Anda di halaman 1dari 46

CONGENITAL MUSKULOSKELETAL DISORDERS

Disusun Oleh:
Saskia Lum’atud Durori (1102017211)
Karina Utari (1102014140)
Triana Rahayu (1102017235)
Dodi Kurniawan (1102015063)
Much. Hasyim Asyari (1102015063)
Hielmy Aulia Hasyim (1102015091)
Adillah Ulinnuha Al-Fathani (4112021126)
Hana Khansa (4112021082)
Ilham Syahputra (1102015095)

Pembimbing :
Dr.(DMB). Dr (Orth). dr.Norman Zainal,Sp.OT.,M.Kes,FICS.,CCD

Kepanitraan Klinis Bedah Orthopaedi


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Periode 9 Januari - 18 Maret 2023
Pendahuluan

Malformasi bawaan merupakan kelainan atau defek yang


dapat terjadi ketika janin berada dalam kandungan, dan terlihat
pada waktu lahir, atau terjadi dalam perkembangan anak di
kemudian hari akibat adanya kelainan biokimiawi atau
histologik.

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. Sistem
Organ dan Tindak Bedahnya (3). 4th ed. Jakarta: EGC.
Etiologi
Genetik (10%) Letak kelainan :
(dominan, herediter &mutasi ● Ekstremitas superior
gen)
● Ekstremitas inferior
Lingkungan (20%) ● Vertebral anomaly
(hormonal, obat-obatan,defisiensi gizi,
● Anorectal malformation
zat kimiawi, infeksi, trauma jalan lahir,
radiasi) ● Cardiac abnormality
● Tracheo eosophageal
Kombinasi genetik dan
lingkungan (70%) malformation
● Renal abnormality and radial
deviation

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. Sistem
Organ dan Tindak Bedahnya (3). 4th ed. Jakarta: EGC.
Pemeriksaan Klinis Orthopedi
1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik
● Riwayat trauma penyerta ● Look (warna, hipervaskularisasi, edema)
● Nyeri (terus-menerus atau berhubungan ● Feel (fluktuasi, floating patella)
dengan pergerakan) ● Move (range of motion sendi yang terganggu
● Kaku berapa derajat, fixed kontraktur)
● Bengkak 3. Pemeriksaan Penunjang
● Deformitas (benjolan, angulasi vulgus atau ● X ray: melihat struktur tulang
varus, shortening/pemendekan, beda panjang ● CT Scan
ekstremitas kanan dan kiri, rotasi exo/endo) ● X ray dengan kontras (myelography,
● Instabilitas sendi arthrohraphy,sinography)
● Kelemahan s/d kehilangan fungsi ● MRI: melihat kelainan jaringan lunak;jaringan
● Gangguan sensoris, dan hilangnya fungsi mengandung hydrogen (lemak,daerah
cancellous,sumsum tulang) akan tampak
terang, sedangkan daerah sedikit hydrogen
akan tampak hitam)
● USG
Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De
● Pemeriksaan darah
Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (3). 4th ed. Jakarta: EGC.
Pemeriksaan pada kelainan bawaan
MASA ANTENATAL
- USG:
● kurang berisiko,
● dapat mendeteksi mulai minggu ke-20 kehamilan
● Dapat mendeteksi abnormalitas pada janin
- Skrining maternal
- Amniosentesis
● Peningkatan kadar AFP → indikasi defek susunan saraf
● Penurunan kadar AFP → indikasi sindrom Down
- Pemeriksaan vilus korionik
Pada minggu ke-8 dan ke-10 kehamilan untuk memeriksa kromosom dan
analisis DNA

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De


Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (3). 4th ed. Jakarta: EGC.
Pemeriksaan pada kelainan bawaan
MASA PASCALAHIR
Dilakukan dengan orthopaedic check list menurut Siffert:
● Anamnesis: riwayat kehamilan, kelahiran, perkembangan motorik dan mental
● Pemeriksaan umum: pengamatan ketika bayi tidur dalam keadaan telanjang bulat
● Pemeriksaan regional
● Ukuran besar kepala, ubun-ubun, lingkar kepala, mata, kemungkinan kelainan lain
● Daerah bahu, sikum tangan, tulang belakang, kesulitan gerak fleksi/ekstensi, paresis
● Pemeriksaan lutut → dislokasi atau kekakuan sendi
● Tungkai bawah: torsi tibia dan kelainan pada kaki

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De


Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (3). 4th ed. Jakarta: EGC.
Anatomi, Histologi Dan Fisiologi
Anatomi Skeletal
Anatomi Otot
Anatomi Vaskular
Anatomi Sendi
Anatomi Sendi
Histologi Otot
Fisiologi
Fisiologi
Fisiologi
Fisiologi
Fisiologi
Penyakit yang berkaitan
Spina Bifida
● Pada kelainan tulang punggung yang paling sering dijumpai  tidak terjadi penutupan tulang
belakang yang sempurna pada satu atau lebih arkus neuralis.
● Kelainan ini paling sering terjadi di daerah lumbosakral.
● Timbul berbagai kelainan neurologis mulai dari gangguan keseimbangan otot, kehilangan
sensoris, paraplegia, sampai inkontinensia urin dan tinja. Kelainan ini sering terdapat
bersamaan dengan pes ekuinovarus bawaan atau dislokasi kongenital sendi panggul.
● Pada spina bifida okulta, kelainan tidak tampak dari luar dan hanya ditandai dengan kista
dermoid di dalam atau di luar kanalis spinalis. Kelainan neurologi dapat dijumpai sewaktu lahir
atau saat berkembang secara perlahan-lahan selama pertumbuhan spinal.
● Terjadinya kelainan ini, dimulai sejak dalam masa pembentukan bayi dalam kandungan.
Terutama pada usia 3-4 minggu kehamilan

Jenis-jenis spina bifida 

Spina bifida occulta. Meningocele. Myelomeningocele. Open myelomeningocele.

Solomon, L. et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Tenth Edition. page 256-257 London: Hodder Arnold,
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 994-995.
Skoliosis
● Kelainan kongenital pada kolumna vertebralis ini berupa pembengkokan dengan rotasi dalam bidang
sagital.
● Biasanya pembengkokan dan rotasi dikompensasi di atas dan di bawahnya oleh vertebra yang normal.
● Skoliosis disebut kongenital bila disertai dengan kelainan lain pada vertebra selain pembengkokkannya
yakni hemivertebra.
● Diagnosis sering ditegakkan pada pemeriksaan radiologi.
● Skoliosis kongenital yang berat sebaiknya dibedah secara dini, termasuk fusi spinal untuk memfiksasi
bagian kolumna spinalis serta mencegah kelainan yang lebih berat.
● Prognosis pada anak mungkin susah untuk di prediksi sehingga diperlukan pemeriksaan teratur dalam
pemulihan. terdapat dua tipe skoliosis yaitu skoliosis postural dan struktural

Solomon, L. et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Tenth Edition. page 494-496 London: Hodder Arnold,
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 994-995.
Skoliosis
Pada skoliosis postural, kelainan bentuknya bersifat sekunder, atau kompensasi, akibat
beberapa kondisi di luar tulang belakang, seperti kaki yang pendek, atau kemiringan
panggul karena kontraktur pinggul. Kejang otot lokal yang terkait dengan prolaps lumbar
dapat menyebabkan punggung miring; meskipun kadang-kadang disebut 'sciatic
scoliosis', penyakit ini juga merupakan kelainan bentuk yang palsu. Skoliosis biasanya
ringan dan memiliki rotasi minimal

Solomon, L. et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Tenth Edition. page 494-496 London: Hodder Arnold,
Skoliosis
Pada skoliosis struktural terdapat kelainan bentuk yang tidak dapat diperbaiki pada
segmen tulang belakang yang terkena, salah satu komponen utamanya adalah rotasi
tulang belakang. Di daerah toraks, tulang rusuk di sisi cembung menonjol,
menghasilkan punuk tulang rusuk, yang merupakan bagian karakteristik dari
keseluruhan kelainan bentuk. Deformitas awal mungkin dapat diperbaiki tetapi, setelah
melebihi titik stabilitas mekanis tertentu, tulang belakang melengkung dan berputar
menjadi deformitas tetap yang tidak hilang dengan perubahan postur.

Solomon, L. et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Tenth Edition. page 494-496 London: Hodder Arnold,
Spondilolisis
Spondilolisis merupakan cacat arkus neuralis yang ditutupi oleh jaringan fibrosis pada
daerah hubungan antara prosesus artikularis superior dan inferior. Kelainan ini sering
terjadi pada vertebra lumbal V (85%), sisanya pada vertebra lumbal IV. Etiologinya tidak
jelas. Kadang kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan bawaan atau fraktur
akibat tekanan setempat yang berulang atau fraktur akibat trauma. Sebagian besar
kasus tidak bergejala, tetapi kadang menimbulkan nyeri sehingga memerlukan
pemasangan alat penguat atau cagak lumbosakral. Bila kelainan mengenai dua bagian
korpus tulang belakang, akan terjadi spondilolistesis

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 996.
Spondilolistesis
Spondilolistesis merupakan pergerakan korpus vertebra lumbal ke depan dalam
hubungannya dengan sacrum atau kadang dengan vertebra di bawahnya. kelainan ini
terjadi akibat hilangnya kontinuitas pars invertebralis sehingga vertebra menjadi kurang
kuat untuk menahan pergeseran tulang belakang. dikenal beberapa tipe spondilolistesis,
antara lain spondilolistesis spondilolitik, degeneratif, kongenital, traumatik dan patologik,
biasanya juga ditemukan tanda spondilosis

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 996.
Spondilolistesis
Gejalanya dapat berupa nyeri pinggang yang semakin hebat bila berdiri, berjalan atau
berlari, dan berkurang bila beristirahat , tetapi mungkin pula tidak bergejala sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan klinis dan radiologis berskala. biasanya otot kuadriseps,
femur, semitendinosus, semimembranosus, dan grasilis menegang sehingga extensi
tungkai menegang. adanya pergeseran vertebra yang progresif merupakan indikasi
dilakukannya stabilisasi, nyeri pinggang ringan biasanya dapat diatasi dengan
pemakaian alat penguat lumbosakral. pada spondilolistesis tipe kongenital. pergeseran
mungkin sedemikian beratnya sehingga panggul menjadi sempit dan persalinan
pervaginam tidak mungkin terjadi

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 996.
KELAINAN BAWAAN UMUM
OSTEOGENESIS IMPERFEKTA

Suatu kelainan jaringan ikat dan tulang yang bersifat Berdasarkan Gejala klinis, genetik, dan
herediter dan relatif banyak ditemukan. Kelainan ini biokimia, osteogenesis imperfekta dapat
didasari oleh kegagalan periosteum dan endosteum pada dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I (autosomal
penulangan inrramembranosa serta kcgiatan osteoklas dominan), tipe II (mutasi dominan baru), tipe
yang berlebihan. Akibamya, terjadi ketimpangan antara III (ada beberapa mutasi gen, dan beberapa
deposisi tulang dan resorpsi rulang sehingga korteks resesif), serta tipe IV (autosomal resesif) (lihat
tulang dan trabekula pada tulang berongga menjadi tipis. Gambar 42.20).

Manifestasi klinisnya bervariasi, berupa kcrapuhan tulang


(sehingga mudah patah), kelemahan persendian, kerapuhan
pembuluh darah, warna sklera biru, serta gangguan kulit.
Kelainan ini terjadi pada 1 dari 20.000- 60.000 kelahiran.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 990-991.
Berdasarkan saat timbulnya fraktur, osceogenesis imperfekta dibedakan menjadi :

1. Pada tipe fetal patah tulang multipel telah terjadi pada masa dalam kandungan dan lebih
banyak terjadi fraktur waktu kelahiran sehingga angka kematian pada tipe ini tinggi.
2. Pada tipe infantil, anak sering mengalami fraktur sehingga terjadi deformitas tulang,
pertumbuhan yang terlambat, dan kepala anak lebih besar untuk usianya.
3. Pada ripe juvcnil, fraktur patologik terjadi pada usia lebih tua serta ,bpat terjadi otosklerosis
yang menimbulkan ketulian, kulit tipis, kelemahan sendi, dan sklera biru sehingga dikenal
sebagai sindrom kerapuhan rulang dan sklera biru. Untuk mencegah fraktur digunakan
penguat.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 990-991.
AKLASIA DlAFISIAL (EKSOSTOSIS MUCTIPEL HEREDITER)

Merupakan kelainan bawaan herediter yang ditandai dengan


eksostosis tulang multipel (osteokondromatosis) pada metafisis tulang
panjang, terutama distal femur proksimal tibia, proksimal humerus, dan
pegelangan tangan. Hal ini terjadi akibat hilangnya aktivitas osteoklas
pada proses pemugaran metafisis selama pertumbuhan memanjang.
Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan.

Komplikasi yang jarang timbul pada waktu dewasa adalah


terjadinya perubahan ke arah keganasan. Tindak bedah dilakukan bila
eksostosis menimbulkan gejala deformitas bencuk atau bila
pembesaran eksostosis amat cepat (Lihat Garnbar 42.21).

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 991.
AKONDROPLASIA (KONDRODISTROFI) -

Merupakan kelainan pada lempeng epifisis Gambaran klinis akondroplasia*, yang juga
sehingga bentuk tulang memendek. Kelainan disebut kondrodisplasia fetalis, antara lain berupa
bawaan ini diturunkan secara autosomal dominan anggota gerak yang pendek, lebih pendek dari batang
(mutasi genetik). Kelainan ini timbul akibat tubuh walaupun tubuhnya juga kecil. Tulang belakang
adanya kegagalan pertumbuhan memanjang pada lazimnya tidak terkena sehingga penampilan fisik
kartilago dan cakram epifisis sehingga penyandangnya menunjukkan gambaran cebol yang
penulangan enkondral terganggu, sedangkan khas (lihat Gambar 42.22).
penulangan intra membrannya normal.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 991.
KELAINAN SARAF DAN OTOT NEUROFIBROMATOSIS (PENYAKIT
AMIOPLASIA KONGENITAL (ARTROGRIPOSIS VON RECKLINGHAUSEN)
MULTIPEL BAWAAN)
Merupakan kelainan heriditer yang
Disebut juga artrogriposis multipel bawaan ditandai diturunkan secara dominan, ditandai dengan
dengan kekakuan dan deformitas berat pada beberapa sendi daerah pigmentasi kehitaman dan
anggota gerak. Kelainan ini biasanya segera tampak setelah lahir neurofibromata di kulit dan jaringan saraf
karena bayi tampak seperti boneka kayu. Kelainan yang perifer. Tulang panjang menjadi melengkung
mendasari adalah aplasia dan hipoplasia pada beberapa otot dan dapat timbul pseudoartrosis pada tibia
selama perkembangan embrio dan kadang sekunder akibat atau klavikula.
kelainan sel neuron bagian anterior medula spinalis.
Secara mikroskopik terdapat infiltrasi lemak dan jaringan
fibrosa pada serabut otot sehingga sendi yang dikendalikan oleh
otot yang bersangkutan tidak pernah bergerak secara normal
dalam uterus.

Akibatnya, perkembangan terhambat tidak hanya sebelum


lahir tetapi juga setelah lahir. lnfiltrasi jaringan fibrosa pada
jaringan lemak periartikuler terjadi seperti timbulnya lemak
subkutan sehingga kulit menjadi tegang dan tidak elascis.
Artrogriposis multipleks kongenital biasanya disertai dengan Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem
kelainan sendi berat sedangkan mental biasanya normal. Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Hal. 992.
KELAINAN BAWAAN SETEMPAT
TENDOVAGINITIS STENOSANS BAWAAN {JARI PICU, TRIGGER
THUMB)

Pada pemeriksaan ekstensi keempat jari tangan, ibu jari selalu dalam posisi fleksi. Penyebabnya
karena stenosis kongenital sarung tendo fleksor polisis* longus ibu jari tangan disertai pembesaran
tendonya.
Gangguan ini menyebabkan gangguan ekstensi aktif sendi interfalang yang kadang-kadang secara pasif
tak dapat dilakukan sehingga menimbulkan gejala yang disebut trigger phenomenon (lihat Gambar
42.24).
Pada kelainan ini, harus dipikirkan
diagnosis banding clasp thumb yang merupakan
gangguan kelainan dermogen sehingga terapinya
sangat berbeda. Pada jari picu, dilakukan tindak
bedah pembebasan tendo, sedangkan pada clasp
thumb, dilakukan penguatan atau imobilisasi
korektif bertahap.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem


Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 992-993.
SINDARTILI
Merupakan Jemari menyatu karena tidak terjadi pemisahan jari di bagian
distal sendi metakarpofalangeal. Penyatuan dapat hanya terjadi pada dua jari,
atau dapat pula pada lima jari. Hubungan antar jari dapat hanya berupa kulit
dan jaringan lunak saja, tapi dapat pula berupa hubungan tulang dengan tulang
(lihatGambar 42.25).

Kelainan ini paling sering dijumpai pada jari tangan, Sering kali
sindaktili tidak disertai gangguan fungsi rangan untuk menggenggam, menj
umput, dan mengait. Operasi umumnya dilakukan atas dasar alasan kosmetik.
Apabila terdapat gangguan fungsi, tindak bedah rekonstruksi ya.ng dilakukan
juga hams mempertimbangkan segi fungsi tangan dan jari secara keseluruhan.

AMPUTASI KONGENiTAL

Amputasi kongenital dapat terjadi mulai dari di jari tangan sampai ke


proksimal pada pergelangan tangan dan pada lengan. Kelainan ini sering
disertai dengan constriction band syndrome (lihat Gambar 42.30).

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC. Hal. 993-994.
POLIDAKTILI
Memiliki jari tambahan yang kadang tidak berfungsi
karena tidak mengandung tendo. Keadaan ini ditangani dengan
operasi plastik untuk rekonstruksi tangan dengan
mempertimbangkan segi fungsi jari serta tangan secara
keseluruhan. (lihat Gambar 42.26)

CONSTRICTION BAND SYNDROME


Kelainan bentuk jari atau lengan bawah akibat penjepitan
oleh jaringan ikat. Tindakan dilakukan sesuai dengan tingkat
penjepitan (lihat Gambar 42.28).

RADIAL CLUBHAND
Kelainan ini berupa hipoplasia atau aplasia radius, skafoid,
trapesium, dan metakarpal I serta tidak terbentuknya ibu jari
serta struktur yang melekat kepadanya yaitu otot, saraf, dan
pembuluh darah (Iihat Gambar 42.29).
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 993.
Kelainan kongenital extremitas bawah
Metatarsus Primus Varus. kedudukan varus metatarsal pertama terhadap keempat
metatarsal yang lain disebut dengan metatarsus primus varus. Batas medial kaki
melengkung ke medial sehingga terdapat celah lebar antar jari pertama dan kedua. Bila
ditangani sejak dini dengan penggunaan gips koreksi secara bertahap, kelainan ini akan
hilang. Bila kelainan ini tidak dikoreksi akan terjadi haluks valgus adolesen, yaitu ibu jari
membelok ke lateral oleh karena penekanan sepatu.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 996.
Metatarsus Varus (Metatarsus Adduktus)
Seluruh kaki bagian distal berada dalam keadaan teradduksi, supinasi dn umumnya
disertai dengan endotorsi tibia, Namun, tumit dan pergelangan kaki masih normal
sehingga membedakannya dari pes ekuinovarus bawaan. pemasangan gips koreksi
secara bertahap dengan mempertahankan tumit pada posisi netral dan penekukan kaki
bagian depan dalam posisi abduksi dan pronasi. Metatarsus varus yang tidak ditangani
sampai usia lebih dari 2 tahun memerlukan tindakan bedah membebaskan jaringan
lunak. Bila anak telah mencapai usia empat tahun tanpa koreksi, mungkin diperlukan
osteotomi pada dasar setiap metatarsal

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 997.
Pes Ekuinovarus Bawaan (Congenital talipes Equinovarus CTEV)
Kelainan ini mudah didiagnosis tetapi sulit dikoreksi sempurna, insidennya 2/1000
kelahiran hidup, dengan setengah terjadi secara bilateral. Rasio penderita laki-laki dan
perempuan yaitu 2:1. Penyebab penyakit ini tetap merupakan teka-teki yang tidak
terjawab. Faktor genetik berperan pada 10% kasus, tapi sisanya merupakan kelainan
yang timbul pertama kali dalam silsilah keluarga. deformitas ini diketahui timbul pada
usia dini perkembangan embrio pada saat kaki pertama kali terbentuk.
kelainan bawaan ini merupakan gabungan beberapa kelainan, antara lain adduksi dan
supinasi kaki pada sendi tarsometatarsal, posisi varys kalkaneus pada sendi subtalar,
kedudukan equinus pada sendi pergelangan kaki, dan deviasi ke arah medial seluruh
kaki terhadap lutut yang disebabkan oleh angulasi lebar talus dan torsi tibia ke arah
dalam. Otot pada bagian posterior dan medial kaki memendek dan sendi pun turut
menebal dan memendek pada sisi konkaf kelainan ini.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 997.
Pes Ekuinovarus Bawaan (Congenital talipes Equinovarus CTEV)
Kontraktur jaringan lunak berjalan progresif dan menimbulkan perubahan sekunder, tidak saja pada
tulang yang sedang tumbuh tetapi juga pada sendi. Oleh sebab itu, koreksinya harus dilakukan
sedini mungkin, selambat-lambatnya dalam hari-hari pertama kehidupan bayi. Tindak koreksi pasif
yang dilakukan berupa pengadaan abduksi secara hati-hati untuk melawan adduksi kaki depan,
varus, ekuinus, dan melawan varus cumit serta ekuinus pergelangan kaki. Koreksi ini harus
dipertahankan cukup lama sampai berakhirnya usia pertumbuhan. Meskipun demikian, setelah
koreksi sempurna, sering terjadi kegagalan pertumbuhan jaringan ikat lunak yang memendek
sehingga timbul kekambuhan pada sebagian penyandang, terutama pada periode pertumbuhan
tulang yang cepat.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem


Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Hal. 997-998.
Pes Ekuinovarus Bawaan (Congenital talipes Equinovarus CTEV)
Metode penanganan harus disesuaikan dengan derajat pes ekuinovarus clan dilakukan
secara bertahap pada berbagai fase penanganan koreksi. Cara pertama adalah dengan
koreksi gips yang diganti seminggu sekali (metode Ponseri). Koreksi ini umumnya
memakan waktu 6 minggu. Cara kedua menggunakan bidai pes ekuinovarus bawaan
yang diikatkan pada kaki dengan plester dan berangsur-angsur diputar ke arah luar dan
ke arah valgus. Plester perekat diganti tiap minggu selama lebih kurang 12 minggu;
setelah fase ini, koreksi dipertahankan tapi gerakan sendi harus tetap dapat dilakukan.
Cara ketiga menggunakan sepatu bidai yang dipakai siang dan malam hari, hanya
dilepas pada waktu mandi, selama 3 bulan; pemakaian diteruskan sampai anak. dapat
berjalan. Bidai ini harus terus dipakai pada malam hari sedikitnya sampai usia 2 tahun
atau lebih untuk mencegah kekambuhan. Cara keempat menggunakan sepatu yang
menghadap keluar (sepatu terbalik kiri dan kanan) yang dipakai siang hari sampai umur
tiga tahun, biasanya dengan tambahan sol pengganjal berbentuk baji di tepi luarnya.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem


Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Hal. 997-998.
Pes Kalkaneovalgus
Pada pes kalkancovalgus, salah satu kaki atau keduanya berada dalam posisi
dorsofleksi dan evorsi yang menetap. ini dianggap suatu kelainan sementara akibat
posisi intrauterin sehingga disebut kalkancovalgus akibat posisi. Kelainan ini dikelola
dengan cara peregangan pasif oleh orang tua secara kontinu dan biasanya sembuh
spontan.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem


Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Hal. 998.
Koalesensi Tarsus (Pes Valgus Kaku)
Pada koalesensi tarsus, dua tulang tarsal berkoalisi dan disatukan oleh jembatan
kartilago berupa sinkondrosis yang pada usia dewasa mengalami penulangan menjadi
sinostosis. Akibatnya, terjadi hambatan gerak pada sendi yang bersangkutan. Kaki
selalu berada dalam posisi valgus dan rata, tetapi tidak seperti pes plano valgus yang
hypermobile dan fleksibel. Jenis kelainan kaki ini berkembang menjadi kaku dan
memberi rasa nyeri akibat spasme dan kekakuan sekunder otot peroneus sehingga
disebut juga pes planus spastik peroneus. Penanganan non operatif hanya bersifat
sementara, kemudian dilakukan eksisi daerah yang menyatu. Bila telah terjadi
perubahan degeneratif sekunder pada sendi talonavikular, pengobatan terbaik adalah
artrodesis triple.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem


Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Hal. 998.
Flatfoot (Kaki Ceper)
Kelainan herediter ini sering dijumpai dan ditandai dengan hilangnya arkus plantaris
yang terlihat jelas bila anak berdiri; telapak kaki rapat dengan pijakannya, tumit dalam
posisi valgus, dan kaki mengalami pronasi. Kelainan ini banyak ditemukan, terutama
disebabkan oleh kekenduran ligamen, hilangnya stabilisasi kekuatan otot, distribusi
tekanan yang abnormal atau kombinasinya.

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem


Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Hal. 998.
Pseudoartrosis Tibia
Pseudoartrosis Tibia merupakan kelainan yang jarang ditemukan karena disebabkan
oleh sklerosis tulang yang mengecil dan menjadi rapuh sehingga terjadi fraktur patologis
pada waktu lahir atau pada masa anak. Vaskularisasi tulang ini kurang baik sehingga
tidak terjadi penyambungan tulang dan terbentuk sendi semu atau pseudoartrosis yang
menambah kelainan angulasi. Kelainan ini memerlukan penyatuan menggunakan
tandur tulang

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah Vol.3. Jakarta: EGC. Hal. 998.
DAFTAR PUSTAKA
Blom, Ashley, et al. [Ed.]. 2018. Apley and Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma. Tenth Edition..
Boca Raton: CRC Press.
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2016. Sistem Muskuloskeletal dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC.
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes
icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai