Anda di halaman 1dari 33

KATA DAN MAKNA DALAM

PANDANGAN USHUL FIQIH


MEMAHAMI MAKNA
MENURUT ULAMA USHUL FIQH

 Dalalah Mantuq (sign operative)


 Dalalah Mafhum (sign concept)
 Kata Umum ('Aam)
 Kata Khusus(Khash)
 Hakekat (Makna Asli)
 Majaz (Makna Kiasan)
DALALAH MANTUQ
(SIGN OPERATIVE)

makna sesuai dengan lafal yang


diucapkan.
Nash

BENTUK
Isyarat DALALAH Dhahir
MANTUQ

Iqtida’ Muawwal
NASH
 Nash adalah lafadz yang bentuknya sendiri telah
dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara
tegas (sharih), tidak mengandung kemungkinan
lain. Misalnya firman Allah swt:
) ‫( فمن لم يجد فصيام ثالثة أيام في الحج وسبعة إذا رجعتم تلك عشرة كاملة‬
Artinya: "Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari ketika kamu telah pulangkembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna ".
 'sepuluh yang sempurna' telah mematahkan
kemungkinan 'sepuluh' diartikan lain secara majaz.
Inilah yang dimaksud dengan nash.
DHAHIR

 Dhahir yaitu lafal yang menunjukan suatu makna yang


segera dipahami ketika ia diucapkan, tetapi disertai
kemungkinan makna lain. Namun yang satu lebih
signifikan/jelas dari pada makna lain.
 Misalnya, "Aku melihat singa".

 Signifikasi kata 'singa' ='hewan buas' secara hakiki.

 Kemungkinan makna lain “Singa” = 'seorang pemberani

seperti singa'. Secara majazi.


 Sedangkan makna 'pemberani‘ (majazi) yang diabaikan

karena kurang jelas dalam ucapan tersurat disebut marjuh.


MUAWWAL

 Muawwal yaitu lafadz yang justru diartikan


dengan makna marjuh karena tidak mungkin
mengambil makna rajih.
 Menggunakan Makna majazi berdasarkan
interpretasi (takwil) terhadap makna tersurat.
 Misalnya:"Langit dan bumi berada ditangan

Allah".
 Kata 'tangan' = anggota tubuh. Secara hakiki

(Rajih)
 Karena tidak logis diterapkan pada Dzat Allah.

Kata 'tangan' harus ditakwil (interpretasi) ke


makna 'kekuasaan‘. (Marjuh)
IQTIDHA’

 Iqtidha‘ yaitu kesahihan (validitas) signifikasi sebuah


lafadz bergantung pada makna yang tidak disebutkan
dalam teks. Misalnya, dalam firman Allah SWT:
(‫سفَ ۢ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِّمنْ َأيَّ ٍام ُأ َخ َر‬
َ ‫ضا َأ ْو َعلَ ٰى‬ َ ‫)فَ َمن َك‬
ً ‫ان ِمن ُكم َّم ِري‬
Artinya: “maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam
perjalanan, maka ia (wajib berpuasa atau mengqada') sebanyak
hari-hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain...".
 Ayat ini memerlukan suatu lafadz yang tidak disebutkan, yaitu:

(lalu ia berbuka puasa) yang diletakkan setelah kata


(perjalanan), sebab kewajiban qadha' puasa bagi musafir hanya
apabila ia berbuka dalam perjalanannya itu. Sedang jika ia tetap
berpuasa, maka baginya tidak ada kewajiban qadha' karena ia
tidak membatalkannya.
 Penunjukan makna terhadap 'sesuatu yang tidak terdapat di dalam

teks/lafadz yang terucap, tetapi sebenarnya ia lazim ada


didalamnya' disebut iqtidha'.
ISYARAT

 Isyarat yaitu signifikasi sebuah lafadz bergantung pada makna yang pada
dasarnya memang tidak dimasukkan dalam teks. Misalnya, firman Allah:
ِ ‫ش ُك ْر لِى َولِ ٰ َولِ َد ْي َك ِإلَ َّى ٱ ْل َم‬
‫صي ُر‬ َ ٰ ِ‫س َن بِ ٰ َولِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّم ۥهُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
ْ ‫صلُهۥُ فِى َعا َم ْي ِن َأ ِن ٱ‬ َ ٰ ‫ص ْينَا ٱِإْل ن‬
َّ ‫َو َو‬
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan...".
 Ayat di atas, selain menjelaskan tentang susah payah seorang ibu pada
saat hamil dan menyapih anaknya, sebenarnya juga mengisyaratkan
sebuah makna/pengertian, bahwa masa hamil seorang ibu adalah 6
bulan.
 Pengertian bisa dipahami dengan adanya ayat lain: (Masa menyapihnya
selama 2 tahun).
 Jadi, penyebutan 30 bulan sejak mengandung hingga menyapih, jika
dikurangi masa menyapih selama 2 tahun atau 24 bulan,
 maka kesimpulannya masa hamil saja minimal selama 6 bulan.
Penunjukan lafal pada makna 'masa hamil minimal 6 bulan' ini memang
tidak terdapat dalam kedua ayat di atas, tetapi makna itu bisa dipahami
melalui kalkulasi isyarat dari lafal tersurat dari dua ayat tersebut.
DALALAH MAFHUM
(SIGN CONCEPT)

Mafhum adalah makna yang


ditunjukkan oleh lafal, tidak
berdasarkan pada bunyi
ucapan (makna tersurat).
Fahwal
Khitab
MAFHUM
MUWAFAQAH
Lahnul
Khitab

Mafhum Sifat
Mafhum (dengan kata sifat)

Mafhum Syarat
(dengan huruf syarat)
MAFHUM
MUKHALAFAH
Mafhum Ghayah
(dengan batas maksimal)

Mafhum Hashr
(dengan pembatasan)
MAFHUM MUWAFAQAH
Mafhum Mukhalafah
(concept approval)
adalah makna yang hukumnya
sesuai dengan mantuq
(terucap)
MAFHUM MUWAFAQAH
(Fahmal Khitab)
Fahwal Khitab Yaitu, makna yang dipahami itu
lebih utama diambil hukumnya dari pada
manthuq-nya. Misalnya, keharaman mencaci
maki dan memukul orang tua yang dipahami
dari firman Allah swt : ‫ف‬G
( ‫هما أ‬GG‫قلل‬GG‫)وال ت‬
"Maka sekali-sekali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ah..
". Manthuq ayat ini adalah haramnya
mengatakan 'ah', oleh sebab itu keharaman
mencaci maki dan memukul lebih pantas
diambil karena keduanya dinilai lebih berat
MAFHUM MUWAFAQAH
(Lahnul Khitab)
 Lahnul Khitab Yaitu, apabila hukum mafhum sama
nilainya dengan hukum manthuq. Misalnya, firman
Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara dzalim, sebenarnya mereka itu
menelan api ke dalam perutnya...".
 Ayat ini menunjukkan pula keharaman merusak dan
membakar harta anak yatim atau menyia-nyiakannya.
 Penunjukan makna ini disebut lahnul khitab, karena ia
sama nilainya dengan memakannya sampai habis.
 Kedua mafhum di atas termasuk maflum muwafaqah
karena makna yang tidak disebutkan (makna tersirat)
itu hukumnya sesuai dengan hukum yang diucapkan
(manthuq/makna tersurat)
MAFHUM MUKHALAFAH

Mafhum Mukhalafah Yaitu,


makna yang berbeda
hukumnya dengan manthuq
(makna tersirat yang bersifat
kebalikan)
MAFHUM MUKHALAFAH
Mafhum Sifat (dengan kata sifat)
Mafhum Sifat (dengan kata sifat) Misalnya, firman
ِ GGG‫ َف‬G‫ ْم‬G‫ا َء ُك‬G‫ َمنُوا ِإن َج‬G‫ل ِذ َينآ‬Gَّ G‫ا ا‬G‫ا َأيُّ َه‬GG‫َي‬
Allah swt: ‫تَبَيَّنُوا‬GGG‫نَبٍَإ َف‬GG‫اس ٌق ِب‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika orang fasik
membawa berita, maka periksalah dengan teliti......”.
Mafhum Mukhlafah atau makna kebalikan dari kata
sifat 'fasiq' pada ayat ini ialah bahwa orang yang
tidak fasik tidak wajib diteliti beritanya.
Contoh lain, firman Allah: ً‫ ْل َدة‬G‫ َمانِ َين َج‬GG‫ َث‬G‫اجلِ ُدو ُه ْم‬ ْ GGG‫َف‬
"Maka deralah mereka (yang menuduh zina itu)
delapan puluh kali dera..". Mahfum-nya ialah
mereka tidak boleh didera kurang atau lebih dari
delapan puluh kali.
MAFHUM MUKHALAFAH
Mafhum Syarat (dengan huruf syarat)
Mafhum Syarat (dengan huruf syarat).
Misalnya, firman Allah swt:
ِ ‫) َوِإنْ ُك َّن ُأواَل‬
(‫ت َح ْم ٍل فََأ ْنفِقُوا َعلَ ْي ِه َّن‬
"Dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya".
Makna atau mafhumnya ialah isteri yang
dicerai tetapi tidak sedang hamil, tidak
wajib diberi nafkah
MAFHUM MUKHALAFAH
Mafhum Hashr (dengan pembatasan)

Mafhum Hashr (dengan pembatasan).


ْ G َ‫ ْعبُ ُد َوِإيَّ َاك ن‬G َ‫) ِإيَّ َاك ن‬
Misalnya, firman Allah: (‫ستَ ِع ُين‬
"Hanya Engkaulah yang kami sembah
dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan". Mafhumnya
adalah bahwa selain Allah tidak
disembah dan tidak dimintai
pertolongan.
KATA UMUM
('AAM)
Kata Umum ('Aam) Yaitu,
kata yang cakupan
maknany a bersifat umum ,
merata, tidak terbatas.
MACAM-MACAM KATA UMUM
('AAM)
1. Bentuk Isim Mufrad
(kata benda tinggal)
2. Isim Jama' (plural)
dengan artikel "AL“
3. Isim Mubham
KATA UMUM ('AAM)
Bentuk Isim Mufrad (kata benda tinggal)

Bentuk Isim Mufrad (kata benda tinggal)


Misalnya, firman Allah swt:
(‫ين‬ ِ ‫ان ِمنْ نُ ْطفَ ٍة فَِإ َذا ُه َو َخ‬
ٌ ِ‫صي ٌم ُمب‬ َ ‫س‬ َ َ‫) َخل‬
َ ‫ق اِإْل ْن‬
"Dia telah menciptakan manusia dari mani,
tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata".
Kata 'manusia' disini bersifat umum, ia
mengenai semua manusia, melainkan yang
diperkecualikan.
KATA UMUM ('AAM)
Isim Jama' (plural) dengan artikel "AL"

Isim Jama' (plural) dengan artikel "AL“


ُ ‫) َوا ْقتُلُو‬
Misalnya, firman Allah swt: ( ‫ه ْم‬
"Bunuhlah orang-orang musyrik (AI-
Musyrikiin)". Bentuk jama‘ (A1-
Musyrikiin) dalam ayat ini bersifat
umum dan mencakup semua orang
yang berbuat syirik.
KATA UMUM ('AAM)
Isim Mubham
Isim Mubham Yaitu, isim-isim (kata benda) yang tidak menyebut
sesuatu tertentu. Misalnya, kata ‫ن‬G‫( م‬orang/barang siapa), ‫ا‬G‫م‬
‫ي‬G‫( ا‬mana saja), ‫ین‬G‫( ا‬dimana saja), ‫( ما‬kata tanya,
(apa/apa saja),
Apa?), ‫( ما‬Apapun; kata syarat untuk jaza'/ balasan). Perhatikan
contoh-contoh berikut:
 ‫( من دخل داري فھو ام‬barangsiapa masuk rumahku, dia aman)
 ‫( ما جاءني به قبلته‬apa yang ia berikan padaku, kuterima)
 ‫این تجلس اجلس‬ (dimana saja kamu duduk, akupun duduk)
 ‫متى تذھب اذھب‬ (kapanpun kau pergi, akupun pergi)
 ‫ماعندك ؟‬ (apa yang kau miliki?)
 ‫) ماتفعل تجزبه‬apa yang kau perbuat, kau akan dibalas karenanya)
KATA KHUSUS
(KHASH)
Kata Khusus adalah kebalikan kata umum.
Definisi kata khusus yaitu lafadz yang
cakupannya hanya mengena pada sesuatu yang
terbatas. Yang dimaksud 'sesuatu terbatas‘ ini,
boleh berjumlah satu, dua, tiga atau lebih asalkan
terbatas. Misalnya, kata Ahmad bersifat khusus,
sebab ia mengacu secara khusus pada Ahmad.
Contoh lain, ‫لفصل‬GG‫لبانیدخالنا‬GG‫لطا‬GG‫( ا‬kedua murid itu
masuk sekolah). Bentuk Mutsanna‘ hanya khusus
mengacu kepada kedua murid yang ditunjuk itu.
CARA MENTAKHSHISH
MAKNA YANG UMUM
Istitsna‘(pengecualian)
Menjadi Sifat
Menjadi Syarat
Sebagai Ghayah (batas

sesuatu)
Sebagai Badal (pengganti)
ISTITSNA‘
(PENGECUALIAN)
 Istitsna‘ (pengecualian) Misalnya, Firman Allah swt:
ًG‫ َج ْل َدة‬G‫ ثَ َمانِي َن‬G‫اجلِ ُدو ُه ْم‬
ْ َ‫ ف‬G‫ش َه َدا َء‬ ُ G‫ يَْأتُوا بَِأ ْربَ َع ِة‬G‫ لَ ْم‬G‫ت ثُ َّم‬ َ ‫ ا ْل ُم ْح‬G‫ يَ ْر ُمو َن‬G‫) َوالَّ ِذي َن‬
ِ ‫نَا‬G‫ص‬
( ‫ين تَابُوا‬ َ ‫ون ِإاَّل الَّ ِذ‬
َ ُ‫اسق‬ ِ َ ‫ف‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ه‬
ُ ‫ك‬
َ َ ٰ
‫ش َها َدةً َأبَ ًدا ۚ َوُأو ِئ‬
‫ل‬ َ ‫َواَل تَ ْقبَلُوا لَ ُه ْم‬
ُ
 "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-
baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka ltulah
orang-orang yang fasik (4). Kecuali orang-orang yang
bertaubat(5)".
 Pada ayat di atas, lafal umum/'aam (orang-orang yang
menuduh wanita baik-baik) pada ayat 4 ditakhshish dengan
kata 'kecuali' pada ayat 5, sehingga maknanya menjadi lebih
sempit atau khusus.
MENJADI SIFAT
 Menjadi Sifat Misalnya, firman Allah swt:
‫ساِئ ُك ُم الاَّل تِي َد َخ ْلتُ ْم ِب ِه َّن‬
َ ِ‫َو َربَاِئبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُح ُجو ِر ُك ْم ِمنْ ن‬
 "..anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri..".

Pada ayat ‫ھن‬GG‫تب‬GG ‫ىدخل‬GG‫لت‬GG‫ ا‬menjadi sifat dari G‫سائكم‬GG‫ن‬.
Maksudnya, anak perempuan isteri yang telah digauli itu
haram dinikai oleh suami dan halal bila belum
menggaulinya.
 Contoh lain,"Aku senang orang-orang yang
rajin belajar". Kata 'orang-orang' masih bersifat
umum mencakup semua orang, lalu ditakhshish dengan
kata 'yang rajin belajar’
MENJADI SYARAT
 Menjadi Syarat Misalnya firman Allah swt:
(‫اب ِم َّما َملَ َكتْ َأ ْي َمانُ ُك ْم فَ َكاتِبُو ُه ْم ِإنْ َع ِل ْمتُ ْم فِي ِه ْم َخ ْي ًرا‬
َ َ‫ون ا ْل ِكت‬ َ ‫) َوالَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْبتَ ُغ‬
“...dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan
perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka,
jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka...".
 Kalimat 'membuat perjanjian' masih bersifat umum, lalu
ditakhsish dengan syarat ‘jika kamu mengetahui ada
kebaikan’. Maksudnya, jika kamu mengetahui adanya
kesanggupan pada diri budaknya untuk membayar tebusan
'merdeka'.
 Contoh lain, "Aku akan menikahi semua wanita, asal ia
shalehah". Kata 'semua wanita' menjadi khusus hanya
wanita shalehah.
SEBAGAI GHAYAH
(BATAS SESUATU)
 Sebagai Ghayah (batas sesuatu), Misalnya firman
ُ ‫ ْط‬GG‫تَّ ٰى َي‬G‫ ْق َربُو ُه َّن َح‬GG‫) َواَل َت‬
Allah swt: (‫ ْر َن‬G‫ه‬
...dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci..". Kata 'suci' mengkhususkan
pengertian 'tidak boleh mendekati isteri', setelah
kata 'suci‘ menjadi 'batas'.
 Contoh lain, "Aku tidak akan berkunjung ke
rumahnya, hingga ia mengirimiku undangan".
Kalimat yang menyatakan 'tidak mau berkunjung'
masih bersifat umum, lalu ditakhshish dengan
'hingga ia mengirimiku undangan'.
SEBAGAI BADAL
(PENGGANTI)
 Badal (pengganti) adalah badal ba'du min kull,
yaitu kata pengganti yang bersifat sebagian dari kata
asal yang bersifat keseluruhan. Misalnya, firman Allah
َ G‫ستَطَا َع ِإ َلْي ِه‬
swt: ( ‫بِياًل‬G ‫س‬ ْ ‫ ُّج‬G‫اس ِح‬
ْ G‫لبَ ْي ِت َم ِنا‬GG‫ا‬ ِ َّ‫لن‬GG‫) َوهَّلِل ِ َعلَىا‬
"haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah".
 Lafadz ‫بیال‬GGG‫ س‬G‫لیه‬GG‫تطاع ا‬G‫س‬G‫نا‬G‫ م‬adalah badal dari kata ‫لناس‬GG‫ا‬
sehingga kewajiban haji yang masih bersifat
menyeluruh atas semua manusia, ditakhshish dengan
kata pengganti sehingga hukum wajib hajihanya bagi
'orang yang sanggup perjalanannya ke Baitullah.
HAKEKAT
(MAKNA ASLI)
Hakekat (Makna Asli) Yaitu, kata yang
dalam penggunaannya tetap menurut
makna sebenarnya. Misalnya, Kambing
gembong. Gembong artinya pejantan.
Termasuk bagian hakikat lughawi,
kata yang dalam percakapan sudah
dipakai sebagai istilah. Misalnya, Ibu
kota, artinya kota pusat.
JENIS-JENIS HAKEKAT
(MAKNA ASLI)
1. Hakikat Lughawi; yaitu kata yang dalam penggunaannya secara
bahasa tetap menurut makna sebenarnya. Misalnya, harimau
untuk nama seekor binatang buas.
2. Hakikat Syar'i; yaitu kata yang dalam penggunaannya menurut
syariat agama tetap menurut makna sebenarnya. Misalnya, shalat
untuk nama suatu ibadat tertentu, dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.
3. Hakikat Urf; yaitu kata yang secara adat/istilah menggunakan
makna yangsebenarnya. Misalnya, daabbah untuk nama
binatang berkaki empat menurut pengertian adat orang Arab,
walaupun menurut bahasa adalah segala yang
merayap/berjalan di muka bumi.
Contoh lain,fail untuk nama isim yang telah maklum menurut
istilah ahli nahwu
MAJAZ
(MAKNA KIASAN)

Majaz/Kiyasan ialah kata yang (dipakai)


di luar makna aslinya.
Misalnya,gembong-gembong
ulama, kata gembong-gembong
artinya tokoh-tokoh.
PROSEDUR PERUBAHAN KATA
MENJADI MAKNA MAJAZ

1. Ziyadah (menambah kata); misalnya dalam firman Allah:


“Tiada sesuatu yang seperti seperti Tuhan" (‫ي ٌء‬ ِ ِ‫ْس َك ِم ْثل‬
ْ ‫ه َش‬ َ ‫)لَي‬
2. Nuqshan (mengurangi kata); misalnya dalam firman Allah:
."Bertanyalah kepada.....desa"(‫(واسئل القرية‬
Yang dimaksud adalah bertanya kepada penduduk desa (‫ھل‬G‫ )ا‬Kata 'Ahli'
disimpan, tidak ditampakkan.
3. Naql (memindah arti); misalnya, lafadz ‫ ا لغ ائط‬untuk nama kotoran yang
keluar dari manusia. Padahal, arti asalnya: tempat yang
tentram/sunyi, sebab biasanya orang yang buang air besar menuju ke
sana.
4. Isti'arah (meminjam kata untuk arti lain); misalnya, dalam firman Allah

SWT: ‫ض‬ َّ َ‫ ْنق‬GG‫ ْن َّي‬Gَ‫ ِر ْي ُد ا‬GG‫ َدا ًرا ُّي‬G‫ِج‬


"...sebuah dinding yang ingin runtuh".
Yang dimaksud dengan kata 'ingin’ di atas adalah hampir roboh. Kata
'ingin' semestinya untuk manusia hidup. Tetapi, di sini dipinjam untuk
benda mati (dinding).

Anda mungkin juga menyukai