Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN

RESPIRASI DISTRES
SINDROM

Kelompok 1 :

1. Suci Rahmadani (1910035041)


2. Dewi Rosmina (19100350542)
3. Norsema (1910035043)
4. Rina Ananda (1910035044)
5. Pratiwindya Nur Anika (1910035046)
6. Hersyana Elsha (1910035047)
A. Pengertian RESPIRASI DISTRES
SINDROM (RDS)
 Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).

 RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,2002).
B. Etiologi

Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:

 Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.

 Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang
sempurna.

 Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous
filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.

 Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.

 Adanya kelainan di dalam dan di luar paru

 Bayi prematur atau kurang bulan


C. Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
D. Manifestasi Klinis
 Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya
menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
 Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang
ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,
dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
 Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
 Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi
paru.
 Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan
jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque
(white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
 Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
 Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik
 Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
 Grunting : suara merintih saat ekspirasi
 Pernapasan cuping hidung
E. Penatalaksanaan
 Memberikan lingkungan yang optimal.

 Pemberian oksigen.

 Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi.

 Pemberian antibiotic.

 Pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar).

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:

 Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.

 Mempertahankan keseimbangan asam basa.

 Mempertahankan suhu lingkungan netral.

 Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

 Mencegah hipotermia.

 Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.


F. Komplikasi

 Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :


a) Ruptur alveoli
b) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
d) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan

 Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
b) Retinopathy premature
G. Pencegahan RDS

 Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:


 Mencegah kelahiran < bulan (premature).
 Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
 Management yang tepat.
 Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
 Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
 Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
RESPIRASI DISTRES SINDROM
1. Pengkajian
 Pengkajian yang dilakukan pada bayi RDS sebagai berikut:
a) Identitas klien : Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan alamat
klien.
b) Keluhan utama : Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah takipnea.
c) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS seperti kelahiran preterm, riwayat
kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita hipertensi, riwayat neonatus dengan
asfiksia akibat hipoksia akut, hipotermia, dan nilai APGAR skor rendah (Asrining Surasmi,
Siti Handayani, 2003).
d) Pemeriksaan Fisik

Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan khusus pada pengkajian
pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi takipnea, retraksi substernal, kreleks
inspirasi, mengorok ekspiratori, pernafasan cuping hidung dan adanya sianosis (Wong, 2003).

e) Pemeriksaan Diagnostik : Pemeriksaan analisa gas darah.


2. DIAGNOSA

Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus kapiler d/d dipsnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, ph
arteri abnormal, bunyi napas tambahan (D.0003)

3. INTERVENSI

a) Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan Asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil :

 Dispnea menurun

 Bunyi nafas tambahan menurun

 Nafas cuping hidung menurun

 PCO2 membaik

 PO2 membaik

 Takikardia membaik
b) Intervensi

Pemantauan Respirasi Manajemen jalan napas


Observasi Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan  Monitor bunyi napas tambahan
upaya nafas
Terapeutik
 Monitor pola nafas (bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot,  Berikan posisi semi fowler atau
ataksik) fowler
 Monitor saturasi oksigen  Berikan oksigen, jika perlu
 Monitor nilai analisa gas darah (AGD) Kolaborasi
Terapeutik  Pemberian bronkodilator, jika perlu
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Implementasi

Pelaksanaan implementasi yang dilakukan pada masalah gangguan pertukaran gas yaitu:

 Memonitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas,

 Memonitor pola napas,

 Memonitor saturasi oksigen,

 Memonitor nilai analisa gas darah (AGD),

 Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien,

 Mendokumentasikan hasilpemantauan,

 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan,

 Menginformasikan hasil pemantauan,

 Memonitor bunyi napas tambahan,

 Memberikan posisi fowler atau semi-fowler untuk memaksimalkan ventilasi,

 Memberikan oksigen

(Tim Pokja DPP PPNI SIKI, 2018).


5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dengan masalah gangguan pertukaran gas menurut (Tim Pokja DPP PPNI SlKI,
2018) :

 Dispnea menurun

 Bunyi nafas tambahan menurun

 PCO2 membaik

 PO2 membaik

 Takikardia membaik

 pH arteri membaik

Anda mungkin juga menyukai