Anda di halaman 1dari 28

TRANSAKSI TERAPEUTIK DAN

INFORMED CONSENT
Disusun oleh:
Yunita Mandasari ( 220606576) Dewi Fatmawati (220606563)
Dewi Ratnasari (220606008) Wulan Desti Setia (220606073)
Yosi Anggeri Yani (220606077) Eka santi (220606478)
Gustia Supriyatin (220606021) Yeni wahyuni (220606570)
Fenny Astari (220606020)
Dwi ramadhanti (220606012)
Perumusan Masalah
1. Bagaimana transaksi teraupetik dilakukan ?
2. Bagaimana tujuan teraupetik berjalan ?
3. Bagaimana bentuk dan pelaksanaan informed consent dalam tindakan
medis?
4. Bagaimana peranan informed consent berkaitan dengan tuntutan
tanggung jawab atas tindakan medis?
Transaksi Terapeutik
Transaksi terapeutik merupakan kegiatan didalam penyelenggaraan praktik kedokteran berupa
pelayanan kesehatan secara individual atau disebut pelayanan medik yang didasarkan atas
keahliannya dan keterampilan, serta ketelitian. Pasien dan dokter dalam praktek kesehatan
memiliki hubungan yang saling terkait. Hubungan tersebut tidak dapat terlepas dari sebuah
perjanjian yang disebut perjanjian terapeutik atau yang disebut transaksi terapeutik. Perjanjian
terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang
melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Fungsi Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), fungsi komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: 
● Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri dan
rasa hormat terhadap diri sendiri. 
● Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
● Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan
mencintai. 
● Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut Arwani (2002), terdapat tiga ciri-ciri yang menjadi karakteristik serta membedakan
komunikasi terapeutik dengan komunikasi yang lain, yaitu:
● Keikhlasan (genuiness) , Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang
dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya
mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu
belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat.
● Empati (empathy), Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien.
Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan
atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan
pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi.
● Kehangatan (warmth),Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk
mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut
dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan
mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.
Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2005), terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami dalam membangun dan
mempertahankan komunikasi terapeutik, yaitu:
● Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan.
hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and clients. Kualitas hubungan perawat-
klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan
perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih
dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.
● Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar
belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
● Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan,
dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
● Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah. hubungan saling
percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
Teknik Komunikasi Terapeutik 
Menurut Uripni dkk (2002), teknik yang dilakukan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik, adalah
sebagai berikut: 
● Mendengar dengan penuh perhatian. Hal ini perawat harus mendengarkan masalah yang
disampaikan oleh klien untuk mengetahui perasaan, pikiran dan persepsi klien itu sendiri. Sikap
yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah menatap matanya saat berbicara, tidak
menyilangkan kaki dan tangan, hindari gerakan yang tidak perlu dan condongkan tubuh kearah
lawan bicara.
● Menunjukkan penerimaan. Mendukung dan menerima dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Menerima bukan berarti menyetujui. Menerima berarti mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
● Menanyakan pertanyaan yang berkaitan. Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai masalah yang telah disampaikan oleh klien. Oleh sebab itu,
sebaiknya pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.
Teknik Komunikasi Terapeutik 
● Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri. Melalui pengulangan kembali kata-kata klien,
seorang perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap
komunikasi dilanjutkan.
● Mengklarifikasi. Klarifikasi terjadi pada saat perawat menjelaskan dalam kata-kata mengenai ide
atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini untuk menyamakan
pengertian.
● Memfokuskan. Tujuan dari memfokuskan untuk membatasi pembicaraan sehingga pembicaraan
menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak memutuskan
pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
Transaksi Terapeutik
Transaksi terapeutik ini merupakan suatu perjanjian yang bersifat khusus. Objek dari transaksi
terapeutik adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan sifatnya
inspanningverbintenis, yaitu upaya dokter untuk menyembuhkan pasien.

Tujuan Transaksi Terapeutik :

1. Untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit.

2. Untuk meringankan penderitaan

3. Untuk mendampingi pasien


Tahapan Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), tahapan-tahapan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik, adalah
sebagai berikut:
● Fase Prainteraksi , Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Tahap ini
merupakan tahap persiapan perawat sebelum bertemu dan berkomunikasi dengan pasien.
● Fase Orientasi , fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya. Hal
utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya
hubungan perawat klien
● Fase Kerja , pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan
dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana.
● Fase Terminasi , pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh
perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak
(waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.
Dasar Hukum Transaksi Terapeutik
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal perjanjian bernama dan tidak bernama sesuai dengan
yang diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa :

“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang dimuat didalam bab ini dan bab
yang lalu.”

Untuk sahnya perjanjian tersebut, harus dipenuhi syarat- syarat yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang
menyatakan bahwa :

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :


1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perkikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Dasar Hukum Transaksi Terapeutik
Dan akibat yang ditimbulkan dalam perjanjian diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

1. “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya;
2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukut untuk itu.
3. Suatu perjanjian harus didasarkan dengan itikad baik”

Sekalipun transaksi terapeutik dikategorikan sebagai perjanjian pemberian jasa, namun didasarkan perkembangannya
merupakan hubungan pelayanan atas kepercayaan, dan didasarkan prinsip pemberian pertolongan, sehingga disebut
sebagai hubungan pemberian pertolongan medik.
Terjadinya Transaksi Terapeutik
Selain dilihat dari asas hukum, peraturan hukum, dan pengertian hukum yang dapat mendasarinya, juga perlu
dilihat dari kekhususannya yang terdapat dalam hubungan tersebut yang terletak pada subjek, objek dan
tujuannya.

1. Subjeknya terdiri dari dokter sebagai pemberi pelayanan medik profesional yang pelayanannya pada
prinsip pemberian pertolongan, dan pasien sebagai penerima pelayanan medik yang membutuhkan
pertolongan.
2. Objeknya berupa upaya medik profesional yang bercirikan pemberian pertolongan.
3. Tujuannya adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang berorientasi kekeluargaan, mencakup
kegiatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Langkah utama yang akan dilakukan oleh dokter adalah mendapatkan informasi dari pasien sebelum dilakukan
wawancara pengobatan, Selanjutnya, dokter akan menyusun anamnesa yang merupakan dasar yang
terpenting dalam diagnosa, sebab dari hasil diagnosa inilah dapat diputuskan cara tindakan medik yang perlu
dilakukan sebaik-baiknya demi kepentingan pasien.
Syarat Sahnya Transaksi Terapeutik terbukti dari pengakuan secara universal, bahwa Perjanjian Terapeutik
(transaksi terapeutik) bertumpu pada dua macam hak asasi yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak
untuk mendapatkan informasi.

Akibat dari Transaksi Terapeutik sebagai dokter memiliki tanggung jawab khusus yang tidak dapat dikesampingkan
atau dibatasi dengan alasan adanya resiko yang tinggi dalam tindakan medik yang dilakukannya. Oleh karena itu,
dokter bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban profesionalnya dengan usaha keras dan bersikap hati-hat
Dihubungkan dengan pelaksanaan transaksi terapeutik, berarti bahwa sekalipun pasien telah menyetujui
dilakukannya suatu tindakan medik tertentu dengan menandatangani Surat Persetujuan Tindakan, namun jika secara
medik tindakan itu tidak ada manfaatnya atau tidak menyebabkan meningkatkan kesehatan pasien, bahkan dapat
menimbulkan resiko kerugian bagi pasien, maka tidak sepatutnya untuk dilaksanakan.
Berakhirnya transaksi terapuetik
a) Sembuhnya pasien
b) Dokter mengundurkan diri
c) Meningglanya pasien
d) Kewajiban dokter atau tenaga Kesehatan lainnya pada transaksi terapeutik telah terpenuhi
e) Dokter atau tenaga Kesehatan yang mengobati dalam kondisi darurat telah digantikan oelh dokter
pilihan pasien
f) Persetujuan kedua belah pihak antara dokter dan pasiennya bahwa transaksi terapeutiknya
diakhiri
g) Pengakhiran oleh pasien
h) Telah lewat jangka waktu transaksi terapeutik
Informed Consent
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi atau keterangan dan
“consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. jadi pengertian Informed Consent adalah suatu
persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed Consent dapat di
definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas
rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat
membuat persetujuan atau penolakan.
Bentuk Persetujuan dalam Informed Consent
 Implied Consent, adalah persetujuan yang bersifat tersirat atau tidak dinyatakan. Pasien dapat saja
melakukan gerakan tubuh yang menyatakan bahwa mereka mempersilahkan dokter melaksanakan tindakan
kedokteran yang dimaksud.
 Expressed Consent, adalah persetujuan yang dinyatakan. Pasien dapat memberikan persetujuan dengan
menyatakan secara lisan (oral consent)ataupun tertulis (written consent). Persetujuan yang paling
sederhana ialah persetujuan yang diberikan secara lisan, misal untuk tindakan-tindakan rutin.

General Medical Council (GMC) di Inggris, bahwa persetujuan tertulis diperlukan


● pada keadaan-keadaan sebagai berikut:
● Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko
● atau efek samping yang bermakna
● Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi
● Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau
kehidupan pribadi dan sosial pasien
● Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
Pemberi Informasi dan Penerima
Pemberi informasi dan penerima persetujuan merupakan tanggung jawab dokter pemberi
Persetujuan
perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut
diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian
informasi dan penerimaan persetujuan,namun tanggung jawab tetap berada pada dokter
pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak.
Pemberi Informasi dan Penerima
Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia, maka seseorang dianggap kompeten

Persetujuan
apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun
atau lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu yang tidak
berrisiko tinggi apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Alasan hukum
yang mendasarinya adalah sebagai berikut:

● Berdasarkan Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih
atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.
● Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang berusia 18 tahun
atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat
diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan
persetujuan.
● Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih tergolong anak menurut hukum,
namun dengan menghargai hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU No 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat
memberikan persetujuan tindakan kedokteran tertentu, khususnya yang tidak berrisiko tinggi.
Dasar Hukum Informed Consent
Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45 Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran.
Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap,
sekurang-kurangnya mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan
lain dan risikonya,risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Informed Consent di Indonesia juga di atur dalam peraturan berikut:


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang Penyelanggaraan Praktik
Kedokteran.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
6. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.
Fungsi dan Tujuan Informed Consent
1. Promosi dari hak otonomi perorangan; Informed Consent itu sendiri menurut jenis
2. Proteksi dari pasien dan subyek; tindakan / tujuannya dibagi tiga:
3. Mencegah terjadinya penipuan atau 1. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien
paksaan; diminta untuk menjadi subyek penelitian).
4. Menimbulkan rangsangan kepada 1. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis.
profesi medis untuk mengadakan 2. Yang bertujuan untuk terapi.
introspeksi terhadap diri sendiri;
5. Promosi dari keputusan-keputusan Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi
adalah :
rasional;
3. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis
6. Keterlibatan masyarakat (dalam yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien;
memajukan prinsip otonomi sebagai 4. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter
suatu nilai social dan mengadakan terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat
pengawasan dalam penyelidikan negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang
biomedik. tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah
mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak
dengan sangat hati-hati dan teliti.
Bentuk Persetujuan Informed Consent
Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :
1. Implied Consent (dianggap diberikan) Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal,
artinya dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang
diberikan/dilakukan pasien.
2. Expressed Consent (dinyatakan) dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan
medis yang bersifat invasive dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan
secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.
Penolakan Pemeriksaan/ Tindakan
Pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan mempercayainya dan mampu
membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun
keputusan pasien tersebut terkesan tidak logis. Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti
informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya.
Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang terkesan tidak rasional bukan
merupakan alasan untuk mempertanyakan kompetensi pasien.
Penundaan Persetujuan

Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien atau yang
memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang masih
belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut
cukup lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.

Pembatalan Persetujuan Yang Telah Diberikan

Prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau pernyataan
tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan
dimulai. Selain itu, pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari pembatalan
persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan. Kompetensi
pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit.
Tatalaksana Informed Consent
Dokter menjalankan praktik kedokterannya dengan memberikan pelayanan tindakan kedokteran, dan terlebih
dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan dan harus
mendapat persetujuan dari pasien. Informed consent menurut jenis tindakan/ tujuannya dapat dibagi tiga, yaitu:
yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian),yang bertujuan untuk mencari
diagnosis, dan yang bertujuan untuk terapi. Pelaksanaan semua tindakan tersebut harus mendapat persetujuan
dari pihak pasien. Persetujuan dalam informed consent dianggap sah apabila: pasien telah diberi penjelasan/
informasi, dan pasien atau yang sah mewakilinya dalamkeadaan cakap/ kompeten untuk memberikan keputusan/
persetujuan. Oleh karena itu sangat penting diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus
dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan tindakan kedokteran tersebut.
Lama Persetujuan Berlaku
Tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu persetujuan tindakan kedokteran.
Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau
pasien. Namun demikian, bila informasi baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping atau alternatif
tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jedah
waktu antara saat pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila
ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien,
terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih memiliki pertanyaan.
KESIMPULAN
Dari tinjauan teori diatas dapat di ambil kesimpulan yaitu Transaksi terapeutik merupakan kegiatan didalam penyelenggaraan praktik
kedokteran berupa pelayanan kesehatan secara individual atau disebut pelayanan medik yang didasarkan atas keahliannya dan
keterampilan, serta ketelitian. Pasien dan dokter dalam prakterk kesehatan memiliki hubungan yang saling terkait. Hubungan tersebut
tidak dapat terlepas dari sebuah perjanjian yang disebut perjanjian terapeutik atau yang disebut transaksi terapeutik. Perjanjian
terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua
belah pihak. Berbeda dengan perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, perjanjian terapeutik memiliki objek dan
sifat yang khusus. Sedangkan demikian Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya
yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup
untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa
adanya unsur pemaksaan
Thank you!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo and includes icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik and content by Sandra Medina

Anda mungkin juga menyukai