Anda di halaman 1dari 6

Asas fut wuni handayani

Asas belajar dalam sepanjang hayat


Asas kemandirian dalam belajar

dibuat: Asri R. Saragih


Asas Tut wuri handayani
Sejarah dan Arti Tut Wuri Handayani
Istilah Tut Wuri Handayani merupakan bagian dari semboyan dalam bahasa
Jawa yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara untuk Taman Siswa yang ia dirikan di
Yogyakarta pada 1922 dan kemudian tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Semboyan lengkapnya berbunyi: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani, yang artinya “di depan memberi contoh yang baik, di
tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”. Dikutip dari Dasar-
Dasar Pendidikan (2020) yang disusun Haudi dan kawan-kawan, Tut Wuri
Handayani dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai asas pendidikan
yang diterapkan dalam pembelajaran di Perguruan Taman Siswa.
Makna Tut Wuri handayani

Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari asas yang menegaskan, setiap
orang punya hak untuk mengatur dirinya sendiri. Tut Wuri Handayani
mengandung arti bahwa seorang guru atau pendidik dengan kewibawaan yang
dimilikinya mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh yang baik kepada
anak-anak didiknya. Seorang guru, pamong, atau pendidik, dalam konsep Tut
Wuri Handayani, tidak menarik-narik murid-muridnya dari depan, melainkan
membiarkan anak-anak didiknya mencari jalan sendiri, mengambil langkah dan
keputusan sesuai pemikiran sendiri. Yang harus dilakukan guru, pamong, atau
pendidik hanya memberikan dorongan atau bimbingan supaya anak-anak
didiknya tetap berada di jalur yang benar. Ki Suratman melalui buku berjudul Tut
Wuri Handayani (1980) menafsirkan semboyan Tut Tut Wuri Handayani yang
dicetuskan Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut: “Secara harafiah, tut wuri
berarti mengikuti dari belakang, tetapi tidak melupakan anak didik dari
pengawasan.
Berjalan di belakang berarti memberi kebebasan kepada anak-anak untuk melatih
mencari jalan sendiri, sebagai pendidik wajib memberi koreksi di mana perlu
(handayani).” “Misalnya jika anak didik mendapat masalah tentang pikiran dan tenaga
yang tak dapat dipecahkan, pendidik wajib memberi arahan dan solusi bagaimana cara
menyelesaikannya dengan tepat,” tulis Ki Suratman.
“Kebebasan inilah yang merupakan demokrasi, sedangkan pimpinan yang wajib terus
mengawasi tidak lain daripada kebijaksanaan sang pamong (guru). Atau kata lain di
dalam kehidupan anak-anak harus ada demokrasi dan leaderschap (kepemimpinan),”
tambahnya. Tut Wuri Handayani merupakan semboyan Kementerian Pendidikan
Nasional sekaligus salah satu prinsip pendidikan nasional di samping dua prinsip
pendidikan lainnya, yakni prinsip belajar mandiri dan prinsip belajar sepanjang
hayat. Khususnya asas tut wuri handayani selama ini belum sepenuhnya terlihat dan
mewarnai penyelenggaraan kegiatan pendidikan, baik pada pendidikan informal,
pendidikan nonformal, maupun pendidikan formal. Kemandirian sangat penting bagi
peserta didik, tidak hanya untuk kepentingan belajar saja, namun lebih dari itu
kemandirian diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Tanpa kemandirian sulit bagi siswa untuk dapat tumbuh dan berkembang
menjadi dirinya sendiri (to beself). Dalam kurikulum mandiri, kemandirian merupakan
salah satu dimensi profil siswa Pancasila yang dapat dikembangkan terutama melalui
kegiatan proyek maupun melalui kegiatan intrakurikuler.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut padang dari sisi
lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Ditetapkan suatu definisi
kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
• Meliputi seluruh hidup setiap individu.
• Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan dan penyempurnaan
secara sistematis pengetahuan, keterampilan da sikap yang dapat meningkatkan
kondisi hidupnya.
• Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfillment) setiap
individu.
• Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar sendiri.
• Mengakui kontribuasi dan semua pengaruh pendidikan yang mungkin jterjadi,
termasuk yang formal, non formal, dan informal.
Istilah pendidikan seumur hidup erat kaitannya dan kadang-kadang digunakan saling
bergantian dengan makna yang sama dengan istilah “belajar sepanjang hayat”. Kedua
istilah ini memang tak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Seperti diketahui,
penekanan istilah “belajar” adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang
relatif tetap karena pengaruh pengalaman, sedang istilah “pendidikan” menenakankan
pada usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yaang
memungkinkan pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien dan afektif.
Perkembangan teknologi saat ini menuntut setiap manusia untuk terus belajar dalam
menghadapi kemampuan kecerdasan buatan yang saat ini berkembang. Manusia tersebut
harus belajar membuat, memanfaatkan dan bahkan bertanggung jawab atas kemungkinan
resiko yang di hadapi dari adanya teknologi tersebut. Meskipun sudah selesai menempuh
pendidikan formal di sekolah, manusia harus tetap dituntut untuk belajar agar dapat
bertahan hidup di era yang serba teknologi. Belajar yang dimaksud bukan hanya semata
dalam ruang kelas melainkan belajar sepanjang hayat atau yang disebut dengan Lifelong
Learning.Lifelong Learning adalah upaya seseorang untuk terus belajar secara sukarela dan
berkelanjutan untuk alasan pribadi yang bertujuan untuk pengembangan pribadi,
meningkatkan daya saing dan kemampuan kerja. Lifelong Learning adalah usaha yang
harus dilakukan dengan sadar dan menikmati setiap proses belajarnya karena dilakukan
dengan sukarela.

Anda mungkin juga menyukai