Anda di halaman 1dari 21

MASYARAKAT HUKUM DAN KAIDAH DI MASYARAKAT

ARDIKA NURFURKON, S.STP, MH


MANUSIA ADALAH MAHLUK SOSIAL

Masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup


bersama dengan tujuan bersama. Dasar hidup bersama yang
menjadi ikatan bagi masyarakat itu bisa berupa tempat tinggal
(kampung, desa atau negeri), jadi bersifat teritorial atau bisa
pertalian darah atau keturunan (suku atau marga). Bisa juga
kombinasi dari keduanya, yang terjadi apabila orang
sekampung melalui perkawinan menjalin pertalian keluarga.
MANUSIA ADALAH MAHLUK SOSIAL

Masyarakat yang terikat karena pertalian emosional atau bitiniyah demikian


merupakan kekerabatan. Di dalam tipologi yang dibuat oleh Max Weber, seorang
ahli sosiologi Jerman di akhir abad ke XIX dan permulaan abad XX, masyarakat
demikian ia namakan Gemeinschaft. Di samping kumpulan manusia yang
bermasyarakat yang berupa kekerabatan atau Gemeinschaft, tipologi Max Weber
juga mengenal Gemeinschaft, yakni kumpulan manusia yang berkumpul menjadi
satu satuan untuk mencapai tujuan tertentu, mialnya berdagang untuk mendapat
keuntungan. Di sini ikatan yang menjadi perekat di antara anggota kumpulan
manusia bukan ikatan batin atau emosional yang bersumber pada pertalian darah
atau kekeluargaan atau tempat tinggal bersama melainakn untuk bersama-sama
mencapai tujuan tertentu di bidang perdagangan, indstri, olah-raga atau kesehatan.
PENGERTIAN KAIDAH HUKUM
Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah
mahluk sosial (zoon politicon), yakni mahluk
yang pada dasarnya mempunyai keinginan
untuk hidup bermasyarakat dengan manusia-
manusia yang lain. Artinya setiap manusia
mempunyai keinginan untuk berkumpul dan
mengadakan hubungan satu sama lain dengan
sesamanya.
Jadi kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini, yang jumlahnya entah berapa, bergantung
pada masyarakat pada hubungannya satu sama lain. Sementara itu kepentingan setiap manusia
tidak selalu sama, sehingga bisa menimbulkan ketegangan dan pertentangan (konflik) dalam
masyarakat. Untuk menjaga agar hubungan antar individu dalam masyarakat selalu harmonis,
maka perlu adanya petunjuk hidup. Petunjuk hidup ini biasanya dinamakan Kaidah (norma) yang
merupakan pedoman, patokan atau ukuran untuk keperluan atau bersikap dalam kehidupan
bersama di masyarakat.
Kaidah
Agama

KAIDAH DI
MASYARAKAT Kaidah Kaida Kaidah
Kesusilaa

h
Hukum
n

Kaidah
Kesopana
n
kaidah Agama adalah suatu ukuran
Hubungan ini mengandung atau parameter petunjuk hidup yang
perintah-perintah dan memuat perintah-perintah, larangan-
larangan-laranga Tuhan pada larangan dan anjuran-anjuran yang
KAIDAH AGAMA manusia. Peraturan yang berisi bersumber dari Tuhan.Kaidah Agama
bersumber dari Tuhan yang terdapat
perintah, larangan dan anjuran
yang datangnya dari Tuhan dalam kitab suci agama tertentu
Yang Maha Esa, biasanya (agama Islam kitab sucinya al-qur’an,
disebut Kaidah (Norma) agama Kristen kitab sucinya al-kitab,
Agama dalam arti sempit adalah agama Hindu kitab sucinya Weda,
Agama. Para pemeluk agama
hubungan antara Tuhan dan memandang bahwa peraturan- agama Budha kitab sucinya Tripitaka,
manusia. peraturan (yang dalam hal ini dan lain-lain). Kaidah agama
adaalah perintah, larangan dan mengharuskan kepada umatnya
anjuran) tadi berasal dari dalam tatanan hidupnya untuk selalu
Tuhan. Adapun kehadiran menjunjung tinggi nilai-nilai
peraturan-peraturan tersebut kemanusiaan, keadilan dan lain-lain
adalah sebagai tuntutan dan serta dapat mewujudkan keimanan
petunjuk ke arah jalan yang dalam kehidupan sehari-hari sesuai
benar dalam kehidupan dengan firman Tuhan untuk
manusia. menjalankan segala perintah dan
menjauhi segala larangan-Nya guna
mencapai kebahagiaan di dunia dan
di akhirat kelak.
KAIDAH KESUSILAAN

Kaidah susila atau kesusilaan


adalah kaidah yang paling tua
dan paling asli, juga
terdapat di dalam sanubari
manusia sendiri karena manusia
mahluk bermoral, tanpa melihat
kebangsaan atau
masyarakat:”Tidak
mengindahkan kaidah susila
berarti a susila”
Kaidah kesusilan adalah suatu ukuran atau parameter petunjuk hidup yang bersumber dari
suara hati nurani manusia yang mengatur tentang patut tidaknya perbuatannya atau susila
tidaknya perilaku manusia. Kaidah kesusilaan memberikan petunjuk tentang cara bersikap
dan bertingkah laku dalam memutuskan hal-hal yang harus dilakukan, dihindari dan
ditentang. Pelanggaran terhadap kaidah kesusilaan adalah pelanggaran penasaran yang
bersifat penyesalan karena telah melakukan pengingkaran terhadap hati nurani.
Contoh-contoh kaidah kesusilaan:
1). Jangan mencuri milik orang lain;
2) berbuatlah jujur;
3) hormatilah sesamamu;
4) jangan berzinah;
5) jangan membunuh;
6) jangan mencontek; dan lain sebagainya.
Contoh kaidah ini diantaranya
adalah:
KAIDAH KESOPANAN Berilah tempat terlebih dahulu
kepada wanita di bus, kereta api
dan lain-lain, terutama wanita
yang tua, hamil atau membawa
bayi.
Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup
yang timbul dari pergaulan segolongan
Jangan makan sambil bicara.
manusia
Janganlah meludah di lantai atau
disembarang tempat.
Orang muda harus menghormati
orang yang lebih tua. Dll.
DARI PENGERTIAN ATAU BATASAN TERSEBUT NAMPAK JELAS BAHWA KAIDAH KESOPANAN
TIMBUL DAN DIADAKAN OLEH MASYARAKAT (SEGOLONGAN MANUSIA) ITU SENDIRI UNTUK
MENGATUR PERGAULAN, SEHINGGA MASING-MASING ANGGOTA MASYARAKAT SALING
MENGERTI, SALING MEMAHAMI, DAN SALING HORMAT MENGHORMATI. DAN AKIBAT DARI
PELANGGARAN TERHADAP KAIDAH INI IALAH DICELA SESAMANYA, KARENA SUMBER
KAIDAH INI ADALAH KEYAKINAN MASYARAKAT YANG BERSANGKUTAN SENDIRI.

Hakikat kaidah kesopanan adalah kepantasan, kepatutan atau kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat.Kaidah kesopanan sering diucapkan dalam masyarakat sebagai
sopan santun, tata krama atau adat istiadat. Kaidah kesopanan tidak berlaku bagi
seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan
hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan
bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Zainal
KAIDAH HUKUM

Kaidah hukum lazimnya diartikan sebagai


peraturan hidup yang menentukan bagaimana
manusia seyogianya berperilaku, bersikap di
dalam masyarakat agar kepentingaannya dan
kepentingan orang lain terlindungi.
PERATURAN-PERATURAN YANG TIMBUL DAN DIBUAT OLEH LEMBAGA KEKUASAAN
NEGARA. ISINYA MENGIKAT SETIAP ORANG DAN PELAKSANAANYA DAPAT
DIPERTAHANKAN DENGAN SEGALA PAKSAAN OLEH ALAT-ALAT NEGARA, SUMBERNYA BISA
BERUPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, YURISPRUDENSI, KEBIASAAN, DOKTRIN
DAN AGAMA. KEISTIMEWAAN KAIDAH HUKUM TERLETAK PADA SIFATNYA YANG MEMAKSA,
SANKSINYA BERUPA ANCAMAN HUKUMAN. PENATAAN DAN SANKSI TERHADAP
PELANGGARAN PERATURAN-PERATURAN HUKUM BERSIFAT HETERONOM, ARTINYA DAPAT
DIPAKSAKAN OLEH KEKUASAAN DARI LUAR, YAITU KEKUASAAN NEGARA.
CONTOH KAIDAH INI DIANTARANYA IALAH:
• BARANG SIAPA DENGAN SENGAJA MENGHILANGKAN JIWA/NYAWA ORANG LAIN, DIHUKUM

KARENA MEMBUNUH DENGAN HUKUMAN SETINGGI-TINGGINYA 15 TAHUN.DISINI


DITENTUKAN BESARNYA HUKUMAN PENJARA UNTUK ORANG-ORANG YANG MELAKUKAN
KEJAHATAN (KAIDAH HUKUM PIDANA)
• ORANG YANG TIDAK MEMENUHI SUATU PERIKATAN YANG DIADAKAN, DIWAJIBKAN

MENGGANTI KERUGIAN (MISALNYA: JUAL BELI, SEWA MENYEWA). DISINI DITENTUKAN


KEWAJIBAN MENGGANTI KERUGIAN ATAU HUKUMAN DENDA (KAIDAH HUKUM PERDATA)
• SUATU PERSEROAN TERBATAS HARUS DIDIRIKAN DENGAN AKTA NOTARIS DAN DISETUJUI

OLEH KEMENTRIAN KEHAKIMAN. DISINI DITENTUKAN SYARAT-SYARAT UNTUK MENDIRIKAN


PERSEROAN DAGANG (KAIDAH HUKUM DAGANG).
Kaidah Hukum

1. Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga
perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun
peraturan daerah yang dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk
membuatnya. Oleh karena itu, kaidah hukum sangat mengikat bagi warga negara.
2. Menurut Ahmad Ali , kaidah hukum memiliki dua sifat kemungkinan, yaitu: Ada
kemungkinan bersifat imperatif “Secara apriori wajib ditaati kaidah ini tidak dapat
dikesampingkan dalam suatu keadaan konkret hanya karena para pihak membuat
perjanjian”
Ada kemungkinan bersifat fakultatif “Tidaklah secara apriori mengikat atau wajib
ditaati, jadi ini merupakan kaidah hukum yaang dalam keadaan konkret dapat
dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat oleh para pihak”.
HUBUNGAN DAN PERBEDAAN KAIDAH
AGAMA, KESUSILAAN, KESOPANAN
DENGAN KAIDAH HUKUM

Van Apeldoorn menganggap kaidah hukum,


agama, kesusilaan dan kesopanan sebagai
etika. Dengan kata lain etika memuat
peraturan agama, kesusilaan, kesopanan dan
hukum.
Kaidah Hukum
1. Sesungguhnya antara kaidah agama, kesusilaan, kesopanan dan kaidah hukum
mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain serta
saling memperkokoh kekuatan pengaruhnya dalam masyarakat.
2. Wirjono Prodjodikoro dalam tulisannya yang berjudul “Rasa Keadilan sebagai Dasar
Segala Hukum” menyatakan baik kaidah hukum maupun kaidah agama, kesusilaan
dan kesopanan mengandung jawaban atas pertanyaan; apakah yang patut harus
dilakukan oleh orang sebagai anggota masyarakat? Perbedaannya hanya bersifat
gradual, dimana kepatutan itu meningkat sampai pada suatu tingkatan, dimana
pemerintah terutama para hakim untuk kepentingan masyarakat harus
memperhatikan adanya kaidah itu, maka disitulah daapat dikatakan bahwa kaidah
dalam masyarakat adalah kaidan hukum
Adapun perbedaan kaidah hukum dengan kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan adalah
sebagai berikut:
Kaidah hukum dengan kaidah agama dan kesusilaan
1. Tujuannya; kaidaah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia
beserta kepentingannya, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki
pribadi agar menjadi manusia ideal.
2. Sasarannya; kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya,
sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai pribadi. Kaidah
hukum menghendaki tingkah laku manusia sesuai dengan aturan, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan menghendaki sikap batin setiap pribadi itu baik.
3. Sumber sanksinya; kaidah hukum dan kaidah agama sumber saanksinya berasal dari luar dan dipaksakan
oleh kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan
dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya (otonom).
4. Kekuatan mengikatnya; pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan secara nyata oleh kekuasaan dari luar,
sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan kaidah kesusilaan pada asasnya tergantung pada yang
bersangkutan.
5. Isinya; kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atribut dan normatif), sedang kaidah agama dan
Kaidah hukum dengan kaidah kesopanan
1.Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban, kaidah
kesopanan hanya memberikan kewajiban saja.
2.Sanksi kaidah hukum dipaksakan dari masyarakat secara
resmi (negara), sanksi kaidaah kesopanan dipaksakan oleh
masyarakat secara tidak resmi.
Kaidaah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan
1.Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap
lahir manusia, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin
manusia.
2.Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar tidak
ada korban, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan
bertujuan menyempurnakan manusia agar tidak menajadi
manusia jahat.
Dari paparan diatas tentang kaidah hukum, kaidah agama,
kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan, maka dapat
dijelaskan ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan
kaidah lainnya (kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah
kesopanan) adalah sebagai berikut:
1.Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
kepentingan.
2.Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah.
3.Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh
masyarakat.
4.Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan
bertingkat.
5.Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban
dan ketentraman).
Referensi 1. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah
Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993, Hlm. 32.
2. Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis
dan Sosiologis, Jakarta, Chandra Pratama, 1996, Hlm. 17.
3. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan dari
Inleiding tot the studie van het Nederlandse Recht oleh Mr.
Oetarid Sadino, Jakarta, Noordhoff-Kolff NV Cet I.1959, Hlm.
39.
4. Achmad Ichsan, Hukum Perdata I A, Jakarta, PT.
Pembimbing Masa, 1969, Hlm. 7.
5. Wirjono Prodjodikoro, Bunga Rampai Hukum, Jakarta, PT.
Ikhtiar, 1974, Hlm. 12.

Anda mungkin juga menyukai