Anda di halaman 1dari 7

ASPEK-ASPEK Ilmi Halimah (12304183039)

Krisdianti Nurayu Wulandari


MAKNA UJARAN (12304183006)
• A. Pengertian Makna Ujaran
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) “Makna adalah (a) arti, (b)
maksud pembicaraan atau penulis, (c) pengertian yang diberikan kepada suatu
bentuk kebahasaan.
• Menurut Kridalaksana (2008:148) “Makna adalah maksud pembicara, pengaruh
satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia.

• B. Memahami Makna Ujaran


• Dalam memahami makna ujaran, pertama perlu diingat adanya dua bidang kajian
tentang makna, yaitu semantik dan semiotik. Kedua, untuk memahami makna
sebuah ujaran maka harus pula memperhatikan faktor-faktor lain diluar bahasa,
seperti faktor sosial, faktor sosiologi dan faktor budaya. Ketiga, untuk
memahami makna sebuah ujaran maka harus memahami tingkatan makna secara
semantik, diantaranya:

• 1. Makna leksikal yakni makna kata berdasarkan kamus. Makna ini terdapat
pada kata- kata yang belum mengalami proses perubahan bentuk.
• Di dalam studi semantik yang menyangkut makna leksikal terdapat beberapa
kasus makna, yaitu:
• a. Kasus Kesinoniman ini bisa menjadi masalah dalam meresepsi makna
dalam suatu ujaran, karena seperti kata Verhaar (1978, Chaer, 1990) dua buah
kata yang bersinonim maknanya hanya kurang lebih sama, tetapi tidak persis
sama. Contoh kata “Ayah” dan “Bapak” Dua buah ujaran yang bersinonim
maknanya tidak akan persis sama, walaupun perbedaannya hanya sedikit, hal itu
terjadi karena beberapa faktor: Faktor Waktu (temporal), Faktor tempat, Faktor
sosial, Faktor bidang kegiatan, Faktor nuansa makna (fitur semantik).

• b. Kasus Keantoniman, Antonim artinya keadaan dua buah kata atau leksem
yang maknanya bertentangan, berkebalikan, atau berkontras. Contoh baik dan
buruk, penjual dan pembeli dan sebagainya. Dilihat dari sifat hubungannya, maka
antonim itu dapat dibedakan beberapa jenis, antara lain:

• -          Antonim yang bersifat mutlak

• -          Antonim yang bersifat relatif

• -          Antonim yang bersifat relasional

• -          Antonim yang bersifat hierarkial

• -          Antonim ganda


• c. Kasus Kehomoniman, Kehomoniman, maksudnya suatu keadaan
adanya dua buah kata atau lebih, yang ciri fisiknya persis sama, tetapi
maknanya berbeda. Contoh kata kopi, “saya minta kopinya saja”, kata
“kopi” dapat diartikan minuman kopi dan bisa juga salinan surat yang
difotocopy.

• Dalam bahasa tulis ada istilah homograf yang digunakan untuk


menyebut kata yang tulisannya sama lafalnya berbeda, contoh kata
“tahu” dalam arti “sejenis makanan dari kacang kedelai” dilafalkan
<Tahu>, dan kata “tahu” dalam arti mengerti, memahami, dilafalkan
<Tau>.

• Sedangkan homofoni digunakan untuk menyebut dua buah kata yang


lafalnya sama tapi tulisannya berbeda. Contoh dilafalkan <ban> dalam
arti kakak laki-laki atau lembaga keuangan.

• d. Kasus Kehiponiman dan Kehiperniman, Hiponim adalah sebuah


bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain,
hipernim adalah bagian dari hiponim. contoh: Hiponim buah- buahan,
sedangkan hipernim dari buah- buahan misalnya anggur, apel, jeruk,
dan lain- lain.
•C. Makna Gramatikal
• Makna gramatikal adalah makna yang muncul dikarenakan adanya proses
gramatikal. Berikut ini kasus-kasus yang berhubungan dengan makna gramatikal:
• a. Fitur Makna, Makna setiap butir leksikal dapat dianalisis atas fitur- fitur
makna yang membentuk makna keseluruhan butir leksikal itu seutuhnya.
Misalnya: fitur makna (boy).= (manusia, dewasa, lelaki). Salah satu contoh
tersebut diambil kesimpulan bahwa dari salah satu kata “boy” memiliki fitur
makna manusia, dewasa, laki- laki.
• b. Makna Gramatikal Afikasi, Afiksasi adalah pembubuhan afiks pada bentuk
dasar. Dalam bahasa Indonesia afiksasi merupakan salah satu proses penting
dalam pembentukkan kata dan penyampaian makna. Jenis afiks dan makna
gramatikal yang dihasilkan cukup banyak dan beragam. Satu hal jelas makna afiks
yang dihasilkan mempunyai kaitan dengan fitur semantik. Misal pada bentuk kata
dasar berfitur semantik “kendaraan” akan melahirkan makna gramatikal
“mengendarai, naik, menumpang”.
• c. Makna Gramatikal Reduflikasi, artinya makna yang muncul dikarenakan
adanya pengulangan kata untuk memahami makna dalam proses reduflikasi maka
harus dilihat dari kedudukannya kata tersebut dalam tataran sintaksis.
• Contoh:

• ·         Bukalah pintu itu lebar-lebar!

• ·         Daunnya sudah lebar-lebar, tetapi belum dipetik.

• ·         Kumpulkan kertas yang lebar-lebar itu di sini

• d. Makna Gramatikal Komposisi, yaitu makna yang muncul sebagai akibat


penggabungan dua buah kata atau lebih. Contoh kata “kereta” dulu mengandung
arti kendaraan yang ditarik oleh kuda, tapi saat ini berkembang dan muncul
gabungan kata kereta api, kereta kuda, kereta bisnis, kereta barang, dan lain-lain.

e. Kasus Kepoliseman, artinya apabila sebuah kata atau leksem memiliki lebih
dari satu makna. Contoh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “kepala”
mempunyai arti : (1) bagian tubuh di atas leher; (2) bagian di atas leher tempat
tumbuhnya rambut; (3) bagian benda sebelah atas ; (4) bagian yang terutama; (5)
pemimpin, ketua.

• Untuk memahami makna dalam kasus kepoliseman maka harus dilihat


kedudukan kata tersebut dalam tataran sintaksis.
• D. Makna Kontekstual
• Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada di dalam
satu konteks. Contoh: (a) rambut di kepala nenek belum ada yang putih (b) sebagai
kepala sekolah dia sudah berwibawa.

• Memahami makna leksikal dan gramatikal saja belum cukup untuk dapat
memahami makna suatu ujaran, sebab untuk memahami makna suatu ujaran harus
pula diketahui konteks intrakalimat, antarkalimat, bidang ujaran atau situasi ujaran.

• a. Konteks Intrakalimat, Makna sebuah kata tergantung pada kedudukannya di dalam


kalimat, baik menurut letak posisinya di dalam kalimat maupun menurut kata- kata
lain yang berada di depan maupun belakangnya.

• b. Konteks Antarkalimat, Ujaran dalam bentuk kalimat yang baru bisa di pahami
maknanya berdasarkan hubungan dengan makna kalimat sebelum atau sesudahnya.

• c. Konteks Situasi, Maksudnya ialah kapan, dimana, dan suasana apa ujaran itu di
ucapkan. Contoh: “sudah hampir pukul dua belas”. Akan berbeda makna bila
diucapkan oleh ibu asrama putri pada malam hari yang ditujukan pada seorang
pemuda yang masih bertamu dengan yang diucapkan oleh seorang ustad pondok
pesantren pada siang hari pada santrinya.

Anda mungkin juga menyukai