HUKUM PENITENSIER
PROF MULYATNO:
STRAF DIARTIKAN SEBAGAI HUKUMAN. ISTILAH “PIDANA”
DAPAT MENGANTIKAN ISTILAH “STRAF”
PROF SOEDARTO:
“PENGHUKUMAN “ BERASAL DARI KATA DASAR “HUKUM”
SEHINGGA DAPAT DIARTIKAN “MENERAPKAN HUKUM” ATAU
“MEMUTUSKAN TENTANG HUKUMNYA”.
SELANJUTNYA ISTILAH PENGHUKUMAN DAPAT DISINONIMKAN
DENGAN “PEMIDANAAN” ATAU “ PEMBERIAN /PENJATUHAN
PIDANA” OLEH HAKIM.
DEFINISI “PIDANA” MENURUT BEBERAPA SARJANA
PROF. SOEDARTO:
PIDANA IALAH PENDERITAAN YANG SENGAJA DIBEBANKAN KEPADA
ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG MEMENUHI SYARAT-
SYARAT TERTENTU.
Menurut Teori ini pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan pada
orang yang telah melakukan tindak pidana, tetapi pidana memiliki tujuan-tujuan
tertentu yang bermanfaat, seperti: untuk melindungi masyarakat, untuk
mengurangi frekwensi kejahatan, pencegahan dsb.
OLEH SEBAB ITU TEORI INI SERING DISEBUT TEORI TUJUAN
(UTILITARIAN THEORY)
Jadi dasar pembenaran pidana menurut teori ini terletak pada tujuannya.
Teori Tujuan untuk pencegahan ini ini dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Prevensi Spesial (Special Deterence): Pengaruh pidana ditujukan pada
Teori Ini Muncul Sebagai Reaksi Atas Kedua Teori Yang Saling
Bertentangan Tersebut, Pada Teori Ini Pidana Dimaksudkan Selain
Sebagai Pembalasan Atas Perbuatan Yang Telah Dilakukan Tetapi
Juga Pidana Yang Diberikan Memiliki Tujuan-tujuan Yang Ingin
Dicapai.
Aliran dalam Hukum Pidana ini tidaklah mencari dasar pembenaran dari
pidana, tetapi berusaha memperoleh suatu sistem hukum pidana yang
praktis dan bermanfaat.
Aliran-aliran tersebut adalah:
- Aliran Klasik
-Aliran Modern
-Aliran Neoklasik
ALIRAN KLASIK:
- ALIRAN INI TIMBUL PADA ABAD 19, DALAM ALIRAN INI YANG MENJADI
PUSAT PERHATIANNYA ADALAH SIPEMBUAT
- ALIRAN INI SERING JUGA DISEBUT ALIRAN POSITIF, KARENA DALAM
MENCARI SEBAB KEJAHTAN MENGGUNAKAN METODE ILMU ALAM DAN
BERMAKSUD UNTUK LANGSUNG MENDEKATI DAN MEMPENGARUHI
PENJAHAT SECARA POSITIF SEJAUH DIA MASIH DAPAT DIPERBAIKI.
- ALIRAN INI BERTITIK TOLAK DARI PANDANGAN DETERMINISME,
KARENA MANUSIA DIPANDANG TIDAK MEMPUNYAI KEBEBASAN
KEHENDAK TAPI DIPENGARUHI OLEH WATAK DAN LINGKUNGANNYA,
MAKA IA TIDAK DAPAT DIPERSALAHKAN ATAU
DIPERTANGGUNGJAWABKAN DAN DIPIDANA.
- ALIRAN INI MENOLAK PANDANGAN ADANYA PEMBALASAN
BERDASARKAN KESALAHAN YANG SUBYEKTIF.
- BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN LEBIH BERSIFAT TINDAKAN UNTUK
PERLINDUNGAN MASYARAKAT. PIDANA HARUS TETAP DIORIENTASIKAN
PADA SIFAT-SIFAT PEMBUAT SEHINGGA ADA INVIDUALISASI PIDANA
YANG BERTUJUAN MENGADAKAN RESOSIALISASI SI PEMBUAT.
- TOKOH ALIRAN INI : LOMBROSO, LACASSAGNE, DAN FERRI.
Aliran neoklasik
Aliran ini didasarkan kpd kebijakan
pengadilan, dengan merumuskan pidana
minimum dan maxsimum dan mengakui apa
yang dimanakan asas-asas tentang keadaan
yang meringankan.
Aliran ini mulai mempertimbangkan
kebutuhan adanya pembinaan individual
dari pelaku tindak pidana
Indonesia menganut teori yang mana ?
Tentang pedoman pemidanaan secara
tegas rumusanya tidak kita jumpai di
dalam KUHP kita. Tetapi hanya dapat
disimpulkan dari beberapa rumusan KUHP.
Ex. Pembunuhan Pasal 338 diancam pidana
penjara max 15 tahun, 340 pembunuhan
berencana diancam pid penjara 20 thn,
atau pidana seumur hidup, atau pidana
mati, 359 KUHP menghilangkkan nyawa
orang lain karena kealpaan atau kelalaian
di pidana penjara max 5 thhn
Bersadarkan praktek peradilan piadana di
indonesia untuk dapat terselenggaranya
SPP yang baik, maka perlu dibuat suatu
pedman pemidanaan yang lengkap dan
jelas.
Maka sehubung dengan hal tersebut di atas
dalam Konsep RKUHP tahun 2004 pasl 52,
terdapat pedoman pemidanaan yang
menyatakan sebagai berikut :
Dalam pemidanaan wajib mempertimbangkan
Kesalahan pembuat tidak pidana
Motif dan tujuan melakukan tindak pidana
Sikap batin pembuat tindak pidana
Apakah tindak pidana dilakukan dengan cara berencana
Cara melakukan TP
Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak
pidana
Riwayat hidup dan keadaan sosial-ekonomi pembuat TP
Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak
pidana
Pengaruh TP terhadap korban atau keluarganya
Pemaafan dari korban/ keluarganya
Pandangan masyarakat terhadap TP yang dilakukan
Dengan mempertimbangkan hal-hal rinci
dalam pedoman tersebut diharapkan
pidana yang dijatuhkan bersifat
proporsional dan dapat dipahami baik
masyarakat maupun terpidana. Rincian trs
tidak bersifat Limitatif artinya hakim dapat
menambah pertimbangan lain selain
pertimbangan yang tercantum dlm Pasal
ini.
JENIS-JENIS PIDANA
Dalam RKUHP Pidana Mati tetap ada tetapi disebutkan sebagai pidana pokok
yang bersifat khusus. Sebagaimana diatur dalam Pasal 63 :
Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu
diancamkan secara alternatif.
Pelaksanaan Pidana Mati diatur dalam UU Nomor 2 tahun 1964, yaitu sbb:
a. Pemberitahuan akan dilaksanakannya pidana mati sudah dilakukan oleh jaksa atau
Jaksa Tinggi paling lambat dalam jangka waktu 3 x 24 jam.
b. Jika terpidana mati wanita hamil maka pelaksanaan harus ditunda sampai ia
melahirkan
c. Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Menteri kehakiman, yakni diwilayah
hukum Pengadilan Tingkat pertama yang memutus pidana mati.
d. Kapolda ybs bertanggungjawab mengenai tehnis pelaksanaan pidana mati.
e. Pelaksanaan Pidana mati dilakukan didepan regu tembak polisi dibawah pimpinan
seorang perwira polisi.
f. Kapolda atau seorang perwira yang ditunjuk harus menghadiri pelaksanaan pidana
mati, pembela atau penasehat hukumnya baik atas permintaan sendiri atau atas
permintaan dari terpidana dapat menghadirinya.
g. Pelaksanaan pidana mati tidak boleh dilakukan di depan umum
h. Penguburan terpidana diserahkan pada keluarga dan pelaksanaan penguburan tidak
boleh dilaksanakan secara demonstratuf.
i. Jaksa tinggi atau jaksa ybs harus membuat berita acara mengenai pelaksanaan pidana
mati tersebut, BA tsb harus dicantumkan dalam Keputusan dari Pengadilan ybs.
PIDANA PENJARA
PIDANA DENDA
1. MENGHAPUS
- TAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB (PSL 44)
- DAYA PAKSA (OVERMACH), PSL 48 KUHP
- PEMBELAAN TERPAKSA (PSL 49 KUHP)
- PERINTAH JABATAN YANG SAH (PSL 51 KUHP)
2. MENGURANGKAN:
- TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH
SESEORANG YANG BELUM
BERUMUR 16 TAHUN (PSL 45 KUHP )
- PERCOBAAN TINDAK PIDANA (PSL 53 KUHP)
MEMBERATKAN:
- PENGULANGAN TINDAK PIDANA
- PERBARENGAN
- TINDAK PIDANA YANG BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA (PSL 52
KUHP
Teori-teori pembuktian
Teori pembuktian menurut UU secara
Positife
Teori pembuktian berdasarkan keyakinan
Hakim (Convension intem/ convension
raisonce)
Teori pembuktian menurut UU secara
Negatife
Teori pembuktian UU secara
Positif
Meneurt teori ini apabila suatu alat bukti telah
sesuai dengan UU, maka Hakim harus
menyatakan orang tersebut bersalah melakukan
tindak pidana. Di teori ini Hakim hanya di
pandang sebagai corong Undang-undang.
Walaupun Hakim memiliki keyakinan bahwa
orang tersebut tidak bersalah, tetapi jika alat
buktinya sudah sesuai dg UU maka Hakim harus
menyatakan org tersebut bersalah. Begitu juga
sebaliknya
Teori pembuktian berdasarkan
keyanian Hakim
Menurut teori ini Hakim dalam
menjatuhkan putusan hanya berdasarkan
keyakinan Hakim, tanpa melihat alat bukti,
jika hakim sudah yakin bahwa orang
tersebut melakukan tindak pidana, walau
pun alat buktinya tidak sesuai. Maka
hakim dapat menjatuhkan pidana
Teori pembuktian menurut Uu
secara Negatife
Menurut teori ini Hakim dalam
menjatuhkan pidana kepada seseorang
harus ada sekurang-kurangnya 2 alat
bukti di tambah dengan keyaninan Hakim
bahwa orang tersebut melakukan tindak
pidana
Disparitas Pidana
Adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap
tindak pidana yang sama