Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Perkembangan Qawaid

Fiqhiyah (Kaidah Fiqih)

oleh :
Fardan Dzaki Arkana
Perkembangan Kaidah Fiqih dibagi kedalam
tiga fase berikut:
1. Fase pertumbuhan dan pembentukan

2. Fase Perkembangan dan Kodifikasi

3. Fase Kematangan dan Penyempurnaan


1. Fase Pertumbuhan dan Pembentukan
Periode ini dari segi fase sejarah hukum islam, dapat dibagi menjadi tiga
zaman.
a. Zaman Nabi Muhammad saw
Masa Nabi Muhammad ini ciri-ciri kaidah fiqh yang dominan adalah Jawami al-
Kalim (kalimat ringkas dari Nabi Muahmmad tapi cakupan maknanya sangat
luas). Atas dasar ciri dominan tersebut, ulama menetapkan bahwa hadits yang
mempunyai ciri-ciri tersebut dapat dijadikan kaidah fiqh. Oleh karena itulah
periodesasi sejarah kaidah fiqih dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
b. Zaman Sahabat
“Para Sahabat “berjasa dalam ilmu kaidah fiqh, karena turut serta membentuk
kaidah fiqh. Para sahabat dapat membentuk kaidah fiqh karena dua
keutamaan, yaitu mereka adalah murid Rasulullah SAW dan mereka tahu
situasi yang menjadi turunnya wahyu dan terkadang wahyu turun berkenaan
dengan mereka. Atsar (pernyataan) sahabat yang dapat dikatagorikan jawami’
al-kalim yang menjadi ciri-ciri kaidah fiqih.
C. Zaman Tabi’in dan Tabi’ tabi’in selama 250 tahun.
Terdapat ulama yang mengembangkan kaidah fiqh pada generasi tabi’in,
antara lain Abu Yusuf Ya’kub ibn Ibrahim,Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin
Hambali,Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani.
2. Fase Perkembangan dan Kodifikasi
Fase ini menjadikan qawaid fiqhiyah (kaidah Fiqih) menjadi disiplin
ilmu tersendiri dan dibukukan terjadi pada abad ke 4 H dan terus
berlanjut pada masa setelahnya.
Hal ini terjadi ketika kecenderungan taqlid mulai tampak dan semangat
ijtihad telah melemah karena saat itu fiqh mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Hal ini berimbas terhadap terkotak-kotaknya fiqh dalam
madzhab.
Pembukuan fiqh dengan mencantumkan dalil beserta perbedaan-
perbedaan pendapat yang terjadi diantara madzhab, sehingga tidak
ada pilihan lain bagi generasi setelahnya kecuali merujuk pada
pendapat-pendapat madzhab itu dalam memutuskan dan menjawab
persoalan-persoalan baru.
Golongan Hanafiah merupakan yang pertama kali mempelajari kaidah
fiqhiyah. Beberapa informasi yang menyatakan hal tersebut termaktub
dalam beberapa literatur diantaranya, Alaby (761 H), As Suyuthi (911
H) dan Ibnu Najm (970 H) dalam al qawaid menyatakan bahwa Imam
Ad Dibas pada abad 4 Hijriyah telah mengumpulkan beberapa kaidah-
kaidah Mazhab Hanafi sebanyak 17 kaidah.
3. Fase Kematangan dan Penyempurnaan
Abad X H dianggap sebagai periode kesempurnaan kaidah fiqh, meskipun
demikian tidak berarti tidak ada lagi perbaikan-perbaikan kaidah fiqh pada
zaman sesudahnya.
Pengkodifikasian qawa’id fiqhiyyah (kaidah fiqih) mencapai puncaknya ketika
disusun Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah oleh komite (lajnah) Fuqaha pada
masa Sultan al-Ghazi Abdul Azis Khan al-Utsmani (1861-1876 M) pada akhir
abad XIII H. Kitab Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah ini menjadi rujukan lembaga-
lembaga peradilan pada masa itu.
Kitab Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah, yang ditulis dan dibukukan setelah
diadakan pengumpulan dan penyeleksian terhadap kitab-kitab fiqh, ini adalah
suatu prestasi yang gemilang dan merupakan indikasi pada kebangkitan fiqh
pada waktu itu
Para tim penyusun kitab itu sebelumnya telah mengadakan penyeleksian
terhadap kitab-kitab fiqh, lalu mengkonstruknya dalam bahasa undang-undang
yang lebih bagus dari sebelumya. Kitab Majalllat al-Ahkam al-‘Adliyyah inilah
yang menyebabkan qaidah fiqh semakin tersebar luas dan menduduki posisi
yang sangat penting dalam proses penalaran hokum fiqh.

Anda mungkin juga menyukai