• adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia berkiprah sebagai wartawan, penulis,
dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan,
menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam
Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
• Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar
doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka
sebagai guru besar.
• Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam
daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
• Hamka remaja sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia meninggalkan pendidikannya
di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam usia 16 tahun. Hamka merantau ke
Yogyakarta dan mulai belajar pergerakan Islam modern kepada sejumlah tokoh seperti H.O.S
Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M Soerjopranoto dan H. Fakhruddin.
• Dari sana dia mulai mengenal perbandingan antara pergerakan politik Islam, yaitu Syarikat
Islam Hindia Timur dan gerakan Sosial Muhammadiyah. Setelah setahun melewatkan
perantauannya, Hamka kembali ke Padang Panjang membesarkan Muhammadiyah.
• Pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki
diploma dan kritik atas kemampuannya berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke
Mekkah.
• Dengan bahasa Arab yang dipelajarinya, Hamka mendalami sejarah Islam dan sastra secara
otodidak.
• Selain menjadi anggota Sarekat Islam, Hamka pun akhirnya memutuskan untuk bergabung
dengan Muhammadiyah setelah belajar kepada Haji Fachruddin. Selama di Yogyakarta,
beberapa kali Hamka ikut rombongan perwakilan Sarekat Islam dan Muhammadiyah ke
Bandung. Pada saat di Bandung, Hamka berkenalan dengan Mohammad Natsir dan Ahmad
Hassan.
• Pertengahan tahun 1925, Hamka memutuskan kembali ke Padang Panjang untuk mendirikan
Tabligh Muhammadiyah dan Chatibul Ummah
• Gurunya yaitu Zainuddin Labay membantunya untuk membuat dan mendistribusikan majalah
tersebut. Di tahun sama Sutan Mansur mengikuti Hamka ke Padang Panjang untuk menjadi
mubaligh dan menyebarkan Muhammadiyah dibantu oleh Hamka.
• Ketika itu perkumpulan Sendi Aman yang sudah ada sebelumnya, dirubah menjadi cabang
Muhammadiyah. Sejak saat itulah Hamka menjadi pengiring Sutan Mansur dalam setiap
kegiatan Muhammadiyah. Muhammadiyah di Minangkabau mengalami kemajuan yang cukup
pesat
• Tahun 1927 akhirnya Hamka menunaikan ibadah hajinya untuk pertama kalinya. Ketika
menjelang waktu pelaksanaan ibadah haji, Hamka bergabung dengan kelompok Persatuan
Hindia-Timur
• Kelompok itu merupakan sebuah organisasi yang memberikan pelajaran manasik haji kepada
calon jamaah haji asal Indonesia.
• Selama berada di Mekkah, Hamka tinggal di rumah seorang pemandu haji yaitu Amin Idris dan
untuk bertahan hidup selama berada di Mekkah, Hamka ikut bekerja di percetakan milik Tuan
Hamid Kurdi yang tak lain adalah mertua ulama Minangkabau yang sudah terkenal yaitu Syekh
Ahmad Khatib.
• Kembali ke Tanah Air, Hamka merintis karier sebagai wartawan sambil bekerja sebagai
guru agama di Deli. Dalam pertemuan memenuhi kerinduan ayahnya,
• Hamka mengukuhkan tekadnya untuk meneruskan cita-cita ayahnya dan dirinya sebagai
ulama dan sastrawan.
• Kembali ke Medan pada 1936 setelah pernikahannya, ia menerbitkan majalah Pedoman
Masyarakat. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai sastrawan.
PERNIKAHAN
dalam buku Buya Hamka: Pribadi dan Martabat, Buya Hamka menikah dengan Siti Raham saat usianya
masih muda, tepat pada 5 April 1929. Kala itu, Hamka berusia 21 tahun, sementara istrinya berusia 15 tahun.
• Dari hasil pernikahan itu, sebagaimana dicatat oleh Irfan Hamka dalam AYAH...: Kisah Buya Hamka,
Hamka dan Siti Raham diberkahi oleh 10 orang anak.
1. H. Zaki Hamka (meningal di usia 59 tahun) 6. Prof. Dr. Hj. Aliyah Hamka
2. H. Rusjdi Hamka 7. Hj. Fathiyah Hamka
3. H. Fachry Hamka (meninggal di usia 70 tahun 8. Hilmi Hamka
4. Hj. Azizah Hamka 9. H. Afif
5. H. Irfan Hamka 10. Shaqib Hamka
• Pada pemilihan umum 1955, ia terpilih sebagai anggota Dewan Konstituante mewakili Jawa Tengah.
• Dalam sidang-sidang Konstituante, ia menyampaikan pidato tentang bahasa, hak-hak azasi manusia,
dan dasar negara. Hamka tampil sebagai salah seorang penanggap pidato Presiden Soekarno berjudul
"Republika" (yang mengajak kembali ke UUD 1945 dan ide "kabinet kaki empat"). Ia menolak
gagasan Presiden Soekarno yang akan menerapkan Demokrasi Terpimpin. Ketika terjadi perdebatan
mengenai dasar negara,
• Hamka bersama Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan Isa Anshari secara konsisten
memperjuangkan syariat Islam menjadi dasar negara Indonesia.
• Hamka mengemukakan kelebihan Islam dari Pancasila, malah dari dasar apapun di dunia. Ia
meragukan pendapat yang mengatakan bahwa Pancasila mencerminkan gaya hidup ataupun falsafah
hidup orang Indonesia sekalipun ia menghargai usaha mereka yang hendak meyakinkan ini.
• Dalam pidatonya, Hamka mengusulkan agar dalam sila pertama Pancasila dimasukkan kembali
kalimat tentang "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya", sebagaimana yang
termaktub dalam Piagam Jakarta. Perdebatan itu berujung pada dikeluarkannya Dekrit Presiden.
PENGURUS PP MUHAMMADIYAH
• Buya Hamka dikenal sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, tokoh Masyumi dan ulama
Muhammadiyah.
• “Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah, tidak bisa dijual lagi kepada pihak manapun!” tegas Hamka
setelah dilantik sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1975 (Artawijaya, Hidayatullah, 2 Juli 2013).
Salah satu contoh ketegasan beliau, ia berani mengeluarkan fatwa yang sampai saat ini masih menjadi diskusi
keagamaan, bahkan memantik perdebatan, yakni mengeluarkan fatwa haram bagi umat Islam terkait perayaan Natal
bersama.
• Bahkan, pada 19 Mei 1981, Hamka mundur dari jabatannya sebagai Ketua MUI karena merasa ditekan oleh menteri
agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara. Buya memilih mundur daripada harus menganulir fatwa tersebut.
FATWA NATALAN
• Pada 7 Maret 1981, MUI mengeluarkan fatwa tentang keharaman perayaan Natal bagi umat Islam.
• Fatwa itu keluar menyusul banyaknya instansi pemerintah menyatukan perayaan Natal dan Lebaran lantaran kedua perayaan itu
berdekatan.
• Hamka membantah perayaan Natal dan Lebaran bersama sebagai bentuk toleransi. "Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang
disuruh tafakur mendengarkan Al-Quran atau orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Alah itu adalah satu ditambah
dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dan tidak dapat mereka terima."
• Jan S. Aritonang dalam Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia mencatat, Hamka menyebut perayaan Natal dan
Lebaran bersama bukan bentuk toleransi, tetapi memaksakan kedua penganut Islam dan Kristiani menjadi munafik. Dalam
khutbahnya di Masjid Agung Al-Azhar, Hamka menyampaikan, "haram hukumnya bahkan kafir bila ada orang Islam menghadiri
upacara Natal. Natal adalah kepercayaan orang Kristen yang memperingati hari lahir anak Tuhan. Itu adalah aqidah mereka.
• Kalau ada orang Islam yang turut menghadirinya, berarti ia melakukan perbuatan yang tergolong musyrik."
• Menanggapi tuntutan pemerintah untuk mencabut fatwa, Hamka memilih meletakkan
jabatan sebagai Ketua MUI.
• Dalam buku Mengenang 100 Tahun Hamka, Shobahussurur mencatat perkataan Hamka.
"Masak iya saya harus mencabut fatwa," kata Hamka sambil tersenyum sembari
menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai ketua MUI kepada Departemen Agama.
• Mundurnya Hamka dari MUI mengundang simpati masyarakat Muslim pada umumnya.
Kepada seorang sahabatnya, M. Yunan Nasution, Hamka mengungkapkan, "waktu saya
diangkat dulu tidak ada ucapan selamat, tapi setelah saya berhenti, saya menerima ratusan
telegram dan surat-surat yang isinya mengucapkan selamat."
• Pada 1975 di Gedung Kebangkitan
Nasional, Jakarta, Buya Hamka
memberikan ceramah yang kemudian
dibukukan dengan judul Doktrin Islam
yang Menimbulkan Kemerdekaan dan
Keberanian.
• Kesehatan Hamka menurun setelah mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI. Mengikuti anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter
keluarga Hamka, Hamka diopname di Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 18 Juli 1981, bertepatan dengan awal Ramadan.
• Hamka meninggal dunia pada hari Jumat, 24 Juli 1981 pukul 10:37 WIB dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di
rumahnya di Jalan Raden Fatah III.
• Antara pelayat yang hadir untuk memberi penghormatan terakhir yakni Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Adam Malik, Menteri
Negara Lingkungan Hidup Emil Salim, dan Menteri Perhubungan Azwar Anas yang menjadi imam salat jenazahnya. Jenazah Hamka
dibawa ke Masjid Agung Al-Azhar dan dishalatkan lagi, sebelum dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta
Selatan, dipimpin Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara.
• Sepeninggal Hamka, pemerintah menyematkan Bintang Mahaputra Utama secara anumerta kepada Hamka.
• Sejak 2011, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
• Namanya diabadikan untuk perguruan tinggi Islam di Jakarta milik Muhammadiyah, yakni Universitas Muhammadiyah Hamka.
• Dari syair berbahasa Minang ciptaan Agus Taher, Zalmon dan Tiar Ramon menyanyikan lagu Selamat Jalan Buya untuk mengenang
wafatnya Hamka.
• Novelis Akmal Nasery Basral dan Haidar Musyafa masing-masing menulis novel dwilogi tentang kisah perjalanan Hamka.
• Pada 2016, Majelis Ulama Indonesia berencana mengangkat kisah Hamka ke dalam film berjudul Buya Hamka.