Anda di halaman 1dari 12

KISAH-KISAH ALKITAB YANG

SERING DISALAHTAFSIRKAN

Eric J. Bargerhuff menyusun sebuah buku yang sangat menarik, “The Most
Misused Stories in the Bible.” Di dalamnya, Bargerhuff menjelaskan contoh-
contoh kekeliruan yang biasa dilakukan orang ketika menafsirkan cerita dalam
Alkitab. Saya mengutip sepuluh poin kekeliruan yang dipaparkan dalam buku
tersebut dengan berkaca pada konteks pelayanan di Indonesia. Semoga para
orang tua, guru Sekolah Minggu, dan pewarta firman Tuhan lainnya dapat
memperhatikan poin-poin berikut sehingga firman Tuhan dapat diberitakan
dengan lebih baik.
1. Mengabaikan Konteks. 
Ini adalah kekeliruan yang paling umum dilakukan. Ingatlah bahwa semua
pernyataan harus dimengerti sesuai konteks penulisannya, termasuk Alkitab.
Pernah menonton stand-up comedy dari Barat dan kita tidak tahu letak lucunya
di mana? Inilah yang terjadi ketika kita tidak memahami konteks dari sebuah
cerita.
Akibatnya apa jika kita tidak memahami konteks Alkitab? Jika kita tidak
memahami dengan benar apa yang Tuhan maksudkan kepada para pembaca
Alkitab masa itu (what it meant), kita juga tidak akan bisa menerapkan
kehendak Tuhan dengan benar dalam situasi masa kini (what it means).
Misalnya, saya pernah mengenal seorang yang bergumul dengan kisah anak
muda yang kaya, yang diminta menjual seluruh hartanya oleh Tuhan Yesus
(Luk. 18:18-30). Tentu saja, kalau semua pengusaha melakukan ini, dunia
malah akan kacau.
2. Keliru memahami poin utama dari cerita. 
Cerita “ikan paus” yang menelan Yunus? Padahal, kisah Yunus terutama
mengajarkan belas kasihan Allah.
Kisah kegigihan keempat orang yang mengusung orang lumpuh untuk
disembuhkan Tuhan Yesus (Mrk. 2:1-12). Tidak hanya mengusungnya, mereka
bahkan sampai membuka atap rumah dan menurunkan tilam tempat orang
lumpuh itu berbaring. Pengkhotbah itu sangat bersemangat dalam
menceritakan bagaimana kita harus memiliki kegigihan yang sama. Menarik?
Tentu saja, karena pengkhotbah tersebut pencerita yang baik. Tetapi dia
melupakan pengajaran tentang Anak Manusia dalam kisah itu.

Seberapapun menariknya khotbah, jika poin utamanya justru tidak


disampaikan, tentu bukanlah khotbah yang membangun kerohanian.
3. Memaksakan sudut pandang modern ke dalam teks. 
Sering kali pembaca Alkitab lupa bahwa teks yang mereka baca itu terjadi
ribuan tahun yang lalu. Tentu saja, situasi dan pemikiran orang pada masa itu
berbeda dengan pikiran kita pada masa kini.
Salah satu cara yang baik untuk menghindari kesalahan ini adalah
memperlengkapi diri dengan alat bantu seperti buku-buku tafsiran.
4. Tidak mau menerima kebenaran yang berlawanan dengan kebenaran
yang selama ini kita yakini. 
Karena memiliki natur dosa, kita cenderung untuk menolak kebenaran Alkitab
berdasarkan kebenaran yang kita yakini sebelumnya.

Contoh kasus: homoseksualitas. Pada masa kini, apalagi dalam budaya


masyarakat yang maju, homoseksualitas semakin dipandang sebagai hal yang
lumrah. Akibatnya, ayat-ayat Alkitab yang berbicara mengenai
homoseksualitas akan berusaha ditafsirkan sedemikian rupa sehingga terlihat
seolah-olah Alkitab tidak melarangnya.
5. Mengompromikan fakta dengan tradisi. 
Tradisi yang dimaksudkan di sini adalah pemahaman terhadap bagian Alkitab
tertentu yang sebenarnya tidak ada di dalam Alkitab itu sendiri.
Contoh: Penjahat yang disalib di sebelah kanan  Tuhan Yesus bertobat.
Padahal kalau dicari di dalam cerita penyaliban di dalam keempat kitab Injil,
tidak disebutkan penjahat yang mana yang bertobat. Tafsiran tersebut
merupakan dugaan orang setelah zaman Alkitab. Setelah kejadian tersebut,
saya selalu berusaha untuk mengecek dengan detail apakah isi khotbah saya
benar-benar sesuai dengan fakta Alkitab.
6. Memahami perumpamaan dengan maksud yang sebenarnya tidak ada di
dalamnya. 
Apa sebenarnya inti ajaran Tuhan Yesus dalam perumpamaan? Kebenaran rohani seputar
Kerajaan Allah! Namun sayangnya, pembaca Alkitab, terutama yang tidak membekali diri
dengan pengetahuan yang cukup, sering mengartikan perumpamaan dengan hal-hal yang
“dibuat-buat.”
Contoh : Perumpamaan Orang Samaria Yang Baik Hati (Luk. 10:25-37).
• orang yang dirampok melambangkan Adam.
• kota Yerusalem melambangkan surga.
• Yerikho melambangkan dunia.
• imam melambangkan Taurat.
• orang Lewi melambangkan para nabi.
• orang Samaria melambangkan Kristus.
Penafsiran seperti ini tentu sangat menarik dan kalau dikhotbahkan dengan gaya yang
menarik, akan membuat pendengar kagum. Tetapi, jika itu bukan maksud Tuhan Yesus yang
sebenarnya, sangat berbahaya untuk memahaminya seperti itu. Masih “untung” hasil
penafsiran yang dilakukan oleh Origen ini selaras dengan ajaran Alkitab secara umum.
Bayangkan kalau setiap orang menafsirkan dengan sekehendak hati.
7. Mengabaikan kebenaran di bagian lain Alkitab. 
Mengapa persembahan Kain ditolak Tuhan, sementara persembahan Habel
diterima?
Alkitab menjelaskan alasannya di dalam Perjanjian Baru (Ibr. 11:4). Salah satu
prinsip penafsiran Alkitab adalah, kita tidak boleh menarik doktrin/kesimpulan
berdasarkan hanya satu bagian Alkitab saja. Pelajari apa firman Tuhan di
bagian lain Alkitab.
Salah satu kekeliruan yang banyak dilakukan oleh orang-orang Kristen adalah
selalu meminta tanda dari Tuhan, sebagaimana Gideon (Hak 6:21-24). Tentu
saja, apa yang Tuhan lakukan dalam kasus tertentu, mungkin akan berbeda
dalam kasus lain.

1Yoh 3:12 bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia
membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar.
8. Menarik pemahaman baru tentang suatu kata atau konsep yang tidak sesuai dengan
kebenaran firman Tuhan. 
Kekeliruan inilah yang sering dilakukan oleh para guru palsu dan aliran sesat Sebuah kata
bisa bermakna lain dalam konteks yang berbeda.
Saya ambil Contoh, frasa “mukanya memerah” dalam kedua kalimat berikut berbeda makna:
Pak Aji mukanya memerah setelah mendengar hinaan yang dilontarkan oleh tetangganya itu
(artinya, Pak Aji marah).
Clara mukanya memerah ketika dia lupa dialog yang harus diucapkan dalam drama
itu (artinya, Clara malu).

Contoh dari Aalkitab baptisan Roh. 


Istilah “baptisan Roh” yang digunakan Paulus dalam 1Kor 12:12-13 berbeda dengan
“baptisan Roh” yang digunakan Lukas dan Yohanes Pembaptis dalam Kis. 1:4-5 dan Luk.
3:16. Paulus menggunakannya dengan mengacu pada pertobatan seseorang dan kemudian
dia diterima sebagai anggota tubuh Kristus. Sementara Lukas dan Yohanes Pembaptis
menggunakannya dengan mengacu pada kekuatan dalam pelayanan yang meninggikan
Tuhan Yesus. Dengan mengerti pembedaan ini, kita terhindar dari kekeliruan sebagian orang
yang selalu mencari “baptisan Roh” setelah mereka menjadi anak Tuhan.
9. Keliru memahami makna sebenarnya serta mengabaikan makna kiasan. 
Alkitab pada dasarnya harus dimaknai secara literal (apa adanya). Jika maknanya
menjadi tidak wajar, maka haruslah dimaknai secara kiasan.
Contoh: Pada waktu melakukan perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya, Tuhan
Yesus mengeluarkan kalimat yang akan sangat janggal jika dimaknai secara literal:
Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-
mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah,
makanlah, inilah tubuh-Ku.” (Mat. 26:26).
Tentu saja, yang Tuhan Yesus maksudkan dalam peristiwa itu bukanlah meminta murid-
murid-Nya untuk bertindak kanibal (memakan daging manusia)!
10. Melakukan pendekatan yang berpusat pada manusia dan mengabaikan
kemuliaan Tuhan sebagai fokus Alkitab. 
Alkitab adalah buku yang menceritakan tentang Allah. Dialah pahlawan yang
sesungguhnya. Jangan sampai kita terlalu kagum dengan kehebatan tokoh-tokoh Alkitab
sehingga malah melupakan tokoh utamanya, yaitu Allah.
Terlalu sering saya mendengar khotbah-khotbah yang lebih banyak menonjolkan
kekuatan karakter Abraham, kebesaran hati Yusuf, atau keberanian Daud, dan lupa
bahwa ada karya Allah di balik mereka semua.

Tanyakanlah selalu “Apa yang cerita ini ajarkan tentang Allah?” ketika kita membaca
cerita-cerita dalam Alkitab.
Memahami Alkitab terkadang bisa menjadi tugas yang sulit. Tetapi, dengan
bantuan Allah, itu menjadi mungkin. Ingat, jika kita sungguh-sungguh adalah
orang-percaya yang hidup di dalam Yesus Kristus, maka Roh Allah berdiam di
dalam hati kita (Rom 8: 9). Allah yang "mengilhamkan" Alkitab (2 Timotius 3:
16-17) adalah Allah yang sama yang akan membuka pikiran kita atas
kebenaran dan pemahaman atas Firman-Nya, jika kita betul-betul bersandar
kepada-Nya.

Namun, bukan berarti bahwa Allah akan selalu membuatnya menjadi mudah.
Allah menginginkan kita untuk merenungkan Firman-Nya; menyelidiki
sepenuhnya kekayaan yang terkandung di dalamnya. Memahami Alkitab
mungkin tidak mudah, tetapi sungguh bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai