Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan
Analisis Struktural dan Semiotik. Cetakan Kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Buku ini sudah mengalami beberapa kali cetakan dan sudah mengalami revisi, buku
ini literatur wajib dan yang lainnya adalah literatur pendamping.
KAJIAN PUISI
1. Membuka diri seluas-luasnya terhadap kehidupan ini. Yang dimaksud dengan
kegiatan tersebut ialah belajar memahami segala yang terjadi dalam kehidupan ini
tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat lahiriah melainkan juga batiniah.
Sebab sesungguhnya di balik segala peristiwa yang terjadi di sekitar kita terdapat
nilai-nilai atau hikmah yang dapat kita petik manfaatnya.
2. Memperbanyak pengetahuan dengan jalan membaca buku-buku dari berbagai ilmu
pengetahuan. Dengan kegiatan tersebut bukanlah dimaksudkan agar kita menjadi
ahli dalam sesuatu bidang ilmu pengetahuan, melainkan sekedar memperluas
pandangan atau wawasan. Yang penting dalam hal ini ialah kemampuan melihat
hubungan atau interelasi antara ilmu-ilmu pengetahuan tersebut dengan
keseluruhan hidup dan kehidupan ini; dengan kehidupan kita baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat.
3. Memperluas pengetahuan kita tentang manusia. Untuk maksud tersebut dapat
ditempuh dengan jalan mempelajari ilmu jiwa (psikology). Karena ilmu jiwa
menitikberatkan sasaran wawasannya kepada manusia, baik manusia sebagai
individu walaupun manusia sebagai anggota masyarakat.
4. Memperbanyak pengetahuan kita tentang puisi. Dengan cara mempelajari puisi
secara langsung dan tidak langsung maka wawasan kita terhadap puisi akan
semakin luas.
BAGAN MEMAHAMI PUISI (KAJIAN PUISI)
1. Mempelajari puisi.
2. Membaca berbagai cipta
sastra sebanyak-banyaknya.
BAGAN MEMAHAMI PUISI (KAJIAN PUISI)
Mempelajari puisi
1. Teori sastra.
Langsung membaca 2. Sejarah sastra.
karya sastra: puisi dan 3. Kritik sastra.
prosa 4. Resensi sastra.
5. Apresiasi sastra
BAGAN STRUKTUR INTRINSIK PUISI
1. Tema (sense).
2. Amanat, tujuan
HAKIKAT PUISI (massge, intention).
(THE NATURE 3. Rasa (feeling).
OF POETRY) 4. Nada (tone)
TENTANG SAJAK
Kepada Suardi
Pertama kepada diri sendiri hari ini kecewa tapi hari-hari muka
pusat degup jantung gembira berteman ada inti pada mata sebuah puisi
hasil sebuah, hasil diri terpuasi
lalu aku baru dan baru lain-lainnya
Yang dimaksud dengan rasa atau feeling adalah sikap penyair terhadap subject matter
atau pokok persoalan yang terdapat dalam puisinya. Setiap orang mempunyai sikap,
pandangan, watak tertentu dalam menghadapi sesuatu. Misalnya waktu berhadapan
dengan pengemis, si A mungkin menghadapinya dengan sikap antipati, sedang si B
dengan simpati. Misalnya Chairil Anwar dan Toto Saudarto Bachtiar waktu
menghadapi subject matter yang sama yaitu peminta-minta, menunjukkan sikap yang
berbeda. Bandingkan puisi berjudul “Kepada Peminta-minta” karya Chairil Anwar
dan puisi berjudul “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar di bawah ini.
Contoh puisi
KEPADA PEMINTA-MINTA GADIS PEMINTA-MINTA
Baik, baik, aku akan menghadap Dia Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Menyerahkan diri dari segala dosa Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tapi jangan tentang lagi aku Tengadah padaku, pada bulan merah-jambu
Nanti darahku jadi beku Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa.
Jangan lagi kau bercerita Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Sudah tercacar semua di muka Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Nanah meleleh dari muka Hidup dari kehidupan angan-angan yang
Sambil berjalan kau usap juga gemerlapan
Gembira dari kemanjaan riang.
Bersuara tiap kau melangkah Duniamu yang lebih tinggi dari menara
Mengenang tiap kau memandang katedral
Menetes dari suasana kau datang Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang
Sembarang kau merebah begitu kau hapal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukamu.
Lanjutan
KEPADA PEMINTA-MINTA GADIS PEMINTA-MINTA
Mengganggu dalam mimpiku Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Mengempas aku di bumi keras Bulan di atas itu tak ada yang punya
Di bibirku terasa pedas Dan kotaku, ah kotaku
Mengaum di telingaku Hidupnya tak lagi punya tanda
Amir Hamzah
Menurut Saudara kata-kata yang warna
merah pada puisi di atas mengkonkritkan
tentang apa?
DAYA-BAYANG, IMAGI (imagery)
Akibat pilihan kata, jalinan kata yang digunakan oleh penyair kita tergugah untuk
menggunakan pembayangan (imagery) penglihatan (visual imagery), pendengaran
(auditory imagery), penciuman, pencerapan, perabaan (tactile/thermal iamgery),
gerak (movement imagery atau kinaesthetic imagery), warna setempat (local colour)
misalnya daya-bayang pedesaan, alam, dan lain-lain. Sehingga pembaca seperti
merasai, mengalami, melihat sendiri dalam angannya apa yang dilukiskan penyairnya.
Penyair selalu berusaha dengan pilihan kata dan jalinan kata, agar pembacanya
melihat, mendengar, menyentuh dan merasakan apa yang dikemukakan penyairnya.
Dengan jalan demikian penyair dapat menarik perhatian pembaca bahkan bisa
meyakinkannya terhadap realitas yang didendangkannya. Perhatikan contoh puisi di
bawah ini.
Contoh puisi
BERDIRI AKU NELAYAN SANGIHE
Imagery pada puisi Amir Hamzah di atas terutama bait kedua, seakan-akan kita
dapat menyaksikan dengan mata hati kita bagaiman angin pada waktu itu di tepi
pantai. Begitu pula bait pertama pada puisi J.E. Tatengkeng, imagery kita
diransang untuk dapat membayangkan sistuasi lingkungan nelayan Sangihe
tersebut pada saat itu, bagaimana suasana laut, bintang, embun pagi pada saat
nelayan menangkap ikan.
Di pihak lain, ada dua hal yang sangat penting untuk membangkitkan daya –
bayang (imagery) kita dalam puisi yakni penggunaan gaya kiasan dan gaya
perlambang. Gaya pengiasan merupakan pengimajian juga dengan penggunaan
kata-kata kias yang menimbulkan makna kias yang konkrit dan cermat.
IRAMA DAN RIMA (rhythm dan rime)
Irama (rhythm) persamaan bunyi pada puisi, sedangkan rima (rime) merupakan
totalitas dari tinggi rendah suara, panjang pendek suara, cepat lambatnya suara waktu
membaca puisi. Peranan irama dan rima ini dalam puisi sangat penting dan sangat erat
hubungannya dengan tema (sense), amanat atau tujuan (massage atau intention), rasa
(feeling), dan nada (tone).
Dalam hubungan irama (rime, ritme) inilah akan kita jumpai istilah kaki sajak (foot)
seperti lembut-keras (jambe), keras-lembut (troche), lembut-lembut-keras (anapes),
keras-lembut-lembut (daktilus) waktu kita membaca puisi. Hal ini semua hanyalah
dapat kita dengar dan dirasakan waktu kita membaca puisi.
Mengenai irima (rhythm) atau persamaan bunyi dapat dibedakan atas dua bagian,
yakni menurut tempatnya dan menurut susunannya. Menurut tempatnya kita kenal
rima awal, bila perulangan bunyi itu pada permulaan setiap perkataan seperti:
“bagaikan banjir gulung-menggulung”, mengalir, menimbun, mendesak, mengepung”;
sedang rima akhir, jika perulangan bunyi itu dijumpai pada akhir setiap kata dalam
satu larik, seperti “Habis kikis”, “pulang kembali aku padamu seperti dahulu”. Masih
kita kenal pula istilah-istilah rima sempurna, rima tak sempurna, aliterasi, assonansi,
resonannsi, dan lain-lain, tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Sedangkan
menurut susunannya kita kenal rima berangkai jika rumusnya abac, edcd, rima
berpeluk jika rumusnya abba, abba.
Lanjutan
Perulangan bunyi yang cerah, ringan yang menunjukkan kegembiraan serta
kesenangandalam puisi disebut euponi (euphony). Biasanya bunyi-bunyi itu
didominasi vokal a, e, i, o, dan u contohnya:
(Sanusi Pane)
Puisi di atas didominasi bunyi vokal a, e, dan i dan bunyi yang dilahirkan adalah
bunyi-bunyi kegembiraan atau euponi.
Lanjutan
Sebagai lawan dari euponi (euphony) adalah kakaponi (cacaphony), yaitu perulangan
bunyi yang berat menekan, mengerikan, seperti suara burung hantu dan burung gagak.
Bunyi-bunyi ini didominasi vokal o,u,e , diftong au, dan bunyi konsonan. Perhatikan
kutipan puisi di bawah ini.