Anda di halaman 1dari 91

FLOATING CAMPUS

UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

www.umbjm.ac.id
PATIENT SAFETY

HERMAN ARIADI
WHO (2014)

Keselamatan Pasien diakui


sebagai Masalah Global.

06/10/22 3
Diperkirakan di negara-negara
berkembang 1 dari 10 pasien
dirugikan oleh pelayanan tidak
aman

06/10/22 4
Diperkirakan di negara-negara
berkembang 20x lebih besar
risiko HAIs dibanding dg
negara industri.

06/10/22 5
Dalam setiap pelayanan ada
1,4 juta orang di seluruh
dunia terinfeksi dari
pelayanan di rumah sakit.
Kebersihan tangan adalah
06/10/22
sangat penting untuk
6
Setidaknya 50 % dari peralatan medis di
negara-negara berkembang tidak dapat
digunakan atau hanya sebagian digunakan,
seringkali karena kurangnya keterampilan
atau komoditas. Akibatnya, prosedur
diagnostik atau perawatan tidak dapat
dilakukan. Hal ini menyebabkan sub standar
atau diagnosis berbahaya atau pengobatan
yang dapat menimbulkan ancaman bagi
keselamatan pasien dan dapat mengakibatkan
06/10/22
cedera serius atau 7kematian.
Di beberapa negara, 70% injeksi tak steril.
Setiap tahun, injeksi tidak aman menyebabkan
1,3 juta kematian, terutama karena transmisi
pahtogen melalui darah seperti virus hepatitis B,
virus hepatitis C dan HIV.
06/10/22 8
Di negara-negara maju lebih dari
100 juta orang mendapatkan
pembedahan dengan berbagai
alasan medis. Dan hampir
sebagian besar mengalami akibat
06/10/22
kecacatan sd kematian.
9
Studi menunjukkan bahwa rawat inap
tambahan, untuk menangani masalah
keselamatan pasien di Rumah Sakit di
beberapa negara antara US $ 6 dan US
$ 29 miliar per tahun.
06/10/22 10
Industri dengan risiko tinggi spt
penerbangan dan pabrik nuklir
memiliki catatan keamanan yang jauh
lebih baik daripada perawatan
kesehatan . Ada 1: 1.000.000 peluang
kecelakaan dengan pesawat terbang .
Sebagai perbandingan, ada 1: 300
peluang pasien dirugikan selama
06/10/22 perawatan di RS .
11
Pengalaman pasien yang di masa lalu
menderita karena kurangnya tindakan
keselamatan, mereka mendukung
perawatan kesehatan yang lebih aman di
seluruh dunia.

06/10/22 12
H O
e W fet
y
l id t Sa
S tien
Pa

IRELAND: UK:
USA:
Leg operation
Kegagalan mendeteksi Kegagalan MRSA.4 years
kelebihan kalsium darah mengkomunikasikan diagnosis remain ill amputation
thru knee
ca tulang belakang
(keterlambatan pengobatan)

MEXICO:
UK:
Gawat janin & A chemotherapy drug
diobati ikterus USA:
(Vincristine) incorrectly
administered into
neonatal Dehidrasi his spine instead of vein
menyebabkan
06/10/22 131
Human error
“Kita semua membuat kesalahan terlepas dari berapa banyak pelatihan dan
pengalaman yang kita miliki atau seberapa termotivasi kita
melakukannya dengan benar”
Reducing error and influencing behaviour - HSG48

“Manusia membuat kesalahan karena sistem , tugas dan proses bekerja di


dirancang dengan buruk”
(Prof. Lucian Leafe, Havard)
BAGAIMANA INSIDEN TERJADI?

Organisation + process deficiencies -


(SDPs)
Prior/unsafe conditions - Contributory factors
Unsafe acts - (CDPs) / (SRK
errors)
Failed defences
Patient Safety
Incident
1. Pengaruh organisasi
Proses manajemen, kepemimpinan, kebijakan dan
prosedur.
2. Pengawasan yang aman.
3. Kondisi lingkungan yang mendukung keselamatan
pasien (kerjasama tim, peralatan, komunikasi, serta
lingkungan yang aman dan nyaman).
4.Perilaku yangmendukung keselamatan pasien
(profesionalisme, disiplin, taat terhadap aturan)
Insiden Keselamatan Pasien/ IKP
KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan)
Setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan KNC (Kejadian Nyaris Cedera)
atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada
pasien. KTC (Kejadian Tidak Cedera)

KPC (Kejadian Potensial


06/10/22
Cedera)
17
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
KTD (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien
(KKP-PERSI).

Kejadian YANG BELUM SAMPAI TERPAPAR KE


KNC PASIEN, ATAU TERPAPAR TAPI, tidak CEDERA,
karena keberutungan, pencegahan, peringanan (Near
Miss)
06/10/22 18
Insiden yang sudah terpapar ke pasien tapi tidak
KTC
cedera

KPC
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cedera yang serius

Santinel Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau


Event cedera serius.
06/10/22 19
Medical error is an iceberg phenomenon

KTD

KNC

KTC

KPC
20
PATIENT SAFETY
suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas
pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan
kesehatan (Nursalam, 2011)

Penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang


tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses
pelayanan kesehatan (Ballard, 2003).

Bebas dari cedera aksidental atau menghindarkan cedera


pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan (Institute of Medicine, 2000).
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk
7 STANDAR
KESELAMATAN melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
PASIEN
(Permenkes, pasien
2011)
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai
keselamatan pasien 22
Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
Pasien & keluarganya mempunyai hak utk mendapatkan informasi ttg rencana dan hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Standar HPK 2.1


Pasien diberitahu informasi tentang semua aspek asuhan klinis, dan Tindakan

Standar HPK 2.2


Pasien dan keluarga menerima informasi tentang penyakit, rencana tindakan, dan DPJP
serta PPA lainnya agar mereka dapat memutuskan tentang asuhannya
Manajemen Komunikasi dan Edukasi
(MKE)
RS harus mendidik pasien & keluarganya ttg kewajiban &tangg-jwb pasien dlm asuhan
pasien.

Standar MKE 1
RS berkomunikasi dengan masyarakat untuk memfasilitasi akses masyarakat ke
pelayanan di rumah sakit dan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh RS

Standar MKE 2
RS memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang jenis asuhan dan
pelayanan, serta akses untuk mendapatkan informasi
Akses Ke Rumah Sakit dan
Kontinuitas Pelayanan (ARK)
RS mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem
pelayanan yang terintegrasi dengan profesional pemberi asuhan

Standar ARK 3
Asessmen Awal termasuk menetapkan kebutuhan perencanaan pemulangan pasien

Standar ARK.3.1
RS menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses kesenimbungan pelayanan di RS
dan koordinasi diantara profesional pemberi asuhan (PPA) di bantu manajer pelayanan
pasien (MPP)/Case Manager
Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien (PMKP)
RS hrs mendesain proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan utk meningkatkan kinerja serta KP.

Standar PMKP 5
RS memilih dan menetapkan pengukuran mutu layanan klinis prioritas yang di evaluasi
dan ditetapkan indikator-indikator
Peran Pimpinan Meningkatkan
Keselamatan Pasien
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
KP secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan
“Tujuh Langkah Menuju KPRS “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif utk
identifikasi risiko KP dan progr menekan/mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja RS serta
meningkatkan KP.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja RS dan KP.
Kompetensi dan Kewenangan Staf
(KKS)
1. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dgn KP secara jelas.

2. RS menyelenggarakan diklat yg berkelanjutan untuk meningkatkan


dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kompetensi dan Kewenangan Staf
(KKS)
Standar KKS 7
Semua staf klinis dan non klinis diberi orientasi di RS dan unit kerja tempat staf saat akan
bekerja dan tanggung jawab spesifik pada saat diterima bekerja

Standar KKS 8
Setiap staf mengikuti pendidikan atau pelatihan di dalam atau di luar RS, termasuk
pendidikan profesi berkelanjutan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kompetensinya
Manajemen Informasi dan Rekam
Medik (MIRM)
Informasi RS terkait asuhan pasien sangat penting untuk komunikasi antar staf klinis, yang
di dokumentasikan dalam rekam medis.

Standar MIRM 1
Penyelenggaraan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM-RS) harus mengacu
peraturan perundang-undangan

Standar MIRM 2
RS merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal maupun eksternal
7 Langkah 1. Bangun Budaya Keselamatan: Survei Budaya
Keselamatan Keselamatan
Pasien 2. Pimpin dan Dukung Staf: Ronde Manajemen dipimpin
Direktur Medik, Coaching RCA
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko: Renstra
Terintegrasi
4. Kembangkan sistem pelaporan: Giatkan pelaporan IKP
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien: Speak Up
6. Belajar & berbagi pengalaman ttg KP: RCA
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem KP: FMEA

31
1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP
Ciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.
Agar RS mampu belajar ttg KP Pimpinan hrs menciptakan budaya agar staf berbagi informasi
secara bebas shg KP meningkat dg Cara:
1. Asesmen budaya RS, apakah sudah ada budaya keterbukaan & adil.
2. Buat kebijakan & prosedur yg kondusif utk budaya dimana:
• Staf dpt berbicara kepada rekan kerja serta para manajer ttg IKP dimana mereka terlibat
didalamnya
• Penelaahan IKP (Insiden Keselamatan Pasien) fokus pada mengapahal itu terjadi, bukan
sekedar siapa yg terlibat
• Staf diperlakukan secara adil & mendpt dukungan bila terjadi IKP
• Alat analisis digunakan utk menentukan faktor yg berpengaruh pada kegiatan seseorang
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA
Bangunlah komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang KP di RS Anda.
Budaya keselamatan butuh kepemimpinan yg kuat serta kemauan utk mendengarkan.
A. Tiga kegiatan memberikan dampak yg besar :
1. Briefing tentang KP langsung oleh Pimpinan atau kunjungan para eksekutif yang teratur
di RS, pertemuan staf & pasien utk secara khusus mendiskusikan hal2 tentang
keselamatan
2. Mekanisme yg mendorong staf utk memberikan gagasan2 peningkatan KP. Pimpinan
hrs mendorong diskusi ttg IKP yg telah terjadi, telah dicegah atau hampir terjadi (KNC)
3. Mengembangkan mekanisme komunikasi & umpan balik merupakan hal yg vital, agar
staf memahami kontribusi mereka dlm KP & mereka terdorong untuk berpartisipasi.
B.Tambahan Peran & Tangung jawab yg jelas juga sangat bermanfaat :
1. Tunjuklah penggerak KP utk setiap unit / bagian & pastikan bahwa mereka
mengambil bagian dlm agenda manajemen risiko serta clinical governance ;
2. Calonkan suatu badan eksekutif untuk mengawasi manajemen risiko dan KP
3. Tunjuklah seseorang yg cukup senior, mempunya akses ke Pimpinan, yg
bertanggung jawab untuk manajemen risiko, & idealnya adalah bagian dari suatu tim
sentral yg bisa melakukan pendekatan yg terintegrasi (Langkah 3).
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN
RISIKO
Kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah.

KP bisa diperbaiki bila para pemimpin RS dpt menjawab secara positif pertanyaan tentang :
1. Apakah KP tercermin dlm strategi, struktur, fungsi & sistem di RS? KP harus diintegrasikan dengan risiko
klinis, risiko non-klinis, kesehatan & keselamatan, kontrol internal, keluhan & kelalaian klinis,
2. Apakah objektif KP tergambar dlm strategi & rencana clinical governance yg dibuat ?
3. Apakah semua penelitian risiko klinis utk setiap bidang spesialistis diproses ke ”risk register” RS? Apakah
selalu up-to-date, melakukan penerapan rencana aksi, ditindak lanjuti dan dipantau?
4. Apakah agenda dewan direksi terstruktur utk memastikan bahwa manajemen risiko & KP sejalan dan
setara dengan target keuangan & kinerja?
4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
Pastikan staf Anda agar dgn mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta RS
mengatur pelaporan kpd KKP-RS.

Pelaporan IKP adalah dasar untuk membangun suatu sistem asuhan pasien yg lebih aman.
Tiga kegiatan yg penting adalah :
1. Mendorong seluruh staf utk melaporkan masalah KP, khususnya kelompok2 yg tingkat pelaporannya
rendah. Tingkatan pelaporan yg tinggi biasanya ada pada suatu RS yg lebih aman!!
2. Pelaporan agar juga disalurkan ke tingkat nasional yaitu KKPRS utk proses pembelajaran bersama
3. Upaya kurangi tingkat keparahan insiden : manajer risiko harus melihat semua laporan dari kematian
pada KTD sebelum dikirim ke KKPRS. Pimpinan RS hrs menerima laporan & rencana kegiatan dari
semua kematian yg secara langsung berhubungan dgn IKP

06/10/22 36
5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
Kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka dgn
pasien.
RS yg terbuka adalah RS yg lebih aman!!. Pasien & staf perlu tahu bilamana telah terjadi suatu yang
merugikan dan mereka dilibatkan dalam penelitian insiden. Ini dapat dilakukan dengan :
1. Membuat suatu kebijakan keterbukaan yg aman
2. Memperoleh dukungan dari tingkat dewan direksi untuk kebijakan dan kemudian memberikan
pelatihan kepada staf,
3. Melibatkan para pasien dan bila memungkinkan keluarga mereka & Staf dlm melakukan analisis akar
masalah (RCA) dari IKP yg menuju pada cedera yg parah atau kematian
4. Melibatkan para pasien, dan keluarga serta Staf dalam membuat rekomendasi dan solusi yang
dikembangkan dari suatu IKP

06/10/22 37
6. BELAJAR & BERBAGI PENGALAMAN TTG KP
Dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa
kejadian itu timbul.
Pelayanan kesehatan bisa menjadi lebih aman hanya bila kita senantiasa belajar dari IKP baik secara lokal
maupun nasional. Hal ini dapat dicapai dengan cara :
1. Gunakan teknik RCA atau audit kejadian yang signifikan untuk menginvestigasi insiden secara efektif,
2. Memastikan beberapa staf inti, termasuk manajer risiko atau yang setara, telah menerima pelatihan
KPRS, dan menjadi tim investigasi RS serta melatih yang lain ;
3. Pimpinan mengambil bagian dlm sekurang2nya satu RCA review setiap tahunnya ;
4. Menganalisis frekuensi, tipe dan tingkatan keparahan insiden, & hasil pembelajaran dari insiden, utk
menilai adanya perbaikan yg berkesinambungan. Laporkan secara rutin kegiatan ini kepada dewan
direksi
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI
SISTEM KP
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

Kemajuan yg nyata akan terjadi dlm melaksanakan suatu layanan kes yg lebih aman bila perubahan
penting telah diimplementasikan.
Langkah pertama haruslah :
1. Telaah pola kegiatan di RS sudah sesuai dengan rekomendasi dan solusi dari temuan secara lokal,
regional maupun nasional ;
2. Unit/Komite KP mengendalikan rencana aksi dan penerapannya, serta mengikuti investigasi lokal dan
nasional, memastikan rekomendasi diimplementasi dan dievaluasi, teliti apa yg masih harus
dikerjakan, & umpan balik kegiatan RS kepada KKPRS ;
3. Membangun suatu network dengan RS lain untuk belajar dari mereka yg telah secara berhasil
mengimplementasikan solusi & menekan KTD
Langkah Penerapan “Nine Life Saving
Patient Safety Solutions
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tahun 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi
Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) mendorong rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan “Sembilan
Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”, langsung atau bertahap, sesuai
dengan kemampuan dan kondisi rumah sakit masing-masing.
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip
(NORUM/Look-Alike, Sound-Alike Medication
Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) yang membingungkan staf pelaksana, adalah salah
satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan
suatu keprihatinan di seluruh dunia Contoh: SPO penyimpanan obat NORUM /LASA
dimana harus diselang 2 obat lain, PEMBERIAN LABEL LASA, mengeja nama obat dan dosis NORUM/
LASA pada komunikasi
2. Pastikan Identfikasi Pasien
3. Komunikasi secara benar saat serah
terima/pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnyakesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan
potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien, rekomendasi ditujukan
untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan SPO untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan
bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaanpertanyaan
pada saat serah terima.
Contoh:komunikasi dengan SBAR
4. Pastikan tindakan yang benar pada
sisi tubuh yang benar.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi
tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak
adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak
kontribusinya terhadap kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya
proses pra-bedah yang distandardisasi.
Contoh : penandaan lokasi operasi pada lokasi tubuh yang ada lateralisasi dan
adanya sign in, time out, dan sign out.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat
(concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standarisasi dari dosis,
unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas penyimpanan , pelabelan dan
pengenceran cairan elektrolit pekat yang spesifik.
Contoh : penyimpanan elektrolit pekat, pemberian label high allert, instruksi
yang jelas untuk pengenceran, SPO pemberian obat high allert dengan double
check
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada
pengalihan pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi
pasien.
Contoh : adanya formulir transfer pasien pada rekam medis yang berisi catatan
tentang obat yang diberikan bila pasien dipindahkan keruangan rawat lain/
transfer
7. Hindari salah kateter dan salah
sambung selang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)
yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan
spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung
alat-alat kepada pasien, misalnya menggunakan sambungan dan slang yang
benar).Contoh : SPO pemasangan NGT, SPO pemasangan kateter urine
8.Gunakan alat injeksi sekali pakai

Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV
yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Contoh :Kebijakan
single use untuk jarum suntik
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand
hygiene) untuk pencegahan infeksi.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-sakit. Kebersihan tangan yang efektif
adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
6 Sasaran Keselamatan Pasien

1. Mengidentifikasi Pasien dengan Benar


2. Meningkatkan Komunikasi Efektif
3. Meningkatnya Keamanan Obat yang Perlu di Waspadai (High
Alert Medications)
4. Terlaksananya Proses Tepat-Lokasi, Tepat-Prosuder, Tepat-
Pasien yang Menjalani Tindakan dan Prosuder
5. Dikuranginya Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
6. Mengurangi Risiko Cedera Karena Jatuh
MAKSUD & TUJUAN SKP 1

1 2
Elemen Penilaian SKP.1
1. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien.(R)
2. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 (dua) identitas,
tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai
regulasi rumah sakit (D,O,W)
3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik
dan terapetik. (W,O,S)
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan
specimen dan pemberian diet. (W,O,S) (lihat juga PAP.4; AP.5.7)
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi,menerima cairan
intravenous, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik dan
identifikasi terhadap pasien koma. (W,O,S)
KAPAN IDENTIFIKASI PASIEN
DILAKUKAN

1 2 3
Identifikasi sebelum tranfusi
KAPAN SKP 1 DILAKUKAN

3
4
Sebelum Intervensi:

• memberikan radioterapi,
• memberikan cairan intravena,
• hemodialisis,
• pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis,
• katerisasi jantung,
• prosedur radiologi diagnostik, dan
• identifikasi terhadap pasien koma
CARA IDENTIFIKASI PASIEN
Petemuan seorang petugas dengan pasien:
1. Secara verbal: Tanyakan nama pasien, tanggal lahir
2. Secara visual: Lihat ke gelang pasien/ barcode (identitas
pasien)

Cek dua identitas dari tiga identitas


cocokkan dengan perintah dokter

13
BERBAGAI KEADAAN YANG DAPAT MEMBUAT
IDENTIFIKASI TIDAK BENAR
1. Pasien Dalam Keadaan Terbius,
2. Mengalami Disorientasi,
3. Tidak Sepenuhnya Sadar,
4. Dalam Keadaan Koma,
5. Saat Pasien Berpindah Tempat Tidur,
6. Berpindah Kamar Tidur,
7. Berpindah Lokasi Di Dalam Lingkungan RS
8. Terjadi Disfungsi Sensoris,
9. Lupa Identitas Diri,
10. DLL
SKP 2
MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Standar SKP. 2
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui
telpon antar PPA.

Standar SKP.2.1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil
pemeriksaaan diagnostik kritis.

Standar SKP.2.2
Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses komunikasi
“Serah Terima” (hand over).
Elemen Penilaian SKP.2
1. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antar profesional
pemberi asuhan. (lihat juga TKRS.3.2) (R)
2. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antar profesional pemberi asuhan.
(D,W) (lihat juga
3. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca
ulang oleh penerima pesan dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan. (lihat juga AP.5.3.1, Maksud dan Tujuan) (D,W,S)
4. Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis
lengkap, dibaca ulang dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara
lengkap (D,W,S)
Perintah lisan/ lewat telepon
• Write back/ Write DOWN
• Read Back Khusus instruksi berupa Obat LASA/NORUM,
harus dilakukan SPELLING dengan NATO
• Confirm ALPHABET
Elemen Penilaian SKP.2.1
1. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostik dan hasil diagnostik kritis.
(R) (lihat juga AP.5.3.2)
2. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus
melaporkan dan siapa yang harus menerima nilai
kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di
rekam medis. (W,S) (lihat juga AP.5.3.2 EP 2)
NILAI KRITIS PEMERK
I SAAN ELEKTROKARDO
I GRAFI ST-Elevasi
(≥ 1 mm diminimal 2
Ventricular sadapan yang
Tachycardia (VT) berpasangan)
Non-
Sustained
(<30 detik)
Ventricular
TachycardiaSustained
(>30 detik)

Ventricular
fibrillation

Blok AV grade II
tipe II

Sine Wave
(pada
Hiperkalemi Blok AV Total
a)

Supraventricular
Tachycardia
SINUS PAUSE
≥ 6000 ms tanpa
keluhan atau
≥ 3000 ms dengan
keluhan bradikardia
Elemen Penilaian SKP.2.2

1. Ada bukti catatan tentang hal-hal Kritikal


dikomunikasikan diantara profesional pemberi
asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien
(hand over). (D,W) (lihat juga MKE.5)
2. Formulir, alat, metode ditetapkan untuk mendukung proses serah
terima pasien (hand over) bila mungkin melibatkan pasien. (D,W)
3. Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi
waktu serah terima pasien (hand over) untuk memperbaiki proses.
(D,W)
SERAH TERIMA
Sesama praktisi kesehatan

Antar tingkat perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit

Dari ruang perawatan pasien ke departemen lain untuk


tindakan diagnostik atau terapeutik

Antar staf dan pasien/keluarga, misal saat pemulangan


MENINGKATNYA KEAMANAN OBAT YANG PERLU
DIWASPADAI (HIGH ALERT MEDICATIONS)

Standar SKP 3
Rumah sakit menetapkan
regulasi untuk melaksanakan
proses meningkatkan
keamanan terhadap obat-obat
yang perlu diwaspadai.
Elemen Penilaian SKP.3
1. Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan,
penyiapan, dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai.
(R)
2. Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah
dibuat (D,W)
3. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu
diwaspadai, yang disusun berdasar data spesifik sesuai
regulasi. (D,O,W)
4. Tempat penyimpanan, pelabelan, penyimpanan obat yang
perlu diwaspadai, termasuk obat NORUM diatur di tempat
aman. (D,O,W)
OBAT HIGH ALERT
Apa yang harus dilakukan ?
Label per kemasan terkecil Tempat
penyimpanan terpisah
Double check

HIGH ALERT
LaSa OBAT LASA
A pa yang harus dilakukan
Lafalkan saat komunikasi verbal (Nato
Phonetic Alphabet)
Label pd tempat penyimpanan
Ditempatkan tidak bersebelahan dg obat
padanannya
Double check
7 benar pemberian obat
• Benar obat
• Benar dosis
• Benar cara
• Benar waktu
• Benar pasien
• Benar informasi
• Benar dokumentasi
KAPAN ED OBAT MULTIDOSE VIAL YANG
SUDAH DIBUKA ?
Perhatikan ED masing2 obat setelah obat dibuka
pertama kali
Beri label tanggal dibuka dan tanggal ED saat pertama kali
membuka vial
Disimpan pada suhu sesuai dengan syarat
penyimpanan obat tersebut

Buka : Ed :
Elemen Penilaian SKP 3.1
1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
melaksanakan proses mencegah kekurang hati-
hatian dalam mengelola elektrolit konsentrat (R)
2. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja /
instalasi farmasi atau depo farmasi. (D,O,W)
Standar SKP 4
Rumah sakit menetapkan regulasi
untuk melaksanakan proses memastikan
Tepat-Lokasi, Tepat-
Prosedur dan Tepat -Pasien yang
menjalani tindakan dan prosedur.
Maksud dan tujuan SKP 4

Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur


yang seragam sebagai berikut :
1. Beri tanda di tempat operasi
2. Dilakukan verifikasi pra-operasi
3. Melakukan Time Out sebelum insisi kulit
dimulai
4. Melakukan verifikasi pasca operasi
Elemen Penilaian SKP.4
1. Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi
atau tindakan invasif (site marking). (R)
2. Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda ditempat
sayatan operasi pertama atau tindakan invasif yang segera
dapat dikenali dengan cepat sesuai kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan rumah sakit (D,O)
3. Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan
invasif (site marking) dilakukan oleh staf medis yang
melakukan operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan
pasien. (D,O,W)
Standar SKP 4.1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses


Time-out yang dijalankan di kamar operasi sebelum operasi
dimulai, dilakukan untuk memastikan Tepat -Lokasi, Tepat- Prosedur,
Tepat -Pasien yang menjalani tindakan dan prosedur.
Elemen Penilaian SKP.4.1.
1. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan “surgical check list ” (Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety 2009). (R)
2. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit menyediakan “check list” atau
proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar dan lengkap, apakah Tepat-
Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien sudah teridentifikasi, apakah semua dokumen dan peralatan
yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O)
3. Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri dari identifikasi Tepat-Pasien,Tepat
Prosedur dan tepat Lokasi, persetujuan atas
dilakukan sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S).
4. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-Lokasi,
operasi dan konfirmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap
Tepat-Prosedur,Tepat-Pasien, jika operasi dilakukan diluar kamar operasi termasuk
prosedur tindakan medis dan gigi. (D,O,W)
3 ( tiga ) Elemen penting
dalam SPO
• Penandaan lokasi pembedahan (√ )
• Checklist verifikasi pre operasi
• Checklist keselamatan Pasien operasi
Elemen penilaian SKP 4.1 Telusur Skor
R Regulasi tentang prosedur 10 TL
1. Ada regulasi untukprosedur bedah aman Time-Out
dengan menggunakan “surgical safety
check list ’’(surgical safety 0 TT
checklist dari WHO patient 2009). (R)

D Bukti pelaksanaan tentang form 10 TL


2. Sebelum operasi atau tindakan invasif check list atau proses lain untuk 5 TS
dilakukan, rumah sakit menyediakan “check list” mencatat 0 TT
atau proses lain untuk mencatat, apakah informed
consent sudah benar, apakah Tepat- Lokasi,
Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien sudah teridentifikasi, Lihat form check list atau proses
apakah semua dokumen dan peralatan yang O lain untuk pencatatan
dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap
dan berfungsi dengan baik. (D,O)
Elemen penilaian SKP 4.1 Telusur Skor
D Bukti tentang hasil 10 TL
3. Rumah sakit menggunakan Komponen
pelaksanaan Time-out
Time-Out terdiri dari identifikasi Tepat-
5 TS
Pasien,Tepat Prosedur dan tepat Lokasi,
O Lihat pelaksanaan Time - Out 0 TT
bahwa proses verifikasi sudah lengkap
- DPJP
dilakukan. (D,O,W,S)
W - Staf klinis

Peragaan proses time-out


S

4. Rumah sakit menggunakan ketentuan D Bukti pelaksanaan Time-Out 10 TL


yang sama tentang Tepat-Lokasi, Tepat- di luar kamar operasi
Prosedur, Tepat-Pasien, Jika operasi 5 TS
dilakukan, termasuk prosedur tindakan O Lihat form terkait Tepat- Lokasi,
medis dan gigi, diluar kamar operasi. Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien 0
TT
(D,O,W) DpjP
w
Standar SKP 5
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
menggunakan dan
melaksanakan "evidence-based
hand hygiene guidelines" untuk
menurunkan risiko infeksi terkait layanan
kesehatan.
Elemen Penilaian SKP. 5
1. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand hygiene)
yang mengacu pada standar WHO terkini. (R) (lihat juga PPI.9. EP 2,
EP 6)
2. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand
hygiene) di seluruh rumah sakit sesuai regulasi (D,W)
3. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai prosedur (W,O,S)
(lihat juga PPI.9 EP 6)
4. Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S)
5. Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai
regulasi. (W,O,S) (lihat juga PPI.9 EP 2, EP 5, dan EP 6)
6. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya
menurunkan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat
juga PPI.9 EP 6)
Standar SKP 6
MENGURANGI RISIKO CEDERA KARENA PASIEN JATUH
Elemen Penilaian SKP.6
1. Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera karena
jatuh. (R) (lihat juga AP.1.2.1 EP 2)
2. Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap semua
pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kondisi, diagnosis, lokasi
terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai dengan regulasi. (D,O,W)
3. Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen lanjutan,
asesmen ulang dari pasien pasien rawat inap yang berdasar catatan
teridentifikasi risiko jatuh. (D,O,W) (Lihat juga AP.2 EP 1)
4. Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien
dari situasi dan lokasi yang menyebabkan pasien jatuh.(D,O,W) (lihat
juga AP.1.2.1 EP 3)
KARAKTERISTIK SISTEM PELAPORAN YANG BERHASIL

1. Non-punitive (tidak menghukum)


2. Konfidensial. Sistem pelaporan dapat berjalan dengan baik
maka organisasi kesehatan perlu menjamin kerahasiaan
laporan.
3. Independen. Sistem pelaporan bersifat tidak menghukum,
menjaga kerahasiaan, dan independen merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
4. Dianalisis oleh ahli. Tanpa peranan tim ahli yang mengetahui
sebeluk maka rekomendasi yang diberikan belum tentu tepat
5. Tepat waktu. Laporan harus dianalisis tepat waktu dan
rekomendasi segera.
6. Beorientasi pada sistem.
1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu
ke waktu
2. Bahwa suatu pelayanan ternyata tidak memenuhi
standar klinik atau terapi sebagaimana yang
INDIKATOR PATIENT
SAFETY
diharapakan
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar
pembei pelayanan
4. Ketidaksepadanan antar unit pelayanan
kesehatan (misalnya pemerintah dan swasta)
Terimkasih

Arahkan mata anda pada bintang-bintang dengan kaki tetap berpijak pada tanah “Theodore Roosevelt”

PowerPoint

Anda mungkin juga menyukai