Anda di halaman 1dari 105

TRANSKULTURAL DALAM

PRAKTEK KEPERAWATAN

IMRON ROYADI, S.KEP,NS,M.KEP


Sekilas Info

Nama Imron Rosyadi, S.Kep.,Ns.,M.Kep.


Tempat Tgl Lahir Banyumas, 29 Juli 1976
Jabatan Sub. Kor. Diklat dan Litbang
Analis Pengembangan Kompetensi Ahli Muda
No Hp 08122711704
OngRosyadi
Instagram ongrosyadi
Google Scholar ID F5mmdVsAAAAJ&hl
ORCID ID 0000-0002-7493-9219
NIRA PPNI 33020520468
Riwayat Pendidikan & Pekerjaan
PENDIDIKAN PEKERJAAN

SDN Banteran 2 lulus 1989 Perawat Pelaksana IGD Kontrak Karya 1996
Perawat Pelaksana IGD CPNS 1997
SMPN 1 Wangon lulus 1992
Wa. Ka. Instalasi Gawat Darurat 2004
SPK Purwokerto Far Class Cilacap lulus 1995
Ka. Ruang Rawat Darurat (RRD) 2005
Akper Muhammadiyah Purwokerto lulus 2000 Ka. Ruang Melati 2006
S1 Ners FKKMK Universitas Gadjah Mada Kasi Diklat 2008
Yogyakarta lulus 2004 Kasubag Diklat dan Litbang
S2 Magister Keperawatan Universitas Sub Kordinator Diklat dan Litbang 2021
Muhammadiyah Yogyakarta lulus 2019
Analis Pengembangan Kompetensi ASN Ahli Muda 2021
Bahasan Transkultural dalam Praktik
Keperawatan
Pengertian Transkultural
Karakteristik Budaya
Karakteristik Budaya Kesehatan Keluarga di Indonesia
Keperawatan Transkultural
Kompetensi budaya yang harus dimiliki oleh perawat
Penerapan Transkultural dalam praktik keperawatan
Latar Belakang
Saat ini, kehidupan kita dibentuk oleh berbagai sosial global, sosial-ekonomi, epidemiologi, dan
tantangan lingkungan.
Ini juga memiliki implikasi mendalam bagi kesehatan penduduk dan pemberian asuhan
perawatan.
Pada saat dunia telah menjadi "tempat yang jauh lebih kecil", saling ketergantungan dan
kolaborasi antar negara menjadi semakin penting dalam mengelola konsekuensi dari konteks
sosial yang selalu berubah.
Latar Belakang
Sebagai kelompok profesional kesehatan terbesar dalam sistem kesehatan, perawat memainkan
peran penting dalam mengatasi tantangan kesehatan global dan kesenjangan kesehatan terkait,
khususnya dalam konteks budaya.
Ini menantang keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai profesional untuk
mengembangkan budaya dan kesehatan global yang sesuai kompetensi dan menanggapi secara
efektif tantangan yang ditimbulkan oleh proses globalisasi dan migrasi.
Globalisasi
Serangkaian proses global yang mengintensifkan saling berhubungan sifat interaksi manusia
lintas ekonomi, politik, budaya, dan bidang lingkungan.
Pengertian Transkultural
Transkultural : Lintas Budaya
Transkultural mengandung arti lintas
budaya dimana budaya yang satu
dapat mempengaruhi budaya yang
lain.
Budaya ? Ciri khas suatu kelompok
yang membedakan antara kelompok
yang satu dengan yang lain.
Tujuan penggunaan keperawatan
transkultural
Mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal.
Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh
kelompok lain, seperti bahasa.
Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir
oleh semua kultur seperti budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh
dapat membuat tubuh sehat (Leininger, 1978).
Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami
landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi
kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui 3 strategi
utama intervensi, yaitu mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.
Perspektif transkultural dalam
keperawatan
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk
tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi)
imungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat
dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory,
grand theory, midle range theory dan practice theory.
Perspektif transkultural dalam
keperawatan
Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing
Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman
tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien.
Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Perspektif transkultural dalam
keperawatan
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan.
Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi.
Cultural shock Penyimpangan yang terjadi akibat respon terhadap transisi/perubahan dari
setting budaya yang satu ke setting budaya yang lain.
Ekspresi dari Cultural shock bisa berupa silence dan immobility sampai agitasi, marah-marah
dan mengamuk Contoh: pasien masuk ke hospital dan harus beradaptasi terhadap situasi
hospital yang asing
Budaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat atau
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sulit diubah.
Budaya merupakan salah satu perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia
yang bersifat sosial. Pola kehidupan yang berlangsung lama, diulang terus menerus merupakan
internalisasi dari nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter pola pikir, pola interaksi
perilaku yang memiliki pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan
Pengertian kebudayaan
Kebudayaan suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara
belajar dalam rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1986).
Kebudayaan itu ada tiga wujudnya,
yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma,
peraturan dsb. Merupakan wujud ideal dari kebudayaan, Sifatnya abstrak, tak dapat diraba
atau difoto. Letaknya ada di dalm pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan
bersangkutan itu hidup. Dikenal dengan adat istiadat atau sering berada dalam karangan
dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan, Saat ini
kebudayaan ideal banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu
komputer, silinder dan pita komputer.
Kebudayaan itu ada tiga wujudnya,
yaitu:
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat, disebut juga sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia-manusia yanbg berinteraksi, berhubungan, bergaul yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sistem sosial itu bersifat konkret terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa
diobservasi, difoto dan didokumentasi.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan fisik,
dan tak memerlukan banyak penjelasan. Merupakan seluruh total dari hasil fisik dari
aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret,
atau berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya
manusia seperti Candi, komputer, pabrik baja, kapal, batik sampai kancing baju dsb.
Karakteristik Budaya
Budaya dipelajari dan diajarkan. - Ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Seseorang tidak dilahirkan dengan konsep budaya tetapi belajar melalui sosialisasi
Budaya dibagi. – Berbagi praktik-praktik umum memberi kelompok bagian darinya identitas
budaya.
Budaya bersifat sosial. – Budaya berkembang di dalam dan dikomunikasikan oleh sekelompok
orang.
Budaya bersifat dinamis, adaptif, dan selalu berubah – Adaptasi memungkinkan kelompok
budaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan perubahan. Perubahan budaya terjadi
secara perlahan dan sebagai respons terhadap kebutuhan dari grup.
UNSUR BUDAYA
Material
– Berupa objek. Mis: Pakaian, Makanan
Non-Material
– Kepercayaan
– Kebiasaan
– Bahasa
Budaya
Budaya menggambarkan cara seseorang mempersepsikan sesuatu, bertingkah laku, dan
menilai sesuatu yang ada di sekitar mereka
Budaya menentukan perilaku kesehatan seseorang
Untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan berkualitas pada keluarga, perawat
harus memahami budaya keluarga
Hati-hati dengan ethnocentrism dan stereotipe
 Etnosentris Merasa budayanya yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain
 Streotyping Mengasumsikan bahwa seluruh anggota-anggota sebuah budaya/grup etnik mirip/sama
Karakteristik Budaya Kesehatan
Keluarga di Indonesia
Karakteristik Budaya Kesehatan
Keluarga di Indonesia
Budaya Jawa
Budaya Sunda
Budaya Batak
Budaya Flores
Budaya Jawa
Orang Jawa melihat sehat sebagai kondisi yang seimbang antara dunia fisik dan dunia batin.
Bahkan bagi orang Jawa, semua konsep sehat manusia itu berakar pada batin. Jika batin berkehendak,
maka raga/badan akan sehat juga.
Sehat dalam konteks fisik berarti “waras“. Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan sosialnya
sehari–hari, misal ia masih mampu bekerja di ladang atau sawah, dan selalu bergairahuntuk bekerja.
Maka itu berarti ia juga memiliki gairah hidup yang tinggi. Hal inilah yang disebut sebagai sehat. Dan bagi
orang Jawa, ukuran sehat untuk anak-anak adalah apabila si anak tetap makan dengan lahap dan selalu
bergairah untuk bermain.
Dalam proses keperawatannya, orang Jawa memiliki seseorang yang menjadi penyembuh atau staf
kesehatan yang disebut sebagai dukun.
Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam mengobati penyakit melalui
“Japa Mantera “, yakni doa yang diberikan oleh dukun kepada pasien.
Budaya Jawa
Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing–
masing :
Dukun bayi: khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan bayi , dan orang yang hendak melahirkan.
Dukun pijat/tulang: menangani orang yang sakit terkilir, patah tulang, jatuh atau salah urat.
Dukun klenik : menangani orang yang terkena guna-guna atau orang Jawa biasa menyebutnya
dengan “digawe uwong”.
Dukun mantra: menangani orang yang terkena penyakit karena kemasukan roh halus.
Dukun hewan: orang yang khusus mengobati hewan.
Budaya Jawa
Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat Jawa yang tidak terlepas dari tumbuhan
serta buah–buahan yang bersifat alami. Cara pengobatan itu diantaranya adalah:
Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi.
Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara diparut, lalu parutan itu diperas untuk
kemudian airnya diminum 2 kali sehari sebanyak satu sendok makan. Larutan itu dapat ditambah
sedikit gula batu, serta dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan.
Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis B.
Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Caranya adalah dengan dikeringkan terlebih
dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya.
Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam panas, dan penambah nafsu makan.
Jagung muda untuk menyembuhkan penyakit cacar dengan cara dioleskan dibagian yang terkena cacar
Budaya Jawa
Daun sirih untuk membersihkan area kewanitaan
Lidah buaya untuk kesuburan rambut.
Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal–gatal.
Mandi air garam untuk menghilangkan sawan.
Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza.
Jahe untuk menurunkan demam atau panas. Jahe itu biasanya diseduh ataupun diparut dan
ditempelkan di ibu jari kaki.
Air kelapa hijau bersama dengan daging buahnya, lalu diminum dengan madu.
Budaya Sunda
Bagi orang Sunda, konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja, tetapi juga bersifat
sosial budaya.
Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat Sunda adalah muriang untuk demam, nyerisirah
untuk sakit kepala, gohgoy untuk batuk, dan salesma untuk pilek/flu. Penyebab sakit umumnya
karena lingkungan, kecuali batuk yang juga disebabkan kuman.
Masyarakat tradisional Sunda umumnya melakukan pencegahan penyakit dengan menghindari
penyebabnya. Untuk memberikan pertolongan pertama pada penyakit itu, mereka akan
menggunakan obat yang berasal dari warung obat di desa tersebut, atau menggunakan berbagai
obat tradisional.
Budaya Sunda
Dalam sejumlah penelitian Antropologis, masyarakat Sunda menganggap konsep sehat sebagai
sebuah kondisi ketika mereka bisa makan dan tetap terasa enak, walaupun dengan lauk seadanya.
Ketika mereka dapat tidur nyenyak serta tidak ada yang dikeluhkanpun juga dianggap sebagai kondisi
sehat. Sementara itu, sakit adalah ketika badan mereka terasa sakit, panas atau makan terasa pahit.
Dalam bahasa sunda orang sehat disebut cageur, sedangkan orang sakit disebut gering.
Bagi orang Sunda, ada perbedaan yang cukup terasa antara sakit ringan dan sakit berat. Orang akan
disebut sakit ringan apabila masih dapat berjalan kaki atau masih dapat bekerja. Orang yang masih
dapat makan atau minum pun juga dapat sembuh ketika ia minum obat atau obat tradisional yang
dibeli di warung. Sementara itu, orang akan disebut sakit berat, apabila badan terasa lemas, tidak
dapat melakukan kegiatan sehari–hari, sulit tidur, dan berat badan mereka menurun.
Konsep sakit ringan, serta sakit berat, bagi orang Sunda bertitik tolak pada keadaan fisik penderita
ketika melakukan kegiatan sehari–hari. Berikut adalah sejumlah contoh tentang bagaimana proses
keperawatan dilakukan oleh orang Sunda, yang bersumber dari pengetahuan lokal mereka.
Budaya Sunda
Sakit Kepala  Keluhan sakit kepala dibedakan antara nyeri kepala (bahasa sunda=rieut atau
nyeri sirah, kepala terasa berputar/pusing/bahasa sunda=lieur), dan sakit kepala sebelah/migran
(bahasa sunda=rieut jangar). Penyebab sakit kepala adalah dengan menghindari terkena sinar
matahari langsung, dan jangan banyak pikiran.
Sakit Demam  Demam disebut orang Sunda dengan muriang atau panas tiris. Mereka
mencegahnya dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap, makan teratur, olahraga cukup,
tidur cukup, ataupun minum cukup. Jika badan masih terasa panas atau berkeringat, jangan
langsung mandi, serta jangan sampai kehujanan. Orang Sunda juga percaya bahwa dengan
makan banyak sayuran atau buah, penyakit demam bisa dicegah. Orang Sunda biasanya
melakukan pengobatan secara mandiri dengan obat tradisional yang bersumber dari
pengetahuan lokal mereka, seperti mengkompres badan dengan tumbukan daun melinjo, daun
cabe, atau daun singkong.
Budaya Sunda
Keluhan Batuk  Keluhan batuk ini ada bermacam-macam. Orang Sunda biasa menyebut bantuk biasa
dengan gohgoy. Lalu ada batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut, serta
batuk yang terus menerus dengan suara melengking, orang Sunda menyebutnya dengan batuk
bangkong. Berbagai gejala yang terjadi karena penyakit ini adalah tenggorokan gatal , terkadang hidung
terasa rapat, serta kepala terasa sakit. Orang Sunda melihat bahwa batuk TBC disebabkan oleh orang
yang batuk itu memang menderita penyakit TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong
disebabkan karena menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan. Alergi terhadap salah
satu makanan juga bisa menjadi penyebab. Termasuk karena memakan makanan basi, masuk angin,
makan makanan yang digoreng dengan minyak yang kurang baik, atau tersedak makanan yang biasa
disebut dengan kesele.Orang Sunda mencegah penyakit ini dengan menjaga badan tetap sehat, tidak
kedinganan, tida makan makanan basi, tidak kebanyakan minum es, menghindari makanan yang
merangsang tenggorokan, atau menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Umumnya
masyarakat tradisional Sunda melakukan pengobatan batuk dengan cara membeli obat yang bisa
ditemui di warung, atau meminum air perasan jeruk nipis dicampur kecap ,daun sirih 5 lembar diseduh
dengan air hangat setengah gelas atau rebusan jahe dengan gula merah.
Budaya Sunda
Sakit Pilek  Keluhan pilek ringan ini biasa disebut oleh orang Sunda dengan salesma. Ini adalah
sebuah kondisi hidung tersumbat atau berair. Salesma juga merupakan kondisi pilek berat, yaitu
pilek yang disertai sakit kepala dan demam. Saat kondisi ini terjadi badan pun akan terasa pegal
dan tenggorokan kering . Penyebab pilek adalah kehujanan menghisap debu kotor, menghisap
asap rokok, serta menghisap air. Untuk mencegah penyakit ini, orang Sunda memiliki
pengetahuan tradisional bahwa janga sampai kita kehujanan. Selain itu kalau badan berkeringat
jangan langsung mandi. Kemudian apabila muka terasa panas, atau dalam bahasa sunda nya
disebut ksinghareab, jangan langsung mandi lalu minum obat. Saat kondisi ini terjadi, seseorang
juga harus banyak minum air dan istirahat. Untuk mengobati penyakit ini, secara tradisional
orang Sunda memiliki pengetahuan yaitu dengan membeli obat di warung. Selain itu juga dapat
menggunakan obat tradisional, yaitu minyak kelapa dioleskan di kanan dan kiri hidung.
Budaya Batak
Orang Batak melihat sakit sebagai kondisi dimana seseorang hanya berbaring. Pada masyarakat
tradisional Batak, penyembuhannya adalah dengan menggunakan sejumlah medium, iantaranya
adalah dengan menggunakan dukun, atau “ orang pintar “.
Masyarakat Batak mepercayai adanya sejumlah penyakit alamiah, diantaranya adalah sejumlah tipe
spesifik penyakit supernatural, misalnya yaitu :
•Dalam kultur Batak, dipercaya jika seseorang senang melakukan perbuatan yang tidak baik, misalnya
mengintip, maka mata seseorang itu akan bengkak. Cara mengatasi mata bengkak itu adlaah dengan
air sirih.
•Ada orang-orang yang dianggap namanya tidak cocok dengan dirinya, atau biasa disebut dengan
keberatan nama. Keberatan nama ini akan membuat orang tersebut bisa sakit, karena menanggung
nama yang terlalu berat itu. Cara mengobatinya adalah dengan mengganti nama tersebut dengan
nama yang lain. Nama yang dianggap lebih cocok dan sesuai dengan orang itu. Nama itu kemudian
itu didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga.
Budaya Batak
•Dalam budaya Batak dikenal adanya “kitab pengobatan”. Salah satu isinya adalah, “Mulajadi
Namolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda : “ Segala sesuatu yang tumbuh di atas bumi dan di
dalam air sudah ada gunanya masing – masing di dalam kehidupan sehari–hari, sebab tidak
semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya, maka gunakan tumbuhan ini
untuk kehidupan mu “ Orang Batak memilik Raja Batak yang dalam kehidupannya telah
diajarkan dan diturunkan secara turun temurun mengenai ilmu pengobatan. Tradisi yang ada
dalam kehidupan Raja Batak itu juga telah menjadi tradisi dalam kehidupan orang Batak yang
telah diperkenalkan mengenai obat-obat tradisional dari mulai kandungan hingga melahirkan.
•Untuk perawatan dalam kandungan, masyarakat Batak tradisional menggunakan salusu, yang
merupakan satu butir telur ayam kampung yang terlebih dahulu telah didoakan.
•Lalu perawatan setelah melahirkan dengan menggunakan kemiri, jeruk purut dan daun sirih.
•Untuk perawatan bayi, orang Batak akan menggunakan kemiri, biji lada putih serta iris jorango
Budaya Batak
•Perawatan dugu adalah treatment khas masyarakat Batak yang merupakan sebuah makanan
khas Batak yang dimakan saat melahirkan yang diresap dari bangun pagi. Makanan itu terdiri
dari daging ayam, kemiri dan kelapa.
•Untuk mengobati sakit mata, masyarakat Batak, menurut pesan dari Raja Batak adalah dengan
memakan biji sirintak ke dalam mata yang sakit. Setelah itu tutuplah mata dan tunggulah
beberapa saat, karena biji sirintak akan menarik seluruh penyakit yang ada di dalam mata. Biji
sirintak itu digunakan waktu 1x19 hari, supaya mata tetap sehat. Sirintak adalah tumbuhan
Batak yang dalam bahasa Indonesia berarti mencabut atau mengeluarkan Nama ramuannya ini
rupanya saa dengan tujuan dari tumbuhan ini.
•Orang Batak juga memiliki pengobatan tradisional untuk mengobati kulit yang sampai
membusuk.
Budaya Flores
Ketika menghadapi kondisi sakit, orang Flores memiliki kepercayaan lokal yang sudah lestari turun-temurun.
Mereka mempercayakan kesembuhannya pada seorang medium. Salah seorang medium yang cukup diakui
adalah Damianus Wera. Dami dikenal sebagai penyembuh alternatif yang amat unik. Damianus wera tidak
memiliki latar belakang medis. Ia bukan dokter dan buta huruf. Tetapi Dami membuka praktik layaknya
seorang dokter profesional. Dami melakukan operasi hanya menggunakan pisau.
Menurut Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien.
•Pertama, jenis penyakit nonmedis atau santet atau guna-guna. Biasanya tubuh korban diserang dengan paku,
silet , lidi , kawat, beling, jarum, benang kusut.
•Kedua, penyakit medis seperti jantung koroner, batu ginjal, tumor, kanker, dll. Bisanya Dami menyembuhkan
penyakit ini dengan operasi, serta sedot darah melalui selang.
•Ketiga, sakit psikologis misalnya: banyak utang, stress , sulit hamil, dll. Menurut Dami kunci hidup sehat itu
sebenarnya ada di pikiran yang sehat. Jika pikira kita ruwet, penuh beban dan tekanan, justru akan memicu
munculnya penyakit dalam tubuh manusia
Budaya Flores
Untuk mengatasi penyakit, Dami mempunyai 7 metode yang biasanya ia lakukan.
Berdoa Ritual ini dilakukan sebelum dan sesudah pengobatan, pasien berdoa menurut
agamanya masing-masing.
Air putih Air putih dibawa oleh masing-masing pasien dalam botol 1, liter. Air putih itu didoakan,
lalu pasien membawa air putih itu ke rumahnya masing-masing. Lalu jika air putih itu habis,
pasien harus menambahkannya dengan air yang baru.
Kapsul ajaib Ini adalah kapsul yang dibuat oleh Dami sendiri. Dami meminta pasien meminum
kapsul ajaib seperti obat biasa.
Pijat refleksi Biasanya ketika Dami memijat refleksi pasien, pasien akan menjerit kesakitan
karena rasanya seperti “ disetrum “ listrik tegangan tinggi.
Budaya Flores
Suntik, Untuk mengisi tabung dalam jarum suntik, Dami
membuat cairan obat yang diperoleh lewat doa tertentu.
Telur ayam kampung serta gelas. Telur ayam dipegang
dan diletakkan di atas kepala pasien. Selain mendeteksi
penyakit, telur ayam kampung itu juga bermanfaat untuk
mengobati penyakit serta untuk mengambil benda–benda
santet seperti jarum, benang, silet, beling, paku lewat
telur ayam.
Operasi/bedah Dami melakukan prosedur operasi atau
bedah yang bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit medis maupun non medis.
Budaya Flores
Selain itu juga ada beberapa pengobatan tradisional yang biasanya digunakan oleh orang Flores:
 Di samping itu, orang Flores juga percaya adanya sejenis kain berwarna hitam yang dipercaya dapat
menyembuhkan orang sakit panas atau demam tinggi. Kain hitam itu diselubungkan atau ditutupkan di seluruh
tubuhnya hingga tidak ada yang kelihatan lagi. Selama kain hitam itu diselubungkan, orang yang sakit panas itu
harus dibuat tetap merasa nyaman hingga panasnya berkurang
Orang Flores percaya bawang merah dapat mengobati batuk, caranya adalah dengan menghancurkan bawang
itu dengan cara dikunyah. Setelah dihancurkan bawang merah itu lalu dibungkus dengan sepotong kain.
Selanjutnya, bawang merah itu ditempelkan di tenggorokan. Cara ini baik diterapkan pada waktu sebelum tidur
malam.
Untuk mengobati mimisan, orang Floes biasanya menggunakan daun sirih. Caranya adalah dengan
menggulungnya, kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah.
Daun Pepaya yang masih muda biasanya digunakan untuk menghentikan keluarnya darah dari bagian tubuh
yang luka. Caranya adalah dengan mengunyahnya sampai halus untuk kemudian ditempelkan pada bagian yang
luka.
Keperawatan
Transkultural
Tujuan Keperawatan Transkultural
Membantu individu/keluarga dengan budaya yang berbeda-beda untuk mampu memahami
kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan dan kesehatan.
Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian asuhan keperawatan
pada individu/keluarga melalui pengkajian gaya hidup, keyakinan tentang kesehatan dan
praktikkesehatan klien.
Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitif terhadap kebutuhan klien akan
menurunkan kemungkinan stres dan konflik karena kesalahpahaman budaya.
Mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural
untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Transcultural Nursing Theory
Melalui pengamatannya, saat bekerja sebagai perawat, Madeleine Leininger mengidentifikasi kurangnya
pengetahuan budaya dan perawatan sebagai komponen yang hilang dari pemahaman perawat tentang
banyak variasi yang diperlukan perawatan rawat inap untuk mendukung kepatuhan, penyembuhan, dan
kesehatan, yang membuatnya mengembangkan teori Keperawatan Transkultural juga dikenal sebagai
Teori Perawatan Budaya.
Teori ini mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang kongruen secara budaya melalui
"tindakan atau keputusan bantuan, suportif, fasilitatif, atau memungkinkan berbasis kognitif yang
sebagian besar dibuat khusus agar sesuai dengan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan cara hidup individu,
kelompok, atau institusi.“
Fokus utama teori Leininger adalah agar asuhan keperawatan sesuai dengan atau memiliki makna yang
bermanfaat dan hasil kesehatan bagi orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda atau serupa.
Dengan ini, ia telah mengembangkan Sunrise Model (Model Matahari Terbit) dalam urutan logis untuk
menunjukkan keterkaitan konsep dalam teorinya tentang Keragaman dan Universalitas Perawatan
Budaya.
Leininger’s Transcultural Nursing
Theory
Teori Keperawatan Transkultural atau Teori Perawatan Budaya oleh Madeleine Leininger
melibatkan mengetahui dan memahami budaya yang berbeda mengenai praktik keperawatan
dan perawatan kesehatan-penyakit, keyakinan, dan nilai-nilai untuk memberikan layanan asuhan
keperawatan yang bermakna dan berkhasiat untuk nilai-nilai budaya masyarakat konteks
kesehatan-penyakit.
Ini berfokus pada fakta bahwa budaya yang berbeda memiliki perilaku peduli yang berbeda dan
nilai kesehatan dan penyakit yang berbeda, keyakinan, dan pola perilaku.
Definisi keperawatan transkultural
Pada tahun 1995, Madeleine Leininger mendefinisikan keperawatan transkultural sebagai
“Bidang studi dan praktik substantif yang berfokus pada nilai, keyakinan, dan praktik
komparatif perawatan budaya dari individu atau kelompok budaya yang sama atau berbeda
untuk memberikan praktik asuhan keperawatan yang spesifik budaya dan universal. dalam
mempromosikan kesehatan atau kesejahteraan atau untuk membantu orang menghadapi
kondisi manusia yang tidak menguntungkan, penyakit, atau kematian dengan cara yang
bermakna secara budaya.”
Konsep Utama teori keperawatan
transkultural Leininger
Transcultural Nursing Cultural and Social Structure Dimensions
Ethnonursing Environmental Context
Nursing Culture
Professional Nursing Care (Caring) Culture Care
Cultural Congruent (Nursing) Care Culture Care Diversity
Health Culture Care Universality
Human Beings
Society and Environment
Worldview
Konsep Utama teori keperawatan
transkultural Leininger
Transcultural Nursing : Keperawatan transkultural didefinisikan sebagai subbidang atau cabang
keperawatan yang dipelajari yang berfokus pada studi komparatif dan analisis budaya mengenai
praktik keperawatan dan perawatan kesehatan-penyakit, keyakinan, dan nilai-nilai untuk
memberikan layanan asuhan keperawatan yang bermakna dan manjur untuk nilai-nilai budaya
dan kesehatan mereka. konteks penyakit.
Ethnonursing : Ini adalah studi tentang keyakinan, nilai, dan praktik asuhan keperawatan yang
secara kognitif dirasakan dan diketahui oleh budaya yang ditunjuk melalui pengalaman
langsung, keyakinan, dan sistem nilai mereka (Leininger, 1979).
Nursing : Keperawatan didefinisikan sebagai profesi dan disiplin ilmu humanistik dan ilmiah yang
dipelajari yang difokuskan pada fenomena dan aktivitas perawatan manusia untuk membantu,
mendukung, memfasilitasi, atau memungkinkan individu atau kelompok untuk
mempertahankan atau mendapatkan kembali kesejahteraan (atau kesehatan) mereka dalam arti
budaya dan bermanfaat. cara, atau untuk membantu orang menghadapi cacat atau kematian.
Konsep Utama teori keperawatan
transkultural Leininger
Professional Nursing Care (Caring) : Asuhan keperawatan profesional (caring) didefinisikan sebagai
pengetahuan perawatan profesional dan keterampilan praktik yang dipelajari secara formal dan kognitif
yang diperoleh melalui lembaga pendidikan yang digunakan untuk memberikan tindakan membantu,
mendukung, memungkinkan, atau memfasilitasi kepada atau untuk individu atau kelompok lain untuk
meningkatkan kondisi kesehatan manusia. (atau kesejahteraan), kecacatan, jalan hidup, atau bekerja
dengan klien yang sekarat.
Cultural Congruent (Nursing) Care : Perawatan kongruen budaya (keperawatan) didefinisikan sebagai
tindakan atau keputusan yang berbasis kognitif, membantu, mendukung, fasilitatif, atau memungkinkan
yang dibuat khusus agar sesuai dengan individu, kelompok, atau institusional, nilai-nilai budaya,
keyakinan, dan cara hidup untuk memberikan atau mendukung pelayanan kesehatan atau kesejahteraan
yang bermakna, bermanfaat, dan memuaskan.
Health : Ini adalah keadaan sejahtera yang didefinisikan, dihargai, dan dipraktikkan secara budaya. Ini
mencerminkan kemampuan individu (atau kelompok) untuk melakukan aktivitas peran sehari-hari
mereka dalam cara hidup yang diekspresikan secara budaya, bermanfaat, dan berpola.
Konsep Utama teori keperawatan
transkultural Leininger
Human Beings : Mereka diyakini peduli dan mampu memperhatikan kebutuhan, kesejahteraan, dan
kelangsungan hidup orang lain. Leininger juga menunjukkan bahwa keperawatan sebagai ilmu yang peduli
harus fokus di luar interaksi perawat-pasien tradisional dan diad untuk memasukkan keluarga, kelompok,
komunitas, budaya total, dan institusi.
Society and Environment : Leininger tidak mendefinisikan istilah-istilah ini; dia berbicara alih-alih
pandangan dunia, struktur sosial, dan konteks lingkungan.
Worldview : Pandangan dunia adalah bagaimana orang memandang dunia, atau alam semesta, dan
membentuk "gambaran atau pendirian nilai" tentang dunia dan kehidupan mereka.
Cultural and Social Structure Dimensions : Dimensi budaya dan struktur sosial didefinisikan sebagai
melibatkan pola dan fitur dinamis dari faktor struktural dan organisasional yang saling terkait dari budaya
tertentu (subkultur atau masyarakat) yang mencakup agama, kekerabatan (sosial), politik (dan hukum),
ekonomi, pendidikan, teknologi, dan nilai-nilai budaya, faktor etnohistoris, dan bagaimana faktor-faktor ini
dapat saling terkait dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam konteks lingkungan yang
berbeda.
Konsep Utama teori keperawatan
transkultural Leininger
Environmental Context : Konteks lingkungan adalah totalitas dari suatu peristiwa, situasi, atau
pengalaman tertentu yang memberi makna pada ekspresi manusia, interpretasi, dan interaksi
sosial dalam pengaturan fisik, ekologi, sosial politik, dan/atau budaya tertentu.
Culture : Budaya dipelajari, dibagikan, dan ditransmisikan nilai, kepercayaan, norma, dan cara
hidup dari kelompok tertentu yang memandu pemikiran, keputusan, dan tindakan mereka
dengan cara yang terpola.
Culture Care : Perawatan budaya didefinisikan sebagai nilai, keyakinan, dan pola hidup yang
dipelajari dan ditransmisikan secara subyektif dan obyektif yang membantu, mendukung,
memfasilitasi, atau memungkinkan individu atau kelompok lain untuk mempertahankan
kesejahteraan, kesehatan, meningkatkan kondisi kehidupan manusia mereka, atau menangani
sakit, cacat atau kematian.
Konsep Utama teori keperawatan
transkultural Leininger
Culture Care Diversity : Keragaman perawatan budaya menunjukkan variabilitas dan/atau
perbedaan makna, pola, nilai, cara hidup, atau simbol perawatan di dalam atau di antara kolektif
yang terkait dengan ekspresi perawatan manusia yang membantu, mendukung, atau
memungkinkan.
Culture Care Universality : Universalitas perawatan budaya menunjukkan makna, pola, nilai,
cara hidup, atau simbol perawatan seragam yang umum, serupa, atau dominan yang terwujud di
antara banyak budaya dan mencerminkan cara yang membantu, mendukung, fasilitatif, atau
memungkinkan untuk membantu orang. (Leininger, 1991)
Sub Konsep teori keperawatan
transkultural Leininger
Generic (Folk or Lay) Care Systems Care ( as a noun )
Emic Care ( as a verb )
Professional Care Systems Culture Shock
Etic Cultural Imposition
Ethnohistory
Sub Konsep teori keperawatan
transkultural Leininger
Generic (Folk or Lay) Care Systems : Sistem perawatan umum (rakyat atau awam) dipelajari dan
ditransmisikan secara budaya, pengetahuan dan keterampilan asli (atau tradisional), rakyat
(berbasis rumah) yang digunakan untuk memberikan tindakan yang membantu, mendukung,
memungkinkan, atau fasilitatif terhadap atau untuk individu, kelompok, atau orang lain. institusi
dengan kebutuhan yang jelas atau diantisipasi untuk memperbaiki atau meningkatkan cara
hidup manusia, kondisi kesehatan (atau kesejahteraan), atau untuk menangani kecacatan dan
situasi kematian.
Emic : Pengetahuan diperoleh dari pengalaman langsung atau langsung dari mereka yang
pernah mengalaminya. Ini adalah pengetahuan umum atau rakyat.
Professional Care Systems : Sistem perawatan profesional didefinisikan sebagai secara formal
diajarkan, dipelajari, dan ditransmisikan perawatan profesional, kesehatan, penyakit,
kesejahteraan, dan pengetahuan terkait dan keterampilan praktik yang berlaku di lembaga
profesional, biasanya dengan personel multidisiplin untuk melayani konsumen.
Sub Konsep teori keperawatan
transkultural Leininger
Etic : Pengetahuan yang menggambarkan perspektif profesional. Ini adalah pengetahuan perawatan
profesional.
Ethnohistory : Etnohistori mencakup fakta, peristiwa, contoh, pengalaman masa lalu individu, kelompok,
budaya, dan instruksi yang terutama berpusat pada orang (etno) dan menggambarkan, menjelaskan, dan
menafsirkan cara hidup manusia dalam konteks budaya tertentu selama periode waktu yang pendek atau
panjang.
Care : Care sebagai kata benda didefinisikan sebagai fenomena abstrak dan konkret yang terkait dengan
membantu, mendukung, atau memungkinkan pengalaman atau perilaku terhadap atau untuk orang lain
dengan kebutuhan yang jelas atau diantisipasi untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi atau cara
hidup manusia.
Care : Care sebagai kata kerja didefinisikan sebagai tindakan dan kegiatan yang diarahkan untuk membantu,
mendukung, atau memungkinkan individu atau kelompok lain dengan kebutuhan yang jelas atau diantisipasi
untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi manusia atau jalan hidup atau menghadapi kematian.
Sub Konsep teori keperawatan
transkultural Leininger
Culture Shock : Guncangan budaya dapat terjadi ketika orang luar mencoba untuk memahami
atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya yang berbeda. Orang luar cenderung
mengalami perasaan tidak nyaman dan tidak berdaya dan beberapa derajat disorientasi karena
perbedaan nilai budaya, kepercayaan, dan praktik. Guncangan budaya dapat menyebabkan
kemarahan dan dapat dikurangi dengan mencari pengetahuan tentang budaya tersebut sebelum
bertemu dengan budaya tersebut.
Cultural Imposition : Pemaksaan budaya mengacu pada upaya orang luar, baik yang halus
maupun yang tidak begitu halus, untuk memaksakan nilai-nilai budaya, kepercayaan, perilaku
mereka sendiri pada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain. (Leininger, 1978)
Tiga mode keputusan dan tindakan
asuhan keperawatan Transkultural:
Cultural care preservation or Maintenance : Pelestarian peduli budaya disebut juga dengan pemeliharaan. Ini
termasuk tindakan dan keputusan yang membantu, mendukung, fasilitatif, atau memungkinkan profesional
yang membantu orang-orang dari budaya tertentu untuk mempertahankan dan/atau melestarikan nilai-nilai
perawatan yang relevan sehingga mereka dapat mempertahankan kesejahteraan mereka, pulih dari penyakit,
atau menghadapi cacat dan/ atau kematian.
Cultural care accommodation or Negotiation : Akomodasi perawatan budaya, juga dikenal sebagai negosiasi,
termasuk tindakan dan keputusan yang membantu, mendukung, fasilitatif, atau memungkinkan profesional
kreatif yang membantu orang dari budaya yang ditunjuk untuk beradaptasi atau bernegosiasi dengan orang lain
untuk hasil kesehatan yang bermanfaat atau memuaskan dengan penyedia perawatan profesional.
Culture care repatterning or Restructuring : Penataan ulang atau restrukturisasi perawatan budaya mencakup
tindakan dan keputusan yang membantu, mendukung, memfasilitasi, atau memungkinkan profesional yang
membantu klien menyusun ulang, mengubah, atau sangat mengubah cara hidup mereka untuk pola perawatan
kesehatan yang baru, berbeda, dan bermanfaat sambil menghormati nilai dan keyakinan budaya klien. dan
tetap memberikan cara hidup yang bermanfaat atau lebih sehat daripada sebelum perubahan dilakukan dengan
klien. (Leininger, 1991)
Sunrise Model
of Madeleine
Leininger’s
Theory
Berikut ini adalah asumsi dari teori
Madeleine Leininger:
Memahami, mengetahui, budaya yang berbeda dan mempraktekkan perawatan secara berbeda,
namun ada beberapa kesamaan tentang perawatan di antara semua budaya dunia.
Nilai, kepercayaan, dan praktik untuk perawatan yang terkait dengan budaya dibentuk oleh, dan
sering kali tertanam dalam, “pandangan dunia, bahasa, agama (atau spiritual), kekerabatan (sosial),
politik (atau hukum), pendidikan, ekonomi, teknologi, etnohistoris, dan konteks lingkungan budaya.
Sementara kepedulian manusia bersifat universal lintas budaya, kepedulian dapat ditunjukkan
melalui beragam ekspresi, tindakan, pola, gaya hidup, dan makna.
Perawatan budaya adalah sarana holistik terluas untuk mengetahui, menjelaskan, menafsirkan,
dan memprediksi fenomena asuhan keperawatan untuk memandu praktik asuhan keperawatan.
Semua budaya memiliki praktik perawatan kesehatan umum atau tradisional, bahwa praktik
profesional bervariasi antar budaya, dan bahwa akan ada kesamaan budaya dan perbedaan antara
penerima perawatan (generik) dan pengasuh profesional dalam budaya apa pun.
Berikut ini adalah asumsi dari teori
Madeleine Leininger:
Care adalah yang membedakan dalam fokus perawatan, dominan, menyatukan, dan sentral, dan sementara
penyembuhan dan penyembuhan tidak dapat terjadi secara efektif tanpa perawatan, perawatan dapat terjadi
tanpa penyembuhan.
Care dan Caring sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pertumbuhan, kesehatan,
kesejahteraan, penyembuhan, dan kemampuan mereka untuk menangani cacat dan kematian.
Keperawatan, sebagai disiplin dan profesi perawatan transkultural, memiliki tujuan utama untuk melayani
manusia di semua wilayah dunia; bahwa ketika asuhan keperawatan berbasis budaya bermanfaat dan sehat, itu
berkontribusi pada kesejahteraan klien - baik individu, kelompok, keluarga, komunitas, atau institusi - karena
mereka berfungsi dalam konteks lingkungan mereka.
Asuhan keperawatan akan kongruen secara budaya atau bermanfaat hanya jika perawat mengenal klien. Pola,
ekspresi, dan nilai budaya klien digunakan dengan cara yang tepat dan bermakna oleh perawat dengan klien.
Jika klien menerima asuhan keperawatan yang paling tidak cukup kongruen secara budaya (yaitu, kompatibel
dengan dan menghormati cara hidup klien, keyakinan, dan nilai-nilai), klien akan menunjukkan tanda-tanda stres,
ketidakpatuhan, konflik budaya, dan/atau etika. atau masalah moral.
Kesimpulan Teori Madeleine Leininger
Menurut keperawatan transkultural, asuhan keperawatan bertujuan untuk memberikan perawatan yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan praktik.

Pengetahuan budaya memainkan peran penting bagi perawat tentang bagaimana menangani pasien.
Untuk memulai, ini membantu perawat untuk menyadari bagaimana budaya dan sistem keyakinan pasien
menyediakan sumber daya untuk pengalaman mereka dengan penyakit, penderitaan, dan bahkan kematian.
Ini membantu perawat memahami dan menghormati keragaman yang sering hadir dalam beban pasien
perawat.
Ini juga membantu memperkuat komitmen perawat untuk keperawatan berdasarkan hubungan perawat-
pasien dan menekankan seluruh orang daripada melihat pasien hanya sebagai satu set gejala atau penyakit.
Akhirnya, menggunakan pengetahuan budaya untuk merawat pasien juga membantu perawat berpikiran
terbuka terhadap perawatan yang dapat dianggap non-tradisional, seperti terapi berbasis spiritual seperti
meditasi dan urapan.
Kesimpulan Teori Madeleine Leininger
Saat ini, perawat harus peka terhadap latar belakang budaya pasien mereka ketika membuat
rencana keperawatan.
Ini sangat penting karena begitu banyak budaya orang begitu integral dalam siapa mereka
sebagai individu, dan budaya itulah yang dapat sangat memengaruhi kesehatan mereka dan
reaksi mereka terhadap perawatan dan perawatan.
Dengan ini, kesadaran akan perbedaan memungkinkan perawat untuk merancang intervensi
keperawatan spesifik budaya.
Melalui teori Leininger, perawat dapat mengamati bagaimana latar belakang budaya pasien
terkait dengan kesehatan mereka dan menggunakan pengetahuan itu untuk membuat rencana
keperawatan yang akan membantu pasien menjadi sehat dengan cepat sambil tetap peka
terhadap latar belakang budayanya.
PARADIGMA TRANSKULTURAL
NURSING
Manusia

Keperawata
Sehat
n

Lingkungan
Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan
Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya
pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
Sehat
• Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat dan sakit.
• Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang
digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari.
• Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat
dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup
rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial
individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
 Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien
Kompetensi budaya yang harus dimiliki
oleh perawat
Kompetensi budaya adalah proses di mana profesional kesehatan terus berusaha untuk
mencapai kemampuan dan ketersediaan untuk bekerja secara efektif dalam konteks budaya
keluarga, individu, atau komunitas (Campinha-Bacote, 1999).
Singkatnya, kompetensi budaya adalah mekanisme yang baik untuk meminimalkan bias bawah
sadar, yaitu sangat umum pada kebanyakan orang. Bias ini mengacu pada tren, sikap, atau
stereotip yang memengaruhi pemahaman dan diwujudkan melalui tindakan dan keputusan yang
terbentuk di luar kesadaran sendiri (Boscardin, 2015).
American Nursing Association’s Panel of
Experts on Cultural Competency (2007)
Kompetensi budaya memungkinkan seseorang untuk memiliki pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan tentang beragam kelompok budaya, fakta yang memungkinkan profesional
kesehatan untuk memberikan perawatan budaya yang sesuai.
Kompetensi budaya adalah proses berkelanjutan yang melibatkan penerimaan dan
penghormatan perbedaan dan tidak membiarkan keyakinan pribadi seseorang memiliki
pengaruh yang berlebihan pada perbedaan tersebut yang memiliki visi dunia yang berbeda dari
mereka sendiri.
Kompetensi budaya mencakup keakraban dengan budaya umum, serta budaya khusus
informasi sedemikian rupa sehingga profesional tahu pertanyaan apa yang harus diajukan
Kompetensi budaya yang harus dimiliki
oleh perawat
Larry Purnell’s Model of Cultural Competence
Campinha-Bacote Cultural Competence Model
Model of Cultural Competence of Papadopoulos, Tilki, and Taylor
LARRY PURNELL’S MODEL of
CULTURAL COMPETENCE
1. General description and assets 7. Nutrition
2. Communications related to the dominant 8. Pregnancy and maternity practices
language
9. Death rituals
3. Roles and organization of the family
10. Spirituality
4. Work
11. Health care practices
5. Biocultural ecology
12. Health professionals
6. High-risk health behaviors
LARRY PURNELL’S MODEL of
CULTURAL COMPETENCE
General description and assets; aset dan tempat tinggal saat ini, alasan migrasi, politik status
pendidikan, dan pekerjaan.
Communications related to the dominant language; dialek, variasi bahasa paralel (volume,
nada suara), komunikasi non-verbal, temporalitas dalam hal masa lalu, sekarang, dan orientasi
masa depan.
Roles and organization of the family; siapa kepala keluarga, apa peran gender, yang
membentuk keluarga besar dan penerimaan gaya hidup yang berbeda, non-tradisional orientasi
seksual, pernikahan tanpa anak, dan perceraian.
Work; otonomi dan budaya apa yang terjadi di tempat kerja.
LARRY PURNELL’S MODEL of
CULTURAL COMPETENCE
Biocultural ecology; warna kulit, variasi biologis, kondisi dan variasi kesehatan dalam
metabolisme obat.
High-risk health behaviors; penggunaan tembakau, alkohol, dan obat-obatan rekreasional,
kurangnya aktivitas, kegagalan untuk menggunakan langkah-langkah keamanan seperti sabuk
pengaman dan helm, dan hubungan seksual yang tidak aman praktek.
Nutrition; mencakup makna makanan, makanan dan ritual umum, kekurangan gizi, dan praktik
diet yang berkaitan dengan promosi kesehatan.
Pregnancy and maternity practices; praktik kesuburan yang didukung budaya dan tidak isetujui,
pendapat tentang kehamilan, dan praktik preskriptif, restriktif, dan tabu terkait untuk kehamilan,
persalinan, dan nifas.
LARRY PURNELL’S MODEL of
CULTURAL COMPETENCE
Death rituals; merenungkan kematian dan eutanasia, ritual untuk mempersiapkan kematian,
praktik penguburan, dan perilaku berduka.
Spirituality; keyakinan agama formal yang berkaitan dengan iman dan afiliasi dan penggunaan
doa, praktik yang memberi makna pada kehidupan, dan sumber kekuatan individu.
Health care practices; pendekatan untuk kepercayaan dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, respon budaya kesehatan dan penyakit, praktik masyarakat, tanggung jawab
kesehatan, hambatan terhadap perawatan kesehatan, rehabilitasi, produk darah, dan donor
organ.
Health professionals; status perawatan kesehatan biomedis dan tradisional dan jenis kelamin
Pemberi pelayanan.
Bagian tengah
diagram kosong
karena kita tidak
sepenuhnya
menyadari budaya.
Garis yang tidak
teratur garis di bagian
bawah model
mewakili konsep
kesadaran budaya
non-linear, yang,
berdasarkan
pengetahuan,
keterampilan, dan
sikap kita dari domain
yang disebutkan di
atas (Purnell, 2014):
CAMPINHA-BACOTE CULTURAL
COMPETENCE MODEL
Model ini berasal dari gagasan bahwa kompetensi budaya adalah proses di mana perawatan
kesehatan profesional terus berusaha untuk mencapai kemampuan dan ketersediaan untuk
bekerja secara efektif dalam konteks budaya keluarga, individu, atau masyarakat. Proses ini
melibatkan integrasi kesadaran budaya, pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan.
Modelnya adalah berdasarkan interaksi enam konstruksi (Campinha-Bacote, 2002):
CAMPINHA-BACOTE CULTURAL
COMPETENCE MODEL
1. Cultural desire:
2. Cultural knowledge:
3. Cultural awareness:
4. Cultural skills:
5. Cultural encounters:
6. Cultural sensitivity:
CAMPINHA-BACOTE CULTURAL
COMPETENCE MODEL
Cultural desire: mengacu pada para profesional itu sendiri dalam hal keinginan mereka untuk
belajar dan memahami yang lain, serta terbuka terhadap ide-ide baru.
Cultural knowledge: dipahami sebagai pelatihan dan pencarian informasi tentang bagaimana
mendekati kesehatan dan penyakit. Singkatnya, memperoleh visi global untuk memahami
kelompok asing yang akan dilayani.
Cultural awareness: dipahami sebagai rasa hormat dan penghapusan prasangka ke arah yang
lebih baik memahami budaya yang berbeda dan lebih peka terhadap kebutuhan mereka.
CAMPINHA-BACOTE CULTURAL
COMPETENCE MODEL
Cultural skills: mengacu pada pengembangan metode untuk menangkap pandangan individu,
kekhawatiran, dll. untuk dapat mengusulkan perawatan yang tepat
Cultural encounters: invite interactions with people of diverse cultural origins in order to
understand their culture. It also includes knowing the idiosyncrasies of each culture at an
educational, cultural, and economic level.
Cultural sensitivity: essential to generate trust, acceptance, and respect, as well as facilitation
and negotiation. The development of transcultural communicative competence has also been
proposed
MODEL of CULTURAL
COMPETENCE of PAPADOPOULOS,
TILKI, and TAYLOR
1. Cultural awareness
2. Cultural knowledge
3. Cultural sensitivity
4. Cultural competence
Cultural awareness
Tahap pertama Model Kesadaran Budaya didasarkan pada kesadaran akan identitas budaya
kitauntuk memahami warisan budaya kita dan orang lain, berdasarkan nilai dan keyakinan kita,
dan bagaimana ini mempengaruhi kesehatan dan praktik kesehatan individu.
Nilai dan keyakinan ini memandu keputusan dan penilaian dan dipengaruhi oleh usia dini, baik
oleh keluarga maupun sosial lingkungan, dan memungkinkan kita untuk mempertimbangkan
risiko etnosentrisme dan stereotip dan mereka hubungannya dengan diskriminasi.
Cultural knowledge
Pengetahuan budaya tahap kedua dapat diperoleh dengan berbagai cara, seperti melalui disiplin
ilmu, termasuk antropologi, psikologi, sosiologi, kedokteran, dan keperawatan.
Cara lainnya adalah melalui kontak khusus dengan orang-orang dari kelompok etnis yang
berbeda, yang memungkinkan kita untuk mendapatkan kesadaran tentang bagaimana orang
menafsirkan kesehatan/penyakit melalui keyakinan dan praktik mereka, dan strategi mereka
untuk mengatasinya. Selain itu, hubungan antara sudut pandang pribadi dan ketidaksetaraan
struktural yang terbentuk.
Cultural sensitivity
Kepekaan budaya membutuhkan pemahaman bagaimana profesional kesehatan melihat orang-
orang yang mereka rawat; Oleh karena itu, hubungan interpersonal yang memadai harus akan
didirikan dengan mereka.
Perlakuan harus antara sederajat, melalui kepercayaan, penerimaan, dan rasa hormat, serta
fasilitasi dan negosiasi, untuk menunjukkan bahwa perawatan yang peka secara budaya adalah
sedang dicapai
Cultural competence
Kompetensi budaya merupakan sintesis dari kesadaran budaya, budaya pengetahuan, dan
kepekaan budaya diperlukan; oleh karena itu, tahap ini dapat dianggap sebagai proses dan
produk dari pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama pribadi dan profesional
hidup, memungkinkan kita untuk menilai kebutuhan dan membuat diagnosis untuk memberikan
perawatan bagi orang-orang yang kita layani.
Kasus 1
Zafiro adalah seorang gadis berusia 23 tahun yang memutuskan untuk mengikuti pola makan vegan. Dia menjelaskan
keyakinannya dan alasan kepada orang tua dan teman-temannya dan mereka mendukungnya, meskipun mereka
merekomendasikannya untuk kunjungi praktisi perawat untuk mendapatkan beberapa tips tentang fakta nutrisi.
Zafiro hanya makan makanan ramah lingkungan dan tidak menggunakan produk yang telah diuji sebelumnya pada
hewan. Dia sangat percaya bahwa tidak ada kehidupan hewan yang harus terancam untuk meningkatkan kehidupan
manusia, dan dia juga berpikir bahwa “kita” adalah apa yang kita makan.”
Ketika dia mengunjungi seorang praktisi perawat, dia tidak menerima umpan balik yang baik. Perawat memperkenalkan
dirinya, duduk di sebelahnya, dan bertanya padanya “apa yang membawamu ke sini?” Perawat mengubahnya ekspresi
selama percakapan dan tampak seolah-olah dia tidak peduli. Dia memberi tahu Zafiro, “Jika kamu telah memutuskan
untuk mengikuti diet ini untuk menurunkan berat badan, Anda harus tahu ada yang lebih seimbang pilihan."
Zafiro terkejut karena dia tidak mengatakan apa-apa tentang menurunkan berat badan. Zafiro memberitahu perawat
bahwa ini hanya masalah keyakinan pribadi.
Perawat memberitahunya, “Ayo! Kami berada di abad ke-21, dan kita tidak perlu kembali ke gua. Anda harus makan
daging dan ikan setiap hari jika Anda ingin tetap sehat; hal veganisme ini adalah tren yang bodoh.”
Tinjau Pertanyaan
1. Masalah apa yang dapat Anda identifikasi? Mengapa?
2. Intervensi apa yang dibutuhkan? Mengapa?
3. Menurut Anda apa yang harus ditingkatkan oleh perawat? Mengapa? Bagaimana dia bisa
melakukannya?
4. Apakah perawat memberikan asuhan Kompetensi Budaya yang tepat? Mengapa?
Kasus 2
Miquel adalah seorang perawat di unit perawatan intensif sebuah rumah sakit besar di Tarragona. Selama shift-
nya, Ashma, seorang wanita Muslim berusia 38 tahun dengan kondisi yang sangat serius dan membutuhkan enteral
nutrisi, dirawat di ICU.
Keluarga sangat terpengaruh dan menderita karena mereka tidak tahu apakah dia akan bertahan. Mereka
berbicara bahasa Catalan dengan fasih dan suaminya bertanya apa makanannya, sedang diberikan dengan lewat
NGT (sonde). Dia sangat gelisah. Miquel bertanya kepadanya apa yang salah dengannya, dan dia mengatakan
kepadanya bahwa dia khawatir bahwa mungkin ada daging babi dalam makanan buatan.
Miquel menyuruhnya saat ini jangan fanatik terhadap ajaran agama, karena yang terpenting adalah
menyelamatkan nyawa Ashma. Suami menjadi marah dan meminta Miquel untuk memikirkan pentingnya
memberikan perawatan yang kompeten secara budaya.
Beberapa beberapa hari sebelumnya, Miquel setengah membaca dokumen yang berbicara tentang model Purnell
dan tidak menyelesaikannya karena dia tidak menganggapnya penting. Sekarang, dia mengingatnya dan berpikir itu
bisa membantunya. Keesokan harinya, dia menyelesaikan masalah dengan suaminya, dan mereka berdua merasa
jauh lebih baik. Karena dari pengalaman ini, dia memutuskan untuk mengadakan sesi pelatihan untuk seluruh tim.
Tinjau Pertanyaan
1. Masalah apa yang dapat Anda identifikasi? Mengapa?
2. Intervensi apa yang dibutuhkan? Mengapa?
3. Menurut Anda apa yang harus ditingkatkan oleh perawat? Mengapa? Bagaimana dia bisa
melakukannya?
4. Apakah perawat memberikan asuhan Kompetensi Budaya yang tepat? Mengapa?
Kasus 3
Bertha adalah wanita Peru berusia 39 tahun yang telah hidup dengan HIV selama 3 tahun. Dia sekarang
tinggal di sebuah desa di Castellón, meskipun dia selalu tinggal di Barcelona.
Hari ini, dia mengunjunginya perawat pusat perawatan primer untuk memeriksa dietnya. Ini adalah pertama
kalinya dia berada di sana dan ketika dia memberi tahu perawat, Rosa, tentang situasi serologisnya, dia
menjawab dengan sedikit jijik: “Yah, kamu sudah tahu bahwa orang Latin sangat seksual. Itu normal bahwa
Anda telah terinfeksi. ”
Bertha merasa terluka. Dia tidak mengerti komentarnya dan juga melihat bagaimana Rosa membersihkan
meja dan kursi ketika dia bangun untuk pergi. Selain itu, Rosa mengatakan kepadanya bahwa lain kali dia
datang, dia harus pesan jam terakhir hari itu agar tidak bercampur dengan pasien lain.
Rosa mengomentari situasi dengan seorang rekan, dan dia mengatakan kepadanya bahwa apa yang dia
lakukan adalah diskriminatif dan menstigmatisasi. Seorang rekan mengundang Rosa untuk berlatih.
Bagaimana seharusnya Rosa bekerja untuk meningkatkan kompetensi budayanya? Bagaimana Anda
menjelaskan konten dengan cara yang jelas dan patut dicontoh? Tugas pendidikan apa yang datang untuk
diingat, dan mengapa?
Tinjau Pertanyaan
1. Masalah apa yang dapat Anda identifikasi? Mengapa?
2. Intervensi apa yang dibutuhkan? Mengapa?
3. Menurut Anda apa yang harus ditingkatkan oleh perawat? Mengapa? Bagaimana dia bisa
melakukannya?
4. Apakah perawat memberikan asuhan Kompetensi Budaya yang tepat? Mengapa?
Penerapan Transkultural dalam praktik
keperawatan
Proses keperawatan Transcultural Nursing
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model).
Geisser (1991)menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Proses Keperawatan Transcultural
Nursing
Pengkajian

Diagnosis
Evaluasi
Keperawatan

Pelaksanaan Perencanaan
Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
◦ Faktor teknologi
◦ Faktor agama dan falsafah hidup
◦ Faktor sosial dan keterikatan keluarga
◦ Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
◦ Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
◦ Faktor ekonomi
◦ Faktor pendidikan
Pengkajian
Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan
kesehatan saat ini.
Pengkajian
Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya.
Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas
segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit,
cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Pengkajian
Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
Pengkajian
Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang
dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit,
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
Pengkajian
Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995).
Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
Pengkajian
Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
Pengkajian
Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini.
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah
yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
- jangan menggunakan asumsi
- jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang pelit, orang jawa halus
- menerima dan memahami metode komunikasi
- menghargai perbedaan individual
- mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu
- tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien
- menyediakn ptivacy terkait kebutuhan pribadi
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah,
diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan Pelaksanaan
Cultural care preservation/maintenance/ Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan
yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
Perencanaan dan Pelaksanaan
Cultural careaccomodation/negotiation /Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan
yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan
biomedis, pandangan klien dan standar etik
Perencanaan dan Pelaksanaan
Cultual care repartening/reconstruction /Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok.
Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
 Gunakan pihak ketiga bila perlu
 Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
 Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami
budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
 Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
klien.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai