Anda di halaman 1dari 26

TATA KOTA INDONESIA DITINJAU

DARI PERUBAHAN BENTUK KOTA


TRADISIONAL DAN KOTA MODERN
(Studi Kasus: Kerajaan Kasunanan Surakarta
dan Kota Semarang)
Disajikan Untuk Memenuhi Penilaian Tengah
Semester Mata Kuliah Pengantar Perencanaan
Wilayah dan Kota
Dosen Pengampu: Asa Bintang Kapiarsa,
S.T.,M.Han
Oleh:Ditasari Nabila (22100202)
 

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN


KOTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS KARIMUN
2022
ABSTRAK
Sepanjang perjalanan terbentuknya
kota, terjadi perkembangan yang
membentuk ciri khas kota-kota sesuai
dengan zamannya. Bentuk awal dari
sebuah kota tradisional hingga menjadi
modern, berkembang sesuai dengan
periodenya masing-masing. Kerajaan
Kasunanan Surakarta sebagai kota
tradisional menunjukkan bentuk kota Kata kunci: kota tradisional, kota
yang jauh berbeda dengan Kota modern,
Semarang yang berbentuk modern.
Kajian ini bertujuan mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan bentuk tata
kota keduanya, dengan menggunakan
metode kajian studi literatur. Data yang
diperoleh berasal dari data sekunder
yang dianalisis dan disimpulkan
Kota adalah lingkungan yang
dibangun manusia dalam waktu yang
relatif panjang. Kondisi wilayah kota
yang ada saat ini, adalah aglomerasi
unsur-unsur dan perkembangan yang
Latar telah terjadi sebelumnya. Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai macam
Belakang faktor (politik, ekonomi dan sosial
budaya). Dapat dikatakan bahwa kota
merupakan sebuah artefak urban
yang pada proses pembentukannya
mengakar dalam budaya masyarakat.
• Dalam kurun waktu dua abad sejak 1745-1945,
Kota Surakarta menjadi pusat pemerintahan
Kerajaan Kasunanan Surakarta. Akibatnya,
Surakarta tumbuh menjadi sebuah lingkungan
yang mencirikan sebuah kota pada zaman itu.
Santoso (1984) menyebutkan bahwa sebuah kota
klasik Jawa pada masa kerajaan Mataram
Islam, tersusun atas bangunan dan taman yang
diatur berlandaskan adat-istiadat yang
bersumber dari Keraton (dalam Junianto, 2019).
Sama halnya dengan Kasunanan Surakarta
yang merupakan pewaris Kerajaaan Mataram
Islam, pola dan bentuk bangunannya masih
memiliki kemiripan. Yang terdiri dari keraton,
alun-alun, masjid, dan unsur-unsur lainnya.
• Kota semarang adalah ibu kota Provinsi Jawa
Tengah, dan termasuk ke dalam kota
metropolitan terbesar kelima di Indonesia
setelah Jakarta, Surabaya, Medan, dan
Bandung. Berdasarkan basis data Pusat
Pengembangan Kawasan Perkotaan (2017)
dalam Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah, didalam sistem perkotaan nasional
Kota Semarang telah ditetapkan sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN). Kota Semarang juga
termasuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional
Perkotaan Kedungsepur (Kendal-Ungaran-
Semarang-Purwodadi). Metropolitan
Kedungsepur diarahkan sebagai PKN berskala
global yang berfungsi mendorong pertumbuhan
sektor jasa, teknologi informasi, pariwisata, dan
industri di wilayah Jawa Tengah.
Bagaimana tata kota pada
Kerajaan Kasunanan Surakarta
sebagai kota tradisional?
Rumusan Bagaimana tata kota pada Kota
Semarang sebagai kota modern?
Masalah Apa persamaan dan perbedaan
Kerajaan Kasunanan Surakarta
dengan Kota Semarang ditinjau
dari tata kotanya?
Mendeskripsikan tata kota dan
unsur-unsur pendukungnya pada
kerajaan Kasunanan Surakarta
sebagai kota tradisional.
Mendeskripsikan tata kota pada
Kota Semarang dan unsur-unsur
Tujuan pendukungnya sebagai kota
modern.
Mengidentifikasi perbedaan dan
persamaan tata kota, dan unsur-
unsur pendukung antara kota pada
masa kerajaan Kasunanan
Surakarta dan Kota Semarang.
Kajian Teori
Suatu wilayah dengan
wilayah terbangun (buit up
area) yang lebih padat
Fisik dibandingkan dengan area
sekitarnya.

Suatu wilayah di mana


terdapat kegiatan usaha
yang sangat beragam
dengan dominasi di sektor
non-pertanian, seperti
Ekonomi perdagangan,

Pengertian perindustrian, pelayanan


jasa, perkantoran,

Kota
pengangkutan, dan lain-lain

Suatu wilayah yang


dibatasi oleh suatu garis
batas kewenangan
administrasi pemerintah di
Administrasi daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Wilayah di mana terdapat
konsentrasi penduduk yang
dicerminkan oleh jumlah dan
Demografis tingkat kepadatan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan
keadaan di wilayah
sekitarnya

Suatu wilayah di mana

Pengertian terdapat kelompok-


kelompok sosial masyarakat

Kota Sosial yang heterogen (tradisional–


modern, formal informal,
maju – terbelakang, dan
sebagainya)

Suatu wilayah yang secara


statistik besaran atau ukuran
Statistik jumlah penduduknya sesuai
dengan batasan atau ukuran
untuk kriteria kota
Periodesasi Kota
Menurut Sujarto (1999), sejarah perkembangan kota Indonesia dibagi menjadi 4 periode:
• Perkembangan kota masa pra-VOC dan masa kolonial sebelum abad-20
• Perkembangan kota masa kolonial abad-20
• Perkembangan kota dekade 1950-an
• Perkembangan kota masa repelita
Kota Menurut Tipologi Perubahan Bentuk
Kota tradisional
Menurut Zainun (2015), tradisional dapat diartikan sebagai individu ataupun kelompok masyarakat
yang memiliki hubungan yang dekat dengan tradisi, yang menjunjung tinggi ajaran leluhur serta
memegang teguh nilai adat istiadatnya. Begitu pula halnya dengan kota tradisional yang diterapkan oleh
penguasa pada waktu mendirikan pusat-pusat kerajaan seperti Yogyakarta dan Surakarta.
Seperti misalnya adanya sumbu “keramat” utara-selatan yang pada ujungnya terdapat kerajaan.
Memiliki alun-alun, masjid letaknya pada sisi barat alun-alun karena masjid harus menghadap ke kiblat.
Pembagian pemukiman sudah sangat jelas nampak dalam kota-kota tradisional. Hal ini tampak pada
orang-orang asing yang tinggal di extra-muros (di luar dinding) mengelompok menurut suku.
Kota Menurut Tipologi Perubahan Bentuk
Kota Modern
Pada abad-21, perkembangan kota di dunia memasuki periode kota modern, tak terkecuali Indonesia.
Adanya gedung-gedung perkantoran, apartemen, mall, hotel dan sebagainya adalah salah satu ciri dari
kota modern. Revolusi industri sendiri telah menciptakan perubahan yaitu dengan adanya kota-kota
industri. Dengan latar belakang tersebut, terjadi peningkatan jumlah penduduk di kota, sehingga
masyarakat kosmopolit pun terbentuk. Hal ini juga mempengaruhi pendirian bangunan. Terjadinya
perubahan bentuk fisik bangunan kota menjadi bertingkat-tingkat (vertikal), dengan tujuan menambah
fungsi dari bangunan, ataupun karena semakin berkurangnya lahan.
Pendekatan penelitian yang
dilakukan adalah pendekatan
kualitatif, dengan metode
pengkajian studi literatur. Metode
pengumpulan data adalah studi
Metodologi pustaka. Jenis data yang digunakan
Penelitian dalam penulisan makalah ini adalah
data sekunder.. Data yang diperoleh
dikompulasi, dianalisis, dan
disimpulkan sehingga didapatkan
kesimpulan.
Pembahasan
Kota Tradisional Surakaeta
Masa Sebelum Pemerintahan Kasunanan Surakarta
Wujud awal kota pada masa ini masih berupa Dusun dengan masyarakat murni agraris tradisional. Penataan
"kota" pada masa ini, menggunakan konsep kosmologi Jawa dengan pola mancapat. Pola macapat adalah
sistem klasifikasi simbolik berkategori empat, menunjuk kepada arah mata angin.

Masa Pemerintahan Kasunanan Surakarta


Pola Kota Surakarta pada masa Kasunanan Surakarta mengalami pergeseran ke arah bentuk sosial budaya
kraton yang mengenal stratifikasi sosial di dalamnya. Sumarlina (1993) meneliti pola tata kota Surakarta, pada
awal berdiri dan perkembangannya. Dalam kajian tersebut, digambarkan bahwa pola tata kota Surakarta
direncanakan berdasarkan konsep kosmologi Jawa. Keraton sebagai pusat, dikelilingi oleh permukiman yang
menyebar ke arah empat mata-angin. Pola tersebut membentuk suatu lingkaran, sekaligus menjadi ciri kota
Surakarta.
Peta Tata Ruang Kota Surakarta
Kota Modern Semarang
Kota Semarang terletak di posisi strategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa. Dengan dukungan jaringan transportasi
darat (jalan & kereta api), bandara internasional, serta pelabuhan, menjadikan Kota Semarang berfokus pada perdagangan dan jasa. Oleh sebab
itu penataan ruang wilayah Kota Semarang yang termuat dalam RTRW Kota Semarang tahun 2011- 2031 bertujuan mewujudkan Kota
Semarang sebagai pusat perdagangan dan jasa berskala internasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
16 kecamatan di Semarang dibagi menjadi 10 BWK yang memiliki fungsi utamanya masing-masing. Seperti BWK 1 dengan pengembangan
fungsi utama meliputi; Perdagangan dan jasa berskala internasional, Pusat pemerintahan Provinsi, dan Pusat pemerintahan Kota.
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang, disusun kebijakan penataan ruang yang diantaranya; Pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang
memperkuat kegiatan perdagangan dan jasa berskala internasional
• Peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan
• Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana sarana umum
• Peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau yang proporsional di seluruh wilayah kota
• Pengelolaan dan pengembangan kawasan pantai
• Pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi
• Pengembangan kawasan strategis sosial budaya
Perbedaan tata kota Kasunanan Surakarta dan Kota Semarang

Lingkup Kota Tradisional Surakarta Kota Modern Semarang

Berdasarkan Proses
Konsep Tata Ruang Berdasarkan Kosmologi Jawa
Perencanaan Modern (RTRW)

Bentuk Pemerintahan Kesultanan Pemerintah Kota


Pusat Pemerintahan Keraton Balai Kota
Perekonomian Pertanian dan Perdagangan Beragam
Menyebar ke arah 4 mata
Pola Permukiman Cenderung Linear
angin
Bentuk Bangunan Satu Lantai Satu Lantai & Bertingkat
Pertahanan dan Keamanan Benteng Keraton Kantor dan Pos-pos Hankam
Persamaan Kota Tradisional Surakarta dan Kota Modern
Semarang

• Konsep alun-alun, pasar, dan masjid.


Pada kesultanan Surakarta, alun-alun terdapat dikawasan keraton yang merupakan pusat Pemerintahan. Kesultanan Surakarta
memiliki dua alun-alun, yakni alun-alun selatan dan utara. Sedangkan pada Kota Semarang, alun-alun terletak di kawasan Pasar
Johar dan berdekatan dengan Masjid Agung Kauman Semarang. Namun sejak dibangunnya pasar Johar, keberadaan alun-alun
kota Semarang menjadi tergeser dengan aktivitas perdagangan. Sehingga alun-alun ini tidak berfungsi dan digantikan oleh
alun-alun Simpang Lima. Tetapi alun-alun ini telah selesai direvitalisasi pada 2020 dan telah berfungsi kembali.
Kesamaan lainnya adalah posisi letak alun-alun, pasar, dan masjid yang berdekatan. Pada kesultanan Surakarta, disebelah kiri
alun-alun utara terdapat masjid, dan didepan alun-alun terdapat pasar. Hal ini mirip dengan posisi alun-alun di kota Semarang
yang berdekatan dengan Pasar Johar dan Masjid Agung Kauman.
• Adanya perkampungan berdasarkan etnis/kelompok.
Pada masa kesultanan Surakarta, terdapat perkampungan orang-orang Tionghoa, Arab, dan Melayu. Sedangkan di Semarang
berupa Kampung Belanda, Kampung Melayu, dan Kawasan Pecinan. Namun, sekarang perkampungan tersebut diubah menjadi
tujuan wisata oleh Pemkot Semarang.
Simpulan dan Saran
Simpulan

• Tata kota pada kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat didasarkan pada kosmologi jawa dengan pola
mancapat. Pola macapat adalah sistem klasifikasi simbolik berkategori empat, yang menunjuk kepada
arah mata angin. Keraton sebagai pusat, yang didampingi alun-alun, kediaman abdi dalem, masjid, dan
pasar.
• Tata kota pada Kota Semarang didasarkan pada fungsi utama BWK nya masing-masing, yang tertuang
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang 2011-2031. Tujuan yang ingin dicapai
Kota Semarang adalah mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat perdagangan dan jasa berskala
internasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
• Persamaan yang dimiliki kota tradisional dan kota modern studi kasus Kasunanan Surakarta dan Kota
Semarang adalah tata letak alun-alun, pasar dan masjid yang berdekatan. Kemudian keberadaan
perkampungan yang didasarkan pada etnis/kelompok. Walaupun pada Kota Semarang penggunaannya
beralih fungsi.
• Perbedaannya terletak pada konsep tata kota yang digunakan. Kasunanan Surakarta menggunakan
konsep kosmologi jawa, sedangkan Kota Semarang berdasarkan proses perencanaan modern
menggunakan RTRW. Selain itu, perekonomian Kasunanan Surakarta terbatas pada pertanian dan
perdagangan. Lain halnya dengan kota Semarang yang perekonomian memiliki banyak ragam.
Saran

Kajian makalah ini didasarkan pada studi literatur yang terbatas, sedangkan informasi dan
pengetahuan selalu terdapat pembaharuan, penyempurnaan, atau bahkan perbaikan. Oleh
karenanya penulis menyarankan untuk tetap dilakukan kajian lebih dalam di lapangan, agar
pengetahuan dan informasi dapat tersalurkan secara utuh dan dipertanggungjawabkan. Kepada
pemerintah diharapkan menjembatani ketersediaan sumber tulisan, khususnya literatur sejarah
keberadaan kerajaan kerajaan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
 
Alfian, M. (2007). Kota dan Permasalahannya. Yogyakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan BPNB.
Badan Pusat Statistik Kota Semarang. (tanpa tahun). Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2), 2019-2021.
https://semarangkota.bps.go.id/indicator/12/48/1/kepadatan-penduduk.html. Diakses pada 5 November 2022.
Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2020). Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan (Jiwa), 2020-2021.
https://surakartakota.bps.go.id/indicator/12/313/1/jumlah-penduduk-menurut-kecamatan-kota-surakarta.html. Diakses
pada 30 Oktober 2022.
Database Peraturan BPK RI. (2021). Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/175985/perda-kota-semarang-no-5-tahun-2021. Diakses pada 6 November
2022.
Detik. (2022). Sejarah dan Lokasi 2 Alun-alun di Kota Semarang.
https://www.google.com/amp/s/www.detik.com/jateng/wisata/d-6167290/sejarah-dan-lokasi-2-alun-alun-di-kota-se
marang/amp
. Diakses pada 7 November 2022.
DPRD Kota Surakarta. (tanpa tahun). Selayang Pandang Kota. https://dprd.surakarta.go.id/selayang-pandang/. Diakses
pada 30 Oktober 2022
Gramedia. 2022. Pengertian Tradisional Beserta Contoh Penggunaannya.
https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/pengertian-tradisional/amp/. Diakses pada 26 Oktober
2022.
Junianto, (2019). Konsep Mancapat-Mancalima dalam Struktur Kota Kerajaan Mataram Islam, Mintakat: Jurnal
Arsitektur. 20 (2): 107-131.
Kapiarsa, Asa Bintang. (2022). Sejarah Perkembangan Kota dan Perencanaan Kota di Indonesia. Presentasi Powerpoint
Kompas. (2019). Revitalisasi Tahap 1 Kelar, Wajah Baru Kota Lama Semarang Mulai Nampak.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/regional/read/2019/08/26/19592931/revitalisasi-tahap-1-kelar-wa
jah-baru-kota-lama-semarang-mulai-nampak
. Diakses pada 7 November 2022.
Makkelo, I.D, (2017). Sejarah Perkotaan: Sebuah Tinjauan Histiografis dan Tematis, Lensa Budaya: Journal of
Cultural Sciences. 12 (2): 83-101.
Nurhajarini, Dwi Ratna., Indra Fibiona., dan Suwarno. (2019). Kota Pelabuhan Semarang Dalam Kuasa Kolonial:
Implikasi Sosial Budaya Kebijakan Maritim, Tahun 1800an-1940an. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya
(BPNB).
Pemerintah Kota Semarang. (2018). Profil Kota Semarang. https://semarangkota.go.id/p/33/profil_kota. Diakses
pada 2 November 2022.
Pontoh, Nia K & Iwan Kustiawan. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB, Bandung.
Sumarlina, N.S. (1993). Pola Tata Kota Surakarta Awal dan Perkembangannya (Yogyakarta: Fakultas Sastra
UGM).
Universitas Negeri Semarang. (2015). Pola Permukiman Semarang.
https://blog.unnes.ac.id/papangpang/2015/11/18/pola-pemukiman-semarang/#:~:text=Di%20kota%20Semarang%2
0pada%20dasarnya,rel%20kereta%2C%20dan%20jalan%20raya
. Diakses pada 7 November 2022
Zahnd, Markus. (1999). Perancangan Kota secara Terpadu: Teori Perancangan Kota dan Penerapannya.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Soegijapranata Press.
Zaida, S.N. and N.H. Arifin, (2010). Surakarta: Perkembangan Kota Sebagai Akibat Pengaruh Perubahan Sosial
Pada Bekas Ibu Kota Kerajaan di Jawa, Jurnal Lanskap Indonesia. 12 (2): 83-92.

Anda mungkin juga menyukai