Anda di halaman 1dari 9

KELOMPOK 3

DEMOKRASI PARLEMENTER
ANGGOTA KELOMPOK 3
VIRGY PARENT
RIZKI PRAMUDYA
FAUZAN ZAHRAN
ELVAN PRIYALDI
MEMBAHAS BEBERAPA POIN PENTING

1. PENGERTIAN DEMOKRASI PARLEMENTER


2 CIRI-CIRI DEMOKRASI PARLEMENTER
3. KELEBIHAN & KEKURANGAN DEMOKRASI
PARLEMENTER
4. DEMOKRASI PARLEMENTER TAHUN 1945-1949
1 PENGERTIAN DEMOKRASI PARLEMENTER
Demokrasi Parlementer adalah era ketika Presiden Soekarno memerintah
menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia 1950. Periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5
Juli 1959.
2. CIRI-CIRI DEMOKRASI PARLEMENTER
• Sistem pemerintahan secara langsung dipimpin oleh perdana menteri
• Presiden atau raja memiliki peran sebagai kepala negara
• Badan eksekutif yang direpresentasikan oleh presiden dipilih secara konsensus oleh badan
legislatif (parlemen)
• Perdana menteri memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri di
pemerintahan
• Badan legislatif (parlemen) dapat menurunkan badan eksekutif (presiden)
3. KELEBIHAN & KEKURANGAN DEMOKRASI
PARLEMENTER
KELEBIHAN:
• Akselerasi dalam membuat kebijakan, karena adanya konsensus dan ketergantungan antara
badan eksekutif dan legislatif
• Tidak tumpang tindih terkait konteks tanggung jawab, implementasi, dan membuat kebijakan
• Kontrol yang ideal dari badan legislatif kepada badan eksekutif

KEKURANGAN:
• Dinamis dan tidak jelasnya waktu dilaksanakannya pemilihan umum
• Terlalu tergantungnya badan eksekutif kepada badan legislatif, sehingga berpotensi pemerintah
dijatuhkan sewaktu-waktu
• Di sisi lain, badan eksekutif juga dapat mengontrol badan legislatif sewaktu-waktu ketika jumlah
partai koalisi lebih banyak di parlemen
4. DEMOKRASI PARLEMENTER TAHUN 1945-1949
Pada periode ini, terutama pada kurun waktu tahun 1945 sampai tahun 1949, menurut UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 demokrasi yang harus dilaksanakan adalah demokrasi Indonesia dengan
kabinet presidensial. Namun, dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, berubah
menjadi demokrasi parlementer. Begitu pula pada kurun pemberlakuan UUD RIS 1949. Indonesia dibagi
dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah demokrasi parlementer (sistem
demokrasi liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, sedangkan Presiden hanya sebagai
lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno
menyatakan kembali kepada bentuk Negara Kesatuan dengan UUDS 1950. Pada masa pemberlakuan
UUDS 1950, demokrasi parlementer masih tetap dipertahankan. Namun, pada kenyataannya demokrasi ini
tidak cocok dengan jiwa bangsa Indonesia. Hal tersebut menimbulkan silih bergantinya
kabinet,pembangunan tidak lancar, serta partai-partai mementingkan kepentingan partai dan golongannya.
Hal ini sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, presiden menganggap
bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia dalam keadaan bahaya yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa. Untuk itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang isinya
1) pembubaran badan konstituante;
2) memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD Sementara
1950;
3) pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS);
4) pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden ini, maka
Demokrasi Parlementer berakhir.
PENUTUPAN

Sekian dari kami, Mohon Maaf bila ada kesalahan Informasi/Misinformasi, bisa dikoreksi
Atau ada tambahan lagi bisa ditambahkan bila diperlukan

Wassalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh

Pencari Informasi: Virgy & Rizki


Sumber Informasi: Buku pelajaran & Internet

Anda mungkin juga menyukai