuman yang ada di dalam hidung, hidung kita tidak dapat
sepenuhnya melindungi dari berbagai infeksi kuman dan bakteri. Sistem pertahanan kuman yang ada
pada hidung tidak menjamin bahwa hidung aman dari serbuan-serbuan kuman atau infeksi. Bakteri dan
kuman tersebut tetap dapat memanfatkan celah-celah di dalam hidung agar bisa menginfeksi tubuh
manusia sehingga mengakibatkan berbagai macam kelainan atau gangguan penyakit pada hidung
manusia. Kelainan yang sering terjadi pada hidung adalah polip nasi.
Dalam hal ini teknik pemeriksaan radiografi yang tepat sangatlah bermanfaat  untuk menegakan
diagnose khususnya pada pasien yang dicurigai polip pada hidung (polip nasi). Dengan teknik
pemeriksaan radiografi  yang tepat polip pada hidung dapat diketahui serta dapat di tindak lanjuti, baik
dengan pengoperasian atau dengan cara lain, untuk  upaya mengatasi polyp tersebut.

1.2        Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang didapat dari latar belakang diatas adalah :
1.2.1  Apa yang dimagsud dengan Polip Nasi ?
1.2.2  Bagaimana teknik  pemeriksaan nasal pada pasien curiga polip Nasi ?

1.3        Tujuan penulisan
Dilihat dari latar belakang penulisan makalah ini maka dapat disimpulkan tujuan penulisan makalah
ini menjadi dua yakni tujuan umum dan tujuan khusus:

1.3.1  Tujuan Umum
1.      Mahasiswa dapat memperdalam pemahamannya, dan memahami prinsip prinsip dasar serta berbagai
istilah pemeriksaan radiografi terkait keterlibatannya nanti setelah menjadi radiografer di dalam dunia
radiogarafi, khususnya di dalam pemeriksaan nasal pada pasien curiga Polip Nasi.
2.      Agar mahasiswa memiliki bekal dasar untuk menyelesaikan mata kuliah lainnya di dalam mengikuti
perkuliahan pada tingkat berikutnya.

2.3.2        Tujuan Khusus
1.      Mengetahui prinsip-prinsip dasar pemeriksaan radiografi nasal pada kasus Polip Nasi di dalam tujuannya
untuk menegakan diagnosa.
2.      Agar mahasiswa lebih paham dan terbiasa dengan berbagai istilah-istilah, baik istilah dalam
memposisikan pasien, major landmark, body plane, major baseline, istilah-istilah bagian kepala, proyeksi,
proteksi radiasi dan hal penting lainnya,  terutama pada teknik pemeriksaan nasal pada pasin curiga Polip
Nasi.
3.      Mahasiswa dapat dengan baik dan benar mempraktekkan teknik radiografi pada pemeriksaan nasal pada
pasien curiga Polyp Nasi dan dapat menerapkannya nanti di dalam dunia kerja sebagai seorang
radiografer.
4.      Mahasiswa mengetahui dan mampu membedakan tujuan dari berbagai  proyeksi pemeriksaan
pada nasal.
2.3      Manfaat Penulisan
Mahasiswa dapat mengetahui dan memeperdalam pengetahuan, juga  dapat menerapkan secara
langsung  nantinya di dunia kerja teknik pemeriksaan nasal khususnya pada pasien yang di curigai
mengalami Polyp Nasi.

2.4      Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dikumpulkan dengan metode kajian pustaka yang telah di olah dalam
bentuk buku-buku dan beberapa literature, tensis dan media internet.

2.5      Sistematika Penulisan
         Dalam penyajian penulisan ini dibagi menjadi empat bab yang saling berkaitan antara satu bab
dengan bab lainnya dan di susun secara matematis untuk memberikan gambaran dan mempermudah
pembahasan penulisan ini, adapun sistematisnya sebagai berikut.
BAB I    Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan kemudian dirumuskan menjadi pokok
permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematis penulisan.
BAB II   Tinjauan Teoritis
Bab ini menguraikan tentang berbagai definisi dan hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan dan
pokok masalah yang di angkat.
BAB III Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang beberapa teknik radografi dalam pemeriksaan skull khususnya nasal pada
pasien curiga polyp pada hidung.
BAB IV Penutup
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang di ambil dari pembahasan yang di uraikan sebelumnya
dan saran – saran untuk proses belajar.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1    Anatomi Skull
Skull atau tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk pula mandibula, yaitu tulang
rahang bawah. Tengkorak terdiri atas 22 tulang (atau 28 tulang termasuk tulang telinga), dan
ditambah lagi 2 atau lebih tulang-tulang rawan hidung yang menyempurnakan bagian anteroinferior dari
dinding-dinding lateralis dan septum hidung (nasal). Adapun pembagiannya dapat di gambarkan sebagai
berikut :

2.1.1        8 buah tulang tengkorak (cranial bones)


Tulang – tulang yang berfungsi melindungi otak (gubah otak), terdiri dari :
  1 os. Frontal
  2 os. Parietal
  1 os. Occipital
  1 os. Ethmoid
  1 os. Sphenoid
  2 os. Temporal
     Ditambah
                                 2 Os. Maleus

                                 2 Os. Inkus         -->>    os. Telinga

                                 2 Os. Stapes 

2.1.2        14 tulang rangka muka (facial bones)


Berfungsi memberi bentuk, struktur  pada wajah serta menyokong tulang-tulang di dalam
wajah, Melindungi bagian tepi atas sistem pernafasan dan saluran pencernaan,  Bersama-sama cranial
membentuk lengkung mata (eye sockets), tediri dari :

  os. maxillary bones


  2 os. Nasal
  2 os. lacrimal
  2 os. zygoma  (malar)
  2 os. Palatine
  2 os. inferior nasal conchae
  1 os. vomer
  1 os. mandibule
2.1.3        Anatomi Tulang  Nasal (hidung)
Hidung /nasal (nasus) terdiri dari piramid hidung (nasus eksternus) dan rongga hidung (cavitas
nasi) yang terdiri dari tulang dan tulang rawan,.
1.         Hidung Luar (Nasus Eksternus)
Hidung luar tampak seperti piramid dan melekat pada tulang  wajah. Bagian atas sempit dan
berhubungan dengan dahi disebutradiks nasi. Dari sini ke bawah terbentang dorsum nasi dan berakhir
sebagai ujung yang disebut apeks nasi. Di bagian depan terdapat lubang disebut nares.Nares di sebelah
medial dibatasi oleh sekat yang disebutcollumella sedang disebelah lateral dibatasi oleh alae nasi. Tepi
bebas alae nasi disebut margo nasi.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan
beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Di sebelah
superior diperkuat oleh tulang-tulang : os. nasalis, prosesus frontalis os. maksiladan prosesus nasalis os
frontal. Di bagian bawah terdapat kerangka tulang rawan yang disebut cartilagines nasi yang terdiri dari :
  sepasang cartilago nasi lateralis superior
  sepasang cartilago alaris mayor
  sepasang cartilago alaris minores
  cartilago septi nasi.
2.      Rongga Hidung (Kavitas Nasi)
Struktur ini dimulai darinares (lubang hidung) di sebelah anterior sampaikoana di sebelah posterior.
Rongga hidung terbagi dua, kanan dan kiri oleh septum nasi. Rongga hidung mempunyai atap, lantai,
dinding lateral dan dinding media.
 Atap : Dibentuk oleh cartilagines nasi dan tulang-tulang : os nasale, os frontale lamina cribosa, os
eithmoidaledan corpus os sphenoidale.
 Dasar :Dibentuk oleh processus palatinus os maxillae dan lamina horizontalis os palatum.
 Dinding medial atau septum nasi : Dari anterior ke posterior terdiri atas cartilage septi nasi, lamina
perpendicularis os eithmoidaledan vomer.
 Dinding lateral : Dibentuk oleh os nasale, os maxilla, os lacrimale, os eithmoidale,concha nasalis
inferiordan os spheinoid. Dinding lateral ini tidak rata, ditandai tonjolan-tonjolan conchae nasalis dan
meatus nasi yang terletak di bawah tiapconchae . Conchae nasales tersebut adalah :
- conchae nasalis suprema ( kadang ada kadang tidak)
- conchae nasalis superior
- conchae nasalis media
- conchae nasalis inferior
 Dalam cavum nasi terdapat meatus nasi, yaitu :
- meatus nasi superior, di sini terdapat ostia cellulae eithmoidales
Posterior
- meatus nasi medius, terdapat lubang-lubang muara dari sinus
maxilaris, sinus frontalis, cellulae ethmoidais anterior.
- meatus nasi inferor, terdapat muara ductus nasolacrimalis.

Gambar 2.1.3 Anatomi Nasal

3.      Fungsi hidung adalah untuk :


                                       Sebagai
jalan nafas
                     Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk

mempersiapkan udara yang masuk ke alveolus dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur
suhu.
                     Sebagai penyaring dan pelindung. Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu

dan bakteri dan dilakakukan oleh rambut, silia, palut lendir (mucous blanket), danlys oz ym e.
                     Indra penghidu. Resonansi suara.Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

                     Proses berbicara.Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Pada pembentukan konsonan

nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
                     Refleks nasal. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskular dan pernafasan.

2.1.4        Anatomi Sinus Para nasal :


Rongga yang yang berisi udara dan cairan yang berada pada kepala. Ostia merupakan kanal
yang kecil-kecil yang menghubungkan sinus-sinus dan bermuara pada hidung, Ostia sangat halus
gampang di blok karena grenase dari mukosa. Bagian sinus paranasal :
 sinus frontal : merupakan sinus kedua yang terbesar yang berpasangan,   fariasi dan ukuran
berbeda di daerah frontal bone.
 Sinus maxilla : merupakan sinus terbesar yang berada di kepala,yang sudah dimiliki pada saat
lahir.
 Sinus ethmoidalis : sinus ini berpasangan yang terbagi atas 3 bagian,anterior 2-8, midel 2-8,
posterior 2-6,totalnya 6-22.
 sinus spenoidalis : merupakan sinus berpasangan kadang ada 1 bentuk dan ukuran berfariasi,
tepatnya berada pada bagian bawan sela toucica.

2.2    Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan 0,3% penduduk dewasanya menderita kelainan ini, sedangkan di
Inggris lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 0,2-3%. 3 Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan
umur, dimana mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami
pria dibanding wanita dengan perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak.

2.3    Major Landmark .
Dalam Pemeriksaan Radiografi Skull Saat memposisikan kepala pasien, harus diperhatikan bentuk
wajah dan variasi anatomis landmark untuk dapat menentukan bidang yang akan digunakan setepat
mungkin disesuaikan dengan posisi kaset. Telinga, hidung, dan dagu bukanlah patokan yang tepat.
bagian tubuh seperti mastoid tipos, dan orbital margin merupakan landmark yang tepat. 
Adapun beberapa titik anatomi yang digunakan sebagai landmark pemeriksaan radiografi skull antara lain

Gambar 2.2 Major Landmark

Keterangan Gambar :
1.      Vertex
2.      External Occipital Protuberance (EO.P)
3.      External Auditory Meatus
4.      Outer Canthus Of Eye
5.      Infra-orbital point
6.      Nasion
7.      Glabella

2.4    Body Plane
Bidang yang membagi bagian kepala . Lokasi yang tepat untuk membagi bagian kepala
sangatlah  penting dipastikan untuk memperoleh gambaran radiograf  yang berkualitas dari skull dan
facial bone.
Body planes yang digunakan dalam radiografi skull, antara lain:
2.4.1        Median Sagital Plane
Bidang vertical yang membagi skull menjadi 2 bagian, kanan dan kiri sama besar
2.4.2        Auricular Plane
Bidang yang membagi skull menjadi bagian anterior dan posterior sepanjang garis auricular
2.4.3        Antroplogycal Plane
Bidang yang membagi skull menjadi atas dan bawah. 

Gambar MSP(median
sagital  Plane)            
Gambar 2.3.2
Auricular
Plane             Gambar
2.3.3 Antroplogycal Pl
ane.

2.5     Major Baseline
Garis-garis atau bidang yang yang berhubungan dipergunakan dalam teknik radiografi skull :
2.5.1        SOML ( Superior Orbito Metaline) atau GML (globella metaline) Garis yang menghubungkan Globella
dengan lubang MAE.
2.5.2        OML (Orbito-meatal line) Merupakan garis yang menghubungkan nasion, outer canthus dan lubang MAE.
2.5.3        IOML (infra orbito metaline) : Merupakan garis yang menghubungkan inferior orbital point dengan lubang
MAE (Meatusticus Auditorius Externus).
2.5.4        IPL (Interpupilary line): Garis yang menghubungkan ke 2 orbital.Others cathus of eye.
2.5.5        AML (Acanthomeatal Line): Garis yang menghubungkan Acantio dengan lubang MAE (Meatusticus
Auditorius Externus).
2.5.6        LML ( Lip Metal line) : Garis yang menghubungkan Lip dengan lubang MAE (Meatusticus Auditorius
Externus).
2.5.7        MML (Mentomeatal Line): Garis yang menghubungkan  dagu dengan lubang MAE (Meatusticus
Auditorius Externus).
2.5.8        GAL (Glabeola Alfeoral Metaline) garis yang menghubungkan Globela dengan Alfeolar .
Gambar 2.4 Mojor Baseline

2.6    Definisi polyp Nasi


            Menurut  (Van Der Baan :1997. 13-15) Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput
permukaan hidung (mukosa) berupa massa lunak yang bertangkai berbentuk bulat atau lonjong, Polip
umumnya berwarna kekuningan atau biru keabuan namun kadang-kadang kemerahan karena iritasilokal
atau infeksi sekunder  dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan.   

Menurut (Kramer MF, Rasp G. 1999;54) Polip Nasi merupakan suatu pertumbuhan dari selaput lendir
hidung yang bersifat jinak, namun dapat beresiko penyumbatan pada sinus dan kerusakan struktur tulang
penderitanya .
Adapun beberapa jenis polyp menurut tipenya sebagai berikut          :
 Eosinofilik edematous Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi kira-
kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel goblet dalam
jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel mast dalam stroma, dan penebalan
membran basement.
 Polip inflamasi kronik Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini
ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari
membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang
dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.
 Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5%
dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang
banyak.
 Polip dengan atipia stromal  Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat
mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal,
tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma
Gambar 2.5 Polyp Nasi

2.7    Etiologi/Penyebab Polip Nasi


Menurut (Calderon, Devalia, Davies :1997. 31-41) penyebab dari polyp nasi adalah sebagai berikut   :
2.7.1        Udara yang kita hirup ternyata tidak sepenuhnya bersih. Ada beberapa kuman atau bakteri yang
menyerang tubuh kita masuk melalui hidung. Bakteri itu antara lain, streptococus, staphlycoccus dan
masih banyak lagi. Bakteri atau kuman yang masuk ke dalam tubuh tidak akan leluasa masuk ke dalam
tubuh masnusia. Terlebih dahulu, kuman dan bakteri tersebut akan "disaring" oleh bulu-bulu halus yang
ada di dalam hidung. Melain bulu-bulu halus, di dalam hidung juga terdapat rongga membrana mulkosa
yang berfungsi menghangatkan dan melembabkan udara. Bakteri dan kuman tersebut  masuk dan
memanfatkan celah-celah sempit lapisan hidung di dalam hidung agar bisa menginfeksi tubuh manusia
sehingga mengakibatkan Polip.
2.7.2        Polyp Nasi itu sendiri juga bisa muncul karena seseorang sebelumnya telah menderita sinusitis. Yakni
polip tumbuh karena adanya pembengkakan akibat infeksi. karena dalam area hidung kita ada bagian
yang sempit. Jika terjadi tekanan negatif pada daerah itu bisa mengakibatkan pembengkakan, hingga
kerusakan pada struktur tulang.
2.7.3        Polyp Nasi, disebabkan oleh sesuatu alergi yang bisa berasal dari debu, serbuk, bakteri, uap
industry,menghirup asap tembakau,pendarahan pada hidung pilek berkepanjangan. Jika dibiarkan, maka
polyp akan membesar dan akan menyebabkan sumbatan sebagian hidung atau seluruhnya.
2.7.4        Faktor- Faktor yang mungkin dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini, antara lain:
  Pekerjaan sebagai atlit perenang, pengudara/pilot.
  Kebiasaan mengkomsumsi alkohol dan menghirup tembakau.
  Proses inflamasi yang disebabkan penyebab multifaktorial
  Aktivasi respon imun local
  Hiperaktivitas dari persarafan parasimpatis

2.8    Patologi Polyp Nasi


            Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat terinfeksi bakteri dari
udara dan penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung   Ketika baru
terbentuk, sebuah polip nasi tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah
anggur yang berwarna keabu-abuan.Terjadi inflamatory dari mulkosa yang terinfeksi kuman dan penyakit
dari udara yang masuk melalui celah- celah lapisan hidung. Polip Nasi juga menghalangi drainase dari
sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus.hingga mengakibatkan resiko perubahan bentuk struktur tulang
akibat proses pertumbuhan polyp, yakni merupakan dampak tekanan tonjolan pada tulang penderitanya.
Jika tekanan terjadi secara terus menerus, lama kelamaan akan merusak struktur tulang.

2.9     Gejala Dan Komplikasi Polip Nasi


2.9.1        Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-bersin, hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering
mimisan, keluhan akan adanya massa di hidung, sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk
hidung yang tak lagi simetris, bengek atau bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur,
lendir dan rasa kering yang terkumpul di tenggorokan, sakit kepala, dan lain- lain. Kesemua keluhan itu
tentu saja amat mengganggu dan sangat mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.
2.9.2        Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan adanya
penurunan fungsi indera penciuman.
Karena indera perasa berhubungan dengan indera penciuman, maka penderita juga bisa mengalami
penurunan fungsi indera perasa dan penciuman.
2.9.3        Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung.
Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di
dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis. Penderita anak-anak sering bersuara
sengau dan bernafas melalui mulutnya
2.9.4        Pada anamnesis kasus polip biasanya timbul keluhan utama adalah hidung tersumbat. sumbatan ini
menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Pasien sering
mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lainnya dapat timbul
jika teradapat kelainan di organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian
belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka,  telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan
penurunan kualitas hidup.

2.10  Diagnosis
Menurut (Calderon, Devalia, Davies :1997. 31-41)  Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan gejala
penyakit dan dengan melakukan pemeriksaan yaitu :
2.10.1    Pemeriksaan penunjang :
1. Nasoendoskopi Adanya fasilitas nasoendoskopi sangat membantu diagnosis kasus polip yang
baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi
tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.Pemeriksaan ini diyakini sebagai metode yang terbaik dalam
memeriksa rongga hidung dan nasofaring karena dapat menilai secara keseluruhan anatomi hidung dan
untuk menentukan perluasan dan lokasi polip hidung. Gambaran endoskopi dari cavum nasi kiri yang
menunjukkan penonjolan polip dari prosesus unsinatus.Konka media disebelah kiri. Dinding lateral hidung
di sebelah kanan. Polip berada di tengah
2. Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos nasal ( posisi waters, lateral, inferosuperior tangential axial). sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan
pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan
medikamentosadapat memperlihatkan Mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi
pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.
3. Pemeriksaan Laboratorium Anak-anak dengan polip yang berhubungan dengan rinitis alergi
sebaiknya dilakukan evaluasi untuk alergi mereka termasuk pemeriksaan Serological
Radioallergosorbent Test (RAST) dan tes kulit.
4. Pemeriksaan Histologi
Stroma pada polip hidung edematosa. Vaskularisasi sangat sedikit dan kurang inervasi, kecuali pada
dasar polip.Eosinofil diidentifikasi sebagai sel inflamasi terbanyak, lebih kurang 80-90% dari seluruh
kasus polip. Eosinosil yangditemukan pada polip pasien dengan asma bronkial dan alergi berisi granul
dengan produk toksik (leukotrin, proteinkation eosinofilik, major basofilic protein, bahan-bahan vasoaktif
lain dan faktor kemotaktik), merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap lisis epitel, kerusakan
saraf dan siliostasis. Protein granul spesifik, leukotrin A4 dan platelet activating factor bertanggung jawab
pada edema mukosa dan hiper responsif.
Eosinofil didarah tepi dan dimukosa hidung normal dapat bertahan selama 3 hari. Pada kultur sel polip
hidung eosinofilbertahan paling kurang 12 hari. Proses apoptosis yang terlambat ini dimediasi oleh
blokade reseptor Fas, yang secarakhusus dengan enzim protease yang memulai proses kematian sel.
Apoptosis yang tertunda ini juga dimediasi olehpeningkatan IL-5, IL-3 dan GM-CSF yang dihasilkan oleh
limfosit T. Glukokortikoid tampaknya membantu mengurangi polippada pasien dengan kelebihan eosinofil
kemungkinan dengan hambatan terhadap IL-5.Sel inflamasi yang lain, neutrofil, terjadi pada 7% kasus
polip. Tipe polip ini dihubungkan dengan fibrosis kistik, primary ciliarydyskinesia syndrome, dan Young
syndrom. Polip ini tidak berespon baik terhadap kortikosteroid sebab terdapat kekuranganeosinofil sensitif
kortikosteroid. Terdapat degranulasi sel mast. Degranulasi diperkirakan terjadi pada fase yang
dimediasioleh nonimunoglobulin E. Terdapat peningkatan jumlah sel plasma, limfosit dan miofibroblas.

2.10.2    Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi Polip hidung masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak
mekar karena pelebaran batanghidung.
2. Rinoskopi anterior Memperlihatkan massa pucat, lunak, basah dan dapat bertangkai yang berasal
dari meatus medius dan mudah digerakkan. Polip umumnya berwarna kekuningan atau biru keabuan
namun kadang-kadang kemerahan karena iritasilokal atau infeksi sekunder. Deformitas septum membuat
pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu
dibedakan dengan hipertrofi konka nasi, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan
larutan efedrin 1% (vasokonstriktor). Hipertrofi konka nasi yang berisi banyak pembuluhdarah akan
mengecil, sedangkan polip tidak mengecil.
3. Rinoskopi posterior Kadang-kadang terdapat polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar
di nasofaring, disebut polip koana.

2.11    Komplikasi
1. Polip Nasi atau tonjolan daging yang jinak pada rongga hidung ternyata memiliki cukup banyak
penyakit komplikasi yang mengikutinya. Tak hanya akan mengakibatkan peradangan sinus atau sinusitis,
hingga bisa merusak struktur tulang penderitanya.
2. Keberadaan polip Nasi yang tak segera diatasi bisa mengakibatkan sinusitis atau peradangan
sinus yakni rongga pada area hidung dan sekitar mata. Peradangan tersebut cukup berbahaya dan bisa
berdampak pada kerusakan mata serta radang otak atau meningitis
3. Sinusitis sebagai akibat munculnya polip pada hidung itu sendiri terjadi karena sekret atau
cairan tak bisa keluar dari rongga hidung dan justru tertahan di dalamnya. Endapan sekret itu kemudian
menjadi area yang bagus berkembangnya kuman penyakit. Hal itulah yang mengakibatkan terjadinya
peradangan pada sinus atau sinusitis.
4. Berdampak pada kerusakan mata dan peradangan otak, saat diikuti sinusitis keberadaan polip
juga akan menyebabkan kerusakan struktur tulang penderitanya. Yakni merupakan dampak tekanan
tonjolan pada tulang penderitanya. Jika tekanan terjadi secara terus menerus, lama kelamaan akan
merusak struktur tulang.
5. Selain bisa mengakibatkan munculnya derita sinusitis, polip itu sendiri juga bisa muncul karena
seseorang sebelumnya telah menderita sinusitis. Yakni polip tumbuh karena adanya pembengkakan
akibat infeksi. Itu karena dalam area hidung kita ada bagian yang sempit. Jika terjadi tekanan negatif
pada daerah itu bisa mengakibatkan pembengkakan,
6. Karena letaknya yang berada di rongga hidung, polip yang memiliki bentuk bertangkai atau
berkaki ini akan menyebabkan penyumbatan hidung. Sehingga, penderita seringkali mengeluhkan
adanya penurunan fungsi indera penciuman.
7. Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung.
Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di
dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis.

2.12    Teknik Pemeriksaan Nasal


Menurut ( KC Clark,MBE,FSR. : 1973 ) Proyeksi yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnose
dalam kelainan polyp nasi adalah sebagai berikut :

  Basic
-          Lateral : Dapat Dibuat foto sebagai perbandingan dengan sisi yang diperiksa derada dekat dengan
kaset.
-          Parietoacanthial (water’s method). Patologi yang ditampakan : Inflamantory condition suatu
keadaan  perubahab bentuk yang diakibatkan infeksi oleh bakteri  (sinusitis, secondary osteomyelitis atau
infeksi tulang) dan polyp sinus.
  Khusus
-          Superioinferior Tangensial (axial). Patologi yang ditampakan : Fracture nasal bone ( medial-lateral
displacement) untuk menilai perubahan bentuk ke medial atau ke lateral akibat trauma atau proses
penyakit.

Ringkasan teknik pemeriksaan


  Lateral
( Kelebihan dari proyeksi lateral dalam menegakkan diagnosa pada kelainan polyp nasi
adalah Sebagai foto perbandingan  dapat dilakukan untuk membandingkan sisi kanan dan kiri dari pada
hidung, di nilai dari pertumbuhan polyp dan perubahan struktur tulang akibat tekanan polyp terus –
menerus ).
-          Posisi pasien : pasien eract.
-          Posisi objek : Bagian yang akan diperiksa dekat dengan kaset
MSP parallel terhadap permukaan bucky.
IOML sejajar terhadap IR.
IPL tegak lurus terhadap IR.
-          FFD              :100 cm
-          Central ray   : Horizontal, tegak lurus terhadap IR
-          Center Point : ½ inch 1,3 cm dari nasion menuju inferior.
-          Stuktur Yang Di Tampakan : Tulang nasal dengan soft tissue nasal, frontonasal suture, dan anterior
nasal spine.
  Parietoacanthial (water”s method) close mouth.
( Kelebihan dari proyeksi Parietoacanthial (water”s method) close mouth dalam menegakkan
diagnosa pada kelainan polyp nasi adalah  untuk mengetahui Polyp Nasi yang tumbuh  pada hidung
dengan penebalan mukosa, hingga kerusakan struktur tulang yang di akibatkan proses tekanan
pertumbuhan polyp terus-menerus akan di tampakan ).

-          Posisi pasien : erect, berdiri tegak menghadap IR.


-          Posisi objek :  Ekstensikan leher, dagu dan hidung menghadap
permukaaan meja/bucky. Atur.
OML membentuk sudut 370 ,
MSP tegak lurus IR. Dan MML tegak lurus
-          FFD               : 100 cm
-          Central ray   : horizontal tegak lurus IR
-          Center Point : dari parietal menuju acanthion
-          Stuktur Yang Di Tampakan : Tampak os nasal inferior nasal conca, Vomer, dan soft tisu nasal, Tampak
bagian inferior Sinus maxillary bebas dari superimposisi dengan processus alveolar dan petrous ridge,
inferior orbital rim, dan tampak gambaran sinus frontalis oblique. Sinus sphenoid tampak apabila pasien
membuka mulut.

  Superioiferior Tangensial (axial)


  ( Kelebihan dari proyeksi  Superioiferior Tangensial (axial)
dalam menegakkan diagnosa pada kelainan polyp nasi adalah untuk menilai perubahan ke medial atau
ke lateral bentuntuk tulang hidung akibat tekanan dan proses pertumbuhan Polyp tersebut ).

-          Posisi pasien  : Duduk tegak diatas meja atau prone diatas meja


  pemeriksaan
-          Posisi objek :    Atur dan letakkan dagu menempel IR.
Letakan penyangga berbentuk sudut di bawah iR. atur IR tegak lurus  terhadap GAL (glabelloalveolar
line).
MSP tegak lurus terhadap CR dan pertengahan IR
-          FFD                : 100 cm
-          Central ray    : Tegak lurus GAL dengan menuju penyudutan yang
disesuaikan
-          Center Point :  pertengahan nasion  melewati glabela menuju alveolar.
-          Stuktur Yang Di Tampakan :
Tulang nasal, septal kartilage, soft tissue, nasal bagian pertengahan dan distal, dengan proyeksi
tangential (dengan sedikit superimposisi dengan glabella atau alveolar ridge).
BAB III
PEMBAHASAN

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI UNTUK


PASIEN CURIGA POLIP NASI

3.1  Indikasi Pemeriksaan radiografi


Berhubung kasus ini adalah pemeriksaan Polyp Nasi, maka dapat disimpulkan indikasi atau tujuan
umum dilakukannya pemeriksaan radiografi untuk menegakkan diagnosa yang di sebabkan oleh bakteri
dan kuman penyakit yang berakibat kelainan  atau  potologis yang di
tampakan , ( Inflamantory condition) suatu keadaan  perubahab bentuk yang diakibatkan infeksi oleh
bakteri.
Menurut ( KC Clark,MBE,FSR. : 1973 ) pemeriksaan radiografi dengan menggunakan Proyeksi
parietoacanthial (Water’s method) close mouth sangatlah tepat untuk mengetahui Polyp Nasi yang
tumbuh  pada hidung dengan penebalan mukosa, hingga kerusakan struktur tulang yang di akibatkan
proses tekanan pertumbuhan polyp terus-menerus akan di tampakan.
 Disamping dapat menampakan polyp dan kerusaan struktur tulang hidung, proyeksi ini dapat
sekaligus menampakan tingkat udara dan cairan pada sinus akibat penyumbatan  pada lapisan rongga
hidung , seiring pertumbuhan polyp di daerah tersebut.
Menurut ( KC Clark,MBE,FSR : 1973)  Proyeksi lateral dapat digunakan untuk menegakkan diagnose
pada kelainan polyp nasi Sebagai foto perbandingan  dapat dilakukan untuk membandingkan sisi kanan
dan kiri dari pada hidung, di nilai dari pertumbuhan poly dan perubahan struktur tulang akibat tekanan
poly terus - menerus.
Menurut ( KC Clark,MBE,FSR : 1973) Proyeksi kusus: Superoinferior Tangensial (Axial)  di perlukan
untuk menilai perubahan ke medial atau ke lateral bentuntuk tulang hidung akibat tekanan dan proses
pertumbuhan Polyp tersebut.

3.2  Persiapan Pemeriksaan
Sebelum melaksanakan pemeriksaan hendaknya petugas  melakukan persiapan pemeriksaan
terlebih dahulu sebagai berikut :
3.2.1        Persiapan Pasien
Lepaskan semua benda benda logam plastik dan benda benda yang dapat mengganggu gambar pada
daerah kepala seperti tindik, anting, giwang, gigi palsu,wig dan lain lain.
3.2.2        Persiapan Alat dan Bahan
                                 Pesawat Sinar-x

                                 Kaset dan Film Ukuran 18 X24 atau di sesuaikan pada kepala pasien dan teknik pemeriksaannya.

                                 Lisolom atau grid.

                                 Alat fiksasi  : berikan support handle pada pasien untuk pegangan, agar tidak melakukan penggerakan

pada saat pemeriksaan  dan pengganjal atau bantalan spon  berbentuk kotak untuk proyeksi lateral untuk
fokus kecil dan pengganjal berbuntuk  segi tiga jika pemeriksaan kusus dilakukan seperti (Superioinferior
Axial Tangensial).
                                 Malker
R/L
3.2.3        Proteksi radiasi
Pasien  :sliding ,Apron, lindung daerah teroid dan tubuh, serta  batasi lapangan penyinaran.
Petugas:Apron, dan memperhatikan jarak pada saat mengexpose.
3.2.4        Prentative Action
Gunakan Tisue atau alas lainnya yang diletakan diantara objek dan kaset untuk menjaga kebersihan.
3.2.5        Pertimbangan Lainya
Pasien sakit
Tampak bersih
Resiko buruk

3.3  Metode Pemeriksaan radiografi


Standing
Untuk kasus pemeriksaan dengan indikasi Polyp Nasi; pemeriksaan radiograpy
dengan  menggunakan Proyeksi parietoacanthial (Water”s method) close mouth sangatlah tepat untuk
mengetahui Polyp Nasi yang tumbuh  pada hidung dengan penebalan mulkosa, hingga kerusakan
struktur tulang yang di akibatkan proses tekanan pertumbuhan polyp terus-menerus akan di tampakan.
 Disamping dapat menampakan polyp dan kerusaan struktur tulang hidung, proyeksi ini dapat
sekaligus menampakan tingkat udara dan cairan pada sinus akibat penyumbatan  pada lapisan sempit
rongga hidung , seiring pertumbuhan polyp di daerah tersebut.

3.3.1        Posisi Pasien
 Pasien standing-upright atau berdiri tegak menghadap meja pemeriksaan. Beri support handle pada
pegangan pasien agar tidak terjadi pergerakkan.
3.3.2        Posisi Objek
   Ekstensikan leher, agar dagu dan hidung menempel permukaan meja atau bucky.
   Atur kepala sehingga MML (Mentomeatal line) tegak lurus terhadap kaset, OML akan membentuk sudut 37
derajat terhadap bidang IR.  
   Atur MSP tegak lurus terhadap pertengahan grid atau permukaan meja atau bucky.
   Pastikan tidak ada rotasi atau tilting
   Atur kaset mencangkup keluruhan kepala.
3.3.3        Central Ray :
Horizontal dan Tegak Lurus terhadap kaset.
3.3.4        FFD :
100 cm (40 inch)
3.3.5        Central Point :
Menuju MSP dari Parietal menuju Acanthion
3.3.6        Colimation : Mencangkup Keseluruhan kepala.
Catatan : Untuk Hasil gambar yang lebih tajam, dan informasi yang didapat detail, batasi kolimasi dan
lapangan penyinaran mencangkup daerah pada nasal saja.
3.3.7        Instuksikan pasien untuk tahan nafas dan tidak melakukan pergerakkan pada saat pengeksposan.
3.3.8        Struktur yang ditampakkan
Tampak penebalan di mukosa cavum nasi kanan kiri, di mukosa sinus maxillaris kanan, di sinus
ethmoidalis kiri. Orbita kanan kiri tampak normal.  Tampak os nasal, Perubahan struktur tulang  yang di
akibatkan oleh polyp, inferior nasal conca, Vomer, dan soft tisu nasal ditampakkan dengan mengatur
faktor eksposi dengan tepat, Tampak bagian inferior Sinus maxillary bebas dari superimposisi dengan
processus alveolar dan petrous ridge, inferior orbital rim, dan tampak gambaran sinus frontalis oblique,
sinus ethmoidalis.

3.3.9        Kriteria Gambar
  Tampak os nasal dan soft tissue
Gambaran factor eksposi tidak boleh terlalu putih dan tidak boleh terlalu hitam, Soft tissue dan gambaran
tulang harus ditampakkan dengan pengaturan faktor eksposi yang tepat.
  Petrous ridge tidak menutupi sinus maxilla dan harus berada dibawah sinus maxilla
  Sisi kanan dan kiri orbital simetris menandakan tidak ada rotasi
  Orbital dan sinus maxilla simetris
  Gambaran kepala tampak bulat
  Sphenoidal sinus terlihat

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
4.1.1    Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung berupa massa lunak yang
bertangkai berbentuk bulat atau lonjong pada
Polip Nasi merupakan suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung  yang terinfeksi bakteri,
kuman dan dapat beresiko penyumbatan pada sinus dan kerusakan struktur tulang penderitanya .
4.1.2    Pemeriksaan radiografi dengan menggunakan Proyeksi parietoacanthial (Water”s method)
Close mouth sangatlah tepat untuk mengetahui Polyp Nasi yang tumbuh  pada hidung  dengan
penebalan mulkosa, hingga kerusakan struktur tulang yang di akibatkan proses tekanan pertumbuhan
polyp terus-menerus akan di tampakan.
 Disamping dapat menampakan polyp dan kerusaan struktur tulang hidung, proyeksi ini dapat
sekaligus menampakan tingkat udara dan cairan pada sinus akibat penyumbatan  pada lapisan rongga
hidung , seiring pertumbuhan polyp di daerah tersebut.
Proyeksi lateral Sebagai foto perbandingan  dapat dilakukan untuk membandingkan sisi kanan dan
kiri dari pada hidung, di nilai dari pertumbuhan poly dan perubahan struktur tulang akibat tekanan poly
terus - menerus.
Proyeksi kusus: Superoinferior Tangensial (Axial) mungkin di perlukan untuk menilai perubahan ke
medial atau ke lateral bentuntuk tulang hidung akibat tekanan dan proses pertumbuhan Polyp tersebut..

4.2 Saran
      Untuk calon radiographer, radiographer agar mengetahui, mengerti, dan mampu menerapkan dengan
baik proyeksi-proyeksi nasal pada pemeriksaan kasus polip nasi, agar dapat menghasilkan gambaran
dengan baik dan informasi yang di peroleh tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Van Der Baan. Epidemilogy and natural history dalam Nasal Polyposis.


Copenhagen: Munksgaard,1997. 13-15

Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal


Polyposis. Copenhagen:Munksgaard,1997. 31-41

W. Ballinger, Philip. 1991. Radiogrphic Positions and Radiologi Procedures, Volume 2. USA : Mosby Year
Book.

KC Clark,MBE,FSR. 1973. POSITIONING IN RADIOGRAPHY. London : ILFORD LIMITED.

D. Frank, Eugene.dkk.2007. Radiogrphic Positions and Radiologi Procedures, edition 11, Volume


2. USA : Mosby Year Book.
Mygind N, Dahl R, Bachert C.2005. Nasal polyposis, eosinophil dominated inflammation, and allergy. 
 Kramer MF, Rasp G. Nasal polyposis: eosinophils and interleukin-5. Allergy. Jul 1999;54(7):669-80.
Bernstein JM. Update on the molecular biology of nasal polyposis. Otolaryngol Clin North
Am. Dec 2005;38(6):1243-55.
Blaiss MS. Expanding the evidence base for the medical treatment of nasal polyposis. J Allergy Clin
Immunol. Dec 2005;116(6):1272-4. 

Anda mungkin juga menyukai