Pemahaman terhadap perjalanan kehidupan negara ini bermanfaat untuk tidak mengulangi kesalahan masa lampau dan mempertebal keyakinan bahwa mengamalkan dan melestarikan Pancasila dan UUD1945 adalah suatu keniscayaan. Tiap ada usaha yang hendak mengganti atau menyelewengkan Pancasila dan UUD 1945 selalu gagal, karena mendapatkan perlawanan dari rakyat yang setia pada Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan adagium “sejarah adalah guru kehidupan”. Untuk mempermudah pemahaman tentang dinamika kehidupan bernegara sejak Proklamasi hingga sekarang, maka diadakan pembagian atas enam periode. 1. Periode 17/8/1945 – 27/12/1949 2. Periode 27/12/1949 – 17/8/1950 3. Periode 17/8/1950 – 5/7/1959 4. Periode 5/7/1959 – 11/3/1966 (Orde Lama) 5. Periode 11/3/1966 – 21/5/1998 (Orde Baru) 6. Periode 21/5/1998 – sekarang (Orde Reformasi) A. Periode 17/8/1945 – 27/12/1949 1.Kedatangan tentara sekutu dan NICA 1) Setelah Proklamasi, RI masih sibuk menata kehidupan bernegara, keputusan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tentang pengesahan Pembukaan, UUD serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah dikemukakan dalam BAB II. a)Sidang PPKI 19/8/1945 tentang pembentukan departemen dengan para menterinya, pembentukan pemerintah di daerah dan penunjukkan gubernur. b)Pelantikan Komite Nasional Indonesia Pusat 29/8/1945 (60 orang anggota, dengan ketua Mr.Kasman Singodimejo). Bersamaan dengan itu PPKI dinyatakan bubar. Pembentukan KNIP merupakan realisasi dari pasal IV aturan peralihan bahwa sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional. 2) Belanda membonceng pada tentara sekutu untuk berusaha menjajah Indonesia kembali. a) Tentara sekutu menduduki kota – kota besar di Indonesia dengan alasan menjaga keamanan dan mengembalikan bekas tawanan Jepang. b) Tentara Belanda meneror penduduk dan memaksa penduduk untuk mengakui NICA. Pertempuran tidak dapat dihindarkan. c) Propaganda NICA pada dunia luar bahwa RI adalah buatan fasis Jepang yang harus dihancurkan (dihubungkan pula dengan aturan peralihan pasal IV, seolah – olah Presiden RI bersifat diktator. d) Kekacauan dan gangguan keamanan di Jakarta memuncak sehingga pada tanggal 4 Januari 1946 – 27 Desember 1949 ibukota RI hijrah ke Yogyakarta, karena ada jaminan dari Sultan dan pemerintah bahwa NICA tidak akan menyerbu keraton Yogya. 3) Taktik RI menghadapi NICA a) Maklumat wakil presiden No.X, 16 Oktober 1945, bahwa : *KNIP diserahkan kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN. Fungsi KNIP menyerupai DPR dan MPR, tetapi tetap membantu Presiden. • Pekerjaan KNIP dijalankan oleh Badan Pekerja yang bertanggung jawab kepada KNIP. b) Maklumat wakil presiden tanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai – partai politik untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah Negara demokrasi dan sebagai persiapan pemilihan umum yang akan datang. c) Maklumat pemerintah 14 November 1945 tentang pertanggung jawaban menteri kepada KNIP (Sistem kabinet presidensial diubah menjadi sistem kabinet parlementer. Hal ini sekedar taktik perjuangan menghadapi situasi yang sangat genting, untuk menangkis tuduhan seolah – olah pemerintah Indonesia buatan fasis Jepang yang otoriter dan tidak demokratis. 4)Instabilitas keamanan, politik dan pemerintahan a) Kabinet Syahrir (14/11/1945 – 12/3/1946) pertentangan Syahrir dengan Tan Malaka b) Kabinet Syahrir II (12/3/1946 – 29/6/1946) Syahrir diculik oleh Mayjen Soedarsono. c) Presiden mengambil alih segala kekuasaan dari kabinet setelah mengumumkan seluruh Indonesia dalam keadaan bahaya (29/06/1946) d) Soedarsono menyodorkan susunan kabinet baru tetapi ditolak oleh Presiden (3/7/1946) e) Kabinet Syahrir III (20/10/1946 – 27/6/1947) persetujuan linggarjati disahkan 25/3/1947 (wilayah kekuasaan RI secara de facto diakui meliputi Jawa, Madura dan Sumatera) f. Kabinet Amir Syarifudin I (3/7/1947 – 11/11/1947) pertentangan Amir Syarifuddin dengan PSI dan masyumi. g. Agresi Belanda I (21/7/1947) Belanda menghianati linggarjati. h. Persetujuan Renville (17/1/1948) dimana wilayah kekuasaan RI tinggal 1/2 Jawa dan 4/5 Sumatera. Belanda mulai membentuk Negara – Negara bagian seperti NIT, Madura, Pasundan, Sumatra Selatan, Jawa Timur, dll. i. Pemberontakan PKI di Madiun (18/9/1948) j. Agresi Belanda II (18/12/1948) Belanda menghianati Renville k. Persetujuan Rum Royen (7/5/1949) pimpinan RI yang ditawan harus dikembalikan, penghentian operasi militer Belanda dan segera mengadakan KMB. l. KMB (23/8 - 2/11/1949) Konfrensi Meja Bundar diadakan atas prakarsa PBB untuk menyelesaikan pertikaian antara Indonesia dengan Belanda. Dalam KMB ini disertakan pula Negara – Negara bentukan Belanda, yang telah tergabung dalam satu ikatan bersama yang disebut BFO (Byeenkomst voor Federal Overleg) atau pertemuan untuk permusyawaratan federal. Jadi konferensi ini dihadiri oleh RI, Belanda, BFO dan komisi PBB untuk Indonesia. B. Periode 27/12/1949 – 17/8/1950 1. Negara bagian tidak setuju dengan bentuk Negara federal karena tidak sesuai dengan cita – cita perjuangan kemerdekaan. Secara sukarela Negara – Negara bagian itu menggabungkan diri dengan RI Yogyakarta. Jadi RIS hanya berumur 8 bulan. 2. Persetujuan RI Proklamasi dengan RIS (19/5/1950) 3. Melakukan perubahan konstitusi RIS dengan menambah esensialia UUD 1945. Bentuk Negara federal berubah menjadi kesatuan tetapi sistem pemerintahan tetap parlementer (demokrasi liberal). Dengan berlakunya UUDS 1950 untuk seluruh wilayah NKRI, maka status UUD 1945 menjadi mengambang, tidak ada pernyataan tidak berlaku, tetapi tidak ada lagi wilayah Negara yang memerlukannya. Dengan kata lain UUD 1945 untuk sementara waktu kehilangan fungsinya. C. Periode 17/8/1950 – 5/7/1959 1. Bom waktu yang dipasang Belanda meledak seperti pemberontakan APRA, Andi Azis, berdirinya RMS, dll 2. Pemilihan umum tahun 1955 yang diikuti oleh 172 partai. Pemilu berjalan tertib, aman, langsung, umum, bebas dan rahasia tanpa kekerasan, intimidasi dan politik uang. 3. Pembentukan konstituante dengan tugas menetapkan UUD sebagai pengganti UUDS 1950. 4. Pertentangan golongan nasionalis, golongan Islam dan golongan komunis mengenai dasar Negara di konstituante (golongan nasionalis tetap konsekuen dengan Pancasila, golongan Islam menghendaki Islam dan golongan komunis menghendaki sosial – ekonomi sebagai dasar Negara. 5. Instabilitas politik, keamanan dan pemerintahan 1) DI/TII, di Jawa Barat di bawah Kartosuwiryo, di Sulawesi Selatan di bawah A.Muzakar, di Aceh di bawah Daud Beureuh. 2) Pembentukan PRRI/permesta di Sumatera dan Sulawesi. 3) Umur kabinet yang terlampau singkat sehingga tidak mampu melaksanakan programnya. Instabilitas politik dan pemerintahan bersumber dari banyaknya partai politik, yang tidak bersedia bekerja sama dengan kokoh dan konsisten. Kabinet baru belum selesai menyusun program kerjanya sudah mengalami goncangan, dan akhirnya jatuh. Inilah model demokrasi liberal atau demokrasi parlementer yang didukung oleh partai – partai politik yang oportunis dan hanya mementingkan kepentingan kelompoknya saja, bukan kepentingan bangsa dan Negara. 6. Anjuran presiden kepada konstituante untuk kembali pada UUD 1945. Konstituante ternyata tidak berhasil mengambil keputusan dan bahkan tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya, karena Masyumi tidak bersedia lagi menghadiri sidang konstituante. 7. Periode 1950 – 1959 disebut demokrasi liberal atau demokrasi parlementer.