Anda di halaman 1dari 49

Tinjauan Pustaka Ketiga

Rabu, 22 Juni 2022

TATALAKSANA ANTIBIOTIK PADA PNEUMONIA BAKTERI

Oleh: 
YUSRI HERDIKA
NIM. 1910247805

Pembimbing : dr.ROHANI LASMARIA, Sp.P (K),FISR


Penanggung Jawab : dr. ROHANI LASMARIA, Sp.P (K),FISR

PESERTA PPDS I PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD RIAU
Pendahuluan Etiologi Diagnosis Tatalaksana Kesimpulan
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

• Penggunaan antibiotik sesuai dengan pemeriksaan MO sputum 


ANTIBIOTIK EMPIRIS.
• Semua terapi awal empiris  mencakup 90% patogen penyebab & pola
resistensi bakteri RS.
• Tidak mengganti antibiotik < 72 jam pemberian, kecuali bila klinis perburukan
• Wajib mengambil bahan pemeriksaan untuk biakan MO sebelum pemberian
antibiotik intravena
• Kombinasi antibiotik bila kemungkinan  MDR
FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBERIAN
ANTIBIOTIK

• Data mikrobiologi
• Monoterapi dan kombinasi terapi
• Dosis obat
• Penetrasi
• Toksisitas
• Resiko resistensi
• Pemakaian antibiotik sebelumnya
PENDAHULUAN
 Pneumonia pertama kali diperkenalkan oleh Hippocrates sekitar
tahun 370-460 SM.
 Tahun 1819 seorang klinisi bernama Renè Laennec
mendeskripsikan pneumonia berdasarkan tampilan klinis dan
patologis.
 Pneumonia  peradangan akut pada parenkim paru yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Mackenzie G. The definition and classification of pneumonia. Eur Respir J;2018;8:1-5.


PENELITIAN PNEUMONIA PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA
PADA TAHUN 2012

4,7% RSUD Dr.Soetomo


11,7% RSUD Moewardi,
16,6% RSUP M. Djamil
7,2% RSUD Adam Malik.
Data RSUD Arifin Achmad Pekanbaru jumlah
kasus CAP tahun 2021 sebanyak 398, HAP
sebanyak 134 pasien dan VAP 38 pasien dari
total kasus penyakit paru yang di rawat inap.

1) Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia. Edisi II. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.1-38. 2) Instalasi Elektronik Data Processing RSUD ARIFIN
ACHMAD Provinsi RIAU.2021.1-3
Keadaan yang dapat menghambat pemberian antibiotik yang tepat dan
rasional 
Keterlambatan dalam mendiagnosis infeksi termasuk identifikasi akan risiko
bakteri MDR dan gangguan fisiologi pada penyakit kritis yang mengubah
farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

Tujuan tinjauan pustaka  menjelaskan dasar pemberian dan pemilihan


antibiotik empiris terhadap infeksi pneumonia serta tatalaksana antibiotik yang
tepat dan adekuat terutama pada pneumonia bakteri untuk memberikan
prognosis yang lebih baik.

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia. Edisi II. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.1-38.
DEFINISI
Community Acquired Pneumonia (CAP) menurut Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI)  peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di
masyarakat.

Hospital Acquired Pneumonia (HAP)  pneumonia yang didapat di rumah


sakit atau pneumonia yang tidak dalam masa inkubasi saat masuk rumah
sakit dan terjadi lebih dari 48 jam sesudah masuk rumah sakit.

Ventilator Associated Pneumonia (VAP)  pneumonia yang terjadi >48


jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia. Edisi II. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.1-38.
ETIOLOGI PNEUMONIA
BAKTERI
Klebsiella pneumonia,, Acinobcater baumanii dan Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus auerus, Pseudomonas spp,.

VIRUS
Influenza, Para influenza, RSV (respiratory syncytial virus),Adenovirus

JAMUR
Actinomyces israeli, Aspergillus fumigatus, Histoplasma capsulatum

PROTOZOA.
Pneumocystis carinii (sering pada penderita AIDS),Toxoplasma gondii

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia. Edisi II. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.1-38.
RSUD Arifin Achmad RSUD Arifin
(2021)  Indonesia (2020), Achmad (2021) 
penyebab pneumonia kuman penyebab pneumonia di ICU
di ruang rawat inap HAP di ICU  Acinobcater
Acinobcater Baumanii Acinetobacter baumanii (28%),
(26%), Klebsiella baumanii (29.7%), Klebsiella
penumonia (13%), Klebsiella penumonia (23%),
Pseudomonas pneumonia Pseudomonas
Aeruginosa (10%), (28.8%), & aeruginosa (10%),
Saphylococcus Aureus Pseudomonas Saphylococcus
(8%). Escherichia Coli aeruginosa(15.0%) aureus (9%)
(7%), Escheria coli (7%).

Angraini D. Pola Resistensi kuman dan uji sensitiviti RSUD Arifin Ahmad provinsi Riau. Tim PPRA RSUD Arifin Ahmad.2021,1-4 4.
Anggraini D, Kuntaman MS, Karuniawati A, Ningsih D, Saptawati L. Surveilans Resistensi kuman dan uji sensitiviti Rumah Sakit
Kelas A dan B Tahun 2020. Perhimpunan Dokter Spesisalis Mikrobiologi Klinik Indonesia: 2020,1-60.
FAKTOR RESIKO
Risiko CAP :
usia > 60 tahun, komorbid (diabetes melitus, PPOK, kardiovaskular, keganasan, gagal
ginjal, penyakit hati kronis dan gangguan neurologis), riwayat konsumsi alkohol,
malnutrisi, merokok, imunosupresi.

Faktor risiko HAP/VAP :


(1) Faktor pejamu/endogen (kelompok usia lanjut dan dewasa dengan penyakit
penyerta)
(2) Faktor eksogen (lingkungan rumah sakit dan terapi yang diberikan selama
perawatan)

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et all. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.
Edisi II. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.p 1-38.
PATOGENESIS

Kumar V. Pulmonary innate immune response determines the outcome of inflammation during pneumonia and sepsis-associated acute lung injury. Front
Immunol. 2020;11:1-21.
PATOGENESIS
4 cara masuknya bakteri kedalam saluran napas bagian bawah yaitu:
 Aspirasi pada kasus neurologi khususnya pada usia lanjut,
 Inhalasi seperti kontaminasi pada alat bantu napas yang digunakan pasien
 Hematogenik
Penyebaran langsung perkontinuitatum.

Masuknya patogen hingga menyebabkan gejala pneumonia terdiri dari 4 fase :


fase eksudasi
fase permulaan konsolidasi Red Hepatization
fase konsolidasi Grey Hepatization
fase resolusi
Pemeriksaan
Anamnesis
Fisis

DIAGNOSIS

Laboratorium &
Radiologi
Mikrobiologi

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et all. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.p 1-38.
Modi AE, Kovacs CS. Hospital-Acquired And Ventilator-Associated Pneumonia: Diagnosis, Management, And Prevention. 2020 Oct 1;87(10):633-39. Martin
I, Rodriguez AH, Torres A. New guidelines for hospital-acquired pneumonia/ventilator-associated pneumonia: USA VS Europe. 2018 Oct;24(5)
Sistem skor pada pneumonia Kerakteristik Penderita Jumlah Poin
komuniti berdasarkan PORT Faktor Demografi

Berdasar kesepakatan perhimpunan Dokter Paru Indonesia) • Usia : laki laki Umur ( tahun)
PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap perempuan Umur ( tahun) -
pneumonia komuniti adalah : 10

1. Skor PORT lebih dari 70 • Perawatan di rumah + 10


• penyakit penyerta
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu
dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria • keganasan + 30
dibawah ini. • penyakit hati + 20
 Frekuensi napas > 30/menit • Gagal jantung kongestif + 10
• Penyakit serebrovaskuler + 10
 PaOz/FiOz kurang dari 250 mmHg
• penyakit ginjal + 10
 Foto toraks pam menunjukkan kelainan bilateral
 • Pemeriksaan fisik
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg • Perubahan status mental + 20
 Tekanan diastolik < 60 mmHg • Pernafasan > 30 x / menit + 20
• tekanan darah + 20
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
• Suhu tubuh < 35 00 C arau > 40 0 C + 15
• Nadi > 125 x / menit + 10
• Hasil laboratorium / Radiologi
• Analisis gas darah arteri : pH 7,35 + 30
• BUN > 30 mg/dl + 20
• Natrium < 130 mEq/liter + 20
• Glukosa > 250 mgldL + 10
• Hematokrit <30 % + 10
• PO2 ≤ 60 mmHg + 10
• Efusi pleura + 10
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et all. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2014.p 1-38.
Confusion
SKOR CURB-65
 Uji mental  nilai 8  skor 1
 Uji mental > nilai 8  skor 0
  Penilaian derajat keparahan pneumonia
Urea berdasarkan skor CURB-65
 Urea > 19 mg/dL skor 1
 Urea  19 mg/dL skor 0
 
Respiratory Rate (RR)
 RR > 30 x/menit skor 1
 RR  30 x/menit skor 0
 
Blood Presure (BP)
 BP < 90/60 mmHg skor 1
 BP  90/60 mmHg skor 0
 
Umur
 Umur  65 tahun skor 1 Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al.
 Umur < 65 tahun skor 0 Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated
Pneumonia (VAP). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;
2018;p1-19.
PNEUMONIA DERAJAT BERAT BERDASARKAN MENURUT
ATS/IDSA TAHUN 2019
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Frekuensi nafas > 30 kali/menit Membutuhkan ventilasi mekanis
Rasio pao2 dibanding fio2 < 250 Syok septik yang membutuhkan
mmhg vasopresor
Foto toraks menunjukkan infiltrat
 
multilobus
Kesadaran menurun/disorientasi
 
Ureum (BUN > 20 mg/dl)
 
Leukopenia (leukosit < 4000
 
sel/mm3
Trombositopenia (trombosit <
 
100.000 sel/mm3).
Hipotensi yang membutuhkan
 
resusitasi cairan

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
ALUR DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PNEUMONIA

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
TATALAKSANA
Terapi empiris antibiotik pada pneumonia
Pemberian antibiotik empirik  pemberian antibiotik sebelum diketahui bakteri
penyebab (berdasarkan hasil pola bakteri & kepekaan antibiotik di rumah sakit
setempat).

Pemberian antibiotik empirik rasional  pemilihan antibiotik yang sesuai


dengan pola bakteri dan kepekaan antibiotik (antibiogram), lokasi infeksi, dosis
dan cara pemberian yang tepat sedini mungkin.

Tujuan terapi antibiotik empirik  menekan angka kematian serta biaya


perawatan & diindikasikan pada infeksi yang akan memperburuk penyakit atau
mengancam jiwa.
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
GAMBARAN KERJA ANTIBIOTIK PADA SEL

Hu L, Chun H, Li‑O, Cui D, Xu D, et all. Antibiotics De‑Escalation in the Treatment of Ventilator‑Associated Pneumonia in Trauma Patients: A Retrospective
Study on Propensity Score Matching Method Department of Critical Care Medicine, Shanghai Fifth People’s Hospital, Fudan University,
Shanghai,China;2019.1-10.
PENGHAMBAT SINTESIS DINDING SEL JENIS ANTIBIOTIK
Menghambat enzim biosintetik Fosfomisin, Sikloserin
Berikatan dengan molekul pembawa Basitrasin
Berikatan dengan substrat dinding sel Vankomisin
Menghambat polimerisasi dan perlekatan Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem
peptidoglikan pada dinding sel Monobaktam
 
PENGHAMBAT MEMBRAN SITOPLASMA  
Merusak membran sitoplasma Tirosidin, Polimiksin

Membuat pori pada membran Gramisidin


Inhibitor sintesis asam nukleat Kuinolon
PENGHAMBAT REPLIKASI DNA  
Inhibitor RNA polimerase Rifampin
Inhibitor fungsi ribosom  
Inhibitor unit 30S Aminoglikosida, Tetrasiklin
Inhibitor unit 50S Kloramfenikol, Makrolid, Asam fusidat
PENGHAMBAT METABOLISME FOLAT  
Inhibitor asam pteroat sintetase sulfonamid
Inhibitor dihidrofolat reduktase Trimetoprim
PENETRASI ANTIBIOTIK PADA PARU

Hu L, Chun H, Li‑O, Cui D, Xu D, et all. Antibiotics De‑Escalation in the Treatment of Ventilator‑Associated Pneumonia in Trauma Patients: A Retrospective
Study on Propensity Score Matching Method Department of Critical Care Medicine, Shanghai Fifth People’s Hospital, Fudan University,
Shanghai,China;2019.1-10.
HUBUNGAN FARMAKODINAMIK DAN
EFEKTIFITAS ANTIBIOTIK

Pangalila J,Soepandi P,Albanjar C, Sukesih L, Enty. Pedoman Antibiotik Empirik di Ruang Rawat Intensif.2019;1-75.
DE–ESKALASI ANTIBIOTIK

Pangalila J,Soepandi P,Albanjar C, Sukesih L, Enty. Pedoman Antibiotik Empirik di Ruang Rawat Intensif.2019;1-75.
PANDUAN TERAPI ANTIBIOTIK EMPIRIS PADA CAP
Tanpa komorbid atau faktor risiko resistensi antibiotik pada rawat
jalan, pilih salah satu

- Amoksisilin 3 x 1000 mg (Strong recommendation, Moderate evidence),


ATAU
- Doksisiklin 2 x 100 mg (Conditional recommendation, Low evidence),
ATAU
- Makrolid → Azitromisin 1 x 500 mg hari pertama dilanjutkan 1 x 250 mg
hari
selanjutnya ATAU Klaritromisin 2 x 500 mg atau 1 x 1000 mg) → hanya
pd daerah dengan resistensi Pneumococcal thd makrolid <25%
(Conditional recommendation, Moderate evidence).
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
Dengan komorbid atau faktor risiko resistensi antibiotik pada rawat jalan, pilih
salah satu. (penyakit kronis pada jantung, paru, hepar atau renal, diabetes
mellitus, riwayat alkohol, keganasan, atau asplenia), pilih salah satu:

Terapi Kombinasi
- Amoksisilin / Clavulanat 3 x 500 mg / 125 mg, 2 x 875 mg / 125 mg, 2 x 2000 mg/ 125
mg ATAU Sefalosporin (Cefpodoksim 2 x 200 mg ATAU Cefuroxim 2 x 500 mg).
dan
- Makrolid (Azitromisin 1 x 500 mg hari pertama dilanjutkan 1 x 250 mg ATAU
Klaritromisin 2 x 500 mg atau 1 x 1000mg) (Strong recommendation, Moderate evidence
for combination therapy) ATAU Doksisiklin 2 x 100 mg.

- Monoterapi
- Fluorokuinolon respirasi (Levofloksasin 1 x 750 mg ATAU Moksifloksasin 1x 400 mg)
ATAU Gemifloksasin 1 x 320 mg) (Strong recommendation, Moderate evidence).
 
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
Rawat inap, tanpa resiko MRSA atau P. aeruginosa pilih salah satu.
A. CAP tidak berat, pilih salah satu:
 Terapi kombinasi
 B-laktam (Ampisilin-sulbaktam 1,5 - 3 gr setiap 6 jam, ATAU Cefotaksim 1-2 gr setiap 8 jam, ATAU Ceftriakson 1 x 1-2 gr, ATAU Ceftaroline 600 mg
setiap 12 jam).
Dan
 Makrolid (Azitromisin 1 x 500 mg, ATAU Klaritromisin 2 x 500 mg) (Strong recommendation, High evidence).
 Monoterapi
 Fluorokuinolon respirasi (Levofloksasin 1 x 750 mg ATAU Moksifloksasin 1 x 400) (Strong recommendation, High evidence).
 Kontraindikasi dengan makrolid atau fluoroquinolon respirasi
- B-laktam(Ampisilin-sulbaktam 1,5-3gr setiap 6 jam, ATAU Cefotaksim 1-2gr setiap 8 jam, ATAU Ceftriakson 1 x 1-2 gr, ATAU Ceftaroline 600 mg setiap
12 jam). Dan
- Doksisiklin 2 x 100mg.

B. CAP berat, pilih salah satu:


- B-laktam (Ampisilin-sulbaktam 1,5-3 gr / 6 jam, ATAU Cefotaksim 1-2 gr / 8 jam, ATAU Ceftriakson 1 x 1-2 gr, ATAU Ceftaroline 600 mg / 12 jam).
Dan
- Makrolid (Azitromisin 1 x 500 mg, ATAU Klaritromisin 2 x 500 mg)
- B-laktam (Ampisilin-sulbaktam 1,5-3 gr/6 jam, ATAU Cefotaksim 1-2 gr setiap 8 jam, ATAU Ceftriakson 1 x 1-2gr, ATAU Ceftaroline 600 mg / 12 jam)
Dan
- Fluorokuinolon respirasi (Levofloksasin 1 x 750 mg ATAU Moksifloksasin 1x400)
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
Rawat inap, dengan faktor risiko MRSA atau P.aeruginosa:

A. Terapi empiris MRSA rawat inap


 Vankomisin 15 mg/kgBB / 12 jam ATAU Linezolid 600 mg / 12 jam.
 
B. Terapi empiris P. aeruginosa
 P. Piperasilin-tazobaktam 4,5 gr/6 jam ATAU Cefepim 2 gr/8 jam, ATAU
Ceftazidim 2 gr / 8 jam, ATAU Aztreonam 2 gr / 8 jam, ATAU Meropenem 1
gr / 8 jam, ATAU Imipenem 500 mg/6 jam.

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et al. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;p1-19.
TERAPI EMPIRIS PADA HAP TANPA FAKTOR RISIKO
Tanpa risiko tinggi mortalitas dan tidakMRSA
memiliki faktor risiko MRSA
pilih salah satu obat dibawah ini:
 Sefepim 2gr IV per 8jam
 Piperasilin tazobaktam 4.5 gr/6 jam
 Levofloksasin 750 mg IV per 24jam
 Imipenem 500 mg IV per 6 jam
 Meropenem 1 gr IV per 6jam 
Tanpa risiko mortalitas tetapi memiliki faktor risiko MRSA pilih salah satu obat dibawah ini +
obat MRSA
 
 Sefepime 2 gr IV per 8jam
 Levofloksasin 750 mg IV per 24jam Atau Siprofloksasin 400 mg IV per 8 jam
 Meropenem 1gr IV per 8jam
 Aztreonam 2 gr IV per 8jam
 Piperasilin tazobaktam 4,5 gr IV per 6jam
Ditambah
 Vankomisin 15 mg / kg IV per 8-12 jam dengan target 15 -20 mg/ml dengan kadar loading dose 25-
30 mg /kg untuk penyakit berat
Atau
 Linezolid 600 mg IV per 12 jam
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;1-19.
Risiko mortalitas atau riwayat penggunaan antibiotik IV dalam 90 hari
terakhir.Pilih dua dari dibawah ini dengan menghindari beta lactam + obat MRSA :
 Piperasilin tazobaktam 4,5 gr per 6 jam
 Sefepime 2 gr IV per 8 jam Atau
 Levofloksasin 750 mg IV per 24 jam atau Siprofloksasin 400 mg IV per 8 jam
 Imipenem 500 mg IV per 6 jam atau Meropenem 1 gr IV per 8 jam
Aminoglikosida
• Amikasin 15-20 mg per kg IV per 24 jam
• Gentamisin 5-7 mg per kg IV per 24 jam
• Tobramisin 5-7 mg per kg IV per 24 jam
dan
 Vankomisin 15 mg per kg IV per 8-12 jam
 Linezolid 600 mg IV per 12 jam

Bila tidak menggunakan antibiotik dengan cakupan MRSA maka gunakan antibiotik yang mencakup
MSSA, pilihannya :
 Piperasilin tazobaktam, sefepim, levofloksasin, imipenem, meropenem .
 Oxasillin, nafsilin dan sefazolin digunakan bila terbukti MSSA tetapi umumnya
 tidak digunakan sebagai regimen empiris HAP.

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;1-19.
TERAPI EMPIRIS PADA VAP
1. Gram positif dengan MRSA
• Vankomisin 15 mg / kg IV per 8-12 jam dengan target 15 -20 mg/ml dengan kadar
loading dose 25-30 mg /kg x 1 untuk penyakit berat
Atau
• Linezolid 600 mg IV per 12 jam
2. Gram negatif dengan pseudomonas betalaktam
• Sefepime 2 gr IV per 8jam
• Meropenem 1gr IV per 8jam
• Aztreonam 2 gr IV per 8jam
• Piperasilin tazobaktam 4,5 gr IV per 6jam
3. Gram negatif dengan pseudomonas non-betalaktam
• Levofloksasin 750 mg IV per 24 jam atau Siprofloksasin 400 mg IV per 8 jam
• Aminoglikosida
• Amikasin 15-20 mg per kg IV per 24 jam
• Gentamisin 5-7 mg per kg IV per 24 jam
Tobramisin 5-7 mg per kg IV per 24 jam

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;1-19.
TERAPI DEFINITIF

TERAPI DEFINITIF  pemberian antibiotik berdasarkan hasil


kultur mikrobiologi dan hasil uji kepekaaan bakteri terhadap
antibiotik yang sesuai dengan bakteri patogen yang ditemukan.
Dalam pemilihan terapi setelah di dapatkan hasil biakan
sebaiknya kita memberikan terapi yang sesuai dengan
jenis bakteri yang di periksa.
ANTIBIOGRAM

Mccormach J, Fauziah J. Antibiotik sensitivity chart. Faculty of fharmaceutical seciences, university of british columbia.
Vancouver;2018.
PEMILIHAN ANTIBIOTIK DEFINITIF PADA HAP
Jenis Jenis antibiotik Dosis
mikroba
MRSA Vankomisin 15mg/kgBB/12jam
Linezolid 600mg2x/hari dalam 30 menit
MSSA Amoksilin 3x2g IV
  Seftriaxon 1gr IV/hari
  Levofloksasin 750 mg IV per hari dalam 30 menit
P.aeruginosa Sefepime 2 g IV 2-3x/hari (iv 3/j)
  Seftazidime 2 g IV 3x /hari
  Levofloksasin 750 mg IVper hari dalam 30 menit
  Siprofloksasin 400 mg IV per hari
  Meropenem 1gr IV 3x/hari
  Imipenem 0,5 –1gr 4x/hari
Klebsiella Amoksilin klavulanat 3x2 gr
Pneumonia
  Seftriaxon 1gr IV/hari
  Sefotaxime 3x2gr
  Levofloksasin 750 mg IV per hari
Acinetobacter Ampisilin sulbaktam 3x3gr
  Meropenem 1 gr IV 3x/hari
  Imipenem 0,5-1 gr IV 4x/hari
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F. Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2018;1-19.
PENILAIAN EFEKTIFITAS TERAPI PNEUMONIA
 

1. 1. PROCALSITONIN
2. 2. CRP

 
PENCEGAHAN
1. Edukasi terhadap petugas medis dalam pencegahan infeksi dengan cara
menjalankan surveilans infeksi dan mikrobiologi, sterilisasi, desinfeksi alat
dan bahan medis.
2. Pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus diberikan terutama pada
usia lebih dari 65 tahun
3. Berhenti merokok
4. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah dengan meletakkan pasien
pada posisi kepala lebih tinggi yaitu 30º hingga 45º dapat mencegah aspirasi
isi lambung yang dapat menyebabkan pneumonia.
SULIH TERAPI
Definisi sulih terapi  peralihan antibiotik parenteral ke antibiotik oral selama
interval perbaikan klinis awal yang efektifitasnya mampu mengimbangi atau
sama dengan antibiotik yang telah digunakan sebelumnya.

Kriteria perubahan obat injeksi ke oral pada CAP (PDPI)  hemodinamik


stabil, gejala klinis membaik, dapat minum obat secara oral dan fungsi
gastrointestinal normal.
Pemilihan antibiotik yang ideal untuk sulih terapi  spektrum antibiotik oral
yang identik dengan intravena dan jadwal pemberian satu kali atau dua kali
sehari sehingga akan meningkatkan ketaatan pasien.
SULIH TERAPI
Sekuensial (obat sama, potensi sama),
Contoh terapi sekuensial adalah levofloksasin, moksiflosasin.

Switch over (obat berbeda, potensi sama)


contoh switch over adalah ceftazidim IV (intra vena) ke siprofloksasin oral.

Step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).


contoh step down adalah amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim IV ke cefixime
oral.
KOMPLIKASI PNEUMONIA
1. Efusi pleura
2. Gagal nafas
3. Abses
4. Gangguan sistemik antara lain:
-Syok sepsis
-Gagal ginjal akut.
KESIMPULAN

1. Pneumonia adalah suatu peradangan akut pada parenkim paru yang


disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, dan parasit.

2. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, jamur, protozoa, bakteri atipikal,


bakteri gram negatif, dan bakteri gram positif.
KESIMPULAN

3. Penggunaan antibiotik jenis dan dosis antibiotik yang tidak tepat, serta
penggunaan antibiotik yang terlalu lama dapat meningkatkan resiko bakteri
Multi Drug Resistant (MDR).

4. Meningkatnya angka kejadian resistensi bakteri harus merupkan indikator


kegagalan terhadap penanganan infeksi karena selain perbaikan klinis,
eradikasi bakteri secara optimal juga merupakan tujuan dalam setiap
pemberian antibiotik.
TERIMA KASIH
MOHON
BIMBINGAN DAN SARAN
ABSTRAK
Pneumonia adalah suatu peradangan akut pada parenkim paru yang disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit. Penggunaan
antibiotik sering dihadapkan dengan banyak jenis dan dosis antibiotik yang tidak tepat,
serta penggunaan antibiotik yang terlalu lama dapat meningkatkan resiko bakteri Multi
Drug Resistant (MDR). Pilihan dan dosis antibiotik harus tepat untuk mengurangi angka
resistensi bakteri. Peningkatan angka kejadian resistensi bakteri adalah indikator
kegagalan terhadap penanganan pneumonia. Perbaikan klinis dan eradikasi bakteri
secara optimal merupakan tujuan dalam setiap pemberian antibiotik. Tujuan tinjauan
pustaka ini adalah menjelaskan dasar pemberian dan pemilihan antibiotik empiris
terhadap infeksi pneumonia serta tatalaksana antibiotik yang tepat dan adekuat
terutama pada pneumonia bakteri untuk memberikan prognosis yang lebih baik
Kata kunci: pneumonia bakteri, antibiotik, tatalaksana, multi drug resisten(MDR).
si g g
Klasifikasi pneumonia
 berdasarkan
a s klinis dan epidemiologi, pneumonia
dibedakan atas:
• Community
CAP Acquired Pneumonia
a
• Hospital Associated
HAP Pneumonia

• Ventilator Associated
VAP Pneumonia

Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, et all. Pneumonia komunitas. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Edisi II. Jakarta
: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2014.1-38.
Tabel 1. Etiologi pneumonia berdasarkan tempat perawatan
TIPE PASIEN ETIOLOGI
Rawat Jalan S. pneumoniae
  H. influenza
  M. pneumonia
  Chlamydia
  Respiratory virus
   
Rawat Inap S. pneumoniae
(Non ICU) H. influenza
  M. pneumoniae
  Chlamydia
  Legionella sp
  Respiratory virus
  Aspirasi
   
Rawat Inap ICU S. pneumoniae
Staphylococcus aureus
Legionella species Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F.
Gram-negative bacilli Hospital Acquired Penumonia (HAP) dan Ventilator Associated
H.Infleunza Pneumonia (VAP). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Edisi II. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;
2018;1-19.
Mandell A, Wunderink R, Anzueto R, Bartlett JG, Campbell DG.
Infectious diseases society of america/american
thoracic society consensus guidelines on the menagement
of community acquired pneumonia in adult. 2019.(Suppl 2):27-
Radiologi foto toraks, USG dan CT SCAN pasien pneumonia

Konsolidasi lobar pada lobus kanan atas. (B)


Infiltrat interstitial bilateral. (C) Efusi pleura
luas parapneumonik kiri (D) Lesi kavitas
lobus kanan atas (panah putih). (E)
Bronkiektasis difus yang melibatkan terutama
lobus kiri bawah anterior (panah putih). (F)
Abses paru dengan air fluid level di lobus kiri
bawah posterior (panah putih).

A. Gambaran Point-of-care ultrasonography


jaringan yang menunjukkan konsolidasi
lobar pada pneumonia sebagaimana
dicitrakan oleh (panah putih). (B) Septasi
dalam ruang pleura (panah putih)
menunjukkan efusi parapneumonik seperti
yang dicitrakan dengan Point-of-care
ultrasonography.
Perbedaan gambaran klinis pneumonia atipikal dan tipikal
Tanda dan gelaja P. atipikal P.Tipikal

Onset Gradual Akut


Suhu Kurang tinggi Tinggi, menggigil
Batuk Non produktif Produktif
Sputum Mukoid Purulen
Gejala lain Nyeri kepala,mialgia,sakit Jarang
tenggorokan,suara parau,nyeri
telinga

Gejala diluar paru sering Lebih jarang


Apusan gram Flora normal atau spesifik Kokus gram (+) atau (-)

Radiologis Patchy atau normal Konsolidasi lobar


Laboratorium Leukosit normal kadang rendah Lebih tinggi
  Sering  
Gangguan fungsi hati Jarang
   

Anda mungkin juga menyukai