Anda di halaman 1dari 56

KOMPETENSI DASAR

KD. 3.3 menganalisis perkembangan


kehidupan politik dan ekonomi Bangsa
Indonesia pada masa awal kemerdekaan
sampai masa Demokrasi Liberal
KD. 4. 3 merekonstruksi perkembangan
kehidupan politik dan ekonomi Bangsa
Indonesia pada masa awal kemerdekaan
sampai masa Demokrasi Liberal dan
menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis
Perkembangan Politik Masa
Demokrasi Liberal
“… zaman kabinet silih berganti,
zaman yang melalaikan pembangunan
berencana. Itulah biasanya menjadi
sebutan zaman ini”. (Wilopo, 1978)
Sebaliknya harus diakui, bahwa
zaman itu telah menjadi sebagian
sejarah kita sejak merdeka dan
berlangsung hampir satu
dasa warsa, serta banyak unsur-
unsur di dalamnya yang patut kita
pelajari lebih mendalam. (Wilopo,
1978).
maklumat pemerintah tanggal 3
November 1945
Untuk menjunjung tinggi asas demokrasi
tidak dapat didirikan hanya satu partai.
Dianjurkan pembentukan partai-partai
politik untuk mudah dapat mengukur
kekuatan perjuangan kita.
Dengan adanya partai politik dan organisasi
politik, bagi pemerintah mudah untuk minta
tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpin
barisan perjuangan. (Wilopo, 1978).
suasana pada masa Demokrasi Liberal
1950-1959
Pada era itu ada tujuh kabinet yang
memegang pemerintahan, sehingga hampir
setiap tahun terjadi pergantian kabinet.
Jatuh bangunnya kabinet ini membuat
program-program kabinet tidak dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Kondisi inilah yang menyebabkan
stabilitas nasional baik di bidang politik,
ekonomi, sosial dan keamanan terganggu.
PERNYATAAN PRESIDEN
SOEKARNO
“sangat gembira apabila para pemimpin
partai berunding sesamanya dan memutuskan
bersama untuk mengubur partai-partai”.
Soekarno bahkan dalam lanjutan pidatonya
menekankan untuk melakukannya sekarang
juga. Pernyataan Soekarno membuat
hubungan dengan Hatta semakin renggang
yang akhirnya dwi tunggal menjadi tanggal
ketika Hatta mengundurkan diri sebagai
wakil presiden. (Anhar Gonggong, 2005)
Soekarno Hatta
Soekarno Hatta merupakan pemimpin dengan dua tipe
kepemimpinan yang berbeda. Herberth Feith
menyebut Soekarno sebagai pemimpin yang bertipe
solidarity maker (pembuat persaudaraan/ persatuan).
Soekarno berpendapat bahwa revolusi itu belum
selesai, sehingga perlu membuat simbol-simbol untuk
menyatukan rakyat untuk menjalankan revolusi.
Sedangkan Hatta oleh Feith disebutnya pemimpin
dengan tipe administrator. Hatta berpendapat bahwa
revolusi itu sudah selesai, untuk itu kita harus segera
membangun negeri ini dengan mencari solusi agar
pembangunan bisa berjalan dengan baik.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Menjelaskan perkembangan kabinet yang
berlangsung selama masa Demokrasi
Parlementer
Menganalisis sistem kepartaian yang
berlangsung pada masa Demokrasi Parlementer
Membandingkan pelaksanaan Pemilu pada
masa Demokrasi Parlementer dengan pemilu
pada masa Reformasi
Menjelaskan kebijakan dan sistem ekonomi
pada masa Demokrasi Parlementer
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Presidensial digantikan
sistem pemerintahan Parlementer
Pemerintahan dilandasi oleh UUD Sementara
1950
Kabinet disusun menurut perimbangan
kekuatan kepartaian dalam parlemen dan
sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh wakil-
wakil partai dalam parlemen sehingga kerap
kali terjadi pergantian kabinet (1950-1959)
Presiden merupakan lambang kesatuan saja
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan
Presidensial
Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan
sekaligus kepala negara.
Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi
rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan
perwakilan rakyat.
Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang
memimpin departemen dan non-departemen.
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan
eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada
kekuasaan legislatif.
Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
sistem parlementer
adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya
memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam
hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan
semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem
presidensiil, sistem parlemen dapat memiliki seorang
presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang
terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil,
presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan,
namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi
simbol kepala negara saja.
Mengapa seringkali terjadi pergantian
kabinet?
adanya perbedaan kepentingan diantara
partai-partai yang ada. Perbedaan diantara
partai-partai tersebut tidak pernah dapat
terselesaikan dengan baik. Sehingga dari
tahun 1950-1959 terjadi tujuh kali
pergantian kabinet.
KABINET-KABINET PADA
MASA DEMOKRASI LIBERAL
TUJUAN KABINET
Masalah keamanan, kemakmuran dan
masalah Irian Barat ( saat ini Papua Barat)
Masyumi menekankan pentingnya
penyempurnaan pimpinan TNI
PNI menekankan pada masalah hubungan
luar negeri yang menguntungkan
perjuangan pembebasan Irian Barat dan
pemerintahan dalam negeri.
KABINET NATSIR (Masyumi)
1950-1951
PROGRAM KERJA
Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan
umum untuk memilih Dewan Konstituante
Menyempurnakan susunan pemerintahan dan
membentuk kelengkapan negara
Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan
ketentraman
Meningkatkan kesejahteraan rakyat
Menyempurnakan organisasi angkatan perang
Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
KABINET NATSIR (Masyumi)
1950-1951
Kritik dari kelompok oposisi PNI, PKI dan
Murba .
Mosi Hadikusumo dari PNI yang menuntut agar
pemilihan anggota lembaga perwakilan daerah
dipilah dengan cara demokratis karena dalam
PP no. 39 tahun 1950 dipilih secara bertingkat.
Mosi ini mendapat dukungan dari parlemen.
Menyebabkan mundurnya menteri dalam negeri.
Kabinet Natsir menyerahkan mandatnya kepada
Presiden Soekarno 21 Maret 1951
Kabinet Sukiman (Masyumi)
1951-1952
PROGRAM KERJA
Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara
hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman
serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan
negara
Membuat dan melakukan rencana kemakmuran
nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi
kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat
usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
Menyelesaikan persiapan pemilihan umum untuk
membentuk Dewan Konstituante dan menyelengarakan
pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat
terlaksananya otonomi daerah
PROGRAM KERJA
Menyiapkan undang-undang pengakuan
serikat buruh, perjanjian kerja sama,
penetapan upah minimum, dan
penyelesaian pertikaian buruh
Menjalankan politik luar negeri bebas
aktif
Memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya
Kabinet Sukiman (Masyumi)
1951-1952
Didukung PNI dan Masyumi
Partai-partai besar berupaya mewujudkan program politik
masing-masing, meskipun kabinet telah memiliki program
kerja.
Contoh: Menteri Dalam Negeri Iskak Mengangkat orang-
orang PNI menjadi Gubernur Jawa Barat dan Sulawesi
Mosi tidak percaya karena Menteri Luar Negeri Achmad
Soebarjo menandatangani perjanjian MSA yang berisi
kesediaan Indonesia untuk menerima bantuan Amerika
Serikat.
Mosi ini didukung oleh sebagian besar parlemen termasuk
PNI, sehingga Sukiman menyerahkan mandatnya kepada
Presiden Soekarno 23 Februari 1952.
Kabinet Wilopo (PNI)
1952-1953
Kabinet Wilopo (PNI)
1952-1953
Didukung PNI, Masyumi, PSI dan PSII
Peristiwa 17 Oktober 1952
Peristiwa Tanjung Marowa
PROGRAM KERJA
Mempersiapkan pemilihan umum
Berusaha mengembalikan Irian Barat ke
dalam pangkuan RI
Meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan
Memperbarui bidang pendidikan dan
pengajaran
Melaksanakan politik luar negeri bebas
aktif
Peristiwa 17 Oktober 1952
Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI
sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan
membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat
dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang
ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia
mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada
menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan
parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam
parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya
surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto
dalam memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan.
Peristiwa Tanjung Marowa
mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke
Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah
perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya
selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di
Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk
mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah
mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak
mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya
terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I
(PNI)1953-1955
PROGRAM KERJA
Menumpas pemberontakan DI/TII di
berbagai daerah
Melaksanakan pemilihan umum
Memperjuangkan kembalinya Irian Barat
kepada RI
Menyelenggarakan Konferensi Asia
Afrika
Kabinet Ali Sastroamidjojo I
(PNI)1953-1955
Berhasil melaksanakan konferensi Asia Afrika
Masalah pimpinan TNI – AD yang berpangkal pada
peristiwa 17 oktober 1952. Calon pimpinan TNI yang
diajukan kabinet ini ditolak oleh korps perwira,
kelompok Zulkifli Lubis. sehingga timbul krisis
kabinet.
Parlemen mengajukan Mosi tidak percaya terhadap
menteri Pertahanan, menyebabkan Mr. Iwa Kusuma
Sumantri sebagai menteri Pertahanan mengundurkan
diri dari jabatannya pada 12 Juli 1955
Kabinet menyerahkan mandat kepada Presiden
Soekarno pada 24 Juli 1955
KONFERENSI ASIA AFRIKA 1955
PERINGATAN 60 TAHUN KAA 2015
PERINGATAN 60 TAHUN KAA 2015
Kabinet Burhanuddin Harahap
(Masyumi) 1955-1956
PROGRAM KERJA
Mengembalikan kewibawaan moral
pemerintah, dalam hal ini kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat
Akan dilaksanakan pemilihan umum,
desentralisasi, memecahkan masalah
inflasi, dan pemberantasan korupsi
Perjuangan mengembalikan Irian Barat
Kabinet Burhanuddin Harahap
(Masyumi) 1955-1956
Berhasil melaksanakan PEMILU 1955
27 September 1955 PEMILU untuk memilih
anggota Parlemen
15 Desember 1955 PEMILU untuk memilih
Dewan Konstituante
berhasil menyelesaikan permasalahan dalam tubuh
TNI-AD dengan diangkatnya kembali Kolonel
Nasution sebagai KSAD pada Oktober 1955.
Setelah melaksanakan tugasnya Kabinet
Burhanuddin Harahap meletakkan jabatannya
PEMILU 1955
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
(PNI)1956-1957
PROGRAM KERJA
Menyelesaikan pembatasan hasil KMB
Menyelesaikan masalah Irian Barat
Pembentukan provinsi Irian Barat
Menjalankan politik luar negeri bebas
aktif
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
(PNI)1956-1957
Renggangnya dwi tunggal Soekarno Hatta
Soekarno menginginkan adanya Demokrasi
Terpimpin sedangkan Hatta menginginkan
adanya Demokrasi Konstitusi
Memiliki rencana pembangunan Lima
Tahun antara lain: Masalah Irian Barat,
masalah Otonomi daerah, masalah perbaikan
nasib buruh, penyehatan keuangan dan
pembentukkan ekonomi keuangan.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
(PNI)1956-1957
Gagal menyerahkan Irian Barat yang akhirnya
membatalkan perjanjian KMB
Munculnya masalah anti Cina.
Sikap kritis daerah terhadap pusat.
Sikap tidak tegas kabinet dalam menyelesaikan
masalah.
Munculnya mosi tidak percaya oleh Masyumi
menyebabkan kabinet ini menyerahkan
mandatnya kepada Presiden Soekarno 14 maret
1957
Menyikapi situasi jatuh bangunnya kabinet, Soekarno
melalui amanat proklamasi 17 Agustus 1957
menyatakan bahwa:
“Sistem politik yang terbaik dan tercocok dengan
kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia! Ya,
nyata demokrasi yang sampai sekarang ini kita
praktikan di Indonesia, bukan satu sistem politik
terbaik dan tercocok dengan kepribadian dan dasar
hidup bangsa Indonesia! Nyata kita dengan apa yang
kita namakan dengan demokrasi itu, tidak menjadi
makin kuat dan makin sentosa, melainkan menjadi
makin rusak dan makin retak, makin bubrah dan
makin bejat. (Presiden Soekarno, Amanat
Proklamasi III, 1956-1960, Inti Idayu Press dan
Yayasan Pendidikan Soekarno, 1986).
21 Februari 1957
Presiden Soekarno mengundang ke Istana Negara para
tokoh partai dari tingkat daerah hingga pusat, dan tokoh
militer untuk mendengarkan pidatonya yang dikenal
dengan Konsepsi Presiden. Konsepsi tersebut
bertujuan untuk mengatasi dan menyelesaikan krisis
kewibawaan kabinet yang sering dihadapi dengan
dibentuknya kabinet yang anggotanya terdiri dari 4 partai
pemenang pemilu dan dibentuknya Dewan Nasional
yang anggotanya dari golongan fungsional dalam
masyarakat. Sayangnya gagasan ini dikeluarkan tanpa
terlebih dahulu ada pemberitahuan kepada kabinet yang
tengah mengalami masalah yang cukup berat.
KABINET DJUANDA (ZAKEN
KABINET)1957-1959
PROGRAM KERJA
Membentuk Dewan Nasional
Normalisasi keadaan RI
Melanjutkan pembatalan KMB
Memperjuangkan Irian Barat kembali ke
RI
Mempercepat pembangunan
KABINET DJUANDA (ZAKEN
KABINET)1957-1959
Menyusun program panca karya,
meliputi: membentuk dewan, normalisai
keadaan republik, melancarkan
pelaksanaan pembatalan KMB,
perjuangan Irian dan mempergiat
pembangunan
KABINET DJUANDA (ZAKEN
KABINET)1957-1959
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada
tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana
Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda
Kartawidjaja, adalah deklarasi yang
menyatakan kepada dunia bahwa laut
Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di
antara dan di dalam kepulauan Indonesia
menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
wilayah Indonesia masa Demokrasi
Parlementer
“laut territorial Indonesia itu lebarnya 3
mil diukur dari garis air rendah
(laagwaterlijn) dari pada pulau-pulau
dan bagian pulau yang merupakan bagian
dari wilayah daratan (grondgebeid) dari
Indonesia.”
KABINET DJUANDA (ZAKEN
KABINET)1957-1959
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara
Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi
Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en
Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO
1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda
ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan
oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya
mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari
garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan
bebas melayari laut yang memisahkan pulau-
pulau tersebut.
WILAYAH INDONESIA SEBELUM
DEKLARASI DJUANDA
Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial
kelautan nusantara yang berbunyi:
Segala perairan di sekitar, diantara dan yang
menghubungkan pulau-pulau atau bagan pulau-pulau
yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia,
dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan
Negara Republik Indonesia dan dengan demikian
merupakan bagian dari pada perairan nasional yang
berada di bawah kedaulatan mutlak dari pada Negara
Republik Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan
pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan
sekedar tidak bertentangan dengan/ menganggu
kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. (Sumber:
Hasjim Djalal, 2006)
WILAYAH INDONESIA SESUDAH
DEKLARASI DJUANDA
Wilayah Indonesia berdasarkan
Deklarasi Juanda
konferensi Jeneva pada tahun 1958
berusaha mempertahankan konsepsinya yang tertuang dalam
deklarasi Djuanda dan memantapkan Indonesia sebagai
Archipelagic State Principle atau negara kepulauan.
Deklarasi Djuanda ini baru bisa diterima di dunia internasional
setelah ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-
3 di Montego Bay (Jamaika) pada tahun 1982 (United Nations
Convention On The Law of The Sea/ UNCLOS 1982).
Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasinya dalam UU
No.17/ 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa
Indonesia adalah negara kepulauan. Setelah diperjuangkan
selama lebih dari dua puluh lima tahun, akhirnya pada 16
November 1994, setelah diratifikasi oleh 60 negara, hukum
laut Indonesia diakui oleh dunia internasional.
KABINET DJUANDA (ZAKEN
KABINET)1957-1959
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab
pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk
sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis
demokrasi liberal mencapai puncaknya.
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan
pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan
Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-
purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin
memburuk karena mengancam kesatuan negara.

Anda mungkin juga menyukai