Anda di halaman 1dari 16

MUTTAFÂQ

Anggota:
Androtsany
Caezar prema
Ayyub azis
Candra tri n
Al-Qur’ân
Al-Qur’an menurut Bahasa bacaan atau yang
dibaca. Sedangkan secara istilah para ulama Ushul Fikih mengemukakan
beberapa
definisi sebagai berikut:
Safi Hasan Abu Talib menyebutkan :
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafadz bahasa Arab dan
maknanya dari Allah Swt. melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, ia merupakan dasar dan humber hukum utama bagi syari’at.
Pokok Isi Kandungan al-Qur’an
Isi kandungan al-Qur’an meliputi :
1) Tauhid
2) Ibadah
3) Janji dan ancaman
4) Jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
5) Riwayat dan cerita (qishah umat terdahulu).
Dasar Kehujjahan al-Qur’an dan Kedudukan Sebagai Sumber
Hukum Islam.
Sebagaimana kita ketahui al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw.
dan disampaikan kepada umat manusia adalah untuk wajib di
amalkan semua
perintahnya dan wajib ditinggalkan segala larangan-Nya
Pedoman al-Qur’an Dalam Menetapkan Hukum
Pedoman al-Qur’an dalam menetapkan hukum sesuai dengan
perkembangan
kemampuan manusia, baik secara fisik maupun rohani manusia selalu
berawal dari
kelemahan dan ketidak kemampuan. Untuk itu al-Qur’an berpedoman
kepada tiga hal, yaitu :
1) Tidak memberatkan
2) Meminimalisir beban
3) Berangsur angsur dalam menetapkan hukum
Al-Hadis

Pengertian al-Hadis
Hadis menurut bahasa mempunyai beberapa pengertian, yaitu
baru,dekat, dan berita.
Adapun pengertian al-Hadis menurut istilah ahli Hadis adalah:
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. baik berupa
perkatan,perbuatan, ketetapan (taqrir) dan sebagainya.
Macam-Macam Hadis
1) Hadis qauliyah (perkataan)
Yaitu hadis-hadis yang diucapkan langsung oleh Nabi Saw.
2) Hadis fi’liyah (perbuatan)
Yaitu hadis-hadis yang berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw
3) Hadis taqririyah (ketetapan)
Yaitu perbuatan dan ucapan para sahabat yang dilakukan di hadapan atau
sepengetahuan Nabi Saw, tetapi beliau mendiamkan dan tidak menolaknya
Dasar Kehujjahan al-Hadis dan Kedudukannya
Sebagai Sumber Hukum Islam
1. Dalil Al Qur’an
2. Dalil al-Hadist
Fungsi al-Hadis terhadap al-Qur’an
adalah:
1) Bayanut taqrir: menetapkan dan menguatkan atau menggarisbawahi suatu hukum
yang ada dalam al-Qur’an, sehingga hukum hukum itu mempunyai dua sumber,
yaitu ayat yang menetapkannya dan hadis yang menguatkannya.
2) Bayanut tafsir: menjelaskan atau memberi keterangan menafsirkan dan merinci
redaksi al-Qur’an yang bersifat global (umum)
3) Bayanut tasyri’: menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an
Ijma
Secara bahasa ijma’ berarti sepakat atau konsensus dari sejumlah orang
terhadap sesuatu. Adapun ijma’ dalam pengertian istilah Ushul Fikih
sesungguhnya ijma’
yang dimaksud dalam hubungannya dengan definisi yang dikemukakan adalah ijma’
yang didasarkan atas kesepakatan para mujtahid. Kesepakatan yang berasal dari
selain mujtahid tidak dinamakan ijma’
Dasar Kehujjahan Ijma’ dan
Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum
Islam
1. Al quran
2. Al hadist
Rukun dan Syarat Ijma’
1) Haruslah orang yang melakukan ijma’ itu dalam jumlah banyak, dan tidak
dikatakan ijma’ apabila hanya satu orang mujtahid, tidak dikatakan sebuah
kesepakatan apabila dilakukan hanya satu orang ulama.
2) Seluruh mujtahid menyetujui hukum syara’ yang telah mereka putuskan dengan
tidak memandang negara, kebangsaan dan golongan mereka.
3) Mujtahid yanag melakukan kesepakatan mestilah terdiri dari berbagai daerah
Islam.
4) Kesepakatan itu haruslah dilahirkan oleh dari masing-masing mereka secara tegas
terhadap peristiwa itu, baik lewat perkataan maupun perbuatan,
5) Kesepakatan hendaklah dilakukan oleh mujtahid yang bersifat dan menjauhi halhal yang bid’ah
6) Hendaklah dalam melakukan ijma’ mujtahid bersandar kepada sandaran huku
yang disyari’atkan baik dari nash maupun qiyas.
Macam-Macam Ijma’
dilihat dari cara memperolehnya:
1) Ijma’ sharih adalah kebulatan yang dinyatakan oleh mujtahidin (para mujtahid)
2) Ijma’ sukuti, yaitu kebulatan yang dianggap seorang mujtahid mengeluarkan
pendapatnya dan diketahui oleh mujtahidin lainnya, tetapi mereka tidak
menyatakan persetujuan atau bantahannya
dilihat dari dalalahnya (penunjuk) :
1) Ijma’ qat’i dalalah terhadap hukumnya; artinya, hukum yang ditunjuk sudah dapat
dipastikan kebenarannya
2).Ijma’ zanni dalalah terhadap hukumnya; artinya, hukum yang dihasilkannya
kebenarannya bersifat relatif atau masih bersifat dugaan.
Qiyas

Secara bahasa qiyas diartikan dengan mengukur sesuatu dengan sesuatu


yang lain. Adapun secara istilah, Menghubungkan sesuatu persoalan yang tidak
ada ketentuan hukumnya di dalam
nash dengan sesuatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash, karena diantara
keduanya terdapat pertautan (persamaan) illat hukum.
Kehujjahan Qiyas dan Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum Islam.
dalil al-Qur’an antara lain firman Allah Swt Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
(QS. AnNisa’ [4]:59)yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalil al-Hadis(Rasul bertanya) bagaimana kamu kan menetapkan hukum apabila dihadapkan padamu sesutu yang
memerlukan penetapan hukum ? Mu’adz menjawab : “
saya akan menetapkannya dengan kitab Allah “ lalu Rasul bertanya : “seandainya kamu tidak mendapatkannya
dalam kitab Allah , Muadz menjawab;
“ dengan sunnah Rasulullah” Rasul bertanya lagi, “ seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah dan
juga tidak dalam sunnah Rasul ?”
Mu’adz menjawab; “ saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri”. Maka Rasulullah menepuk-nepuk
belakangan Mu’adz seraya mengatakan :“segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan utusan seorang Rasul
dengan sesuatu yang Rasul kehendaki “( HR.Abu Daud dan Al-Tirtimidzi )
Rukun Qiyas
1) Adanya pokok disebut dengan “ُُ “‫ل‬Eْ E‫ ْص‬E‫ا َأل‬yaitu persoalan yang telah disebutkan
hukumnya di dalam nash.
2) Adanya cabang disebut dengan “ُُ “ ‫ا ْل َف ْرع‬yaitu suatu persoalan (peristiwa baru)
yang tidak ada nash yang menjelaskan hukumnya dan ia disamakan hukumnya
dengan pokok melalui qiyas
3) Adanya ketetapan hukum “ُُ ُ“ E‫م‬E‫ح ْك‬EE‫ا ْل‬yaitu suatu hukum yang ada pada pokok
dan ia akan diberlakukan sama pada cabang
4) Adanya kesamaan sifat “ ُ “ُ ‫ة‬EE‫ا ْل ِع َّل‬yaitu sifat atau keadaan yang dijumpai pada

Anda mungkin juga menyukai