Anda di halaman 1dari 51

NAMA MATA KULIAH:

HUKUM PENITENSIER

KODE MATA KULIAH : HUK 629


STATUS MATA KULIAH: WPK PIDANA
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

HUKUM PENITENSIER ATAU PENITENTIAIRE RECHT


MENURUT VAN BEMMELEN ADALAH:
HUKUM YANG BERKENAAN DENGAN TUJUAN,
DAYA KERJA DAN ORGANISASI DARI LEMBAGA –
LEMBAGA PEMIDANAAN.

SECARA HARFIAH HUKUM PENITENSIER ADALAH:


KESELURUHAN DARI NORMA-NORMA YANG
MENGATUR MASALAH PIDANA DAN PEMIDANAAN
VAN BEMELLEN TIDAK HANYA MEMANDANG PIDANA
ITU SEMATA-MATA SEBAGAI PIDANA ATAU
PEMIDANAAN, MELAINKAN BELIAU JUGA
MENGAITKAN LEMBAGA-LEMBAGA PEMIDANAAN
TERSEBUT DENGAN TUJUAN YANG INGIN DICAPAI
DARI SUATU PEMIDANAAN ITU SENDIRI, DENGAN
DAYA KERJA YANG DIMILIKI OLEH LEMBAGA-
LEMBAGA PEMIDANAAN DAN DENGAN ORGANISASI
YANG DIPERLUKAN AGAR PIDANA YANG TELAH
DIJATUHKAN DAPAT MENCAPAI TUJUANNYA SECARA
EFEKTIF DAN EFISIEN
PIDANA, PEMIDANAAN DAN TINDAKAN

PIDANA BERASAL DARI KATA “STRAF”.

PROF MULYATNO:
STRAF DIARTIKAN SEBAGAI HUKUMAN. ISTILAH “PIDANA”
DAPAT MENGANTIKAN ISTILAH “STRAF”

PROF SOEDARTO:
“PENGHUKUMAN “ BERASAL DARI KATA DASAR “HUKUM”
SEHINGGA DAPAT DIARTIKAN “MENERAPKAN HUKUM” ATAU
“MEMUTUSKAN TENTANG HUKUMNYA”.
SELANJUTNYA ISTILAH PENGHUKUMAN DAPAT DISINONIMKAN
DENGAN “PEMIDANAAN” ATAU “ PEMBERIAN /PENJATUHAN
PIDANA” OLEH HAKIM.
DEFINISI “PIDANA” MENURUT BEBERAPA SARJANA

PROF. SOEDARTO:
PIDANA IALAH PENDERITAAN YANG SENGAJA DIBEBANKAN KEPADA
ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG MEMENUHI SYARAT-
SYARAT TERTENTU.

PROF. ROESLAN SALEH :


PIDANA ADALAH REAKSI ATAS DELIK DAN INI BERUJUD NESTAPA
YANG DENGAN SENGAJA DITIMPAKAN NEGARA PADA PEMBUAT
DELIK ITU.

DALAM BLACK’S LAW DICTIONARY: Pidana adalah Rasa Sakit


DARI BEBERAPA DEFINISI DIATAS MAKA
“PIDANA” MENGANDUNG UNSUR-UNSUR ATAU
CIRI-CIRI SEBAGAI BERIKUT:
1. PIDANA ITU PADA HAKEKATNYA MERUPAKAN
PENGENAAN PENDERITAAN ATAU NESTAPA
ATAU AKIBAT-AKIBAT LAIN YANG TIDAK
MENYENANGKAN.
2. PIDANA ITU DIBERIKAN DENGAN SENGAJA OLEH
ORANG ATAU BADAN YANG MEMPUNYAI
KEKUASAAN (OLEH YANG BERWENANG)
3. PIDANA ITU DIKENAKAN PADA SESEORANG
YANG TELAH MELAKUKAN TINDAK PIDANA
MENURUT UNDANG-UNDANG.
CONCEPT OF PUNISHMENT MENURUT ALF ROSS:
PUNISHMENT BERTOLAK DARI DUA SYARAT:

A. PIDANA DITUJUKAN PADA PENGENAAN PENDERITAAN


TERHADAP ORANG YANG BERSANGKUTAN. (Punishement is
aimed at inflicting suffering upon the person upon whom it is
imposed)
B. PIDANA ITU MERUPAKAN SUATU PERNYATAAN PENCELAAN
TERHADAP PERBUATAN SIPELAKU. (The punishment is an
expression of disapproval of the action for which it is imposed).

MENURUT ALF ROSS PERBEDAAN ANTARA “PUNISHMENT “


DAN TREATMENT” TIDAK DIDASARKAN PADA ADA TIDAKNYA
UNSUR “Penderitaan” TETAPI HARUS DIDASARKAN PADA ADA
TIDAKNYA UNSUR “Pencelaan”.
MENURUT G.P. HOEFNAGELS :
KESELURUHAN PROSES PIDANA ITU SENDIRI (SEJAK PENAHANAN,
PEMERIKSAAN SAMPAI VONIS DIJATUHKAN) MERUPAKAN SUATU
PIDANA.
Hoefnagels melihat pidana secara empirik bahwa pidana merupakan
suatu proses waktu.

Menurut BARDA NAWAWI:


PIDANA PADA HAKEKATNYA HANYA MERUPAKAN ALAT UNTUK
MENCAPAI TUJUAN

MENURUT PROF SOEDARTO:


PIDANA MERUPAKAN PEMBALASAN (PENGIMBALAN)TERHADAP
KESALAHAN PELAKU, SEDANGKAN TINDAKAN ADALAH UNTUK
PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN UNTUK PEMBINAAN ATAU
PERAWATAN SI PEMBUAT.
TEORI-TEORI PEMIDANAAN

Teori Pemidanaan merupakan dasar-dasar pembenaran dan


tujuan pemberian pidana.

TEORI PEMIDANAAN DIBAGI DALAM 3 (TIGA) TEORI:


1. TEORI ABSOLUT ATAU TEORI PEMBALASAN
(RETRIBUTIF/VELGELDINGS THEORIEN)
2. TEORI RELATIF ATAU TEORI TUJUAN (UTILITARIAN
/ DOEL THEORIEN)
3. TEORI GABUNGAN
TEORI ABSOLUT/ PEMBALASAN

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah


melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat
mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang
melakukan kejahatan.
JADI DASAR PEMBENARAN DARI PIDANA TERLETAK PADA ADANYA
ATAU TERJADINYA SUATU KEJAHATAN .

MENURUT IMMANUEL KANT DALAM “ PHILOSOPHY OF LAW”


DISEBUTKAN BAHWA:
Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk
mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi sipelaku maupun bagi
masyarakat, tetapi hanya dilakukan karena orang yang bersangkutan telah
melakukan suatu kejahatan.

KANT MEMANDANG PIDANA SEBAGAI “KATAGORISCHE IMPERATIEF”


YAKNI SESEORANG HARUS DIPIDANA OLEH HAKIM KARENA IA TELAH
MELAKUKAN KEJAHATAN
TEORI RELATIF/ TEORI TUJUAN

Menurut Teori ini pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan pada
orang yang telah melakukan tindak pidana, tetapi pidana memiliki tujuan-tujuan
tertentu yang bermanfaat, seperti: untuk melindungi masyarakat, untuk
mengurangi frekwensi kejahatan, pencegahan dsb.
OLEH SEBAB ITU TEORI INI SERING DISEBUT TEORI TUJUAN
(UTILITARIAN THEORY)

Jadi dasar pembenaran pidana menurut teori ini terletak pada tujuannya.
Teori Tujuan untuk pencegahan ini ini dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Prevensi Spesial (Special Deterence): Pengaruh pidana ditujukan pada

pelaku pidana, pidana dimaksudkan untuk mempengaruhi tingkah laku


terpidana sehingga tidak akan melakukan tindak pidana lagi.
- Prevensi General (General Deterence): Pengaruh pidana ditujukan untuk

masyarakat pada umumnya, dengan dijatuhi pidana bagi sipelaku kejahatan


maka diharapkan masyarakat tidak melakukan perbuatan yang sama.
TEORI GABUNGAN

Teori Ini Muncul Sebagai Reaksi Atas Kedua Teori Yang Saling
Bertentangan Tersebut, Pada Teori Ini Pidana Dimaksudkan Selain
Sebagai Pembalasan Atas Perbuatan Yang Telah Dilakukan Tetapi
Juga Pidana Yang Diberikan Memiliki Tujuan-tujuan Yang Ingin
Dicapai.

Penulis yang pertama mengajukan teori gabungan ini adalah


PALLEGRINO ROSSI, Sekalipun ia tetap menganggap pembalasan
sebagai azas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh
melampaui suatu pembalasan namun ia tetap berpendapat bahwa
pidana mempunyai berbagai pengaruh antara lain perbaikan atas
kerusakan yang ditimbulkan di masyarakat.
ALIRAN-ALIRAN DALAM HUKUM PIDANA

Aliran dalam Hukum Pidana ini tidaklah mencari dasar pembenaran dari
pidana, tetapi berusaha memperoleh suatu sistem hukum pidana yang
praktis dan bermanfaat.
Aliran-aliran tersebut adalah:
- Aliran Klasik
-Aliran Modern
-Aliran Neoklasik

ALIRAN KLASIK:

- Aliran Ini Menghendaki Hukum Pidana Yang Tersusun Secara Sistimatis


Dan Menitik Beratkan Pada Kepastuan Hukum.
- Dengan Pandangannya Yang Indeterministis Mengenai Kebebasan
Berkehandak Manusia Aliran Ini Menitik Beratkan Pada Perbuatan.
Hukum Pidana Yang Dikehendaki Adalah Pidana Perbuatan (Daad
Strafrecht)
- Dalam hal pidana dan pemidanaan aliran ini awal
timbulnya sangat
membatasi kebebasan hakim untuk menetapkan jenis
pidana dan ukuran
pemidanaan. Dikenal pada waktu itu (1791) dengan sistem
“THE DIFINITE SENTENCE” .
- Pidana yang ditetapkan oleh Undang-undang tidak
mengenal sistem peringanan atau pemberatan yang
berhubungan dengan faktor-faktor usia, keadaan jiwa
sipelaku, kejahatan yang dilakukan terdahulu, maupun
keadaan –keadaan khusus dari perbuatan yang dilakukan.
- Dalam perkembangannya sistem yang kaku ini ditinggalkan
- Tokoh utama aliran ini adalah: Cesare Beccaria dan Jeremy
Bentham.
ALIRAN MODERN:

- ALIRAN INI TIMBUL PADA ABAD 19, DALAM ALIRAN INI YANG MENJADI
PUSAT PERHATIANNYA ADALAH SIPEMBUAT
- ALIRAN INI SERING JUGA DISEBUT ALIRAN POSITIF, KARENA DALAM
MENCARI SEBAB KEJAHTAN MENGGUNAKAN METODE ILMU ALAM DAN
BERMAKSUD UNTUK LANGSUNG MENDEKATI DAN MEMPENGARUHI
PENJAHAT SECARA POSITIF SEJAUH DIA MASIH DAPAT DIPERBAIKI.
- ALIRAN INI BERTITIK TOLAK DARI PANDANGAN DETERMINISME,
KARENA MANUSIA DIPANDANG TIDAK MEMPUNYAI KEBEBASAN
KEHENDAK TAPI DIPENGARUHI OLEH WATAK DAN LINGKUNGANNYA,
MAKA IA TIDAK DAPAT DIPERSALAHKAN ATAU
DIPERTANGGUNGJAWABKAN DAN DIPIDANA.
- ALIRAN INI MENOLAK PANDANGAN ADANYA PEMBALASAN
BERDASARKAN KESALAHAN YANG SUBYEKTIF.
- BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN LEBIH BERSIFAT TINDAKAN UNTUK
PERLINDUNGAN MASYARAKAT. PIDANA HARUS TETAP DIORIENTASIKAN
PADA SIFAT-SIFAT PEMBUAT SEHINGGA ADA INVIDUALISASI PIDANA
YANG BERTUJUAN MENGADAKAN RESOSIALISASI SI PEMBUAT.
- TOKOH ALIRAN INI : LOMBROSO, LACASSAGNE, DAN FERRI.
 Aliran neoklasik
 Aliran ini didasarkan kpd kebijakan
pengadilan, dengan merumuskan pidana
minimum dan maxsimum dan mengakui apa
yang dimanakan asas-asas tentang keadaan
yang meringankan.
 Aliran ini mulai mempertimbangkan
kebutuhan adanya pembinaan individual
dari pelaku tindak pidana
Indonesia menganut teori yang mana ?
Tentang pedoman pemidanaan secara
tegas rumusanya tidak kita jumpai di
dalam KUHP kita. Tetapi hanya dapat
disimpulkan dari beberapa rumusan KUHP.
Ex. Pembunuhan Pasal 338 diancam pidana
penjara max 15 tahun, 340 pembunuhan
berencana diancam pid penjara 20 thn,
atau pidana seumur hidup, atau pidana
mati, 359 KUHP menghilangkkan nyawa
orang lain karena kealpaan atau kelalaian
di pidana penjara max 5 thhn
 Bersadarkan praktek peradilan piadana di
indonesia untuk dapat terselenggaranya
SPP yang baik, maka perlu dibuat suatu
pedman pemidanaan yang lengkap dan
jelas.
 Maka sehubung dengan hal tersebut di atas
dalam Konsep RKUHP tahun 2004 pasl 52,
terdapat pedoman pemidanaan yang
menyatakan sebagai berikut :
Dalam pemidanaan wajib mempertimbangkan
 Kesalahan pembuat tidak pidana
 Motif dan tujuan melakukan tindak pidana
 Sikap batin pembuat tindak pidana
 Apakah tindak pidana dilakukan dengan cara berencana
 Cara melakukan TP
 Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak
pidana
 Riwayat hidup dan keadaan sosial-ekonomi pembuat TP
 Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak
pidana
 Pengaruh TP terhadap korban atau keluarganya
 Pemaafan dari korban/ keluarganya
 Pandangan masyarakat terhadap TP yang dilakukan
 Dengan mempertimbangkan hal-hal rinci
dalam pedoman tersebut diharapkan
pidana yang dijatuhkan bersifat
proporsional dan dapat dipahami baik
masyarakat maupun terpidana. Rincian trs
tidak bersifat Limitatif artinya hakim dapat
menambah pertimbangan lain selain
pertimbangan yang tercantum dlm Pasal
ini.
JENIS-JENIS PIDANA

Hukum Pidana Indonesia dalam KUHP Pasal 10 hanya mengenal 2 Jenis


Pidana yaitu Pidana Pokok dan Pidana Tambahan:

Pidana Pokok yaitu:


- Pidana Mati
- Pidana Penjara
- Pidana Kurungan
- Pidana Denda

Pidana Tambahan yaitu:


- Pencabutan hak-hak tertentu
- Penyitaan benda-benda tertentu
-Pengumuman Keputusan hakim

Kemudian dengan UU No. 20 Tahun 1946: Pidana Pokok ditambah dengan


Pidana Tutupan
TUJUAN PEMIDANAAN

Menurut Lamintang, ada 3 (tiga) pokok pemikiran tentang tujuan pemidanaan,


yaitu:
1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri
2. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan-kejahatan
3. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk
melakukan kejahatan lainnya (yakni penjahat-penjahat yang tidak dapat
diperbaiki lagi)

Di dalam KUHP tidak secara tegas merumuskan tentang tujuan pemidanaan,


namun dari tatacara penempatan terpidana, pelaksanaan pidana dapat dilihat
adanya tujuan yang ingin dicapai dari suatu pemidanaan
Dalam RKUHP Tujuan pemidanaan dirumuskan secara khusus dalam pasal
51 RKUHP:
(1) Pemidanaan bertujuan:
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi pengayoman masyarakat.
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna
c. Penyelesaian konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
d. Membebaskan ras bersalah pada terpidana
(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan
martabat manusia
Jenis Pidana Dalam RKUHP :
Pasal 62 , Pidana Pokok terdiri atas:
a. Pidana Penjara
b. Pidana Tutupan
c. Pidana Pengawasan
d. Pidana Denda
e. Pidana Kerja Sosial

Pasal 64 Pidana Tambahan terdiri atas:


a. Pencabutan hak tertentu
b. Perampasan barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
d. Pembayaran ganti kerugian
e. Pemenuhan kewajiban adat setempat dan atau
kewajiban menurut hukum yang hidup.
PIDANA MATI

Ancaman Pidana mati di Indonesia selalu diancamkan secara alternatif dengan


pidana pokok lainnya yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
selama-lamanya 20 tahun.

Dalam RKUHP Pidana Mati tetap ada tetapi disebutkan sebagai pidana pokok
yang bersifat khusus. Sebagaimana diatur dalam Pasal 63 :
Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu
diancamkan secara alternatif.

Dengan dirumuskan seperti tersebut di atas terdapat keraguan bagi pembentuk


Undang-undang untuk tetap mempertahankan pidana mati
TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA MATI

Pelaksanaan Pidana Mati diatur dalam UU Nomor 2 tahun 1964, yaitu sbb:
a. Pemberitahuan akan dilaksanakannya pidana mati sudah dilakukan oleh jaksa atau
Jaksa Tinggi paling lambat dalam jangka waktu 3 x 24 jam.
b. Jika terpidana mati wanita hamil maka pelaksanaan harus ditunda sampai ia
melahirkan
c. Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Menteri kehakiman, yakni diwilayah
hukum Pengadilan Tingkat pertama yang memutus pidana mati.
d. Kapolda ybs bertanggungjawab mengenai tehnis pelaksanaan pidana mati.
e. Pelaksanaan Pidana mati dilakukan didepan regu tembak polisi dibawah pimpinan
seorang perwira polisi.
f. Kapolda atau seorang perwira yang ditunjuk harus menghadiri pelaksanaan pidana
mati, pembela atau penasehat hukumnya baik atas permintaan sendiri atau atas
permintaan dari terpidana dapat menghadirinya.
g. Pelaksanaan pidana mati tidak boleh dilakukan di depan umum
h. Penguburan terpidana diserahkan pada keluarga dan pelaksanaan penguburan tidak
boleh dilaksanakan secara demonstratuf.
i. Jaksa tinggi atau jaksa ybs harus membuat berita acara mengenai pelaksanaan pidana
mati tersebut, BA tsb harus dicantumkan dalam Keputusan dari Pengadilan ybs.
PIDANA PENJARA

Pidana Penjara merupakan pidana pembatasan kebebasan bergerak, di Indonesia


para narapidana ditempatkan di dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan.
Menurut Muladi Pidana Penjara bertujuan:
1. Sebagai saran penjamin keamanan terpidana
2. Memberikan kesempatan pada terpidana untuk dapat direhabilitasi.

Ketentuan Pidana Penjara dalam KUHP:


1. Pidana penjara adalah seumur hidup atau sementara
2. Lamanya pidana penjara sementara adalah sekurang-
kurangnya satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun
berturut-turut.
3. Pidana penjara dapat dijatuhkan selama-lamanya duapuluh
tahun .

Pidana Penjara Minimum Umum: 1 (satu) hari)


Pidana Penjara Maksimum umum : 20 Tahun
Pidana penjara maksimum Khusus: terdapat dalam pasal KUHP
MAKSIMUM PIDANA PENJARA ADALAH 15 TAHUN, YANG HANYA BOLEH
DILEWATI MENJADI 20 TAHUN DALAM HAL DIANCAMKAN SECARA
ALTERNATIF DENGAN PIDANA MATI, PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP
ATAU PIDANA PENJARA SELAMA WAKTU TERTENTU 20 TAHUN
DIANCAMKAN SECARA ALTERNATIF PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP
ATAU PIDANA PENJARA SELAMA WAKTU TERTENTU 20 TAHUN
ADA PEMBERATAN PIDANA KARENA PENGULANGAN. TINDAK PIDANA
PERBARENGAN DAN KEJAHATAN BERHUBUNGAN DENGAN JABATAN
MAKSIMUM PIDANA KURUNGAN ADALAH SATU TAHUN, YANG HANYA
BOLEH DILEWATI MENJADI SATU TAHUN EMPAT BULAN DALAM HAL
ADA PEMBERATAN PIDANA KARENA PENGULANGAN, PERBARENGAN
ATAU KEJAHATAN BERHUBUNGAN DENGAN JABATAN.
PIDANA KURUNGAN:

Pidana kurungan adalah hukuman yang dijalankan di dalam pidana


penjara hanya waktunya yaitu minimal 1 (satu) hari dan maksimal 1
(satu) tahun.Dan orang yang dijatuhi pidana kurungan mempunyai
Hak Pistole yaitu hak untuk memperbaiki fasilitas dalam penjara
dengan biaya sendiri. Dalam R KUHP tidak lagi dikenal Jenis Pidana
Kurungan.

PIDANA DENDA

Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib


dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.

Pidana denda di indonesia hampir tidak pernah dijatuhkan oleh hakim


kecuali dalam tindak pidana di laur KUHP seperti TP Narkotika, Korupsi,
pelanggaran Lalu Lintas dsb. Karena Besaran Pidana denda dalam KUHP
sudah tidak sesuai lagi dengan nilai mata uang saat ini.
Pidana Penjara sejauh mungkin tidak diterapkan dalam hal dijumpai keadaan-
keadaan sebagai berikut:
1. Terdakwa berusia di bawah 18 tahu
2. Baru pertama kali melakukan tindak pidana
3. Kerugian dan penderitaaan korban tidak terlalu besar
4. Terdakwa telah membayar ganti kerugian terhadap korban
5. Terdakwa tidak mengetahui bahwa tindak pidana yang dilakukan akan
menimbulkan kerugian yang sangat besar
6. Tindak pidana yang terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain
7. Korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut
8. Tindak pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak
mungkin terulang lagi
9. Kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan
melakukan tindak pidana yang lain
10. Pidana penjara akan menimbulkan penderitaaan yang besar bagi terdakwa
dan keluarganya
11. Pembinaan yang noninstitusional akan cukup berhasil bagi diri terdakwa
12. Penjatuhan pidana yang ringan tidak akan mengurangi sifat beratnya pidana
yang dilakukan terdakwa
13. Tindak pidana terjadi dikalangan keluarga
14. Terjadi karena kealpaan
Pedoman Pemidanaan yang berlaku bagi Hakim Sebagai
bahan pertimbangan di dalam memutuskan perkara Pidana
yaitu:

 Kesalahan pembuat tindak pidana


 Motif dan tujuan dilakukanya tindak pidana
 Sikap batin pembuat tindak pidana
 Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana
 Cara melakukan tindak pidana
 Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana
 Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana
 Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana
 Pengaruh tindak pidana terhadap korban dan/atau
 Pandnagan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
PIDANA DENDA DALAM RKUHP:
1. MINIMUM 15. 000 RUPIAH
2. MAKSIMUMDITETAPKAN BERDASARKAN
KATAGORI:
A. Katagori I Satu juta lima ratus ribu rupiah
B. Katagori II tujuh juta lima ratus ribu rupiah
C. Katagori III tiga puluh juta rupiah
D. Katagori IV tujuh puluh lima juta rupiah
E. Katagori V tiga ratus juta rupiah
F. Katagori VI tiga miliar rupiah

Pidana denda dalam pelaksanaannya jika tidak dapat dipenuhi oleh


terpidana pidana denda yang dimaksud dengan kepuitusan hakim dapat
diganti dengan pidana kurungan pengganti denda.
DITINJAU DART SUDUT KERUGIAN TERPIDANA, PIDANA DAPAT MENGENAI
A. JIWA PELAKU : PIDANA MATI
B. BADAN PELAKU : PENCAMBUKAN, PEMOTONGAN BAGIAN BADAN (JARI
TANGAN), DI CAP BARA, DLSB.
C. KEMERDEKAAN PELAKU : PIDANA PENJARA, TUTUPAN, KURUNGAN,
PENGASINGAN, PENGUSIRAN,DLSB
D. KEHORMATAN PELAKU : PENCABUTAN HAK-HAK TERTENTU, PENCABUTAN
SIM, PENGUMUMAN PUTUSAN HAKIM, TEGORAN,DLSB,
E. HARTA BENDA/ HARTA KEKAYAAN : PIDANA DENDA, PERAMPASAN BARANG,
MEMBAYAR UANG PENGGANTI BARANG YANG BELUM DIRAMPAS.

SUATU TINDAKAN TERTENTU ATAU YANG MIRIPDENGAN HUKUMAN PERDATA


ANTARA LAIN:
A. MEWAJIBKAN GANTI RUGI
B. B. TINDAKAN TATA TERTIB
C. C. PENEMPATAN DI RUMAH SAKIT JIWA
D. D. PENGOBATAN PAKSA (KECANDUAN OBAT)
E. E. PENDIDIKAN PAKSA
PENJATUHAN PIDANA MENURUT SISTEM KUHP

MENURUT SISTEM KUHP PENJATUHAN PIDANA POKOK HANYA BOLEH 1


MACAM SAJA DALAM HAL HANYA SATU TINDAK PIDANA SAJA YANG
DILAKUKAN, YAITU SALAH SATU PIDANA POKOK YANG DIANCAMKAN
SECARA ALTERNATIF PADA PASAL TINDAK PIDANA YANG BERSANGKUTAN.
TIDAK DIBENARKAN UNTUK MENJATUHKAN PIDANA POKOK, YANG TIDAK
DIANCAMKAN DALAM PASAL TINDAK PIDANA YANG BERSANGKUTAN.
UNTUK PIDANA POKOK TERSEBUT MASIH DAPAT DIJATUHKAN SATU ATAU
LEBIH PIDANA TAMBAHAN SEPERTI TERMAKSUD DALAM PASAL 10 B.
DIKATAKAN "DAPAT" BERARTI PENAMBAHAN PIDANA TAMBAHAN TERSEBUT
ADALAH "FAKULTATIF".
MAKSIMUM DAN MINIMUM PIDANA

STELSEL PIDANA MINIMUM SECARA UMUM (ALGEMENE


STRAFMINIMA ) YAITU DITENTUKAN SECARA UMUM PIDANA
TERENDAH YANG PERLAKU UNTUK SETIAP TINDAK PIDANA,
YANG DIATUR DALAM KUHP IALAH
PIDANA PENJARA TERPENDEK ADALAH SATU (1) HART
PIDANA KURUNGAN TERPENDEK ADALAH 1 HART
PIDANA DENDA PALING SEDIKIT ADALAH 25 SEN

STELSEL PIDANA MAKSIMUM SECARA UMUM


ALGEMENE STRAFMAXIMA ), YAITU DITENTUKAN SECARA UMUM
PIDANA TERTINGGI YANG BERLAKU UNTUK SETIAP TINDAK
PIDANA, DENGAN PENGECUALIAN APABILA ADA HAL-HAL YANG
MEMBERATKAN.
Perbarengan
Samenloop/ Concurus

Bentuk Stelsel Pemidanaan

1. Eendaadsc samenloop 1. Stelsel Komulasi Murni


(Cocurus Idealis) Pasal 63 KUHP (Cumulatie stelsel)
2. Stelsel Penyerapan Murni
2. Meedaadsc samenloop
(Absorptie stelsel)
( Cocursus Realis) Ps 65, 66, 70 KUHP
3. Stelsel Kumulasi terbatas
3. Perbuatan Berkelanjutan ( Gematigde cumulasi stelsel)
()Vorgezet Handeling) Ps 64 KUHP 4. Stelsel penyerapan yang dipertajam
(Vershreptie absorptie stelsel)
STELSEL PEMIDANAAN UNTUK PERBARENGAN

DUA STELSEL POKOK PEMIDANAAN UNTUK PERBARENGAN ADALAH:


STELSEL KOMULASI MURNI DAN STELSEL ABSORSI MURNI,
SEDANGKAN STELSEL ANTARA ADALAH:
STELSEL KOMULASI TERBATAS DAN STELSEL ABSORSI DIPERTAJAM.

1. STELSEL KOMULASI MURNI AtAu STELSEL PENJUMLAHAN MURNI


( CUMULA TIE STELSEL
MENURUT STELSEL INI UNTUK SETIAP TIN,DAK PIDANA
DIANCAMKAN /DIKENAKAN PIDANA MA51NG-MAAG TANPA
PENGURANGAN. JADI APAB1LA SESEOSANG MELAKUKAN 3 TINDAK
PIDANA YANG MASING-MASING ANCAMAN PIDANANYA MAKSIMUM 5
TAHUN, 3 TAHUN DAN 4 TAHUN, MAKA JUMLAH (KOMULASI)
MAKSIMUM ANCAMAN PIDANA ADALAH 12 TAHUN.
2. STELSEL ABSORSI MURNI / PENYERAPAN MURNI (ABSORPTIE STELSEL )
MENURUT STELSEL INI, HANYA MAKSIMUM ANCAMAN PIDANA YANG
TERBERAT YANG DIKENAKAN DENGAN PENGERTIAN BAHWA MAKSIMUM
PIDANA LAINNYA (SEJENIS /TIDAK SEJENIS ) DISERAP OLEH YANG LEBIH
TINGGI.

3.STELSEL KOMULASI TERBATAS / REDUKSI ( GEMAGTIDE CUMULATIE


STELSEL)
MENURUT STELSEL INI SETIAP TINDAK PIDANA DIKENAKAN MASING-
MASING ANCAMAN PIDANA YANG DITENTUKAN PIDANANYA, AKAN
TETAPI DIBATASI JUMLAHNYA TIDAK BOLEH MELEBIHI DART
ANCAMAN PIDANA YANG PALING TINGGI DITAMBAH
SEPERTIGANYA. MISAL SESEORANG MELAKUKAN 2 TINDAK PIDANA
YANG DIANCAM DENGAN PIDANA MAKSIMAL 2 TAHUN DAN 9
TAHUN, MAKA PIDANA YANG DAPAT DIKENAKAN ADALAH : 2
TAHUN + 9 TAHUN =11 TAHUN.
(CATATAN : 11 TAHUN MASIH LEBIH RENDAH DART 9 THN + SEPERTIGA x 9
THN = 12 TAHUN )
CONTOH LAIN: SESEORANG MELAKUKAN 2 TINDAK PIDANA YANG
DIANCAM DENGAN PIDANA PENJARA MAKSIMUM 4 TAHUN DAN 6
TAHUN, MAKA MENURUT SISTEM INI PIDANA MAKSIMUM YANG
DAPAT DIKENAKAN ADALAH 4 THN + 6 THN =10 TAHUN (LEBIH
TINGGI DART 6 THN + SEPERTIGA x 6 THN = 8 TAHUN ). JADI
4. STELSEL PENYERAPAN YANG DIPERTAJAM VERSCHREPTIE ABSORPTIE
STELSEL )

MENURUT STELSEL INI TINDAK PIDANA YANG LEBIH RINGAN ANCAMAN


PIDANANYA TIDAK DIPIDANA. AKAN TETAPI DI PANDANG SEBAGAI
KEADAAN YANG MEBERATKAN BAGI TINDAK PIDANA YANG LEBIH BERAT
ANCAMAN PIDANANYA. PENENTUAN MAKSIMUM PIDANANYA ADALAH
PIDANA YANG DIANCAMKAN TERBERAT DITAMBAH DENGAN
SEPERTIGANYA.
TENTANG HAL-HAL YANG MENGHAPUS, MENGURANGKAN DAN
MEMPERBERAT PENGENAAN PIDANA, ADALAH’:

1. MENGHAPUS
- TAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB (PSL 44)
- DAYA PAKSA (OVERMACH), PSL 48 KUHP
- PEMBELAAN TERPAKSA (PSL 49 KUHP)
- PERINTAH JABATAN YANG SAH (PSL 51 KUHP)
2. MENGURANGKAN:
- TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH
SESEORANG YANG BELUM
BERUMUR 16 TAHUN (PSL 45 KUHP )
- PERCOBAAN TINDAK PIDANA (PSL 53 KUHP)

MEMBERATKAN:
- PENGULANGAN TINDAK PIDANA
- PERBARENGAN
- TINDAK PIDANA YANG BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA (PSL 52
KUHP
Teori-teori pembuktian
 Teori pembuktian menurut UU secara
Positife
 Teori pembuktian berdasarkan keyakinan
Hakim (Convension intem/ convension
raisonce)
 Teori pembuktian menurut UU secara
Negatife
Teori pembuktian UU secara
Positif
 Meneurt teori ini apabila suatu alat bukti telah
sesuai dengan UU, maka Hakim harus
menyatakan orang tersebut bersalah melakukan
tindak pidana. Di teori ini Hakim hanya di
pandang sebagai corong Undang-undang.
Walaupun Hakim memiliki keyakinan bahwa
orang tersebut tidak bersalah, tetapi jika alat
buktinya sudah sesuai dg UU maka Hakim harus
menyatakan org tersebut bersalah. Begitu juga
sebaliknya
Teori pembuktian berdasarkan
keyanian Hakim
 Menurut teori ini Hakim dalam
menjatuhkan putusan hanya berdasarkan
keyakinan Hakim, tanpa melihat alat bukti,
jika hakim sudah yakin bahwa orang
tersebut melakukan tindak pidana, walau
pun alat buktinya tidak sesuai. Maka
hakim dapat menjatuhkan pidana
Teori pembuktian menurut Uu
secara Negatife
 Menurut teori ini Hakim dalam
menjatuhkan pidana kepada seseorang
harus ada sekurang-kurangnya 2 alat
bukti di tambah dengan keyaninan Hakim
bahwa orang tersebut melakukan tindak
pidana
Disparitas Pidana
 Adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap
tindak pidana yang sama

 Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia.


Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah
ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the
disturbing disparity of sentencing mengundang
perhatian lembaga legislatif serta lembaga lain yang
terlibat dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana
untuk memecahkannya.
Faktor-Faktor Penyebab Disparitas
Pidana
 Pertama-tama dapat dikemukakan bahwa
disparitas pidana tersebut di mulai dari
Hukum sendiri. Yang disatu pihak
sebenarnya secara Ideologis dapat
dibenarkan tetapi dilain pihak
mengandung kelemahan-kelemahan
berhubung adanya “ Judicial Discretion”
yang terlalu luas, karena tidak adanya “
Sentencing Standars”
 Faktor lain adalah bersumber pada diri
Hakim, baik yang bersifat Internal ataupun
Eksternal. Secara luas menyangkut latar
Belakang Sosial, Pendidikan, Agama,
Pengalaman, Rerangai dan periaku sosial
 Faktor Pada diri Pelaku, meliputi umur,
jenis kelamin
Usaha-usaha untuk mengatasi
akibat Disparitas Pidana
 Menciptakan suatu pedoman pemberian
pidana, yang memberikan kemungkinan
bagi Hakim untuk memperhitungkan
seluruh Facet dari pada kejadian-kejadian,
yaitu dengan berat ringanya Delik dan
cara Delik itu dilakukan, dengan pribadi
daripada si pembuatnya, keadaan serta
suasana waktu perbuatan pidana itu
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai