Anda di halaman 1dari 13

Isu gender tidak pernah terlepas dalam bidang pendidikan.

Hal ini karena


pendidikan melibatkan pelajar dengan dua jenis kelamin yang berbeda,
yakni laki-laki dan perempuan. Hal ini memunculkan stereotip dari wacana
umum, bahwa laki-laki secara nature diciptakan untuk bekerja di ranah
publik dan perempuan di sector domestik. Melalui persoalan ini, gender
telah menjelma menjadi suatu pengetahuan objektif yang diciptakan oleh
laki-laki sepanjang sejarah, sehingga tidak dipungkiri system pengetahuan
ini merambah ke sector pendidikan seperti sekolah, madrasah, dan
pesantren.

Di sinilah pendidikan memiliki peran yang mendasar dalam


mendekonstruksi pengetahuan objektif yang selama ini dikonstruksi oleh
sejarah. Pendidikan mampu menciptakan kurikulum dengan
pengarusutamaan gender sebagai upaya untuk mengintegrasikan perspektif
gender ke dalam proses perencanaan sistem pendidikan secara menyeluruh.
Corak kepemimpinan dari masing-masing institusi
pesantren, madrasah, dan sekolah—memiliki
Berbeda dengan pesantren, kepemimpinan
beberapa perbedaan.
Corak kepemimpinan yang dimiliki pesantren ialah yang ada di madrasah maupun sekolah
corak dengan adanya figur kyai. Sehingga,
mungkin kebanyakan juga pemimpinnya
kepemimpinan di pesantren, menganut pergantian
kepemimpinan dengan tradisi bahwa keluarga adalah seorang laki-laki, akan tetapi tidak

terdekat ialah sebagai calon yang kuat menjadi jarang juga kepemimpinan kepala madrasah
pengganti kepemimpinan pesantren. Adapun estafet
maupun sekolah ialah perempuan.
kepemimpinannya ialah dari-ke: pendiri-anak-
menantu-cucu-santri senior. Dengan makna bahwa
ahli waris 1 adalah anak laki-laki pendiri pondok
pesantren dengan kriteria tertentu.
Contohnya, di pesantren- Sedangkan pada sekolahan,
pesantren besar di Jawa dalam kebijakan terkait gender lebih
Kebijakan terkait gender di pembatasan hubungan gender general dan luwes. Dimana
ranah pesantren masih diterapakan secara ketat, namun tidak ada pemisahan antara
dipetakkan menjadi dua. terdapat kelonggaran dalam laki-laki dan perempuan
Yaitu ranah perempuan dan bidang pendidikan antara guru secara ketat.
pria dan wanita (ustadz dan
laki-laki. Hal ini didasarkan Selain itu, dalam konteks
ustadzah) terhadap santri. Seperti
pada hukum dalam Quran, sekolah, ada beberapa
guru pria dan wanita dapat duduk
24:30-31.Yang dimaksudkan dan berkomunikasi langsung
sekolahan yang memang
agar tidak ada kontak mata (bercengkrama) bersama di mengalami pengelompokan
secara disengaja oleh laki- dalam kantor yang sama, serta antar gender namun hal itu
laki dan perempuan dengan guru pria diperbolehkan terjadi secara organik. Sebagai
tujuan menghindari zina. mengajar santri wanita namun contoh pada Sekolah
guru wanita tidak diperbolehkan Menengah Kejuruan yang
mengajar santri pria ekosistem di dalamnya
terbentuk secara organic.
Berbeda di madrasah, Serta ada pula madrasah
madrasah ini menggunakan yang dalam
serupa media hybrid dalam perkembangannya
proses pendidikannya. berangsur-angsur
mengubah kebijakannya
Madrasah sendiri tetap dan mendekati pesantren
menerapkan pembelajaran dengan pemisahan ruang
seperti sekolah negeri pada kelas antara laki-laki dan
umumnya (jika madrasah perempuan.
negeri). Serta di struktur
organisasinya, madrasah
juga serupa sekolah, namun
dengan istilah yang berbeda
Pertama, pesantren salafi dimaknai sebagai • Pesantren Khalafi, adalah jenis pesantren yang mulai
pesantren tradisional yang tetap menerima hal-hal baru dengan tetap mempertahankan
tradisi lama yang baik. Pesantren jenis ini
mempertahankan kitab-kitab klasik serta memberikan pelajaran-pelajaran umum di madrasah
mengapresiasi budaya setempat. dan membuka sekolah-sekolah di lingkungan
pesantren. Meski begitu, Pesantren Khalafi tetap
Kedua, pesantren salafi dimaknai sebagai mempertahankan tradisi, seperti pengajaran kitab-
pesantren yang secara konsisten mengikuti kitab klasik.
ajaran ulama generasi sahabat, tabi’in, tabi’at • Sedangkan dalam Pesantren Modern, sama sekali
tabi’in yang memiliki kecenderungan pada telah meninggalkan tradisi salaf. Pesantren modern
telah meninggalkan kitab-kitab Islam klasik, namun
penafsiran teks secara normatif dan lebih menekankan pada pemahaman Bahasa Arab dan
tidak/kurang mengapresiasi budaya setempat. Inggris untuk kepentingan praktis. Pengajarannya
mirip dengan pendidikan formal pada umumnya,
pesantren salafi juga mengacu pada pengajaran namun tetap dengan corak keislaman yang khas
kitab-kitab klasik sebagai intinya.
Tradisi Ndalem

Dalam usaha konstruksi sosial gender di pesantren, peran kiai dan nyai sangat berpengaruh sekali
dalam penerapan nilai moral pondok, dan tradisi-tradisi yang berada di dalamnya salah satunya dalam
tradisi ndalem yang di praktekkan di dalam lingkungan pondok pesantren.

Dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh dalam konstruksi sosial gender di pesantren
khususnya pada tradisi ndalem ialah sebagai berikut:
- Norma dan hirarki sosial yang terdapat di pesantren seperti struktur kekuasaan yang di dominasi
oleh laki-laki yakni kiai.
- Doktrin “barokah” kiai yang akan didapatkan santri dengan cara mengabdi kepada kiai
Akses
Partisipasi

Yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas


pendidikan yang sulit dicapai dalam artian harus Aspek partisipasi, terkait dengan nilai budaya
mencapai perjalan jauh untuk bersekolah. tradisional yang meletakkan tugas utama
Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, perempuan di arena domestik, sehingga dalam
umumnya orang tua segan mengirimkan anak partisipasinya, sereingkali anak perempuan agak
perempuannya kesekolah yang jauh karena terhambat untuk memperoleh kesempatan yang
mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu luas untuk menjalani pendidikan formal.
banyak anak perempuan yang terpaksa tinggal dirumah

. yang tampak dalam kehidupan dalam sekolah interaksi guru-


guru, murid-murid saat disekolah akan menampakkkan
konstruksi gender yang terbangun selama ini. Siswa laki-laki
Manfaat dan Penguasaan selalu ditempatkan dalam posisi yang lebih menentukan,
misalnya memimpin organisasi siswa, ketua kelas, dll. Hal ini
menunjukkan kesenjangan gender muncul dalam proses
pembeloajaran disekolah.
• Pendidikan, baik struktur, kultur, maupun lembaganya, tidak terlepas dari isu
gender. Isu gender sendiri adalah permasalahan terkait dengan ketimpangan
atau ketidaksetaraan gender yang berimplikasi pada agenda diskriminatif
yang menimpa salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan.
• Menurut data Komnas Perempuan terkait dengan isu kekerasan seksual di
ranah pendidikan dalam rentang waktu 2015-2021, terdapat 67 kasus
kekerasan seksual di ranah pendidikan. Hal ini menjadi peringatan bagi kita
bahwa lingkungan pendidikan tidak pernah terlepas dari isu kekerasan
seksual. Kekerasan seksual dipengaruhi oleh relasi kuasa yang tidak
seimbang.
• Misalnya pelecehan seksual oleh oknum kyai terhadap enam santri di Pondok
Pesantren AF, di Kecamatan Belitang III, Kabupaten OKU Timur
(Tribunjateng.com, 2022), pelecehan seksual oleh dosen dari Universitas
Mulawarman (Media, 2022b), oknum guru agama yang mencabuli 13 siswi
SMP di Batang (cnnindonesia.com, 2022), dan sebagainya.
• Sedangkan dalam beberapa kebijakan dalam struktur pendidikan, isu
gender yang ada meliputi bias gender. Bentuk-bentuknya meliputi
marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban kerja.
• Sebagai upaya untuk menghilangkan bias gender dalam struktur
pendidikan, maka kurikulum dan materi ajar yang ada pada pendidikan
hendaknya mengembangkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
yang dapat menjamin dan mencerminkan akses, partisipasi, dan kontrol
yang sama bagi semua peserta didik tanpa memandang perbedaan jenis
kelamin dan perbedaan sosial
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa isu gender tidak pernah terlepas
dalam Pendidikan. Yang mana pengetahuan objektif mengenai gender mempengaruhi pada
system kurikulum maupun kebijakan-kebijakan yang ada di sektor pendidikan seperti,
sekolah, madrasah dan pesantren. Adanya ketidak setaraan gender berakibat pada
deskriminatif yang menimpa salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga
upaya dalam menghilangkan bias gender yang ada ialah dengan mengembangkan RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dapat menjamin dan mencerminkan akses,
partisipasi, dan kontrol yang sama bagi semua peserta didik tanpa memandang perbedaan
jenis kelamin dan perbedaan sosial.

Anda mungkin juga menyukai