• Pertama, alat analisis filsafat adalah akal budi. Analisa filosofis dilakukan
dengan penalaran murni. Akal budi menerobosnya dan menjadi analisa
rasional. Karya penyelidikan filsafat yang benar dilaksanakan dan
diseleksi oleh akal budi. Akal budi menghindarkan tujuan praktis,
kekacauan naluri tapi langsung berkecimpung dengan objek.
• Kedua, hakikat metode filsafat adalah rasional. Metode rasionalitas
dalam filsafat bersifat multipleks, yaitu bermetode induktif atau deduktif.
• Ketiga, tujuan filsafat bukan bersifat praktis. Filsafat mencari kebenaran
dan pengetahuan. Filsafat mempunyai tujuan teoritis secara murni atau
kontemplatif. Filsafat itu bebas dalam arti tidak mau dijajah oleh
pragmatisme dan ideologisme lainnya (Suhartono Suparlan: 2007) .
filsafat mempunyai sifat-sifat khas, yaitu
• Komunikasi melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain atau hubungan seseorang
dengan lingkungannya, baik dalam rangka pengaturan atau kordinasi.
• Proses, yakni aktivitas yang nonstatis, bersifat terus-menerus. Ketika kita bercakap-cakap
dengan seseorang misalnya, kita tentu tidak diam saja. Di dalamnya kita membuat
perencanaan, mengatur nada, menciptakan pesan baru, menginterpretasikan pesan,
merespon, atau mengubah posisi tubuh agar terjadi kesesuaian dengan lawan bicara.
• Pesan, yaitu tanda (signal) atau kombinasi tanda yang berfungsi sebagai stimulus (pemicu)
bagi penerima tanda. Pesan dapat berupa tanda atau simbol. Sebagian dari tanda dapat
bersifat universal, yakni dipahami oleh sebagian besar manusia di seluruh dunia, seperti
senyum sebagai tanda senang, atau asap sebagai tanda adanya api. Tanda lebih bersifat
universal daripada simbol. Ini dikarenakan simbol terbentuk melalui kesepakatan, seperti
simbol negara. Karena terbentuk melalui kesepakatan, maka simbol tidak bersifat alami dan
tidak pula universal.
• Saluran (channel), adalah wahana di mana tanda dikirim. Channel bisa bersifat visual (dapat
dilihat) atau aural (dapat didengar).
• Gangguan (noise), segala sesuatu yang dapat membuat pesan menyimpang, atau segala
sesuatu yang dapat mengganggu diterimanya pesan. Gangguan (noise) bisa bersifat fisik,
psikis (kejiwaan), atau semantis (salah paham).
• Perubahan, yakni komunikasi menghasilkan perubahan pada pengetahuan, sikap, atau
tindakan orang- orang yang terlibat dalam proses komunikasi.
Dalam fase selanjutnya, jurnalisme banyak berkembang di AS sementara teori-teori
komunikasi berkembang di Eropa.
1. Periode 1900-1930
Periode ini disebut juga ‘masa perkembangan speech and journalism’, yakni masa berkembangnya disiplin
komunikasi yang ditandai dengan berdirinya organisasi dan jurnal komunikasi. Pada tahun 1909 berdiri
organisasi komunikasi pertama di Amerika Serikat,
2. Periode 1930-1950
Periode ini bisa disebut sebagai masa ‘persilangan komunikasi dengan disiplin ilmu lain’. Memang sejak awal
pembentukannya, disiplin ilmu komunikasi tidak terlepas dari persilangan disiplin lain seperti filsafat dan
teknologi. Namun persilangan yang terjadi pada era ini adalah persilangan komunikasi dengan disiplin ilmu
sosial dan psikologi.
• Akhir tahun 1950 muncul sejumlah tulisan penting. Tulisan ini tidak saja semakin membentuk komunikasi
sebagai sebuah disiplin ilmu, tapi juga meletakkan kerangka berpikir sebagai pijakan mengembangkan ilmu
komunikasi, seperti teori Lasswell, Shannon-Weaver, Schramm, dan Katz- Lazarfel.
• Pada tahun 1948 Lasswell memperkenalkan pola komunikasi yang mengatakan bahwa proses komunikasi
meliputi “who says what to whom in what channel with what effect”, atau “siapa berkata apa kepada siapa
dengan menggunakan saluran apa serta menimbulkan pengaruh apa”.
• Teori Lasswell, walaupun masih berfokuskan pada komunikasi verbal satu arah, namun teori tersebut
dipandang lebih maju dari teori yang telah ada. Di samping berhasil lepas dari pengaruh komunikasi
propaganda yang ketika itu sangat mendominasi wacana komunikasi, Laswell juga mendefinisikan medium
pesan dalam arti yang lebih luas yakni media massa. Sebagian kritikus bahkan menilai teori Lasswell
melampau teori Aristoteles. Jika Aristoteles hanya mendefinisikan tujuan komunikasi sebagai proses
membangun citra positif agar ucapan seseorang didengar orang lain, maka Lasswell mendefinisikan tujuan
komunikasi sebagai penciptaan pengaruh dari pesan yang disampaikan.
Selanjutnya komunikasi berkembang sesuai payung teorinya yang dibagi menjadi empat golongan
besar, yakni:
• Discourse of Representative
Aliran ini menekankan pada keterwakilan, yakni teori komunikasi yang dikembangkan secara kuantitatif, yang
diwakili oleh rumusan X→Y (faktor x mempengaruhi faktor y), seperti teori pengaruh menonton tayangan
kekerasan terhadap prilaku agresivitas anak SD. Aliran ini sangat menekankan keterpisahan antara peneliti dan
yang diteliti sebagai sebuah nilai objektivitas. Aliran ini disebut juga aliran Chicago.
• Discourse of Understanding
Aliran ini menekankan pada pemahaman. Yakni untuk memahami objek kita harus melakukan interaksi dengan
yang diteliti. Tidak seperti aliran pertama, aliran kedua justru membolehkan adanya interaksi peneliti dan yang
diteliti. Seperti ketika meneliti pola komunikasi dalam suatu kebudayaan tertentu, maka penelitian yang terbaik
adalah dengan cara kita berinteraksi dengan kebudayaan tersebut. Realitas, dengan demikian merupakan
bangunan bersama antara peneliti dan yang diteliti. Aliran ini menekankan pada metode kualitatif.
• Discourse of Suspicion
Aliran ini disebut juga aliran kritis, yakni berusaha mendobrak struktur komunikasi dan struktur sosial yang
mempengaruhi pola komunikasi suatu masyarakat. Aliran ini tumbuh di Frankfurt dan karenanya disebut juga
sebagai aliran Frankfurt. Sifat kritis pada aliran ini berasal dari adopsi pemikiran Karl Marx yang kemudian
dimodifikasi. Pada dasarnya aliran ini mendobrak struktur sosial dan politik yang dikuasai oleh penguasa dan
pemilik modal, sehingga lebih berorientasi pada masyarakat luas.
• Discourse of Vulnerability
Aliran ini disebut juga aliran postmodernism, yakni aliran yang menolak keberadaan struktur sosial. Menurut
aliran ini yang ada adalah perubahan minat (interest) dan ide. Karenanya pola komunikasi pun harus
dibebaskan dari struktur yang melingkupinya.
Seiring dengan perkembangan zaman, teori komunikasi hingga kini masih terus berkembang.
Straubhaar (2003: xiii), seorang teoritisi komunikasi dari University of Texas, AS, mengatakan
komunikasi kekinian adalah komunikasi yang termediasi oleh teknologi dalam berbagai bentuk
jenis media baru. Di negara maju seperti AS, rata- rata orang menonton TV adalah 2.600 jam per
tahun, atau setara dengan 325 hari efektif kerja.
• Structural and functional theories; yakni teori komunikasi yang dikembangkan dari ilmu sosial.
Teori ini melihat struktur sosial sebagai sesuatu yang nyata sekaligus dapat diukur. Sebagai
contoh, teori ini mengatakan bahwa hubungan personal tersusun sedemikian rupa
sebagaimana material bangunan membentuk rumah, melalui pengorganisasian bahasa dan
sistem sosial.
• Cognitive and behavioral theories; merupakan teori yang dikembangkan dari psikologi, yakni
berfokus pada hubungan cara berpikir dengan tingkah laku individu.
• Interactionist theories; teori yang melihat kehidupan sosial sebagai proses interaksi.
Komunikasi dalam hal ini merupakan wahana belajar bagaimana bersikap dan bagaimana
memaknai. Teori ini juga bisa digunakan untuk menjelaskan pola ritual yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat tertentu.
• Interpretative theories; teori ini mencoba menjelaskan arti dari suatu tindakan atau teks dalam
kaitannya dengan pengalaman individu.
• Critical theories; teori ini berupaya menelisik kepen- tingan publik dalam struktur komunikasi
yang ada. Teori ini biasanya berfokus pada situasi yang tim pang (inequal) dan menindas
(oppression).
Dari pemaparan tersebut jelas terlihat bahwa bagaimanapun kelahiran dan perkembangan
komunikasi sebagai suatu disiplin tidak terlepas dari filsafat.