Anda di halaman 1dari 27

Persedian barang dagang

Pembahasan materi

1
3
Bagaimana penilaian dan
pelaporan persediaan dalam Apa pengaruh perbedaan metode
laporan keuangan? penetapan harga pokok?

2 4
Bagaimana penetapan harga Apa itu metode taksiran?
pokok persediaan
1.PENILAIAN DAN
PELAPORAN PERSEDIAAN
BARANG DAGANG
Pada neraca, persediaan barang dagang
dilaporkan pada kelompok aset lancar setelah
piutang usaha. Biaya perolehan barang harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan, khususnya tentang penggunaan
metode penilaian yang digunakan . Ilustrasi
tentang penilaian dan pelaporan persediaan
barang dagang dapat dilihat pada tampilan
berikut.
PT BINTANG SIRYUS
Neraca
Per 31 Des 2020
ASET    
Kas   Rp.Xxx
Investasi Jangka Pendek   Rp.Xxx
Piutang Wesel   Rp.Xxx
Piutang Usaha   Rp.Xxx
Persediaan Barang Dagang Rp.Xxx  
Cadangan Penurunan Nilai
Persediaan (Rp.Xxx)  

Nilai
Realisasi Bersih   Rp.Xxx
Bagaimana penetapan harga
2 pokok persediaan
Menurut prinsip akuntansi aktiva dicatat sebesar harga perolehannya. Harga perolehan persediaan
meliputi harga faktur ditambah biaya angkut pembelian dikurangi potongan pembelian dan retur
pembelian. Namun dalam prakteknya sering ditemui kesulitan dalam mengalokasikan biaya-biaya
tersebut ke dalam persediaan, sehingga mengacu pada konsep cost and benefit, biaya tersebut dicatat
sebagai biaya operasi pada periode terjadinya. Ketika perusahaan menjual barang dagangannya, maka
sangat pentinguntuk mengetahui berapakah harga perolehan dari barang yang akan terjual
tersebut?. Jika pembelian hanya dilakukan hanya sekali saja, akan mudah untuk mengetahui harga
perolehan dari darang yang akan dijual. Namun kenyataannya pembelian yang dilakukan oleh
perusahaan terjadi berkali-kali.
berikut adalah ringkasan pembelian dan penjualan persediaan selama
bulan Maret dari Ganen.
Tanggal Pembeliaan Penjualan Saldo
3 250 Unit @ Rp20.000 - 250 Unit
12 50 Unit @ Rp22.000 - 300 Unit
23 - 270 Unit 30 Unit
31 20 Unit @ Rp21.000 - 50 Unit

Berdasarkan ringkasan di atas maka penting untuk diketahui berapa kahharga perolehan per
unit atas penjualan tanggal 23, apakah dipakai harga perolehan per unit pembelian tanggal 3
sebesar Rp 20.000 atau harga perolehan per unit pembelian tanggal 12 sebesar Rp 22.000
atau rata-rata harga perolehan tanggal 3 dan tanggal 12? Permasalahan kedua yang penting
untuk diketahui jawabannya adalah berapakah harga perolehan per unit sisa 50 unit barang
per tanggal 31 Maret. apakah harga per unitnya Rp 20.000, Rp 22.000, Rp 21.000 atau rata
ratanya?.
Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk mengetahui harga perolehan per
unit persediaan yang terjual dan harga perolehan persedian akhir periode

1. CARA SESUNGGUHNYA
Dalam metode ini persediaan sebanyak 50 unit ditelusuri keberadaan sesungguhnya atau diidentifikasi secara
khusus, sehingga cara ini juga disebut cara identifikasi khusus. Misalnya setelah dilakukan secara
sesungguhnya atas persediaan akhir tanggal 31 Maret ditemukan bahwa 50 unit persediaan tersebut berasal
dari: 20 unit dari pembelian tanggal 3, 10 unit dari pembelian tanggal 12 dan 20 unit dari pembelian tanggal
tanggal 31. Dengan demikian nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan akan dapat dihitung sebagai
berikut:
Tanggal Jumlah Unit HP Per Unit (Rp) HP Total (Rp)

3 20 20.000 400.000
12 10 22.000 220.000
31 20 21.000 420.000
Harga Pokok Persediaan Akhir 1.040.000

Lalu berapakah nilai harga pokok penjualan bulan Maret?, harga pokok penjualan merupakan harga barang yang
tersedia dijual dikurangi dengan harga pokok persediaan akhir. Harga barang yang tersedia dijual UD Ganen bulan
Maret adalah:
250 unit x Rp 20.000 = Rp 5.000.000
50 unit x Rp 22.000 = Rp 1.100.000
20 unit x Rp 21.000 = Rp 420.000 +
Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual Rp 6.520.000
Harga Pokok Persediaan akhir (Rp 1.040.000 )
Harga Pokok Penjualan Rp 5.480.000
2. METODE ASUMSI
Penghitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan secara hati-hati, karena harga pokok persediaan akhir akan
disajikan di neraca sedangkan harga pokok penjualan akan disajikan di laporan
laba/rugi. Maksunya, persediaan barang tidak diikuti atau tidak ditelusuri arus keluar
masuknya, melainkan diasumsikan bahwa barang yang masuk terlebih dulu, harga pokok
barang tersebutlah yang keluar atau dijual terlebih dahulu juga, atau diasumsikan barang
yang masuk ke gudang terakhir harga pokok barang tersebut yang dijual pertama. terdapat 3
cara dalam metode asumsi ini yakni metode Rata-rata, FIFO, LIFO dimana ketiga cara ini
bisa dilakukan secara fisik maupun perpetual/kartu. Uraian lebih jelas tentang ketiga cara
asumsi ini adalah sebagai berikut:
A.Rata rata
a1). Rata-rata Fisik

Cara ini disebut juga dengan rata-rata berbobot/weighted average .


Rumus untuk menghitung harga pokok rata-rata perunit adalah:
Harga pokok yang tersedia dijual
Harga pokok rata-rata per unit =_______________________________
Total unit barang yang tersedia dijual
Dengan menggunakan contoh soal pembelian UD Ganen selama bulan Maret pada halaman sebelumnya,
nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan dengan menggunakan cara asumsi ratarata fisik dihitung
sebagai berikut:
a.Rata rata
a1). Rata-rata Fisik

Rata-Rata Fisik
Tanggal Jumlah Unit Harga Pokok Per Unit (Rp) Harga Pokok Total (Rp)
3 250 20.000 5.000.000
12 50 22.000 1.100.000
31 20 21.000 420.000
Jumlah 270 - 6.520.000
Rata-Rata Pokok Per Unit = 6.520.000/270 = Rp.24.148
Jumlah Unit Persediaan Akhir = 50 Unit
Harga Pokok Persediaan Akhir = 50 Unit X Rp24.148 = Rp1.207.400
Harga Pokok Barang Yang Tersedia Dijual = Rp.6.520.000
Harga Pokok Persediaan Akhir = (Rp. 1.207.400 )
Harga Pokok Penjualan = Rp.5.312.600
a.Rata rata
a2). Rata-rata perpetual

Kartu Persediaan Rata Rata Perpetual

T
gl Ketarangan Bertambah Berkurang Saldo

    Uni
Unit H/U Total Unit H/U Total t H/U Total

3 Pembelian 250 20.000 5.000.000       250 20.000 5.000.000

1
2 Pembelian 50 22.000 1.100.000       300 20.333 6.100.000

2
3 Penjualan       270 20.333 5.489.910 30 20.336 610.090

3
1 Pembelian 20 21.000 420.000       50 20.602 1.030.090

Nilai barang yang tersedia dijual Rp 6.520.000


Harga pokok persediaan akhir (Rp 1.020.000)
Harga pokok penjualan Rp 5.500.000
b. FIFO
b1) FIFO Fisik
Persediaan akhir 50 unit berasal dari 20 unit pembelian tanggal 31 dan 30 unit pembelian tanggal 12.
Perhitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan disajikan sebagai berikut:

FIFO Fisik
Harga Pokok Per Unit
Tanggal Jumlah Unit Harga Pokok Total (Rp)
(Rp)
31 20 21.000 420.000
12 30 22.000 660.000
Jumlah 50   1.080.000
Harga Pokok Barang Yang Tersedia Dijual = Rp6.520.000
Harga Pokok Persediaan Akhir = Rp1.080.000 -
Harga Pokok Penjualan = Rp5.440.000
b. FIFO
b2) FIFO Perpetual
Kartu persediaan dengan menggunakan cara FIFO perpetual adalah sebagai berikut:
Kartu Persediaan FIFO Perpetual
Tanggal ket Bertambah Berkurang Saldo
    Unit H/U Total Unit H/U Total Unit H/U Total

3 250 20.000 5.000.000       250 20..000 5.000.000


pembelian
250 20.000
12 50 22.000 1.100.000       6.100.000
pembelian 50 22.000

250 20.000
23       5.440.000 30 22.000 660.000
penjualan 20 22.000

30 22.000
31 20 Nilai21.000
barang tersedia
420.000   dijual
    Rp
20 21.000
1.080.000
pembelian
6.520.000
Harga pokok persediaan akhir (Rp
1.080.000)
Harga pokok penjualan Rp
5,440.000
b. LIFO
c1) LIFO Fisik
Persediaan akhir 50 unit bersal dari pembelian tanggal 3 dengan harga per unit Rp 20.000
sehingga harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah sebagai berikut:

LIFO Fisik

Harga Pokok Per Unit


Tanggal Jumlah Unit (Rp) Harga Pokok Total (Rp)
3 50 20.000 1.000.000
Jumlah 50   1.000.000
Harga Pokok Barang Yang Tersedia Dijual = Rp 6.520.000
Harga Pokok Persediaan Akhir (= Rp 1.000.000)
Harga Pokok Pejualan = Rp 5.520.000
b. LIFO
c2) LIFO Perpetual
Kartu Persediaan dengan menggunakan cara LIFO Perpetual adalah sebagai berikut:

Kartu Persediaan LIFO Perpetual


Tanggal Bertambah Berkurang Saldo
  Unit H/U Total Unit H/U Total Unit H/U Total
3 250 20.000 5.000.000       250 20..000 5.000.000
250 20.000
12 50
22.000 1.100.000       50 22.000 6.100.000
50 22.000
23 30
      220 20.000 5.500.000 20.000 600.000
30 20.000
31 20
Nilai 21.000
barang yang420.000  
tersedia dijual     20
Rp 21.000 1.020.000
6.520.000
H arga pokok persediaan akhir
H Rp
1.020.000 -
Harga pokok penjualan Rp 5.500.000
03
Apa pengaruh perbedaan
metode penetapan harga
pokok?

Perbandingan hasil perhitungan harga pokok


persediaan akhir dan harga pokok
penjualan dengan cara sesungguhnya dan
cara asumsi
Hasil Cara Yang Di Gunakan
  Sesungguhnya Asumsi
    Rata Rata Fifo Lifo
    Fisik Perpetual Fisik Perpetual Fisik Perpetual
Hp Pers Akhir 1.040.000 1.207.400 1.030.090 1.080.000 1.080.000 1.000.000 1.020.000
Hp Penjualan 5.480.000 5.312.600 5.489.910 5.440.000 5.440.000 5.520.000 5.500.000

Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan
dengan cara sesungguhnya dan cara asumsi dengan menggunakan asumsi rata-rata, FIFO, LIFO baik fisik
maupum perpetual kita dapat simpulkan bahwa:

 Nilai tertinggi untuk harga pokok persediaan akhir adalah dengan menggunakan cara asumsi rata-
rata fisik, sedangkan nilai terendah dengan menggunakan cara asumsi LIFO fisik.
 Nilai tertinggi untuk harga pokok penjualan adalah dengan menggunakan cara asumsi LIFO fisik,
sedangkan nilai terendah adalah dengan menggunakan cara asumsi rata-rata fisik.
4.PENILAIAN PERSEDIAAN DENGAN METODE TAKSIRAN

Dalam kondisi tertentu, tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk


melakukan perhitungan fisik barang secara periodik dan perusahaan tidak
menyelenggarakan sistem pencatatan perpetual. Di sisi lain, perusahaan
harus melakukan penilaian terhadap barang dagang yang belum terjual untuk
tujuan tertentu. Perusahaan terkadang melakukan penaksiran terhadap biaya
perolehan persediaan karena alasan- alasan tertentu, misalnya:

■ Terjadi musibah sehingga persediaan menjadi rusak atau hilang dan


perlu ditaksir nilainya.
■ Catatan atau pembukuan mengenai persediaan, sebagiannya ada yang
tidak lengkap atau hilang karena terjadi musibah.
■ Perusahaan menggunakan sistem periodik dalam pencatatannya dan
harus membuat laporan bulanan untuk kepentingan internal.

Ada dua metode taksiran yang dapat digunakan untuk menentukan nilai
persediaan barang yang sering digunakan yaitu metode laba kotor dan
metode eceran.
A. METODE LABA KOTOR

Pada umumnya, metode laba kotor digunakan untuk menyusun laporan keuangan demi kebutuhan
internal perusahaan seperti laporan keuangan bulanan atau triwulanan. Oleh karena itu, perusahaan
harus konsisten dari waktu ke waktu untuk menentukan besaran persentase laba kotor yang digunakan
dalam menentukan penjualan barang dagang. Apabila perusahaan menggunakan sistem periodik dalam
pencatatannya, metode laba kotor ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai taksiran terhadap
barang yang rusak karena musibah, seperti bencana alam yang mengakibatkan kerusakan persediaan
barang. Gambaran mengenai hubungan antara unsur-unsur penjualan, beban pokok penjualan, barang
siap dijual, persediaan akhir, dan persentase laba kotor tersebut adalah sebagai berikut.

Laba Kotor = Penjualan – Beban Pokok Penjualan


Atau
Persediaan akhir = barang siap jual – beban pokok penjualan
Ata
u
Beban pokok penjualan = barang siap jual – persediaan akhir
Atau
Persentase laba kotor = laba kotor / penjualan x 100 %
A. METODE LABA KOTOR

Untuk memberikan ilustrasi terhadap metode laba kotor tersebut, selanjutnya akan
dibahas contoh dari PT FAJAR PERSADA yang merupakan perusahaan retail barang-
barang kebutuhan pokok. Pada 31 Maret 2015, perusahaan melakukan penilaian terhadap
persediaan barang dalam rangka menyusun laporan keuangan triwulanan. Perusahaan
menggunakan sistem periodik dalam melakukan pencatatan transaksi. Berikut adalah
informasi yang berhubungan dengan laba kotornya.
Penjualan bersih Rp400.000
Persediaan awal Rp30.000
Pembelian Rp270.000

Pengalaman periode sebelum nya, laba kotor yang diperoleh adalah 30% dari
penjualan bersih.

Berdasarkan informasi tersebut, nilai taksiran untuk persediaan akhir barang yang
akan dicantumkan ke dalam laporan keuangan internal adalah sebagai berikut.
A. METODE LABA KOTOR

Penjualan Bersih = 400.000


Laba Kotor: 30% X 400.000 = 120.000 ( - )
Beban Pokok Penjualan = 280.000
     
Persediaan Awal = 30.000
Pembelian = 270.000 ( + )
   
Barang Siap Dijual = 300.000
Beban Pokok Penjualan = 280.000 ( - )
Persediaan Akhir Barang = 20.000

nilai taksiran persediaan barang akhir (31 maret 2020) adalah sebesar Rp20.000. Metode ini diladaskan pada
asumsi terhadap persentase laba kotor yang konsisten dari periode yang satu ke periode berikutnya. Metode laba
kotor tidak dapat digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan tahunan sehingga perusahaan harus
tetap berlandaskan pada perhitungan fisik barang untuk menemukan biaya perolehan barang akhir periode
B.METODE HARGA ECERAN
Perusahaan dagang yang menjual barang dagang secara eceran , biasanya memiliki
jenis barang dagang yang sangat banyak. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, perusahaan
dapat menggunakan metode taksiran yang disebut dengan metode harga eceran.

Apabila perusahaan menggunakan metode harga eceran, perusahaan harus memiliki


dua catatan nilai atas barang dagang yang dibeli yaitu biaya perolehan dan harga
eceran. Jika persediaan barang berdasarkan harga eceran telah diketahui, langkah berikutnya
adalah menentukan perbandingan biaya perolehan barang yang tersedia untuk dijual dengan
harga eceran dari barang yang tersedia untuk dijual. Cara menghitung besarnya nilai
taksiran biaya perolehan persediaan barang akhir yaitu dengan mengalikan antara persentase
nilai persediaan barang akhir dan nilai persediaan akhir berdasarkan harga eceran.
B.METODE HARGA ECERAN
Berikut adalah rumus untuk menghitung taksiran biaya perolehan persediaan barang
dengan metode harga eceran.
Persentase Biaya Perolehan = Barang Siap Jual Menurut Biaya Perolehan
  Barang Siap Dijual Menurut Harga Eceran

Atau
Barang Siap Dijual Menurut Harga
Persediaan Akhir Berdasarkan Harga =
Eceran - Penjualan Selama Satu
Eceran
Periode

Atau
Persediaan Akhir Berdasarkan Estimasi = Persentase Biaya Perolehan X Persediaan
Biaya Perolehan Akhir Berdasarkan Harga Eceran

Untuk memahami cara menghitung estimasi biaya perolehan barang akhir periode, selanjutnya akan diberikan contoh
tentang sebuah perusahaan. PT KARYA PESONA adalah perusahaan dagang yang menjual barang berdasarkan harga eceran.
Persediaan barang awal milik perusahaan berdasarkan biaya perolehannya pada 30 Juni 2015 yakni senilai Rp20.000,
sedangkan berdasarkan harga ecerannya yaitu Rp26.000. Pembelian barang dagang berdasarkan biaya perolehannya adalah
sebesar Rp180.000, sedangkan berdasarkan harga eceran yakni Rp234.000. Penjualan selama satu periode (Juni 2015)
adalah sebesar Rp200.000.
Berdasarkan informasi yang telah disebutkan, taksiran nilai perolehan barang dagang akhir periodenya adalah sebagai
berikut.
Keterangan Biaya Perolehan (Rp) Harga Eceran (Rp)

Persediaan Barang Awal 20.000 26.000


Pembelian Barang Dagang 180.000 234.000
Barang Siap Dijual 200.000 260.000
Penjualan Barangdagang Bersih   210.000
Persediaan Akhir Berdasarkan Harga Eceran   50.000
Berdasarkan data hasil perhitungan tersebut maka:
1.Persediaan barng akhir berdasarkan atas harag eceran adalah Rp50.000.
2.Perbandingan antara biaya perolehan dan harga ecerannya:
Rp200.000
x 100% = 76,9%
Rp260.000
3. Nilai taksiran biaya perolehan persediaan barang akhir adalah: 76,9% x
Rp50.000 = Rp 38.462.

Jadi, nilai taksiran biaya perolehan persediaan barang dagang akhir (30 juni
2015) adalah Rp.38.462.
KESIMPULAN
Jadi, persediaan penilai harga pokok merupakan gabungan antara pengertian
persediaan dan perhitungan harga pokok yang mana persediaan
merupakan suatu barang atau alat usaha yang kegiatan ekonomi nya
membeli barang dan kemudian menjual barang nya kembali tanpa harus
memprosesnya terlebih dahulu. Sedangkan HPP merupakan suatu
perhitungan yang menentukan dan mencari hasilnya, dan sesuai dengan
yang telah di rumuskan.
Our team

HABIBI ILHAM ERA AINI A.C TAN MAHDI N.I


223010063 223010049 223010062

Anda mungkin juga menyukai