Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MATA KULIAH ANTROPOLOGI

“ Budaya Penyembuhan Penyakit Pada


Suku di Kalimantan Timur Terhadap
Kesehatan

Disusun Oleh :
• Dewi Rosmina (1910035042)
• Rina Ananda (1910035044)
• Hersyana Elsha (1910035047)
• Fhiky Bayu Mahyudin (1910035049)
• Akbar Aswiantoro (1910035052)
• Farah Salsabilla Ariama (1910035056)
• Nurtang (1910035057)
• Nadine Tasya Tolande (1910035066)
• Gita Almara Oktanella (1910035078)
Konsep Budaya dan Etnis Dayak
• Definisi Budaya
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau
diajarkan manusia kepada generasi berikutnya. Budaya adalah
sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, keyakinan,
seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang merupakan
kebiasaan manusia sebagai anggota komunitas setempat.(Sudiharto,
2007).
Budaya merupakan rencana atau petunjuk untuk menentukan
nilai-nilai, keyakinan dan aktivitas (Andrews & Boyle 1995). Menurut
pandangan antropologi tradisional, budaya dibagi menjadi dua, yaitu
budaya material dan budaya nonmaterial. Budaya material dapat
berupa objek, seperti pakaian, seni, benda-benda képercayaan
(jimat), atau makanan. Budaya nonmaterial mencakup kepercayaan,
kebiasaan, bahasa dan institusi sosial. Perilaku budaya.
a. Perilaku
Perilaku merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Menurut teori Lawrance
Green dan kawan-kawan (dalam Notoatmojo, 2010), bahwa perilaku manusia dipengaruh oleh factor
perilaku (behaviorcouse) dan factor diluar perilaku (non behavior couses). Dan Menurut Sunaryo (2014)
dalam febriani,D (2019), perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen yaitu: faktor
endogen adalah ras, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat pembawaan, intelegensi, adapun factor
eksogen adalah lingkungan, pendidikan, agama, social ekonomi, kebudayaan

b. Budaya
Budaya merupakan suatu pikiran, adat-istidadat, kepercayaan, yang menjadi kebiasaan masyarakat.
Nilai-nilai budaya ini mempengaruhi pembentukan suatu individu. Semua kebudayaan memiliki cara-cara
pengobatan sesuai dengan kepercayaan pada suku bangsanya dalam hal ini suku bangsa sangat
mendominasi pertimbangan untuk menolak atau menerima yang didasari pada kecocokan suku bangsa
yang di anut. Beberapa kebudayaan melibatkan metode ilmiah atau melibatkan kekuatan supranatural
dan supernatural tergantung bagaimana kepercayaan dari suku bangsa sang pasien. (Soraya, Agusmarni,
2012). Budaya memiliki banyak elemen atau budaya adalah bersifat multifaset. Elemen budaya yang
sering digunakan adalah kebiasaan berpakaian, alat-alat teknologi, metode mencari makanan, kegiatan
ekonomi, pola interaksi sosial, pola asuh, cara mengambil keputusan, cara menyelesaikan konflik,
kepercayaan dan pengaturan hubungan manusia dengan alam dan manusia, pilihan seni, cara pandang
tentang dunia, pola komunikasi atau bahasa.
Lanjutan
Menurut Spradley (1985) dalam Suyitno, Imam (2015) budaya mencakup tiga wujud
yang berkenan dengan apa yang diperbuat oleh manusia, apa yang diketahui atau
pikirkannya, apa yang dibuat atau digunakannya dalam memenuhi kebutuhan hdupnya
semua ini disebutkan dengan istilah perilaku budaya, pengetahuan budaya, dan benda-
benda budaya. Dengan demikian perilaku budaya dapat dipahami bahwa bagaimana
seseorang berperilaku dalam kehidupan berketuhanan, kehidupan bermasyarakat,
kehidupan pribadi, dan perilaku hubungannya dengan alam (Suyitno, Imam , 2015)

c. Bahan/obat herbal
Obat herbal juga dikenal sebagai jamu adalah metode pengobatan kuno yang
menggunakan berbagai bumbu dan ekstrak tumbuh-tumbuhan, yang memiliki
penyembuhan khusus, aromatik, atau sifat terapeutik. bahan herbal ada yang
berbentuk bahan kering atau segar yang dapat gunakan untuk membuat teh, bubuk,
atau sirup, atau hanya menggunakan herbal dalam memasak untuk membumbui
berbagai hidangan. Yang dapat di tanam di kebun sebagai apotek hidup yang
membutuhkan ruang yang tidak terlalu luas, dan menggunakan tanaman obat tersebut
untuk penyakit yang berbeda (darmawan, R.2012).
Lanjutan
Menurut keputusan kepada badan pengawas obar dan makanan Republik Indonesia Nomot :
HK.00.05.4-241 tanggal 17 mei 2004 tentang pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia,
bahwa bahan alam herbal Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Jamu
2. Obat Herbal Terstandar
3. Fitofarmaka

d. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya merupakan konsep untuk menelaah asumsi-asumsi dasar dalam
kehidupan masyarakat. Pemberian makna konsep sistem sosial budaya dianggap penting karena
tidak hanya untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan sistem sosial budaya itu sendiri tetapi
memberikan eksplanasi deskripsinya melalui kenyataan di dalam kehidupan masyarakat (Enda,
2010). Unsur-unsur sosial Budaya yaitu:
1. Sistem religi
2. Sistem dan organisasi masyarakat
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Mata pencaharian
7. Teknologi dan peralatan
• Etnis Dayak
Etnis adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok
etnis). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang
unik serta menurunkannya kepada generasi ke generasi berikutnya (Henderson & Primeaux, 1981
dalam Sudiharto 2002). Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan sistem pengklasifikasian
manusia berdasarkan karakteristik fisik, pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada
tubuh, dan bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid,
dan Mongoloid. Istilah atau terminologi yang sering digunakan dalam konsep etnik dan budaya
adalah kelompok dominan dan kelompok minoritas. Kelompok dominan adalah sekelompok
komunitas yang memiliki otoritas karena mereka berfungsi sebagai pengawal (guardian), yaitu
mengendalikan sistem nilai dan memberi ganjaran kepada masyarakat. Kelompok minoritas
adalah sekelompok orang yang mempunyai fisik atau karakteristik budaya yang berbeda dengan
masyarakat setempat sehingga mengalami perbedaan perlakuan (Kozier & Erb, 1995 dalam
Sudiharto 2002).Suku dayak adalah sebuah suku di Indonesia yang mendiami wilayah pedalaman
kalimantan. Adat istiadat yang dimilki oleh suku dayak sangat terlihat dari bagaimana cara mereka
menjalani kehidupannya, serta upacara/ritual yang mereka lakukan dan tarian-tarian adat
(Romadecade 2019). Secara bahasa, Dayak sebetulnya bukanlah nama sebuah suku. Yang disebut
“Orang Dayak” dalam bahasa Kalimantan secara umum artinya adalah “Orang Pedalaman” yang
jauh dari kehidupan kota.‘Orang Dayak’ itu tadi bukan dikhususkan untuk sebuah suku saja, akan
tetapi terdapat bermacam-macam suku. Contohnya, Dayak Kenyah, Dayak Hiban, Dayak Tunjung,
Dayak Bahau, Dayak Benua, Dayak Punan serta masih terdapat puluhan Uma (anak suku) yang
tersebar di berbaga hutan diwilayah Kalimantan (bitar, 2017).
b. Konsep Sehat dan Sakit Suku Dayak Secara Umum
Suku Dayak yang berada di Kalimantan Timur tidak pernah luntur memegang teguh tradisi para
leluhur secara turun menurun. Salah satunya tradisi ritual Belian, yaitu prosesi pengobatan yang
lebih mengedepankan unsur tradisional masyarakat setempat. Di masyarakat Dayak, pemelian atau
pengusung ritual belian memiliki peranan layaknya seorang dokter. Namun, secara tradisional
pemelian ini memiliki cara tersendiri utuk menyembuhkan penyakit. Secara teknis, pemelian
menggunakan terapi secara spiritual magis yang sakral untuk menyembuhkan para pasiennya,
seperti yang telah diwariskan para leluhur masyarakat setempat. Seorang pemelian sudah harus
mencapai tahap menguasai dan menjiwai mantra-mantra serta mampu membuat ramuan.
Kepercayaan akan keahlian seorang pemelian memang tidak lepas dari kondisi pemukiman
masyarakat suku Dayak yang masih menjunjung tinggi adat istiadat yang diberikan dari leluhurnya.
Dalam ritual belian yang sebenarnya tidak hanya sekedar prosesi pengobatan semata, melainkan di
dalamnya terkandung sebuah ikatan sosial yang menjadi perekat nilai kebersamaan diantara
masyarakat Dayak. Dalam ritual belian seorang pembelian tidak sendiri melainkan ia ditemani oleh
pemelian lainnya. Ritual dilakukan dengan cara menari dan membaca mantra diantara sesajen
untuk persembahan kepada para dewa atau roh. Sanak saudara dan keluarga mempersiapkan
kebutuhan ritual belian baik itu kaum perempuan maupun laki-laki. Ritual Belian dilakukan pada
malam hari, para pemelian menari dengan mantra, bacaan mantra yang mirip dengan nyanyian
untuk mengundag para dewa atau roh leluhur supaya hadir bersama dirumah. Apabila paa dewa
atau roh telah datang maka para pemelian akan kehilangan kesadaran atau kesurupan, maka di saat
itulah, pemelian berbicara dan menghubungkan kehendak dan pesan keluarga yang sakit.
Analisis konsep sehat, sakit dan sistem perawatan kesehatan bagi Masyarakat Dayak.
Konsep sehat bagi Masyarakat suku Dayak ialah apabila ia tidak mengalami penyakit
yang tanpa harus dilakukan ritual belian, seperti halnya konsep kesehatan menurut
Foster dan Anderson bahwa kesehatan berhubungan dengan perilaku, perilaku
manusia yang cenderung adaptif yang ada huungannya dengan kebudayaan.
Sedangkan konsep sakit bagi masyarakat suku Dayak yaitu apabila salah satu
seseorang di suku tersebut mengalami kelumpuhan atau menderita sakit yang
membuat seseorang tersebut kehilangan fungsi tubuhnya. Sistem perawatan
kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat suku dayak adalah dengan mempercayai
akan tradisi para leluhurnya, yang mana apabila salah satu dari mereka sakit maka
mereka akan melakukan ritual belian untuk pengobatannya. Ritual belian merupakan
cara penyembuhan secara tradisional. Dalam ritual belian tersebut, pemelian memiliki
cara tersendiri utuk menyembuhkan penyakit. Dalam masyarakat suku Dayak pemelian
sama halnya dokter bagi mereka. Secara teknis dalam proses penyembuhan, pemelian
menggunakan terapi secara spiritual magis yang sakral untuk menyembuhkan para
pasiennya, seperti yang telah diwariskan para leluhur masyarakat setempat. Seorang
pemelian sudah harus mencapai tahap menguasai danmenjiwai mantra-mantra serta
mampu membuat ramuan. Dalam ritual belian yang sebenarnya tidak hanya sekedar
prosesi pengobatan semata, melainkan di dalamnya terkandung sebuah ikatan sosial
yang menjadi perekat nilai kebersamaan diantara masyarakat Dayak. Ritual Belian
dilakukan dengan cara menari dan membaca mantra diantara sesajen untuk
persembahan kepada para dewa atau roh. Apabila para dewa atau roh telah datang
maka puncak pengobatan akan dilakukan untuk penyembuhan pasien.
c. Suku Dayak Tunjung
Suku Dayak di Kalimantan Timur sampai saat ini masih tetap mempertahankan tradisi dengan
memanfaatkan tumbuhan di sekitarnya untuk pengobatan ataupun perawatan kesehatan. Walaupun
sebenarnya jangkauan pelayanan kesehatan seperti Puskesmas semakin lama semakin sampai ke
pedalaman akan tetapi dalam kenyataannya pelayanan kesehatan belum merata, sehingga cara-cara
pengobatan tradisional masih mendapat tempat di kalangan masyarakat. Menyadari bahwa
pembangunan kesehatan belum terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, maka pemerintah
mengambil kebijaksanaan agar upaya pengobatan tradisional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya,
dibina dan dikembangkan supaya lebih berdaya guna dan berhasil guna. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali pengetahuan tradisional masyarakat Dayak Tunjung dalam pemanfaatan dan
pengelolaan jenis-jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya, khususnya tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan obat tradisional.

1. Pandangan Masyarakat Dayak Tunjung Tentang Kesehatan


Masyarakat yang bermukim di pedalaman Kalimantan Timur seperti Suku Dayak Tunjung merupakan
masyarakat yang agak terbelakang dalam proses perkembangan di bidang kesehatan. Kondisi seperti
ini disebabkan adanya keterbatasan komunikasi dengan masyarakat yang lebih maju serta sulitnya
pelayanan pemerintah sebagai akibat dari segi transportasi yang terbatas. Pengobatan tradisional
merupakan upaya penyembuhan terhadap penyakit yang dilakukan berdasarkan kepercayaan turun-
temurun, baik dengan menggunakan bahan alami yang tersedia dan diyakini mempunyai khasiat
dapat menyembuhkan maupun melalui perantara seseorang (dukun) yang diakui mempunyai
kekuatan tertentu di dalam dirinya untuk menghilangkan penyakit walaupun pengobatan modern
telah dikenal yaitu adanya puskesmas pembantu di kedua desa tersebut, namun hingga sekarang
pengobatan tradisional masih tetap dipertahankan.
Lanjutan
Berobat ke dukun atau berobat sendiri dengan menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang ada di
sekitarnya dikenal sebagai pengobatan tradisional yang sesuai dengan tradisi masyarakat Dayak
Tunjung yang masih percaya oleh roh-roh halus. Sehubungan dengan kepercayaan tersebut, mereka
melakukan doa, persembahan dan upacara ritual serta mematuhi segala larangan agar mereka
memperoleh keselamatan dan kesehatan dalam kehidupannya. Apabila ada seseorang di antaranya
ada yang sakit, kemudian mereka mencari sebab musabab terjadinya sakit. Selanjutnya mereka akan
melakukan upacara ritual yang disebut dengan "Belian". Dan mereka yakin bahwa roh jahatlah yang
menyebabkan seseorang itu sakit. Di sini dukun mempunyai peran yang sangat penting karena
mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah yang terjadi. Jenis-jenis Tumbuhan yang
Dimanfaatkan Sebagai Bahan Obat

2. Media Litbang melakukan penelitian terhadap tanaman obat yang ada di Pedalaman Dayak
Tunjung dan mendapatkan data bahwa ada 47 tanaman yang bisa dijadikan obat di Pedalaman
Dayak Tunjung. 47 jenis tumbuhan yang terdiri dari 27 suku dan 46 marga (Tabel 1). Jenis-jenis
tumbuhan tersebut didominasi oleh berturut-turut dimulai dari suku Euphorbiaceae (8 jenis),
Rubiaceae (5 jenis), Verbenaceae (4jenis), Fabaceae (3 jenis), dan suku-suku lain masing-masing 2
jenis dan 1 jenis. Jika dilihat dari bagian tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan pengobatan
tradisional, ternyata bagian daun adalah yang terbanyak. Hal ini dapat dimengerti bahwa bagian
daun merupakan bagian tanaman yang paling mudah didapat dibandingkan bagian lain dari
tanaman. Dilihat dari segi konservasi, hal ini juga tidak mengkhawatirkan. Selanjutnya disusul oleh
bagian akar, kulit batang, buah dan biji, bunga, umbi dan seluruh bagian tanaman. Pada umumnya
cara pengolahan dan penggunaannya masih secara sederhana.
D. Suku Dayak Hindu Kaharingan
Suku Dayak dalam kepercayaan Hindu Kaharingan, atau biasa disebut suku DHK sebagai
salah satu suku bangsa yang tersebar di Indonesia, secara turun-temurun telah
mengembangkan sistem kesehatan atau pengobatan secara tradisional yang populer disebut
obat kampung dan praktisi medisnya disebut dengan tabit atau lasang, (dukun). Hingga kini,
walaupun ilmu dan teknologi kedokteran sudah mengalami kemajuan pesat, namun peran
dan eksistensi tatamban obat kampung sebagai sumber alternatif masih tetap berfungsi
dalam masyarakat suku DHK. Dampak kemajuan di segala bidang, terutama bidang
kesehatan, memunculkan permasalahan konversi pengobatan pada sebagian masyarakat
Dayak Kalimantan. Keterisolasian dan keterpencilan kehidupan masyarakat Dayak di
Kalimantan, memunculkan wacana keterpaksaan dalam penggunaan. obat tradisional atau
obat kampung. Dahulu hampir semua jenis penyakit mengandalkan pengobatan tradisional
atau obat kampung melalui jasa tabit atau lasang, karena pada umumnya tidak ada mantri
apalagi dokter di daerah itu. Hingga kini masih bisa dirasakan manfaat dari pengobatan
tradisional oleh masyarakat, karena masyarakat suku DHK memiliki keyakinan bahwa tabit
dan lasang masih dianggap mampu membangun hubungan dengan dunia roh sehingga
masyarakat terhindarkan dari suatu penyakit (tim penulis, 2006). Kondisi ini terjadi menurut
berbagai kalangan karena obat kampung ini di samping di anggap masih fungsional secara
sosial dan lebih murah biayanya, juga cukup efektif dalam menyembuhkan berbagai penyakit
atau golongan penyakit. Bagi orang suku DHK, dalam melakukan perawatan terhadap suatu
penyakit yang diderita, pelaksanaannya diawali dengan ritual-ritual pengobatan yang
dilaksanakan di rumah penderita sakit atau dapat juga dilaksanakan di tempat tabit atau
lasang (dukun/penyembuh).
Lanjutan
Pada masyarakat suku DHK, baik yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan
kepercayaan terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh gabungan faktor
naturalistik dan personalistik hingga kini tampak masih sangat dominan. Masih
kuatnya kepercayaan masyarakat suku DHK terhadap etiologi gangguan kesehatan
secara kombinasi antara kuasa naturalistik dan personalistik menjadi faktor motivasi
yang signifikan terhadap penggunaan pengobatan tradisional sebagai alternatif yang
pertama dan utama, di samping menggunakan pengobatan rumah sakit. Bagi
masyarakat suku DHK, oleh karena sakit di pandang tidak hanya merupakan gejala
biologis yang bersifat individual, tetapi di pandang berkaitan secara holistik dengan
alam, manusia dan Tuhan, maka setiap upaya kesehatan yang dilakukan tidak hanya
menggunakan obat sebagai sarana pengobatan, tetapi juga menggunakan sarana
ritual-ritual tertentu, kajian-kajian atau mantra-mantra yang termuat dalam bahasa
Sangiang sebagai bagian dari proses tersebut. Dengan demikian, menyembuhkan
atau menanggulangi suatu penyakit tertentu umumnya yang ditangani oleh tabit atau
lasang, bukan hanya aspek biologis dari pasien, tetapi juga aspek sosial-budaya dan
spiritual (Nila Riwut, 2003). Hal yang membuat menarik untuk dijadikan bahan kajian
adalah pada saat pemerintah mengampanyekan masalah bidang kesehatan
masyarakat, baik itu di bidang sarana dan prasarana kesehatan modern, namun justru
masyarakat suku DHK tetap mengeksiskan dan mempertahankan sistem medis
tradisionalnya.
1. Konsep Sehat Sakit Suku DHK
Kondisi sehat dan sakit (barigasdan haban) diyakini oleh suku DHK karena faktor-faktor alam,
manusia dan roh-roh. Sistem keyakinan terhadap sehat sakit (barigas haban) dalam tradisi suku
DHK, tampak dalam sistem kos- mologi Suku DHK yaitu tentang harmonisasi manusia dan alam
Suku DHK serta pelestarian budaya. Kosmologi suku DHK dapat digolong- kan menjadi dua
golongan yaitu kosmologi lisan dan tulisan. Kosmologi lisan suku DHK, populer dalam
masyarakat dengan sebutan tetek tatum (cerita dari nenek moyang suku DHK), lime sar- ahan
dan telu kapataut belum. Sedangkan kos- mologi tulisan adalah dalam bentuk kitab Panaturan.
Sistem keyakinan terhadap sehat sakit (barigas haban) dalam tradisi suku DHK, lebih terfokus
pada sebab-sebab terjadinya suatu penyakit baik yang menyangkut kausal naturalistic maupun
kausal personalistik. Artinya konsepsi yang dimiliki oleh suku DHK bahwa terjadinya suatu
penyakit tidak hanya disebabkan oleh fak- tor alamiah, tetapi juga dapat dilakukan oleh orang
atau bukan orang. Di samping itu, dapat juga dilakukan oleh dukun sakti dan tukang si- hir
dengan jalan memasukkan benda-benda ke tubuh seseorang sehingga seseorang yang ke-
masukan benda-benda tersebut akan mengalami sakit. Penggolongan etiologi atau penyebab
penya- kit ke dalam salah satu dari keduanya akan berpengaruh terhadap upaya
penanggulangan yang dilakukan, berkenaan dengan bagaimana dan kepada siapa mereka harus
meminta pertolon- gan sekaligus pemberian label terhadap jenis penyakit yang diderita
(Klienman,1980; Helman,1984). Hal tersebut terartikulasikan bahwa penyakit tidak hanya
merupakan gangguan yang bersifat biologis semata, tetapi juga menyangkut dimensi yang lebih
luas, yakni dimensi psikologis dan sosial budaya. Sehubungan dengan itu, upaya menyembuhkan
suatu penyakit tidak cukup hanya ditangani masalah biologinya, tetapi juga harus ditangani
secara holistik, termasuk masalah psikologinya.
2. Tetek tatum dalam konteks sehat sakit (barigas haban)
Tetek tatum adalah cerita tentang para dewa dan dewi (raja dan kameluh)
dari tetua suku Dayak kepada masyarakat (orang tua kepada anaknya) yang
berlangsung secara regenerasi. Keyakinan suku DHK bahwa manusia
merupakan ciptaan Tuhan (Ranying Hatalla) dan pada suatu saat manusia
akan kembali apabila Tuhan (Ranying Hatalla) menghendakinya. Hal
tersebut menjadi falsafah hidup sejak nenek moyang mereka. Kecintaan
terhadap alam semesta dan keyakinan tentang adanya hukum yang
digerakkan oleh kekuatan alam gaib mendorong mereka untuk melakukan
berbagai ritual sebagai bentuk penghormatan dan sarana komunikasi
dengan dunia alam gaib dan roh para leluhurnya. Dari pandangan tersebut,
diungkapkan bahwa keyakinan suku DHK terhadap para dewa (raja) ini
dituangkan dalam bentuk simbol, yang disebut dengan batang garing.
Pemberian simbol tersebut merupakan hasil konvensi atau kesepakatan
masyarakat suku DHK sesuai dengan makna yang terkandung dalam simbol
batang garing. Batang garing merupakan simbol alam para dewa (raja) yang
berkuasa atas ketiga lapisan alam tersebut. Batang garing diyakini
merupakan awal terjadinya ciptaan di dunia oleh para dewa-dewa. Sejalan
dengan hal terse- but, Nila (2003:529) mengatakan sebagai berikut.
3. Lime Sarahan dalam konteks sehat sakit (Barigas Haban)
Selain mengenal keyakinan terhadap alam para dewa,masyarakat sukuDHK
juga memiliki amalan yang menjadi keyakinan (lime sarahan) dalam
aktivitas keberagamaannya. Sejalan den- gan hal tersebut Betli
menyatakan sebagai berikut. “Lime sarahan merupakan inti dari keyakinan
umat Hindu Kaharingan. Lime sara- han terdiri dari dua suku kata yaitu
lime dan sarahan, lime berarti lima sedangkan sarahan ini memiliki makna
yang luas yaitu proses awal adanya kehidupan. Totalitas ajaran lime
sarahan dalam konsep ajaran agama Hindu merupakan konsep panca
mahabhuta”. Hal itu berbeda dengan pandangan Suarta dalam tulisannya
diungkapkan sebagai berikut. “Konsep lime sarahan merupakan sebuah
ajaran tentang asal usul keberadaan ma- nusia di alam semesta ini dan
dikenal seb- agai “jalan tesek” atau jalan datang. Dalam ajaran Hindu
Kaharingan, jalan tesek (jalan datang) juga merupakan jalan haluli (jalan
kembali). Dengan demikian, ketika manusia mengalami kematian, konsep
ja- lan kembali, yakni dari rahim ibu, bapak dan Ranying Hatalla itu sendiri.
Siklus kelahiran-kehidupan-kematian itu akan selalu mewarnai perjalanan
waktu dalam dunia ini.
4. Telu Kapatut Belum dalam Konteks Sehat Sakit (barigas haban)
Pandangan suku DHK terhadap hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan manu- sia dengan alam terwujud
dalam ajaran telu kapatut belum. Tiga relasi tersebut benar-benar harus dijaga
keharmonisannya sebagai berikut. Pertama, hubungan manusia dengan Ranying
Hatalla (Tuhan). Penyang Ije Kasimpei, Penyang Ranying Hatalla Langit, artinya
beriman kepada Yang Tunggal yaitu Ranying Hatalla Langit. Kedua, hubungan
manusia dengan manusia lainnya, baik secara kelompok maupun individu.
Hatamuei Lingu Nalata. Artinya, saling mengenal, tukar pengalaman dan pikiran,
serta saling menolong. Hatindih Kambang Nyahun Tarung, Mantang Lawang Langit.
Artinya, berlomba-lomba menjadi manusia baik agar diberkati oleh Tuhan di langit,
serta bisa memandang dan menghayati kebesaran Tuhan. Ketiga, hubungan
manusia dengan alam semesta. Ciptaan Ranying Hatalla yang paling mulia dan
sempurna adalah manusia. Sehubungan dengan itu, manusia wajib menjadi suri
teladan bagi segala makhluk lainnya. Keajaiban-keajaiban yang terkadang terjadi
adalah sarana untuk mengetahui dan lebih menyadari kebesa- ran Ranying Hatalla.
Dengan demikian, segala makhluk semakin menyadari bahwa hanya Ranying
Hatalla yang patut disembah. Alam merupakan suatu tatanan harmoni dan
terjadinya keharmonisan merupakan tanggung jawab manusia. Konsep telu kapatut
belum adalah tiga hal yang membuat hidup tenteram, bahagia, dan damai.
E. Magi dan Laku Mistik Suku DHK

1. Magi Suku Dayak


Secara umum masyarakat suku DHK dikenal memiliki berbagai
jenis mantra dan benda yang dipercayai memiliki kuasa magi.
Istilah yang di- gunakan dalam penggunaan mantra dan benda-
benda yang memiliki kuasa magi adalah kaji (ilmu). Dukun (tabit)
suku DHK, pada umumnya memiliki kelebihan di bidang magi dan
ilmu kaji dibandingakan dengan masyarakat biasa. Ilmu kaji
diperoleh seorang dukun dengan cara bela- jar dari dukun lain
atau diturunkan dari orang tua juga bisa karena bawaan kelahiran.
Ilmu kaji dapat juga dimaknai sebagai suatu pengetahuan praktis
yang integral dengan dimensi magi. Arti nya, ilmu kajitidak sekadar
diketahui, tetapi juga harus dijalani atau dipraktikkan.
2.Laku Mistik suku DHK dan Kegunaannya
Pada awalnya laku mistik dipahami sebagai suatu
penghayatan spiritual yang intim dan penuh keharuan tentang
adanya “realitasabsolut” yang penuh rahasia (mysticalunion).
Akan tetapi, makna tersebut mengalami pergeseran kearah
makna proaktif, yakni sebagai suatu fenomena pelarian dari
dunia konkret dan ber- orientasi pada dunia perdukunan. Laku
mistik merupakan penyatuan semua kekuatan indivi- du
kepada suatu tujuan tunggal, memusatkan kemampuan
psikologi dan fisik kearah satu tujuan yang sempit
(Saputra,2007:300).Ada beberapa jenis laku mistis suku DHK,
dalam ben- tuk benda-benda mistis dan memiliki pengaruh
magis bagi seseorang yang memanfaatkannya. Benda-benda
mistis tersebut, antara lain seperti berikut.
Lanjutan
3. Laku Mistik suku DHK dan Kegunaannya
Pada awalnya laku mistik dipahami sebagai suatu penghayatan
spiritual yang intim dan penuh keharuan tentang adanya
“realitasabso- lut” yang penuh rahasia (mysticalunion). Akan
tetapi, makna tersebut mengalami pergeseran kearah makna
proaktif, yakni sebagai suatu fenomena pelarian dari dunia
konkret dan ber- orientasi pada dunia perdukunan. Laku mistik
merupakan penyatuan semua kekuatan indivi- du kepada suatu
tujuan tunggal, memusatkan kemampuan psikologi dan fisik
kearah satu tu- juan yang sempit (Saputra, 2007:300).Ada be-
berapa jenis laku mistis suku DHK, dalam ben- tuk benda-benda
mistis dan memiliki pengaruh magis bagi seseorang yang
memanfaatkannya. Benda-benda mistis tersebut, antara lain
seperti berikut.
Lanjutan
1. Bulu Perindu
2. Rante Babi
3. Santet Dayak (Taguh Uluh Dayak)

f. Bentuk Perawatan Penyakit Dalam Sistem Medis Tradisional Suku DHK


Kepercayaan masyarakat suku DHK terhadap dukun (tabit) dan pengobatan tradisional
(tatamban obat kampung) masih cukup kuat sekali- pun pelayanan kesehatan modern telah
terse- bar merata dan mudah dijangkau oleh masyara- katnya. Jenis-jenis penyakit tertentu
diduga disebabkan oleh faktor medis atau nonmedis (supranatural), seperti patah tulang,
luka, gang- guan jiwa, penyakit yang tak kunjung sembuh, dan yang lainnya. Terkait dengan
hal itu, pengobatan tradisional suku DHK justru sering menjadi pilhan perta- ma sebelum
pasien dibawa ke rumah sakit atau ke dokter. Jadi secara keseluruhan bentuk per- awatan
penyakit yang dilakukan dukun (tabit) suku DHK tersebut, tampak beragam akan teta- pi
mengerucut pada dua tindakan, yaitu pengo- batan tradisional yang erat kaitannya dengan
tindakan etiologi penyakit yang bersifat person- alistik dan tindakan beomedis (rumah
sakit). Perawatan penyakit dalam pengobatan tradis- ional suku DHK dilakukan dukun
(tabit) dengan menentukan diagnosis sampai pengambilan tin- dakan pengobatan.
Menegakkan diagnosis dalam perawatan penyakit oleh para dukun (tabit) sangat
mempengaruhi keberhasilan pe- nyembuhan pasien sakit.
1. Perawatan Penyakit Fisik (Panyakit- Laut)
2. Perawatan Penyakit Non Fisik (Pan- yakit Ngaju)

G Fisioterapi suku DHK


Sistem medis tradisonal suku DHK juga men- gupayakan dengan metode
dan cara-cara yang telah dilakukan sejak nenek moyangnya agar fisik manusia
dapat selalu berfungsi dengan baik. Apabila terjadi gangguan terhadap
fungsi tersebut, maka praktisi-praktisi medis tradis- ional suku DHK dapat
melakukan pengobatan dan hal ini masih diyakini oleh masyarakat pen-
dukungnya bahwa gangguan fungsi fisik terse- but akan dapat normal
kembali. Sistem medis tradisional suku DHK berupaya menyembuhkan suatu
gangguan penyakit dengan tanaman obat dan ramuan minyak. Di samping itu,
juga memi- liki kemampuan dalam meramu bahan obat untuk mencegah
penyakit yang menghambat ke- berlangsungan fungsi organ manus

Anda mungkin juga menyukai