Guru : “Eh, kalau ga mau, Bu Dita harus isi formular, lho.” Kom
u
min nikasi
Orang tua : “Ga apa-apa. Saya isi formulirnya.” ima
lis
Orang tua pun isi formulir tidak mengijinkan anaknya divaksinasi.
Kembali ke sini. Bagaimana intervensi
komunikasi untuk mengatasinya?
Sebagian orang tua
menolak anaknya
diimunisasi,
teristimewa imunisasi
ganda.
1. Pahami masalah
komunikasi
2. Desain intervensi
3. Kuatkan keterampilan
komunikator
• Enforcement dengan
aturan, hukuman.
Pengingat
• Imunisasi sebagai
syarat sekolah
Bedakan komunikasi
• Imunisasi syarat
kelulusan
dengan intervensi lain
3Es
• Engineering dengan
pembatasan
lingkungan
• Masuk gedung pakai
aplikasi tertentu
(imunisasi sebagai
syarat) Bila tidak dilengkapi dengan edukasi,
enforcement bisa melahirkan perilaku
formalitas (melakukan hanya karena
• Education untuk membangun ada pengawasan/ hukuman) bukan
pemahaman, sikap dan karena pemahaman dan sikap positif
penerimaan
• Kunjungan rumah, edukasi
kelompok, dll.
• Komunikasi di sini
Pertama, pahami
dulu masalah
komunikasinya
(faktor yang
menghambat
perilaku, yang
dapat Sejumlah riset menyimpulkan sejumlah masalah
komunikasi sbb:
diintervensi 1. Kekhawatiran orang tua akan perceived KIPI
dengan kegiatan 2. Orang tua memandang imunisasi tak penting
3. Pandangan orang tua imunisasi tidak halal
komunikasi) 4. Nakes kurang percaya diri mengajak imunisasi (ganda)
1. Perceived KIPI versus KIPI
• Perceived KIPI adalah Kejadian Ikutan
PascaImunisasi yang dipersepsikan orang tua.
Contohnya: Imunisasi bisa membuat anak
sakit, lumpuh, sulit hamil, sampai meninggal.
• Perceived KIPI tentu berbeda dengan KIPI
versi medis
• Yang menghambat perilaku orang adalah
perceived KIPI bukan KIPI versi medis yang
umumnya mengacu pada gejala ringan.
• Perceived KIPI terkait dengan hoaks,
pengalaman orang lain, berita negatif, atau
pemikirannya sendiri
2. “Orang dulu ga diimunisasi, ga apa-apa.”
• Imunisasi dipandang tidak penting
karena
• “Orang dulu tidak diimunisasi, sehat-
sehat saja.”
• “Anak selama ini sehat-sehat saja.
Jangan-jangan kalau diimunisasi jadi
sakit.”
• Masalahnya terletak pada sikap,
bukan pengetahuan
3. Imunisasi dipandang tidak halal
• Memang ada jenis imunisasi yang
tidak distempel halal
• Tapi, diperbolehkan penggunaanya
• Namun, orang membacanya
sebagai haram (padahal
dibolehkan)
4. Nakes/ vaksinator tidak percaya diri mengajak/
mempersuasi imunisasi ganda pada orangtua
• Mereka khawatir bila terjadi apa-apa pada anak
(= nanti mereka menanggung akibatnya sendiri)
• Mereka membutuhkan dukungan secara
struktur/ sistem dan juga kultural (dari
pimpinan daerah, atasan, kolega, dan
masyarakat)
• Karena khawatir hanya mendatangkan
penolakan, nakes tidak mencoba persuasi orang
tua. Di sini, keterampilan komunikasi/ persuasi
perlu ditingkatkan
• Keterampilan (teknis) imunisasi ganda perlu
disegarkan untuk menguatkan kepercayaan diri
Perlu diperhatikan: masalah komunikasi
imunisasi umumnya bukan kurang pengetahuan
• Mengatakan masalahnya adalah kurang
pengetahuan mirip dengan melihat gelas kosong
tanpa tutup. Kita tinggal mengisinya (dengan
informasi)
• Tapi, orang tua yang menolak/ ragu pada imunisasi
anak tidak seperti gelas kosong. Mereka memiliki
pengetahuan/ pemahaman, meski keliru. Jadi,
gelasnya berisi. Bahkan, ada tutupnya.
• Sudah ada isi (pengetahuan), meski keliru (berisi
hoaks, misalnya). Mengganti isi yang keliru tidak
seperti mengisi gelas kosong tanpa tutup.
• Kita mesti mengajak orang tua membuka
“tutupnya”, “mengeluarkan isinya” dan barulah kita
bisa mengganti dengan “isi” yang lebih tepat
Kedua, desain
intervensi
Hindari
komunikasi hanya
1. Tujuan komunikasi
2. Strategi pesan
3. Desain khalayak
4. Desain kegiatan
Tujuan Komunikasi Strategi Pesan
1. Mengantisipasi dan menangani hoaks yang 1. Untuk “mengebalkan” dari serangan hoaks, orang tua
mempengaruhi keinginan orang tua untuk perlu memperoleh pesan inoculative communication atau
imunisasi anak komunikasi yang “mem-vaksin”/ “mengebalkan”
2. Mengurangi kekhawatiran orang tua 2. Untuk mengurangi kekhawatiran orang tua pada
terhadap perceived KIPI yang perceived KIPI, pesan perlu dikemas dan disampaikan
mendemotivasi mereka secara dialogis dan/ atau indirect agar tidak memicu
penolakan secara instan
3. Mencegah dan menetralisir pemberitaan
negatif 3. Partisipasi jurnalis akan dikuatkan dengan menunjukkan
kemitraan yang responsif (narasumber mudah diakses
4. Menguatkan kepercayaan diri nakes/
dan responsif)
vaksinator untuk persuasi orang tua
4. Untuk membangun kepercayaan diri, nakes dipertemukan
Tujuan komunikasi berkorespondensi dengan dengan 1) pesan-pesan dukungan dari berbagai pihak dan
masalah komunikasi yang sudah dibahas di awal 2) gambaran proses mempersuasi orang tua yang relatif
mudah
Penjelasan strategi #1
Inoculative message
• Komunikasi bisa berfungsi untuk meng-imunisasi
orang, khususnya dalam hal sikap
• Inoculative message atau pesan yang mem-vaksin
intinya adalah pesan yang disampaikan pada orang
agar dia paham, waspada, dan tidak mudah
terpersuasi oleh pesan tertentu. Dengan kata lain,
persuasi orang agar tidak mudah terpersuasi oleh
pesan atau pihak lain.
• Pesan yang memvaksin setidaknya mengandung
pesan 1) deskripsi tentang adanya pihak jahat
tertentu dengan maksud jahat tertentu, 2) contoh
pesan jahat yang dimaksud, 3) kelemahan atau
kesesatan pikir pesan jahat yang dicontohkan, 4)
cara mengidentifikasi pesan-pesan jahat lainnya.
Dialog
Penjelasan strategi #2a
• Orang yang sudah atau mulai memiliki sikap, pandangan
atau persepsi tertentu cenderung ingin didengarkan.
Mereka perlu didengarkan dan diapresiasi agar bersedia
membuka dirinya pada pesan-pesan yang berbeda
• Pendekatan yang dialogis memposisikan komunikator Orang Tua Nakes
sebagai seseorang yang bersikap empatik dan tidak
judgemental
• Komunikator menghindari pesan-pesan yang
menyalahkan atau memojokkan orang dan malah mulai • Orang tua ingin nakes • Nakes ingin orang tua
dengan bertanya lalu mendengarkan untuk membangun mendengarkan pandangannya mengijinkan imunisasi ganda
percakapan yang saling menghargai • Orang tua ingin nakes
mengakui kekhawatirannya
• Proses yang berlangsung bukan zero sum game (satu • Orang tua ingin mendapat opsi
pihak mendapatkan semua kemenangan) namun yang menurutnya lebih baik
sebetulnya saling mempersuasi (mutual persuasion)
untuk win-win solutions. Persuasi adalah saling
• Masalah komunikasi seputar kekhawatiran perceived KIPI mempersuasi. Hanya bila nakes
atau pandangan imunisasi tidak penting dapat didekati menerima persuasi orang tua
dengan strategi ini maka persuasinya pada orang
tua bisa berjalan
Indirect
Penjelasan strategi #2b • Orang dengan sikap, pandangan atau persepsi kuat
cenderung reaktif, atau mudah, dan cepat menolak pesan
berbeda yang dia pandang salah atau menyesatkan. Untuk
menghindari reaksi negatif instan yang disertai backfire
effect, pesan perlu dikemas secara indirect (tidak langsung)
• Contohnya adalah format education entertainment
(edutainment), zooming out (membahas topik yang lebih
besar dan mudah diterima seperti topik kesehatan anak
atau menjaga anak agar tidak sakit), nonbranding (tidak
menyebut imunisasi namun menyampaikan substansinya),
social modeling seperti deskripsi banyak orang tua
beramai-ramai mengimunisasi anak (tanpa ajakan
eksplisit), peer educator (komunikator tidak dari pihak
eksternal namun dari kelompok sendiri sehingga
memudahkan dialog yang terbuka dengan bahasa dan
logika kelompok), nonkonfrontatif, dan lain-lain
• Masalah komunikasi terkait dengan kepercayaan terhadap
perceived KIPI yang kuat atau yang terkait dengan agama
bisa didekati dengan strategi ini.
Strategi Indirect: Education Entertainment
• Tujuannya agar orang tua melihat kembali sikap mereka
terhadap imunisasi, mendorong mereka mencari
sumber informasi atau membuka dialog tentang
imunisasi
• Contoh kegiatan
o Kelompok remaja membuat video pendek lucu dan kemudian
disebar di komunitas
o Edukasi via lagu, yang mengadaptasi lagu asyik yang dikenal
luas. Pesan imunisasi disisipkan
o Edukasi via permainan yang menyenangkan. Pesan imunisasi
disisipkan
o Mobil edukasi keliling dengan cerita atau dialog lucu, quiz dll
o Drama sosial ( di ruang publik seperti pasar) dengan cerita atau
dialog atau gerakan-gerakan (nonverbal) lucu
o Boneka manusia d ruang publik dengan tampilan dan gerak
yang membawa pesan imunisasi
Strategi Indirect: Zooming out
• Tujuannya untuk memudahkan orang tua
menerima ide imunisasi setelah terlebih dahulu
menerima ide yang lebih besar
• Contoh:
o Ceramah atau diskusi tentang jangan sampai anak sakit
(bahayanya untuk perkembangan kecerdasan anak) dan
saat membahas cara agar anak tidak sakit, imunisasi
disebut sebagai salah satu cara dengan penjelasan khas)
o Bisa juga mengambil topik besar seperti stunting
o Bentuk kegiatannya bisa mengambil format education
entertainment: misalnya dengan permainan atau lagu.
Strategi Indirect: Nonbranding
• Tujuannya agar orang tua memahami
substansi dari imunisasi (peran penting, cara
kerja, dll.) tanpa menyebut istilah imunisasi
• Strategi ini lebih halus (subtle) dari zoom out
• Contoh:
o Ceramah atau diskusi tentang jangan sampai anak
sakit (bahayanya untuk perkembangan kecerdasan
anak) dan kemudian dibahas cara-cara agar anak
tidak sakit. Istilah imunisasi tidak disebut namun
digambarkan sebagai cara yang khas)
Strategi Indirect: Social modeling
• Tujuannya adalah agar orang tua mempertanyakan
kembali sikapnya dan terpicu untuk ikut-ikutan
mengimunisasi anaknya (following the herd)
• Contoh kegiatan
o Pemberitaan atau imej yang menekankan (atau memilih
frame) orang tua berbondong-bondong dengan gembira
mengimunisasi anaknya
o Staging: orang tua dan anak-anak diangkut dengan
odong-odong untuk imunisasi dan dibuat atraktif
sehingga diketahui orang banyak
o Media edukasi keliling yang mengabarkan banyaknya
orang tua yang sudah mengimunisasi anaknya dan
tinggal sedikit lagi yang belum (memanfaatkan FOMO –
Fear or Missing Out)
o Edukasi di Posyandu dll: promosikan orang tua – orang
tua yang sudah mengimunisasi anaknya
Strategi Indirect: Peer educator
• Tujuannya adalah untuk meningkatkan
dialog tentang imunisasi di komunitas
antara orang tua – orang tua secara lebih
terbuka
• Contohnya
o Orang tua yang sudah mengimunisasi anak
mengajak ngobrol orang tua – orang tua lain
(bekali orang tua promotor dengan buku/
lembar panduan atau lembar info yang bisa
diberikan pada orang tua lain)
Strategi Indirect: Non-konfrontatif
• Tujuannya agar tidak memunculkan reaksi
negatif dalam dialog tentang imunisasi
• Bentuk kegiatannya adalah komunikasi
tatap muka (antar-individu atau dengan
kelompok)
• Contoh metodenya adalah DAK –
Dengarkan Apresasi Klarifikasi, Steel
Manning dll.
Penjelasan strategi #3
Akses Narasumber Responsif
• Jurnalis berkejaran dengan waktu untuk
menaikkan beritanya. Seringkali keterbatasan
akses pada narasumber yang kredibel
membuat mereka menaikkan berita apa
adanya, dari narasumber dengan yang belum
tentu memiliki kapasitas keilmuwan yang
memadai
• Kondisi di atas acapkali menghasilkan
pemberitaan yang negatif bagi kampanye
imunisasi. Karena itu, perlu tersedia akses
yang mudah bagi jurnalis untuk mendapatkan
penjelasan dari narasumber kredibel.
Penjelasan strategi #4
Menunjukkan dukungan
• Nakes khawatir kalau terjadi apa-apa, dia yang
menanggung sendirian. Dia juga khawatir akan
hanya mendatangkan penolakan orang tua bila
mengajak mereka untuk imunisasi ganda
• Dukungan meluas, baik dari aspek struktural
(peraturan yang berlaku) dan kultural
(kebersamaan, dukungan psikologis dll) dapat
mengatasi kekhawatiran nakes untuk mengajak
dan melakukan imunisasi ganda.
• Dukungan mesti ditunjukkan baik secara langsung
(berinteraksi dengan nakes) maupun tidak
langsung (via media massa, media sosial, mulut ke
mulut dll.)
Khalayak Tersier/ Enabler Khalayak Sekunder/ Komunikator
• Kepala desa • Kader di masyarakat (Posyandu dll.)
• Ketua RT
• Kepala sekolah • Relawan remaja & pemuda/i
• Dinas Pendidikan • Guru PAUD, SD, SMP Komunikator utama
• Pesan kunci:
tagline (kalimat
pendek yang unik)
• Disampaikan
secara verbal dan
nonverbal
(intonasi, nada
dll.) menarik
Prinisip untuk edukasi kelompok • Lagu, tari, dongeng, humor, lomba,
visualisasi permainan yang
Khalayak
Tersier
• ASI mungkin suami? (Bila mereka • Psikografi: gaya hidup, hobi, personality, kelas sosial, dll.
menentukan perilaku istri)
Khalayak
Sekunder • Peningkatan
kapasitas
• Pemeliharaan
motivasi
• Pemantauan dan
• Mereka yang memiliki akses dan penilaian
diposisikan untuk berkomunikasi
dengan khalayak primer. Di sini,
disebut sebagai komunikator
• Peran khalayak sekunder
A.Ditentukan/ disepakati bersama
pengelola program
B. Menumpang pada kegiatan-kegiatan
yang bisas komunikator lakukan
C. Tanpa desain khusus • Peran komunikator (A/B/C) menentukan bagaimana
• Contoh untuk komunikator bagi desain kegiatan-kegiatan pengelolaan mereka
ibu hamil
• Kader Posyandu
• Peningkatan kapasitas
• Mertua • Pemeliharaan motivasi
• Bidan di layanan KIA • Pemantauan dan penilaian
Peningkatan kapasitas
• Pelatihan
• Pendampingan
• Forum saling belajar (cross learning)
Pemantauan dan penilaian
• Penyediaan materi belajar (cetak, audio, dan/
atau digital) • Wawancara, diskusi
• Dan lain-lain • Pelaporan mandiri (manual/ tulis atau
Pemeliharaan motivasi digital/ WA Report)
• Identitas: seragam (baju, topi, badge), surat • Penyusunan database, analisis,
keterangan interpretasi
• Honorarium/ insentif atau in-kind •Publikasi
• Kompetisi dan kolaborasi antarkelompok
Input untuk
• Hubungan baik/ perhatian desain
• Pengakuan sosial (dukungan pemimpin, kegiatan
pemberian penghargaan, liputan media, dll.)
Khalayak
Sekunder Kegiatan komunikator tergantung
klasifikasinya.
Khalayak
Pengelola Sekunder Khalayak
Program Primer
menggerakkan/ memudahkan
khalayak sekunder berkomunikasi
dengan khalayak primer
Khalayak
Tersier
• Memiliki rencana aksi yang akan diukur ketat dalam
Kegiatan komunikasi tergantung kegiatan pemantauan & penilaian
klasifikasi khalayak sekunder.
• Memperoleh kegiatan peningkatan kapasitas dan
• Ditentukan/ disepakati bersama pemeliharaan motivasi maksimal
• Mengikuti yang biasa dilakukan
• Tanpa desain khusus
• Intensitas dua poin di atas tergantung sifat Komunikator
kerjanya: relawan atau professional utama
List • Seberapa besar pengaruh mereka pada khalayak primer? Seberapa terpercayakah
mereka?
Khalayak Sekunder
• Bagaimana kecakapan mereka mempersuasi khalayak primer?
• Apakah ada struktur yang dapat menjangkau/ mengelola khalayak sekunder?
Short List
• Seberapa besar kemungkinan penerimaan khalayak primer? (Kebalikan - Apakah berpotensi
memunculkan reaksi negatif?)
• Seberapa besar pengaruh mereka pada khalayak primer? Seberapa terpercayakah mereka?
Jangan
baper
Komunikasi
menghasilkan relasi
(kenalan, teman,
sahabat, lebih akrab) Bersikap
apresiatif
Menyenangkan &
Mengakrabkan
Menambah enerji
Saling
Mengunci Mendengarkan
Komitmen & Berbicara
3 Prinsip
Komunikasi
Antarpribadi
• Komunikasi yang mengakrabkan (relasional) membuka peluang untuk warga
“membuka pagarnya”
• Tidak sedikit warga mengikuti ajakan perilaku sehat karena hubungan baik dengan
pengajak, bukan pilihan individual-rasional
• Warga mesti bicara lebih dahulu dan lebih banyak atau sama banyaknya dengan
komunikator.
• Komunikator perlu mendengarkan lebih dahulu dengan alasan 1) agar paham apa yang
menjadi kekhawatiran warga sehingga komunikasi bisa nyambung, 2) agar hukum timbal
balik berlaku (membalas kebaikan dengan kebaikan. Mendengarkan adalah kebaikan
sehingga kalau kita mendengarkan warga bicara, maka saat kita bicara, warga akan
mendengarkan)
• Pemahaman yang kuat, sikap yang positif tidak menjamin memunculkan perilaku yang
positif. Apalagi bila ada jeda.
• Orang perlu dibangun dan dikunci komitmenya agar perilakunya terjadi.
Nonverbal
Cari simpul
yang nyaman
Obrolan Pertolongan
informal kecil cepat
Bangun
keakraban/ Gunakan
hubungan Dengarkan
dengan cepat nama
Nonverbal bicara
lebih kencang
ketimbang verbal
Nonverbal: Senyum
• Nonverbal penting untuk kesan awal.
Tinggi rendah
Cepat lambat
Keras pelan
Tegas mengayun
DENGARKAN KLARIFIKASI
Apresiasi
ybs , me
sti
The power of
Rendah hati on
g
Tidak sombong
aki
n som
b
powerless
Tidak mematahkan m
Tidak menyalahkan
Se
communication
Mendengarkan
Menghargai