KELOMPOK 1
X-TKR 1
CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL-HASIL BUDAYA
MASA PRA-AKSARA INDONESIA
1.MEGANTROPUS PALEOJAVANICUS
Sejarah
Meganthropus Paleojavanicus – Indonesia mempunyai sejarah dan kebudayaan penting, termasuk di dunia arkeologi atau
ilmu kepurbakalaan. Misalnya, penemuan fosil manusia purba. Dari beberapa fosil manusia purba di Indonesia,
Meganthropus Paleojavanicus merupakan fosil manusia purba tertua.
Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan di daerah Sangiran, jawa Tengah. Sekarang ini Sangiran menjadi situs
arkeologi di pulau Jawa.
Penemu fosil Meganthropus Paleojavanicus adalah G.H.R Von Koenigswald pada 1941 silam. Jenis
manusia purba mempunyai structur tulang yang besar.
G.H.R Von Koenigswald melakukan penelitian dari sungai Bengawan Solo dari tahun 1936 – 1941.
Diperkirakan manusia raksasa jawa ini berasal dari lapisan Pleistosen bawah.
Meganthropus Paleojavanicus mempunyai ciri badan tegap, rahang besar dan kuat. Jenis manusia
purba ini diperkirakan hidup di zaman Batu Tua (Pleothihikum). Waktu hidup diperkirakan 1 juta
sampai 2 juta tahun yang lalu.
Adapun bagian yang ditemukan pada saat itu, yaitu rahang bawah dan rahang atas. Von
Koenigswald-lah yang memberikan nama Meganthropus Paleojavanicus yang artinya “manusia
raksasa dari Jawa.”
Meganthropus Paleojavanicus masih mengandalkan alam untuj bertahan hidup. Saat sumber daya
alam sebagai bahan pangan habis, mereka akan berpindah ke tempat lain yang menyediakan sumber
daya alam melimpah.
Definisi Umum :
Meganthropus Paleojavanicus berasal dari kata ‘mega’ yang artinya ‘besar’ dan anthropus artinya manusia.
Sedangkan kata ‘paleo’ berarti tua dan ‘Javanicus’ berasal dari Jawa. Penemuan fosil tidak ditemukan dalam
keadaan lengkap. Penemuan fosil yang ditemukan hanya bagian tengkorak, rahang bawah dan gigi – gigi yang
lepas.
Penanaman tersebut juga bukan sekedar nama dan tanpa alasan. Hal tersebut tubuh Meganthropus Paleojavanicus
cukup besar dibandingkan dengan manusia purba lainnya. Para peneliti memperkirakan keberadaan mereka dari
beberapa benda sisa kehidupan yang ada di sekitar tempat penemuan, seperti ukiran, alat – alat rumah tangga dan
lain sebagainya.
Adapun fosil Meganthropus Paleojavanicus yang berhasil ditemukan adalah fragmen tulang rahang atas, fragmen
tulang rahang bawah dan sejumlah gigi lepas. Selain keberadaan Meganthropus Paleojavanicus, di Jawa juga
terdapat banyak bukti fisik eksistensi manusia purba yang sudah terkubur sejak zaman Pleistosen bawah, tengah,
atas hingga pada awal zaman Holosen.
Fosil Meganthropus Paleojavanicus ini diperkirakan sudah ada dari masa paling tua, yakni Pleistosen bawah atau
sekitar 2.588.000 tahun lalu.
Ciri-ciri :
1. Tulang pada ubun – ubun tampak pendek dan bentuk hidung lebar
Tulang pada ubun – ubun yang dimilikinya nampak pendek namun hidungnya melebar. Dengan begitu, memang
wajah dari manusia purba ini sangat mirip dengan gorilla, hanya saja ada sejumlah perbedaan mendasar yang
tidak mengarahkannya dengan spesies kera.
2. Mempunyai tonjolan kening yang mencolok dan tulang pipi yang tebal.
Kening yang dimiliki oleh Meganthropus Paleojavanicus sangat menonjol dan tebal. Selain itu tulang pipi juga
demikian, sehingga bentuknya lebih jelas dengan guratan – guratan yang tercetak jelas.
Meskipun bentuk fisik lebih mirip dengan kera maupun gorilla namun masih ada satu ciri yang dimiliki oleh
manusia sekarang yaitu bentuk gerahamnya. Akan tetapi, gigi beserta rahangnya lebih besar dan kuat
dibandingkan dengan manusia sekarang. Hal ini berguna untuk mengunyah makanan – makanan keras dengan
lebih baik.
4. Volume otaknya sebesar 900 cc
Bertahan hidup di alam membuat manusia purba paleojavanicus diberikan volume otak yang mencapai 900 cc.
Hal ini menandakan meskipun kehidupannya dahulu jauh dari kecanggihan dan kemudahan, namun daya pikirnya
terbilang cukup tinggi sehingga dapat memanfaatkan alam dengan baik.
Misalnya, alat – alat yang digunakan oleh manusia – manusia purba ini adalah kapak genggam dan kapak
perimbas sebagai alat bantu mengolah makanan dan berburu.
Ciri yang dimiliki oleh manusia purba Meganthropus Paleojavanicus adalah badannya yang sangat tinggi.
Bahkan, tinggi badannya yang tercatat ada yang hampir 2,5 meter.
Apabila dibandingkan dengan manusia jaman sekarang akan sangat terlihat perbedaannya. Hal ini dikarenakan
orang – orang modern hanya mempunyai batas maksimal ketinggian mencapai 1,8 meter saja.
6. Cara berjalannya mirip orang utan, yaitu membungkuk dengan tangan yang menyangga tubuh.
Apabila manusia biasa pada umumnya berjalan dengan badan yang tegak namun tentu saja nenek
moyangnya sangat berbeda, menurut penelitian cara berjalannya lebih diserupakan dengan orang utan
yaitu lebih membungkuk dengan kedua tangan yang digunakan untuk menyangga tubuhnya.
Nenek moyang pertama manusia yang mampu berdiri dan berjalan secara tegak adalah Pithecanthropus
Erectus yang hidup lama setelah Meganthropus Paleojavanicus.
Rahang bawah yang tebal dan kuat ini digunakan oleh manusia purba untuk mengunyah makanan dengan
tekstur yang keras. Jika kehidupannya sebagai nomaden membuatnya bergantung dengan alam yang tentu
saja aka nada banyak tumbuhan atau buah dengan kulit yang tidak lembut.
8. Perawakan tegap.
Para ahli juga mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan
yang mereka tinggalkan. Hal ini pun yang memicu perbedaan pendapat di kalangan para ahli.
Di sekitar fosil tersebut juga ditemukan peralatan dari batu yang masih kasar. Diduga mereka
menggunakan peralatan memasak yang masih sangat kasar, karena dibuat dengan cara yang
sangat sederhana, yaitu dengan membenturkan batu dengan permukaan yang lain.
Pecahan dari benturan batu akan menyerupai kapak. Alat inilah yang kemudian digunakan
untuk mengumpulkan makanan dan memasak. Peralatan tersebut berupa kapak penetak serta
alat-alat serpih.
2.PITHECANTHROPUS
a. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus Erectus secara etimologi berasal dari tiga kata yaitu pithecos yang berarti kera, anthropus yang berarti
manusia dan erectus yang berarti tegak. Pithecanthropu Erectus dapat diartikan sebagai manusia kera berjalan tegak.
Pitecanthropus Erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Pithecanthropus
Erectus diperkirakan hidup sekitar 700.000 hingga satu juta tahun yang lalu yang didasarkan pada lapisan pleistosen
tengah pada penemuan fosilnya.
Fosil yang ditemukan adalah tulang paha yang berukuran lebih besar dari lengan dan temprung kepala. Dari fosil tulang
paha diyakini bahwa Pithecanthropus Erectus dapat berjalan secara tegak. Fosil tempurung kepala menunjukkan adanya
percampuran bentuk antara tempurung kepala manusia dan kera. Oleh sebab itu, Eugene Dubois menyebutnya sebagai
missing link dari teori evolusi manusia.
Ciri-ciri :
Pola Kehidupan :
Pithecanthropus Erectus hidup dengan cara berburu dan meramu serta bergantung penuh dengan alam.
Mereka sudah bisa membuat alat – alat untuk mempermudah menjalankan aktivitas sehari – hari. Peralatan
berburu yang digunakan berasal dari batu dan tulang. Hasil kebudayaan yang dihasilkan diantranya benda
tajam, kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih dan batu penggiling.
b. Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus Mojokertensis atau memiliki nama lain Pithecanthropus Robustus merupakan manusia
purba yang ditemukan dari wilayah Desa Perning, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur oleh von
Koenigswald pada tahun 1936. Temuan Pithecanthropus Mojokertensis berupa fosil tengkorak anak –
anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah dan gigi lepas. Apabila didasarkan pada lokasi
penemuan di pleistosen bawah dapat disimpulkan bahwa Pithecanthropus Mojokertensis hidup pada
30.000 hingga 2 juta tahun yang lalu.
Ciri-ciri :
Pithecanthropus Mojokertensis hidup dengan cara berburu dan meramu dan sangat mengandalkan
ketersediaan makanan di alam. Kehidupan mereka masih nomaden dan hidup dengan kelompok kecil.
Mereka sudah menggunakan alat bantu yang sangat sederhana dan sebagian besar terbuat dari batu.
Alat – alat tersebut berupa kapak perimbas, alat serpih, kapak
c. Pithecanthropus Soloensis
Pola Kehidupan :
Manusia Pithecanthropus Soloensis hidup pada Zaman Pleistosen Tengah, di mana
kehidupannya sangat tergantung dengan keadaan alam. Mereka hidup dengan cara
berpindah-pindah tempat atau nomaden, menyesuaikan dengan ketersediaan makanan.
Makanan utama yang dikonsumsi adalah daging dari hasil dari berburu dan tumbuhan.
Namun, mereka belum mengenal cara mengolah makanan. Manusia Pithecanthropus
Soloensis menggunakan peralatan sederhana untuk membantu memenuhi kebutuhan
sehari-hari mereka. Peralatan yang digunakan sebagian besar terbuat dari batu, seperti
contohnya kapak perimbas, alat serpih, kapak penetak, dan peralatan dari tulang.