Anda di halaman 1dari 27

DESENTRALISASI:

Politik Lokal di Bawah


Pola Pengaturan Desentralistik

BY : TEAM TEACHING
(Tampusu, 1 Oktober 2015)
ASAS -2 PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN
 Sentralisasi : Pemusatan kekuasaan di satu
badan
 Desentralisasi : Pendistribusian kekuasaan

kepada pejabat-2 daerah.


 Konsentrasi : Pemusatan Kekuasaan di satu

tangan (urusan-2 tertentu)


 Dekonsentrasi : Pendistribusian kewenangan
 Vrij Bestuur : (Kewenangan pusat di daerah di

luar asas-asas diatas) – Kantor Pos.


DESENTRALISASI
WHAT IS THAT ?
 Desentralisasi : Pendelegasian Kewenangan
 Kekuasaan itu Harus dibagi-2 / tidak boleh

terpusat. (Lord Acton)


 Desentralisasi berarti pengurangan kontrol

kesentralan perencanaan pembangunan oleh


pusat dengan adanya pendelegasian kewenangan
yang lebih besar pada daerah. Sehingga Daerah
akan memiliki sensitifitas lebih tinggi pada
masalah yang terjadi didaerahnya, Meningkatkan
partisipasi politik, sosial, ekonomi masyarakat,
Apakah desentralisasi bisa meningkatkan
stabilitas nasional dan kesatuan ? (Rondinelli)
Alasan Memudarnya “pemihakan”
pada sentralisasi (Mawhood)
 Salahsatu alasan kenapa sentralisme
ditinggalkan adalahPemerintahan
sentralistik dinilai tidak mampu
memahami secara cepat nilai-nilai
daerah atau sentimen dan aspirasi
daerah  masyarakat merasa lebih
aman dan tenteram dengan badan
pemerintah lokal yang lebih dekat
kepada mereka baik secara fisik
maupun psikologis.
Lanjutan..
 Sentralisasi telah gagal
 Ekonomi naik tapi hanya dirasakan segelintir

orang
 Kebijakan hanya untuk menyenangkan negara

pendonor
 Tidak memperhatkan kondisi objektif dalam

negeri
Munculnya Gejala Desentralisasi Secara Global
1. Mulai dijalankannya sistem politik banyak partai di Afrika
2. Semakin mendalamnya demokratisasi di Amerika Latin
3. Transisi dari ekonomi terpimpin ke ekonomi pasar di Eropa
Timur dan bekas negara-negara Uni Soviet
4. Perlunya memperbaiki penyebarluasan pelayanan lokal
kepada sebagian besar penduduk di negara-negara Asia yang
terpusat (termasuk Indonesia)
5. Persoalan keberagaman etnis dan geografis di Asia serta
ketegangan etnis di negara-negara lain (Bosnia &
Herzegovina, Eithopia, Rusia)
6. Kenyataan umum & sederhana bahwa pemerintahan pusat
seringkali gagal menyediakan pelayanan publik yang efektif
7. Perlu adanya growth with equality
8. Manusia adalah pusat yg harus di bangun bukannya ekonomi
atau teknologi.
BUT….. !!

Pergeseran dari sentralisasi pemerintahan ke


desentralisasi pemerintahan tidaklah sama
artinya dengan peralihan dari pemerintah
otoriter ke pemerintah demokratis, dan juga
tidak dengan sendirinya menyiratkan
pergeseran dari negara kuat beralih ke civil
society yang kuat  melemahnya negara
pusat tidak secara otomatis menghasilkan
demokrasi berlebih pada tingkat lokal.
Mengapa Desentralisasi ?
 Rodinelli :
 BC Smith :
 Keith Griffin :
 George Terry :
 Inhett Veld :
 Mariun :
Aliran Desentralisasi
 Aliran Anglo Saxon
 Aliran Kontinental
Aliran Anglo Saxon :
 Batasan PBB :
“ Desentralisasi adalah penyerahan
kewenangan atau transfer wewenang dari
pemerintah pusat baik kepada pejabat-2
pemerintah pusat di daerah = Dekonsentrasi,
& kepada Badan-2 otonom daerah =
Devolusi”.
Lanjut aliran Anglo Saxon…
 Pada dekonsentrasi, departemen pusat melimpahkan
wewenang dan tanggung jawab bidang tertentu kepda
pejabat yang bertindak sebagai wakil departemen pusat
untuk melaksanakan fungsi atau bidang tugas tertentu
yang bersifat adiministratif tana menerima penyerahan
kekuasaan sepenuhnya. Tanggung jawab tetap pada
departemen pusat.
 Pada devolusi, sebagian kekuasaan di serahkan kepada

badan politik di daerah yangdiikuti penyerahan


kekuasaan kewenangan sepenuhnya untuk mengambil
keputusan secara politis maupun administratif. Intinya
adalah penyerahan riil berupa fungsi dan kekuasaan,
bukan hanya sekedar pelimpahan .
Lanjut aliran Anglo Saxon …
 Carolie Bryant : konsekuensi dari penyerahan
wewenang dalam pengambilan keputsan dan
pengawasan kepda badan-2 otonomi daerah
adalah untuk :
1. memberdayakan kemampuan lokal
2. mengembangkan kemampuan otoritas lokal.
3. meningkatkan partisipasi elit lokal dan warga
masyarakat.
4. sedangkan bagi pemerintah pusat akan
mendapatkan respek dan kepercayaan =
legitimasi
Aliran Kontinental
 Para ahli Indonesia masuk aliran ini.
 Tresna : membedakan desentralisasi :
1. Desentralisasi Jabatan :
pemberian kekuasaan dari atas kebawah
dalam rangka pelancaran pekerjaan semata.
2. Desentralisasi Ketatanegaraan : pemberian
kekuasaan untuk mengatur bagi daerah
didalam lingkungannya guna mewujudkan
asas demokrasi dalam pemerintahan
negara. (teritorial & fungsional)
Lanjutan aliran kontinental…
 Amrah Muslimin :
1. Desentralisasi Politik : pelimpahan kewenangan dari
pemerintah pusat yang menimbulkan hak mengatur dan
mengurus kepentingan rumah tangga sendiri bagi badan
politik di daerah-2 yang dipilih oleh rakyat dalam daerah
tertentu untuk mengurus satu macam atau beberapa
kepentingan tertentu dalam masyarakat.
2. Desentralisasi Fungsional : pendelegasian fungsi-fungsi
pemerintah pusat kepada daerah otonom
3. Desentralisasi Kebudayaan : pemberian hak pada golongan
minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan
kebudayaan sendiri (mengatur pendidikan dan agama). Di
kebanyakan negara kewenangan ini di berikan kepda
kedutaan asing untuk menyelenggarakan pendidikan bagi
warga negaranya.
Lanjutan aliran kontinental..
 M. Koesoemah Atmadja :
Desentralisasi ketatanegaraan adalah
pelimpahan kekuasaan pemerintah dari pusat
kepada daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri (daerah otonom), selain itu
desentralisasi adalah sistem untuk
mewujudkan demokrasi yang memberi
kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta
dalam penyelenggaraan pemerinthan dan
pembangunan
Lanjutan aliran kontinental…
 The Liang Gie :
Desentralisasi adalah pelimpahan weweang
dari pemerintah pusat kepda satuan
organisasi pemerintah untuk
menyelenggarakan segenap kepentingan
setempat dari sekelompok penduduk yang
mendiami suatu wilayah.
Kesimpulan Desentralisasi :
“ Desentralisasi pada dasarnya adalah suatu
proses transfer penyerahan sebahagian
wewenang dan tanggung jawab dari urusan
yang semula adalah urusan pemerintah pusat
kepada badan atau lembaga pemerintah
daerah agar menjadi urusan rumah
tangganya. Sehinga urusan tersebut beralih
kepada daerah dan menjadi wewenang dan
tanggungjawab pemerintah daerah.”
Perjalanan Politik Desentralisasi di Indonesia

Politik Lokal Indonesia di Bawah Pola


Pengaturan Desentralistik:
1. Pra- Kemerdekaan
2. Pasca Kemerdekaan
3. Pasca Orde Baru
Karakter Politik Lokal Indonesia di Bawah Pola Pengaturan Desentralistik: Pra-
Kemerdekaan

 Undang-undang pertama desentralisasi sudah


ada sejak seratus tahun lalu: Desentralisasi wet
1903  nyaris tidak mencantumkan sama sekali
soal otonomi
 Undang-undang desentralisasi tahun 1922 
dibentuk provinsi-provinsi baru dengan
tingkatan setara daerah otonom.

(Karakter desentralisasi yang diterapkan


pemerintah kolonial sama sekali tidak berkaitan
dengan demokratisasi dan sangat sedikit
bersinggungan dengan penguatan civil society. )
Politik Lokal Indonesia di Bawah Pola Pengaturan Desentralistik:
Pasca Kemerdekaan

 UU No.1/1945 Tentang Peraturan Mengenai Kedudukan


Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) 
 UU No.1/1957 Tentang Pemerintah Daerah:
1. UU ini memberi kuasa kepada DPRD Tingkat I dan
DPRD Tingkat II untuk memilih gubernur & bupati.
Untuk pertama kalinya kekuasaan beralih dari pejabat
yang diangkat kepada politikus yang dipilih
2. Mengajak rakyat untuk berpartisipasi dalam negara

(Salah satu dampak sampingan dari diberlakukan


UU ini adalah bertambahnya jumlah provinsi dari 12 di
tahun 1950 (10 provinsi ditambah 2 daerah istimewa)
menjadi 20 provinsi di tahun 1958. )
• UU No. 5 Tahun 1974 :
1. Camat sebagai kepala wilayah
Karakter Politik Lokal Indonesia di Bawah Pola
Pengaturan Desentralistik: Pasca Orde Baru
 UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah:
1. Menetapkan bagi pemerintah pusat hanya tugas-tugas pokok
seperti pertahanan, peradilan, hubungan luar negeri, sistem
moneter dan fiskal, serta memindahkan sebagian besar
otoritas secara langsung kepada pemerintah lokal
(kabupaten/kota)
2. Undang-undang memberikan otoritas lokal yang besar di
tingkat sub-provinsi (kabupaten/kota)  peran provinsi
diperkecil, sebagian besar dibatasi pada fungsi
antarkabupaten dan fungsi pemerintahan serta manajemen
pemerintahan pusat yang terdekonsentrasi.
3. Memberikan otonomi yang besar kepada pemerintah lokal atas
sebagian besar tugas yang paling langsung mempengaruhi
kehidupan masyarakat: pelayanan kota, pendidikan dasar dan
menengah, pelayanan kesehatan publik & pokok, pengeloaan
lingkungan, perencanaan & pembangunan ekonomi lokal.
Kesalahpahaman dan Problematika Implementasi UU No.22/1999

1. Otonomi dikaitkan semata-mata dengan uang.


2. Daerah belum siap dan belum mampu.
3. Dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan
tanggungjawabnya untuk membantu dan membina daerah.
4. Dengan otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja.
5. Otonomi daerah akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan
memindahkan korupsi ke daerah.
6. Dalam perjalanannya, hubungan eksekutif – legislative
mengalami ketegangan karena fungsi checks and balances
berubah fungsi menjadi alat untuk saling menjatuhkan
7. Ketegangan antara – daerah, yang nampak dalam hal
pembagian DAU dan dana pemekaran wilayah.
8. Ketegangan antardaerah sebagai akibat dari perbedaan SDA
(daerah kaya vs daerah miskin) dan perbedaan kualitas SDM
yang dimiliki masing-masing daerah dapat menimbulkan
kesenjangan antar daerah.
9. Akuntabilitas pejabat lokal yang masih dipertanyakan.
10. Masalah keuangan daerah, yakni menyangkut apakah masing-
masing daerah mampu menggali SDA-nya untuk menghasilkan
dana dan mampu mengelola dana tersebut.
Karakter Politik Lokal Indonesia di Bawah Pola
Pengaturan Desentralistik: Pasca Orde Baru
UU No.32/2004, beberapa persoalan yg muncul:
1. Pilkada  konflik, indepensi KPUD, regulasi ttg
pilkada yg tersebar, Manipulasi syarat administrasi,
dsb
2. Upaya “resentralisasi” dari pusat  keharusan
berkonsultasi ke atas untuk pengisian jabatan
eselon II di daerah (dengan Gubernur untuk Daerah
Kabupaten/Kota dan dengan Mendagri untuk
Daerah Provinsi). Hal yang sama juga terjadi pada
evaluasi APBD yang sudah disahkan oleh Kepala
Daerah dan DPRD oleh pejabat tingkat atasnya.
3. Isu pemekaran wilayah  menyangkut problem
indikator & manajemen transisi
Limitasi Implementasi
Desentralisasi di Indonesia

1. Persaingan menyangkut kontrol atas otoritas dan sumberdaya  dimanipulasi


dengan menggunakan simbol-simbol lokal seperti bahasa kebanggaan lokal,
identitas etnis atau regional
2. Perpindahan persoalan korupsi dari tingkat nasional ke tingkat lokal.
3. Kabupaten/kota yang tidak diberi kelimpahan kekayaan alam & bagi daerah
yang sumberdaya alamnya masih berada dibawah kendali pemerintah pusat
serta bagi kota-kota yang yang bukan merupakan pusat manufaktur atau bisnis
utama, berada dalam tekanan untuk segera bisa mendapatkan sumber-sumber
baru pemasukan lokal.
4. Konflik antara otoritas tingkat provinsi dan otoritas di bawahnya
5. Pembajakan proses desentralisasi oleh ‘predatoris lokal’.

KESIMPULAN
Proses desentralisasi di Indonesia telah dibajak oleh berbagai kepentingan
(para ‘predatoris/bandit’ lokal) yang tidak mendapatkan banyak keuntungan
dari pemerintahan lokal yang dicirikan oleh pertanggungjawaban yang lebih
besar kepada komunitas-komunitas lokal, transparansi dan sejenisnya.
UU 23 Tahun 2014 (terbaru)
 Perubahan rezim pilkada - pemilukada
Kebaikan Desentralisasi
(Rondinelli)
 Mengurangi kontrol kesentralan perencanaan
pembangunan oleh pusat dengan adanya
pendelegasian kewenangan yang lebih besar pada
daerah.
 Daerah akan memiliki sensitifitas lebih tinggi
pada masalah yang terjadi didaerahnya
 Memacu daerah lebih kreatif, inovatif, responsif
 Meningkatkan akuntabilitas birokrat dan wakil
rakyat
 Meningkatkan partisipasi politik, sosial, ekonomi
masyarakat
 Pelayanan publik efisien dan efektif
 Meningkatkan stabilitas nasional dan kesatuan

Anda mungkin juga menyukai