Anda di halaman 1dari 27

TOPIK 1

ANGGO
TA Anindya Nur H (09588)
Stefani Ayuningtyas (10066)
Nadya W (10143)
Shafara Widyanti (10161)
Sinta Devi Laksmita Sari Nugroho (10163)
TABLE OF CONTENTS
AGEN KARAKTERISTIK
PENYEBAB VIRUS DAN
01 DAN 02 BIOLOGI
MORFOLOGI MOLEKULER
MEKANISME
GEJALA
03 INFEKSI DAN 04 KLINIS
PATOGENESIS
LESI
MAKROSKOPIS
05 DAN
MIKROSKOPIS
01
AGEN
PENYEBAB
DAN
MORFOLOGI
MORFOLOGI VIRUS RABIES

● Family : Rhabdoviridae; Genus : Lyssa


● Bentuk : peluru
● Ukuran : 100-150 mikron
● Virus beramplop (envelop)
● Materi genetik berupa rantai tunggal

(Yousaf et al., 2012)


MORFOLOGI VIRUS RABIES

(CDC, 2018)
02
KARAKTERISTIK
VIRUS DAN
BIOLOGI
MOLEKULER
KARAKTERISTIK DAN BIOLOGI MOLEKULER

- Hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen.


- Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara
penularan.
- Virus rabies mudah mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet, pengaruh
keadaan asam dan basa, zat pelarut lemak, misalnya ether dan kloroform, Na
deoksikolat, dan air sabun.
- Struktur tubuh virus terdiri dari RNA, protein, lemak, dan karbohidrat
(Ditjen P2P ; Mau & Yunarko, 2015).
KARAKTERISTIK DAN BIOLOGI MOLEKULER

Genus Lyssvirus dapat dibedakan atas 4 tipe:


● Tipe 1, Sebagai protipe adalah Challenge Virus Standar (CVS )
● Tipe 2, Sebagai prototipenya adalah strain Kelelawar Lagos (Lagos Bat)
● Tipe 3, Sebagai prototipenya adalah strain Mokola, yang diisolasi dari tikus
dan manusia.
● Tipe 4, Merupakan serogrup virus rabies yang belum banyak diketahui dan
tipe ini belum banyak diisolasi dari mamalia

(Ditjen PKH, 2014)


03
MEKANISME
INFEKSI DAN
PATOGENESIS
- Metode penularan utama: gigitan
- Virus memasuki tubuh melalui: inokulasi transdermal
(luka) atau kontak langsung
- Virus tidak dapat menembus kulit utuh
Cara penularan melalui gigitan dan
non gigitan (aerogen,
transplantasi, kontak dengan bahan
mengandung virus rabies pada
kulit lecet atau mukosa). Cakaran
oleh kuku hewan penular rabies
adalah berbahaya karena binatang
menjilati kuku-kukunya. Saliva
yang ditempatkan pada permukaan
mukosa seperti konjungtiva
mungkin infeksius.
04
GEJALA
KLINIS
GEJALA KLINIS

Pada Hewan Paralisis

Ganas
Prodorma
l

(Padaga et al., 2018 dan Tanzil, 2014)


Prodorma
l
- Tidak spesifik
- Gejala lemah dan malas
- Berkembang menjadi tipe ganas

(Tanzil, 2014)
Ganas

- Diawali hewan merasa ketakutan dan tidak


tenang, hewan akan bersembunyi di tempat
gelap dan dingin
- Agresif, hewan akan menyerang dan menggigit
benda-benda yang bergerak, hewan lain,
manusia, bahkan dirinya sendiri
- Mengeluarkan air liur banyak dan sulit menelan
akibat kejang pada otot leher

(Padaga et al., 2018 dan Tanzil, 2014)


Paralisis
- Diawali kelumpuhan pada otot kepala dan
leher
- Kelumpuhan kaki
- Kelumpuhan umum dan kematian

(Padaga et al., 2018)


GEJALA KLINIS
Pada Manusia
- Sakit kepala, demam, malaise, dan gangguan
sensorik ringan
- Timbul rasa sakit dan iritasi pada area bekas
gigitan hewan
- Hydrophobia akibat kejang pada otot leher
sehingga kesulitan menelan
- Gangguan kesadaran
- Kematian akibat kegagalan pernapasan

(Padaga et al., 2018 dan Tanzil, 2014)


05
LESI
MAKROSKOPIS
DAN
MIKROSKOPIS
LESI MAKROSKOPIS

- Kongesti pada pembuluh darah meningeal


disertai penyempitan sulcus dan flattening
gyri

(Rahman et al., 2015)


LESI MAKROSKOPIS

- Kongesti dan edema pada dinding


ventrikel lateral

(Rahman et al., 2015)


LESI MAKROSKOPIS

- Congesti pembuluh darah sulcus disertai


pembengkakan cerebral hemispheres

(Singh et al., 2017)


LESI MIKROSKOPIS

- Infiltrasi sel mononuclear (limfosit dan


makrofag) pada pembuluh darah dilatasi
pada area white matter pada otak unta

(Singh et al., 2017)


LESI MIKROSKOPIS

- Ditemukan Negri’s body

(Singh et al., 2017)


LESI MIKROSKOPIS

- Degenerasi neuron, infiltrasi sel


mononuclear dan edema

(Singh et al., 2017)


DAFTAR PUSTAKA
[Ditjen P2P] Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2016. Buku Saku Petunjuk Teknis
Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

[Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan . 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia.
Jakarta : Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
Padaga, M, C., Aulanni’am, H., Ani, S., Mira, F. 2018. Penyakit Zoonosa Strategis di Indonesia: Aspek Kesehatan
Masyarakat Veteriner. Malang : UB Press.
Tanzil,K. 2014. Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya. E-Journal WIDYA Kesehatan dan Lingkungan 1 (1): 61-
67.

Mau, F., & Yunarko, R. 2015. Keberadaan Virus Rabies di Pulau Flores dan Lembata Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Penyakit Bersumber Binatang. 2(2) : 18-25
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, S.A.E., Elbeskawy, M., Hamed, M.F. 2015. Detection of Rabies Virus and its Pathological Changes in
Brain of Buffaloes in Egypt. Advances in Animal and Veterinary Science, Vol 3 (11) : 588 – 593

Singh, R., Singh, K.P., Cherian, S., Saminathan, M., SanjayKapoor.,Reddy, M., Panda, S., Dhama, K. 2017. Rabies-
epidemiology, pathogenesis, public health concerns and advances in diagnosis and control : a comprehensive
review. Veterinary Quarterly, Vol 37 (1) : 212 – 251

Anda mungkin juga menyukai