Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS WACANA KRITIS

NORMAN FAIRCLOUGH
Pendahuluan:
Fairclough memiliki perhatian terhadap “bahasa sebagai
praktik sosial” sebagaimana idealisme media dalam
merepresentasikan sebuah berita dan menampilkannya
dalam teks berita
Fairclough (1995: 23) memandang AWK sebagai penyatuan
analisis teks, analisis proses produksi, distribusi dan
konsumsi teks serta analisis sosiokultural dari praktik
diskursif. Menurut Fairclough dalam Eriyanto (2001: 289),
teks pada dasarnya dapat diuraikan dan dianalisis dari tiga
unsur, yaitu; representasi, relasi dan identitas.
Pejelasan Teori Fairclough:
Dalam teorinya, Fairclough menteoretisasikan konsep wacana yang
berupaya menggabungkan beberapa tradisi, yaitu linguistik, tradisi
interpretatif, dan sosiologi. Selain itu, Fairclough menawarkan
model diskursus yang memuat tiga dimensi analisis wacana, yaitu
dimensi text, discourse practice, dan sociocultural practice. (a)
Dimensi teks (mikrostruktural) dianalisis secara linguistik, yaitu
dengan melihat kosakata, semantik, dan sintaksis. (b) Discourse
practice (mesostruktural) merupakan dimensi yang berhubungan
dengan proses produksi dan konsumsi teks. (3) Sociocultural
practice (makrostruktural) adalah dimensi yang berhubungan
dengan konteks di luar teks (Eriyanto, 2003: 288).
Menurut Jorgensen dan Phillips, pendekatan Fairclough disebut
sebagai analisis diskursus yang berorientasi teks yang berusaha
menyatukan tiga tradisi: 1) analisis tekstual dalam bidang linguistik
(termasuk grammar fungsional Michael Halliday; 2) analisis makro­
sosiologis dari praktik sosial termasuk teori­teori Foucault yang tidak
menyediakan metodologi analisis teks; dan 3) tradisi interpretatif
mikro­sosiologis dalam disiplin ilmu sosiologi.
Ketiga dimensi tersebut kemudian dianalisis menggunakan
tiga tahap analisis yang berbeda, yaitu (1) deskripsi
digunakan untuk menganalisis teks, meliputi kohesi dan
koherensi, tata bahasa, dan diksi, (2) interpretasi
digunakan untuk menganalisis interpretasi teks, meliputi
produksi, penyebaran, dan konsumsi teks, dan (3)
eksplanasi digunakan untuk menganalisis praktik-praktik
sosiokultural yang mencakup level situasional,
institusional, dan sosial (Fairclough, 1995:58).
Fairclough berupaya membangun suatu model analisis wacana
yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya,
sehingga ia mengkombinasikan tradisi analisis tekstual – yang
selalu melihat bahasa dalam ruang tertutup – dengan konteks
masyarakat yang lebih luas. Titik besar perhatiannya adalah
melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Oleh karena itu,
analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk
dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks tertentu. Fairclough
membagi analisis wacana dalam tiga dimensi; text, discourse
practice dan sociocultural practice.
Dengan menyatukan ketiga tradisi, Fairclough menganggap
analisis terhadap teks saja seperti yang banyak dikembangkan
oleh ahli linguistik tidak cukup, karena tidak bisa mengungkap
lebih jauh dan mendalam kondisi sosio­kultural yang
melatarbelakangi munculnya teks. Begitu juga sebaliknya,
pandangan ini juga sekaligus mengkritik para pengikut post­
strukturalis yang lebih menekankan pada aspek sosio­kultural
dari munculnya teks tanpa menyediakan metodologi yang
memadai bagi analisis teks yang pada dasarnya merupakan
representasi dan artikulasi dari pemikiran, kepentingan, dan
ideologi yang dilekatkan pada teks.
Lebih lanjut, diskursus, menurut Fairclough berperan dalam
konstruksi identitas sosial, relasi sosial, dan sistem pengetahuan
dan makna. Oleh karenanya, diskursus memiliki tiga fungsi,
yakni fungsi identitas, fungsi relasional, dan fungsi ideasional
Metode Analisis Fairclough:
Analisis relasi berhubungan pada pembahasan
hubungan antara para partisipan dalam suatu teks.
Menurut Fairclough, terdapat tiga kategori partisipan
utama dalam teks; wartawan (pembuat teks), khalayak
media dan partisipan public.
Analisis pada Dimensi Praktik Wacana Pada bagian ini,
analisis difokuskan pada bagaimana produksi dan
konsumsi teks. Menurut Fairclough, ada dua sisi dari
praktik ini, yaitu produksi teks (di pihak media) dan
konsumsi teks (di pihak khalayak). Pembuat teks
dengan berbagai nilai ideologis yang mendasarinya,
menghasilkan sebuah teks. Proses konsumsi dilakukan
pembaca secara personal ketika mengkonsumsi
sebuah teks.
Analisis pada Dimensi Praktik Sosial-budaya Analisis
pada praktik ini didasarkan pada asumsi bahwa
konteks sosial yang ada di luar media, mempengaruhi
wacana yang muncul. Meskipun praktik ini tidak
berhubungan langsung dengan produksi teks, namun
menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami.
Praktik ini menggambarkan bagaimana kekuatan-
kekuatan yang ada dalam masyarakat memaknai dan
menyebarkan ideologi yang dominan kepada
masyarakat
Kesimpulan:
Kajian tentang wacana dalam berbagai disiplin
menghasilkan beragam teoretisasi wacana sesuai
dengan perspektif masing­masing dan seringkali
bersifat parsial. Disiplin linguistik, misalnya, hanya
mengkaji diskursus atau wacana dari aspek
linguistiknya saja. Adapun sarjana ilmu sosial lebih
menekankan pada peran diskursus dalam konstitusi
sosial yang melekat di dalamnya relasi kuasa dan
kurang memberikan perhatian pada aspek linguistik
Kesimpulan:
Norman Fairclough berupaya menteoretisasikan
konsep wacana yang berupaya menggabungkan
beberapa tradisi, yakni linguistik, tradisi interpretatif,
dan sosiologi. Dalam teorinya, Fairclough menawarkan
model diskursus yang memuat tiga dimensi, yakni teks,
praktik diskursif, dan praktik sosial. Masing­masing
dimensi ini memiliki wilayah dan proses masing­masing
dan ketiganya berhubungan secara dialektis.
Kesimpulan:
Dimensi pertama adalah teks yang merupakan hasil
dari proses produksi. Yang kedua adalah praktik
diskursif yang terkait dengan interaksi teks dengan
individu atau masyarakat dalam bentuk proses
produksi dan interpretasi. Dimensi ketiga adalah
praktik sosial atau konteks yang mencakup praktik­
praktik sosio­kultural di mana proses produksi dan
interpretasi itu berlangsung.
Kesimpulan:
Ketiga dimensi ini kemudian dianalisis dengan tiga
model analisis yang berbeda. Deskripsi digunakan
untuk menganalisis teks. Interpretasi digunakan untuk
menganalisis proses produksi dan interpretasi teks.
Adapun eksplanasi dipakai untuk menganalisis praktik­
praktik sosio­kultural yang mencakup level situasional,
institusional, dan sosial.
Daftar Referensi:
Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: the Critical Study of Language (London dan
New York: Longman, 1995).

Hardiman, F. Budi. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Kanisius. Jorgensen.

Marianne and Phillips, Louise. 2002. Discourse Analysis as Theory and Method. Los Angeles:
Sage.

Littlejohn, Stephen W. 1992. Theories of Human Communication. California: Wadsworth


Publishing Company.

Mills, Sara. 2001. Discourse. New York & London: Routledge.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang Dilipat. Yogyakarta: Jalasutra.

Said, Edward W. 1983. The World, the Text and the Critic. Cambridge, Massachussets: Harvard
University Press.

Thwaites, Tony and Mules, Warwick. 2002. Introducing Cultural and Media Studies. Australia:
Palgrave. Weedon, Chris. 1998. Feminist Practice and Theory. Monash: Monash University
Press.
Terima kasih, mari kita
berdiskusi!

Anda mungkin juga menyukai