BENTUK
Isyarat DALALAH Dhahir
MANTUQ
Iqtida’ Muawwal
NASH
Nash adalah lafadz yang bentuknya sendiri telah
dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara
tegas (sharih), tidak mengandung kemungkinan
lain. Misalnya firman Allah swt:
) ( فمن لم يجد فصيام ثالثة أيام في الحج وسبعة إذا رجعتم تلك عشرة كاملة
Artinya: "Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari ketika kamu telah pulangkembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna ".
'sepuluh yang sempurna' telah mematahkan
kemungkinan 'sepuluh' diartikan lain secara majaz.
Inilah yang dimaksud dengan nash.
DHAHIR
Allah".
Kata 'tangan' = anggota tubuh. Secara hakiki
(Rajih)
Karena tidak logis diterapkan pada Dzat Allah.
Isyarat yaitu signifikasi sebuah lafadz bergantung pada makna yang pada
dasarnya memang tidak dimasukkan dalam teks. Misalnya, firman Allah:
ِ ش ُك ْر لِى َولِ ٰ َولِ َد ْي َك ِإلَ َّى ٱ ْل َم
صي ُر َ ٰ ِس َن بِ ٰ َولِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّم ۥهُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف
ْ صلُهۥُ فِى َعا َم ْي ِن َأ ِن ٱ َ ٰ ص ْينَا ٱِإْل ن
َّ َو َو
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan...".
Ayat di atas, selain menjelaskan tentang susah payah seorang ibu pada
saat hamil dan menyapih anaknya, sebenarnya juga mengisyaratkan
sebuah makna/pengertian, bahwa masa hamil seorang ibu adalah 6
bulan.
Pengertian bisa dipahami dengan adanya ayat lain: (Masa menyapihnya
selama 2 tahun).
Jadi, penyebutan 30 bulan sejak mengandung hingga menyapih, jika
dikurangi masa menyapih selama 2 tahun atau 24 bulan,
maka kesimpulannya masa hamil saja minimal selama 6 bulan.
Penunjukan lafal pada makna 'masa hamil minimal 6 bulan' ini memang
tidak terdapat dalam kedua ayat di atas, tetapi makna itu bisa dipahami
melalui kalkulasi isyarat dari lafal tersurat dari dua ayat tersebut.
DALALAH MAFHUM
(SIGN CONCEPT)
Mafhum Sifat
Mafhum (dengan kata sifat)
Mafhum Syarat
(dengan huruf syarat)
MAFHUM
MUKHALAFAH
Mafhum Ghayah
(dengan batas maksimal)
Mafhum Hashr
(dengan pembatasan)
MAFHUM MUWAFAQAH
Mafhum Mukhalafah
(concept approval)
adalah makna yang hukumnya
sesuai dengan mantuq
(terucap)
MAFHUM MUWAFAQAH
(Fahmal Khitab)
Fahwal Khitab Yaitu, makna yang dipahami itu
lebih utama diambil hukumnya dari pada
manthuq-nya. Misalnya, keharaman mencaci
maki dan memukul orang tua yang dipahami
dari firman Allah swt : فG
( هما أGGقللGG)وال ت
"Maka sekali-sekali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ah..
". Manthuq ayat ini adalah haramnya
mengatakan 'ah', oleh sebab itu keharaman
mencaci maki dan memukul lebih pantas
diambil karena keduanya dinilai lebih berat
MAFHUM MUWAFAQAH
(Lahnul Khitab)
Lahnul Khitab Yaitu, apabila hukum mafhum sama
nilainya dengan hukum manthuq. Misalnya, firman
Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara dzalim, sebenarnya mereka itu
menelan api ke dalam perutnya...".
Ayat ini menunjukkan pula keharaman merusak dan
membakar harta anak yatim atau menyia-nyiakannya.
Penunjukan makna ini disebut lahnul khitab, karena ia
sama nilainya dengan memakannya sampai habis.
Kedua mafhum di atas termasuk maflum muwafaqah
karena makna yang tidak disebutkan (makna tersirat)
itu hukumnya sesuai dengan hukum yang diucapkan
(manthuq/makna tersurat)
MAFHUM MUKHALAFAH
sesuatu)
Sebagai Badal (pengganti)
ISTITSNA‘
(PENGECUALIAN)
Istitsna‘ (pengecualian) Misalnya, Firman Allah swt:
ًG َج ْل َدةG ثَ َمانِي َنGاجلِ ُدو ُه ْم
ْ َ فGش َه َدا َء ُ G يَْأتُوا بَِأ ْربَ َع ِةG لَ ْمGت ثُ َّم َ ا ْل ُم ْحG يَ ْر ُمو َنG) َوالَّ ِذي َن
ِ نَاGص
( ين تَابُوا َ ون ِإاَّل الَّ ِذ
َ ُاسق ِ َ ف ْ
ل ا م ه
ُ ك
َ َ ٰ
ش َها َدةً َأبَ ًدا ۚ َوُأو ِئ
ل َ َواَل تَ ْقبَلُوا لَ ُه ْم
ُ
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-
baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka ltulah
orang-orang yang fasik (4). Kecuali orang-orang yang
bertaubat(5)".
Pada ayat di atas, lafal umum/'aam (orang-orang yang
menuduh wanita baik-baik) pada ayat 4 ditakhshish dengan
kata 'kecuali' pada ayat 5, sehingga maknanya menjadi lebih
sempit atau khusus.
MENJADI SIFAT
Menjadi Sifat Misalnya, firman Allah swt:
ساِئ ُك ُم الاَّل تِي َد َخ ْلتُ ْم ِب ِه َّن
َ َِو َربَاِئبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُح ُجو ِر ُك ْم ِمنْ ن
"..anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri..".
Pada ayat ھنGGتبGG ىدخلGGلتGG اmenjadi sifat dari GسائكمGGن.
Maksudnya, anak perempuan isteri yang telah digauli itu
haram dinikai oleh suami dan halal bila belum
menggaulinya.
Contoh lain,"Aku senang orang-orang yang
rajin belajar". Kata 'orang-orang' masih bersifat
umum mencakup semua orang, lalu ditakhshish dengan
kata 'yang rajin belajar’
MENJADI SYARAT
Menjadi Syarat Misalnya firman Allah swt:
(اب ِم َّما َملَ َكتْ َأ ْي َمانُ ُك ْم فَ َكاتِبُو ُه ْم ِإنْ َع ِل ْمتُ ْم فِي ِه ْم َخ ْي ًرا
َ َون ا ْل ِكت َ ) َوالَّ ِذ
َ ين يَ ْبتَ ُغ
“...dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan
perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka,
jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka...".
Kalimat 'membuat perjanjian' masih bersifat umum, lalu
ditakhsish dengan syarat ‘jika kamu mengetahui ada
kebaikan’. Maksudnya, jika kamu mengetahui adanya
kesanggupan pada diri budaknya untuk membayar tebusan
'merdeka'.
Contoh lain, "Aku akan menikahi semua wanita, asal ia
shalehah". Kata 'semua wanita' menjadi khusus hanya
wanita shalehah.
SEBAGAI GHAYAH
(BATAS SESUATU)
Sebagai Ghayah (batas sesuatu), Misalnya firman
ُ ْطGGتَّ ٰى َيG ْق َربُو ُه َّن َحGG) َواَل َت
Allah swt: ( ْر َنGه
...dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci..". Kata 'suci' mengkhususkan
pengertian 'tidak boleh mendekati isteri', setelah
kata 'suci‘ menjadi 'batas'.
Contoh lain, "Aku tidak akan berkunjung ke
rumahnya, hingga ia mengirimiku undangan".
Kalimat yang menyatakan 'tidak mau berkunjung'
masih bersifat umum, lalu ditakhshish dengan
'hingga ia mengirimiku undangan'.
SEBAGAI BADAL
(PENGGANTI)
Badal (pengganti) adalah badal ba'du min kull,
yaitu kata pengganti yang bersifat sebagian dari kata
asal yang bersifat keseluruhan. Misalnya, firman Allah
َ Gستَطَا َع ِإ َلْي ِه
swt: ( بِياًلG س ْ ُّجGاس ِح
ْ Gلبَ ْي ِت َم ِناGGا ِ َّلنGG) َوهَّلِل ِ َعلَىا
"haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah".
Lafadz بیالGGG سGلیهGGتطاع اGسGناG مadalah badal dari kata لناسGGا
sehingga kewajiban haji yang masih bersifat
menyeluruh atas semua manusia, ditakhshish dengan
kata pengganti sehingga hukum wajib hajihanya bagi
'orang yang sanggup perjalanannya ke Baitullah.
HAKEKAT
(MAKNA ASLI)
Hakekat (Makna Asli) Yaitu, kata yang
dalam penggunaannya tetap menurut
makna sebenarnya. Misalnya, Kambing
gembong. Gembong artinya pejantan.
Termasuk bagian hakikat lughawi,
kata yang dalam percakapan sudah
dipakai sebagai istilah. Misalnya, Ibu
kota, artinya kota pusat.
JENIS-JENIS HAKEKAT
(MAKNA ASLI)
1. Hakikat Lughawi; yaitu kata yang dalam penggunaannya secara
bahasa tetap menurut makna sebenarnya. Misalnya, harimau
untuk nama seekor binatang buas.
2. Hakikat Syar'i; yaitu kata yang dalam penggunaannya menurut
syariat agama tetap menurut makna sebenarnya. Misalnya, shalat
untuk nama suatu ibadat tertentu, dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.
3. Hakikat Urf; yaitu kata yang secara adat/istilah menggunakan
makna yangsebenarnya. Misalnya, daabbah untuk nama
binatang berkaki empat menurut pengertian adat orang Arab,
walaupun menurut bahasa adalah segala yang
merayap/berjalan di muka bumi.
Contoh lain,fail untuk nama isim yang telah maklum menurut
istilah ahli nahwu
MAJAZ
(MAKNA KIASAN)