Secara Klinis : ascites : komplikasi dari beberapa penyakit seperti hepar, jantung, ginjal,
infeksi, dan keganasan.
Pada keadaan normal, jumlah cairan peritoneal tergantung pada keseimbangan antara aliran
plasma ke dalam dan keluar dari darah dan pembuluh limfa -> kalau terganggu -> ascites
Cairan di Peritonium Fisiologis
Infectious Disease Peritonitis tuberkulosa, Spontaneus bacterial peritonitis (SBP), infeksi jamur,
infeksi parasite, infeksi clamidia
Miscellaneous Ascites Chylous ascites, pancreatic ascites, bile ascites, ovarial disease, SLE,
Whipple’s disease, Sarcoidosis
Klasifikasi dan derajat asites Asites dapat dibagi menjadi 3 derajat yaitu :
1. Derajat 1 (mild) : Asites hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan ultrasonografi atau
meminta pasien untuk mempertemukan dada dan lutut, kalua tidak bisa berarti terdapat
tahanan.
2. Derajat 2 (moderate) : Asites yang menyebabkan distensi abdomen sedang
3. Derajat 3 (large) :Asites yang menyebabkan distensi abdomen berat
Terapi asites yang adekuat akan meningkatkan kualitas hidup pasien sirosis dan mencegah
komplikasi.
Tirah baring tidak direkomendasikan sebagai terapi asites.
Pasien asites dihindari pemberian cairan infus intravena yang mengandung natrium.
Namun, pada keadaan gangguan ginjal dengan hiponatremia berat dapat diberikan cairan
kristaloid ataupun koloid.
Diet rendah garam terutama pada pasien yang mengalami asites untuk pertama kalinya
dapat mempercepat perbaikan asites.
Restriksi cairan dilakukan hanya pada pasien dengan hiponatremia dilusi.
Terapi pertama asites disarankan spironolakton dengan dosis awal 100 mg dan
dinaikkan 100 mg/hari sampai 400 mg/hari, jika terapi tunggal gagal mengurangi
asites, furosemid dapat ditambahkan 160 mg/hari namun dengan pantauan klinis dan
biokimia yang ketat.
Large volume paracentesis (LVP) merupakan terapi pilihan pada pasien dengan asites derajat
3 dan asites refrakter. Pemberian diuretik biasanya diberikan 1-2 hari setelah parasintesis
dan tidak meningkatkan resiko post paracentesis circulation disfunction .
Transjugular intrahepatic portosystemic shunt dapat dipertimbangkan pada pasien yang
sangat sering membutuhkan LVP, atau pada mereka yang tidak efektif dilakukannya
LVP seperti asites yang terlokalisir.
Cairan itu berasal dari cairan interstitial yang awalnya melintasi dinding kapiler sinusoidal dan kemudian dibuang melalui
kapsul Glisson.
Cairan interstisial ini kaya protein karena dinding sinusoidalnya yang berjendela dan bersifat permeable.
Sebagian besar albumin manusia bersirkulasi di rongga peritoneum setiap hari. Pertukaran antara sirkulasi darah dan
rongga peritoneum 3,8 dan 4,7%.
Cairan peritoneum fisiologis ini terdiri dari elektrolit, antibodi, dan sel darah, diserap kembali pada tingkat pembuluh
limfatik subperitoneal, terutama pada kapiler limfatik subdiafragmatika.
Dengan demikian mudah dipahami bahwa pembentukan asites patologis adalah hasil dari ketidakseimbangan antara
produksi dan resorpsi dengan kapasitas fisiologis resorpsi efusi peritoneum dibatasi hingga 600 ml.
Fisiologi dari kompartemen cairan sesuai hukum Starling yang mengatur pertukaran plasma, cairan bergerak dari media
dengan tekanan hidrostatik tinggi ke media tekanan hidrostatik rendah, dan dari tekanan onkotik rendah ke tekanan
onkotik yang tinggi.
Resorpsi dapat terganggu jika ada obstruksi saluran limfatik subperitoneal. Obstruksi paling sering bersifat tumor atau
infeksius.
Penurunan kembalinya cairan limfatik ke duktus toraks juga menyebabkan penurunan volume darah yang efektif,
mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang akan meningkatkan retensi yang larut dalam air.