Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN STRUKTUR

AKTIVITAS OBAT
ANALGETIKA
Rustianingsih, M.Si.
DEFINISI & PENGGOLONGAN
• Analgetika merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa nyeri tanpa
mempengaruhi kesadaran.

• Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit.

• Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul analgetika dibagi menjadi


dua golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
ANALGETIKA
NARKOTIK
ANALGETIKA NARKOTIK
• Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan sistem saraf

pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang

disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah

operasi dan kolik usus atau ginjal.

• Analgetika narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anastesi,

bersama-sama dengan atropine, untuk mengontrol sekresi.


• Merupakan Analgetika kuat, karena aktivitas analgetika narkotik jauh lebih besar

dibandingkan aktifitas analgetika non narkotik.

• Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan.

• Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental

atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat.

• Penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom abstinence atau gejala

withdrawl.

• Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernafasan.


MEKANISME KERJA ANALGETIKA
NARKOTIK
• Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi
reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord.

• Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa


mengantuk.
• Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk
timbulnya aktivitas analgesik, yaitu :
1. Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan van der Waals.

2. Tempat anionik yang mampu berinteraksi dengan pusat muatan positif obat.

3. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bidang -CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak di
depan bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar

Diagram permukaan reseptor analgesik yang sesuai dengan permukaanmolekul obat


Penggolongan Analgetik Narkotik

Analgetik
Narkotik

Turunan
Turunan Turunan Turunan
difenilpropilamin
morfin fenilpiperidin lain-lain
(metadon)
(meperidin)
Turunan Morfin
• Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver somniferum.

• Opium mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain adalah morfin, kodein,
noskapin, papaverin, tebain dan narsein.

• Selain efek analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak
disalahgunakan. Oleh karena itu distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh
pemerintah.

• Karena turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka
dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek
kecanduannya lebih rendah.
Struktur Umum Morfin
Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin
a. Gugus Fenolik OH

• Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara
drastis.

• Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik.


b. Gugus Alkohol

• Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik.

• Peningkatan aktivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor
analgesik. Dengan kata lain, lebih ditentukan oleh berapa banyak obat yang mencapai reseptor, bukan seberapa
terikat dengan reseptor.

• Analog morfin menunjukkan kemampuan untuk mencapai reseptor lebih efisien dibandingkan dengan morfin itu
sendiri.

• Reseptor analgesik terletak di otak, untuk mencapai otak maka obat harus terlebih dahului melewati sawar darah
otak. Umumnya senyawa yang bersifat polar akan kesulitan menembus membran sawar darah otak.

• Morfin memiliki tiga gugus polar (fenol, alkohol dan, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar alkohol
atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil. Dengan demikian maka analog morfin akan lebih mudah masuk ke otak dan
terakumulasi pada sisi reseptor dalam jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas analgesiknya juga lebih besar.
c. Ikatan Rangkap C7 dan C8

• Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi

dibanding morfin.

• Beberapa analog termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak

penting untuk aktivitas analgesik.

d. Gugus N-Metil

• Atom nitrogen dari morfin akan terionisasi ketika berikatan dengan reseptor.

• Penggantian gugus N-metil dengan proton mengurangi aktivitas analgesik tetapi tidak

menghilangkannnya.

• Gugus N-H lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier sehingga menyulitkannya

dalam menembus sawar darah otak akibatnya akan menurunkan aktivitas analgesik. Hal ini

menunjukkan bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk aktivitas analgesik.

Sedangkan penghilangan atom N akan menyebabkan hilangnya aktivitas.


e. Cincin Aromatik
• Cincin aromatik memegang peranan penting, bila tidak memiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan aktivitas
analgesik.
• Cincin Aromatik dan nitrogen dasar adalah komponen penting dalam efek untuk agonis, akan tetapi jika hanya
kedua komponen ini saja, tidak akan cukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga penambahan gugus
farmakofor diperlukan.
• Substitusi pada cincin aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgesik.
f. Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan aktivitas.
g. Stereokimia

• Morfin adalah molekul asimetrik yang mengandung beberapa pusat

kiral dan secara alami sebagai enansiomer tunggal.

• Ketika morfin pertama kali disintesis, dibuat sebagai sebuah rasemat

dari campuran enansiomer alami dan bagian mirror-nya. Ini selanjutnya

dipisahkan dan “Unnatural” morfin dites aktivitas analgesiknya dimana

hasilnya tidak menunjukkan aktivitas.

• Hal ini disebabkan karena interaksi dengan reseptornya dimana telah

diidentifikasi bahwa setidaknya ada tiga interaksi penting melibatkan

fenol, cincin aromatik dan amida pada morfin.

• Reseptor mempunyai gugus ikatan komplemen yang ditempatkan

sedemikian rupa sehingga mampu berinteraksi dengan ketiga gugus

tadi. Sedangkan pada “Unnatural” morfin hanya dapat terjadi satu

interaksi resptor dalam sekali waktu


• Epimerisasi pusat kiral tunggal seperti posisi 14 tidak juga menguntungkan, karena perubahan stereokimia

di bahkan satu pusat kiral dapat mengakibatkan perubahan bentuk yang drastis, sehingga mustahil bagi

molekul untuk berikatan dengan reseptor analgesik.


h. Penghilangan Cincin E

Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini


menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgesik.

i. Penghilangan Cincin D

Penghilangan jembatan oksigen memberikan serangkaian senyawa yang disebut


morphinan yang memiliki aktivitas analgesik yang bermanfaat.

Ini menunjukkan bahwa jembatan oksigen tidak terlalu penting.


j. Pembukaan Cincin C dan D
• Pembukaan kedua cincin ini akan menghasilkan gugus senyawa yang dinamakan benzomorphan
yang mempertahankan aktivitas analgesik.
• Hal ini menandakan bahwa cincin C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik.
• Senyawa-senyawa yang dihasilkan setelah pembukaan cincin C dan D :
k. Penghilangan cincin B,C, dan D
• Penghilangan cincin B,C, dan D akan menghasilkan senyawa 4-phenylpiperidine yang memiliki
aktivitas analgesik.
• Hal ini menunjukkan bahwa cincin B,C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik.
• Senyawa-senyawa yang dihasilkan setelah penghilangan cincin B, C dan D :

l. Penghilangan cincin B,C,D,dan E


• Penghilangan cincin B,C,D dan E akan menghasilkan senyawa analgesik yaitu metadon.
• Sementara Cincin Piperidin pada metadon akan terbentuk dalam larutan atau cairan tubuh akibat
gaya tarik menarik dipol-dipol.
m. Hubungan struktur-aktifitas lain
1) Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas
analgesik.
2) Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan
halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
3) Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas
analgesik.
4) Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas
analgesik.
5) Hidrogenasi ikatan rangkap c7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih
tinggi.
6) Substansi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
7) Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
8) Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
Turunan Meperidin

• Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin


tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom
C kuartener, rantai etilen, gugus Ntersier dan cincin aromatik sehingga
dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.
Turunan Metadon
• Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl.

• Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadon dapat

membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol

antara basa N dengan gugus karboksil.

• Contoh:

a. Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan

euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.

b. Propoksifen, yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya

rendah. α (-) Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan

kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai

analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan

antipiretik.
ANALGETIKA
NON NARKOTIK
Analgetika Non
Narkotik
• Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang
ringan sampai moderat sehingga sering disebut analgetika ringan, juga
menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan
sebagai antiradang untuk pengobatan rematik.
• Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf
pusat.
• Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi
dua kelompok yaitu analgetik-antipiretik dan obat antiradang bukan
steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID)
MEKANISME KERJA ANALGETIKA NON
NARKOTIK
1. Mekanisme Kerja Analgesik

• Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat

secara langsung dan selektif enzim-enzim pada Sistem saraf pusat yang

mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga

mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti

baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan

kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
2. Mekanisme Kerja Antipiretik

• Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada

penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi

air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.

3. Mekanisme Kerja Antiradang

• Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan pengeluaran

prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan

gejala keradangan.

• Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan

glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan

mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang.
PENGGOLONGAN ANALGETIKA NON NARKOTIK

Analgetik-Antipiretika

Analgetik Non Narkotik


Turunan Anilin dan para-Aminofenol

Turunan 5-Pirazolon

Anti Radang Bukan Steroid

Turunan asam salisilat

Turunan 5-Pirazolidindion

Turunan Asam N-Arilantranilat


Analgetik-
Antipiretika
• Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu
hanya meringankan gejala penyakit tidak menyembuhkan atau
menghilangkan penyebab penyakit.

• Berdasarkan struktur kimianya obat analgetik-antipiretika dibagi


menjadi dua kelompok yaitu turunan anilina dan para-aminifenol,
dan turunan 5-pirazolon
Turunan Anilin dan para-
Aminofenol
• Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid, dan fanasetin, mempunyai
aktivitas analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tapi tidak memiliki efek anti inflamasi dan
antirematik.

• Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan
obat penurun panas yang cukup baik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah
methemoglobin dan hepatotoksik.

• Struktur umum molekul anilin dan p-aminofenol :


Hubungan struktur-aktivitas turunan anilin dan para-aminofenol

a. Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin,

suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.

b. Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi

gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih

besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari

asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.

c. Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke

reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek

analgesik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.


d. Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah disbanding anilin
dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat
sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
e. Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada
dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang
dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
f. Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin)
meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka
pembentukan methemoglobin akan meningkat.
g. Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene akan
menghilangkan aktivitas analgesik.
h. Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada
penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat
karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
i. Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas
analgesik.
Turunan 5-Pirazolon
• Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin, amidopirin, dan metampiron mempunyai aktifitas analgesik-
antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin.

• Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma
usus, ginjal, saluran empedu dan usus, neuralgia, migraine, dismenore, nyeri gigi dan nyeri pada
rematik.

• Efek samping yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah agranulositosis yang dalam
beberapa kasus dapat berakibat fatal.

• Struktur umum molekul 5-Pirazolon :


Anti Radang Bukan
Steroid
• Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid dibagi
menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-
pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan salisilat,
turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain-lain.
Turunan asam salisilat
• Asam salisilat memiliki aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik.

• Yang banyak digunakan sebagai analgesik antipiretik adalah senyawa turunannya.

• Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik.

• Turunan asam salisilat kurang efektif untuk mengurangi nyeri pada gigi, dismenore, dan nyeri pada kanker, tidak efektif untuk mengurangi

nyeri pada kram, kolik dan migraine.

• Turunan asam salisilat mempunyai efek samping mengiritasi lambung. Iritasi lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus

karboksilat yang bersifat asam, sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan

E2, yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan

vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung.

• Struktur umum molekul turunan asam salisilat :


Modifikasi Struktur Turunan Asam Salisilat
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek samping, modifikasi struktur turunan asam salisilat telah

dilakukan melalui empat jalan, yaitu:

1. Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau amida. Turunan tipe ini memiliki efek antipiretik rendah dan

lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat gosok karena di absorbs dengan baik melalui kulit.

Contoh: metilsalisilat, asetaminosasol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat dan salisilamid.

2. Substitusi pada gugus hidroksil, Contoh : asam asetil salisilat ( aspirin ) dan salsalat.

3. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini berdasarkan pada prinsip salol, dan pada in vivo senyawa di hidrolisis

menjadi aspirin.

4. Memasukan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional. Contoh : flufensial,

diflunisal dan meseklazon.


Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat

1. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil

harus berdekatan dengannya.

2. Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.

3. Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.

4. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa

kerja obat menjadi lebih panjang.

5. Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.

6. Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik,

memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu

pembekuan darah.

7. Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut.

Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.

Anda mungkin juga menyukai