Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI

PERPAJAKAN UNTUK
ASET TAK BERWUJUD
Aset Tak Berwujud

PENGERTIAN DAN PEROLEHAN AMORTISASI


JENIS
Pengertian Aset Tak Berwujud
Menurut SAK ETAP, Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik.
◦  Ciri utama aset tak berwujud:

1. Kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut
2. Biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal
◦ Apabila entitas tidak mampu menentukan nilai wajar yang andal atas aset yang diperoleh, maka
biaya perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang diberikan.
◦ Yang termasuk aset tak berwujud: hak paten, hak cipta, merk dagang, goodwill, waralaba, dan lain-
lain
◦ Tidak termasuk: efek/surat berharga, hak atas mineral dan cadangan mineral, seperti: minyak , gas
alam dan sumber daya yang tidak dapat diperbarui.
Contoh aset tak berwujud dan aset lainnya
◦ GOODWILL
◦ Adalah hak-­‐hak istimewa yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Misal: keistimewaan lokasi, produksi, distribusi, nama, dan
pengalaman yang lebih unggul dari perusahaan lain.
◦ Perusahaan tidak dapat secara otomatis mencantumkan goodwill dalam neraca. Goodwill hanya dapat dicatat dalam pembukuan jika
suatu perusahaan membeli perusahaan lain dengan harga diatas yang berlaku.
◦ Nilai goodwill yang dicantumkan adalah nilai seluruh asset setelah dikurangi biaya. Untuk keperluan perpajakan, goodwill hanya dapat
dicatat sebagai harta yang dapat diamortisasi apabila goodwill tersebut diperoleh melalui pembelian perusahaan.
◦  
◦ BIAYA PENDIRIAN DAN PERLUASAN MODAL
◦ Syarat suatu pengeluaran dikategorikan sebagai biaya entitas adalah jika biaya tersebut dikeluarkan pada masa sebelum perusahaan
beroperasi secara komersial dan bermanfaat selama beberapa tahun.
◦ BIAYA PRA OPERASI
◦ Adalah pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial dan yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun.
◦ Contoh: biaya studi kelayakan, biaya produksi percobaan yang bukan rutin. Disajikan dalam neraca komersial maupun fiscal adalah
sama, yaitu disajikan dengan nilai bersih setelah dikurangi amortisasi.
Nilai Perolehan Aset Tak Berwujud
◦ Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari pihak luar dan bisa juga dihasilkan secara internal. Menurut SAK
ETAP, nilai aset tak berwujud dicatat sesuai dengan biaya perolehannya. Biaya perolehan aset tak berwujud terdiri atas:
a. Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat dikreditkan setelah diskon dan potongan dagang
b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan mempersiapkan aset hingga siap digunakan sesuai dengan
tujuannya.
Apabila aset tak berwujud tersebut dihasilkan secara internal, maka entitas harus mengakui pengeluaran internal yang terjadi atas
aset tersebut, termasuk semua pengeluaran untuk aktifitas riset dan pengembangan sebagai beban pada saat terjadinya.
Umur Manfaat dan Metode Amortisasi
◦ Menurut SAK ETAP, semua aset tak berwujud dianggap mempunyai umur yang terbatas. Tetapi, apabila entitas tidak mampu
mengestimasi umur manfaat aset tak berwujud, maka umur manfaatnya dianggap 10 tahun.
◦ Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di lokasi dan kondisi yang dibutuhkan untuk mampu
beroperasi sesuai dengan keinginan pihak manajemen. Amortisasi dihentikan ketika aset dihentikan pengakuannya.
◦ Entitas harus memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola pemanfaatan aset di masa yang akan datang, tetapi apabila
entitas tidak dapat menetapkan pola yang andal, maka digunakan metode garis lurus.
◦ Nilai residu suatu aset sama dengan nol, kecuali:
a. Ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak berwujud tersebut pada akhir masa manfaatnya
b. Ada pasar aktif untuk aset tak berwujud
Amortisasi Menurut Perpajakan
◦ Aset tak berwujud menurut perpajakan harus diamortisasi apabila harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun yang digunakan untuk mendapatkan, mangih dan memelihara penghasilan. Namun untuk perhitungan amortisasidalam
perpajakan sesuai dengan ketentuan UU PPh nomor 36 tahun 2008 Pasal 11A, aset tak berwujud dikelompokkan menjadi
kelompok 1,2,3 dan 4 menurut masa manfaatnya 4,8 16 dan 20 tahun.

Berwujud   Garis Lurus Saldo Menurun


Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Contoh 1:

PT. B berdiri tahun 2005 telah menghabiskan biaya sebesar Rp.50.000.000 untuk
mendapatkan izin pengurusan pendirian perusahaan. Biaya ini diberlakukan sebagai aset
lainnya dan memiliki masa manfaat 5 tahun, metode penyusutan garis lurus.
◦ Jurnal menurut komersial:
Aset lainnya (tidak berwujud) 50.000.000  
Kas   50.000.000

   
Beban amortisasi asset tidak berwujud 10.000.000
 
Aset lainnya 10.000.000
◦ Sementara menurut perpajakan (fiskal), beban2 tersebut dapat dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi (masuk pada umur
manfaat 4 tahun) sesuai dengan kelompok 1, sebesar Rp. 12.500.000 yaitu dari 25% x 50.000.000.
◦ Karna ada selisih antara akuntansi dengan perpajakan sebesar Rp. 2.500.000, maka WP wajib melakukan koreksi fiscal, tanpa
membuat jurnal koreksi.
◦ Penyajian biaya pendirian dalam neraca adalah disajikan dengan nilai bersih (neto) setelah dikurangi amortisasi.
Contoh 2:
◦ PT. Hey pada tanggal 1 januari 2007 mengeluarkan uang sebesar Rp.200.000.000 belum termasuk PPN dan PPh pasal 26 untuk memperoleh
waralaba McDholphin (waralaba luar negri) selama 4 tahun. Perhitungan amortisasi menurut metode garis lurus:
◦ Tahun 2007
Amortisasi : 25% x200.000.000=50.000.000
Nilai sisa buku : 150.000.000
◦ Tahun 2008
=50.000.000
Nilai Sisa Buku :100.000.000
◦ Tahun 2009
=50.000.000
Nilai Sisa Buku : 50.000.000
◦ Tahun 2010
= 50.000.000
Nilai Sisa Buku = 0
   
 
 
Jurnal:
1 Jan 2007 Waralaba   200.000.000
PPN Masukan   20.000.000  
Utang PPh pasal 26 40.000.000
Kas     180.000.000

       
10 Feb 2007 Utang PPh Pasal 26 40.000.000
Kas     40.000.000

       
31 Des 2007 Beban amortisasi 50.000.000
 
Waralaba 50.000.000

       
31 Des 2008 Beban amortisasi 50.000.000
 
Waralaba 50.000.000
31 Des 2009 Beban amortisasi 50.000.000  
  Waralaba   50.000.000

     
31 Des 2010 Beban amortisasi Waralaba 50.000.000
 
50.000.000
Contoh 3
◦ PT. Hey 1 januari 2007 mengeluarkan uang sebesar Rp.200.000.000 belum termasuk PPN dan PPh pasal 23 untuk memperoleh waralaba Es Teler
77 (waralaba dalam negri) selama 4 tahun. Perhitungan amortisasi menurut metode garis lurus:

◦ Tahun 2007

Amortisasi : 25%x200.000.000=50.000.000

Nilai sisa buku : 150.000.000


◦ Tahun 2008
=50.000.000
Nilai sisa buku: 100.000.000
◦ Tahun 2009
=50.000.000
Nilai sisa buku: 50.000.000
◦ Tahun 2010
=50.000.000
Nilai sisa buku: 0 
   
 
 
Jurnal:
1 Jan 2007 Waralaba   200.000.000
PPN Masukan   20.000.000  
Utang PPh pasal 23 30.000.000
Kas     190.000.000

       
10 Feb 2007 Utang PPh Pasal 23 30.000.000
Kas     30.000.000

       
31 Des 2007 Beban amortisasi 50.000.000
 
Waralaba 50.000.000

       
31 Des 2008 Beban amortisasi 50.000.000
 
Waralaba 50.000.000
31 Des 2009 Beban amortisasi 50.000.000  
  Waralaba   50.000.000

     
31 Des 2010 Beban amortisasi Waralaba 50.000.000
 
50.000.000
Jurnal untuk es teler 77

1 Jan 2007 Kas 190.000.000  

  PPh 23 dibayar dimuka 30.000.000  


PPN Keluaran 20.000.000
  Pendapatan waralaba   200.000.000
Akuntansi untuk Sumber Alam
◦ Deplesi: istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan alokasi sistematis untuk perolehan sumber alam. Dalam
perpajakan masih menggunakan istilah amortisasi.
◦ Rumus untuk menghitung deplesi:
Beban Deplesi = deplesi per unit x jumlah unit yang dihasilkan/dijual
Deplesi per unit = (Total Perolehan – Nilai Residu)/Total unit yang diestimasi
Contoh:
Suatu perusahaan pertambangan melakukan investasi sebesar Rp. 5.000.000 pada lahan pertambangan yang diestimasikan
memiliki 10.000.000 ton bahan tambang dan tidak memiliki nilai residu. Pada tahun pertama, perusahaan menghasilkan dan
menjual bahan tambang sebanyak 800.000 ton.
◦ Deplesi per unit = Rp. 5.000.000/10.000.000ton = Rp. 0,5 per ton
◦ Beban deplesi tahun ini = Rp. 0,5 x 800.000 = Rp. 400.000
Jurnal untuk tahun pertama:
Beban Deplesi 400.000
Akumulasi Deplesi 400.000
◦ Menurut ketentuan perpajakan, hak penambangan dan pengusahaan hutan termasuk aset tak berwujud. Oleh karena itu, harga
perolehannya dapat diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi namun dengan pembatasan sebagai berikut:
◦ 1. Biaya perolehan hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan dan hak pengusahaan sumber alam
serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dapat
diamortisasikan namun tidak lebih dari 20% setahun, rumusnya:
Amortisasi per tahun =
Contoh: Perusahaan pertambangan batu bara telah mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.000.000.000 untuk mendapatkan hak
pengelolaan penambangan tersebut selama 5 tahun. Pada tahun pertama produksinya adalah Rp. 2.000.000.000. Besarnya
amortisasi untuk biaya mendapatkan hak tersebut: 20% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 200.000.000
2. Biaya perolehan hak atau biaya/biaya lain dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi yang mempunyai manfaat lebih
dari satu tahun dilakukan dengan metode satuan produksi. Angka metode satun produksi diperoleh dengan rumus:
Amortisasi per tahun =
Misalkan suatu konsesi pertambangan ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton, dan hasil produksi 1 tahun adalah 10.000 ton,
maka persentase hasil produksi satu tahun adalah = 10.000/100.000 x 100% = 10 %. Dengan demikian, hak penambangan
tersebut dalam setahun diamortisasikan sebesar 10%.
Terima Kasih,,,,

Anda mungkin juga menyukai