Anda di halaman 1dari 7

Asas Pokok Pendidikan

Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau


tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan
pendidikan (Hartoto, 2008, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan). Jadi, asas
pendidikan itu lebih memfokuskan perhatian kepada cara penyelenggaraan
pendidikan yang dilandasi oleh pemikiran-pemikiran tentang bagaimana
layaknya pendidikan itu diselenggarakan.

Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas pendidikan yang


memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas–asas
tersebut bersumber dari kecenderungan umum  pendidikan di dunia dan
bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan
di Indonesia (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 117).

1. Asas Tut Wuri Handayani


Sejarah singkat siapa orang yang kesatu kali melahirkan semboyan Tut Wuri Handayani tentunya
dia ialah Ki Hajar Dewantara. Pertama kali yang menegakkan Taman Siswa, pada tanggal 3 Juli
1922 silam, dimana di Taman murid tersebut ada selama 7 pasal asas yang dijadikan sebagai
pedoman untuk semua Taman Siswa yang terdapat di tanah air sampai kini ini. Raden Soewardi
Soerjaningrat ialah nama pribumi Ki Hajar Dewantara, yang asal muasal menyampaikan dan
menciptakan semboyan Tut Wuri Handayani.

Asas Tut Wuri Handayani merupakan asas pendidikan Indonesia yang


bersumber dari asas Pendidikan Taman Siswa yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara yaitu seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional.
Makna Tut Wuri Handayani adalah:
1. Tut Wuri: Mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian
berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih.
2. Handayani: Mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing,
dan menggairahkan anak agar sang anak mengembangkan pribadi masing-
masing melalui disiplin pribadi (Arga, 2011, dalam Jurnal Ilmu
Pendidikan).
Asas Tut Wuri Handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar tersebut
mendapat tanggapan positif dari Drs. RMP Sosrokartono (filsuf dan ahli bahasa)
dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso
Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa. Kini ketiga semboyan tersebut telah
menyatu menjadi satu kesatuan asas, yaitu:
1. Ing Ngarso Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh).
2. Ing Madya Mangun Karsa (jika di tengah-tengah membangkitkan kehendak,
hasrat atau motivasi).
3. Tut wuri Handayani (jika di belakang mengikuti dengan awas).
Asas Tut Wuri Handayani ini bermakna bahwa setiap orang berhak mengatur
dirinya sendiri dengan berpedoman kepada tata tertib kehidupan yang umum.
Menurut asas ini, dalam penyelenggaraan pendidikan, seorang guru merupakan 
pemimpin yang berdiri di belakang dengan bersemboyan “tut wuri handayani”,
yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik
untuk berjalan sendiri dan tidak terus-menerus dicampuri, diperintah atau
dipaksa. Guru hanya wajib menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi
jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah laku atau
perbuatan anak apabila anak didik tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai
rintangan. Dapat dikatakan bahwa asas Tut Wuri Handayani ini merupakan cikal
bakal dari pendekatan atau cara belajar siswa aktif (Umar Tirtarahardja dan La
Sulo, 1994: 123).
2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah sempurna, dia
selalu berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di lingkungan
kehidupannya. Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat,
terjadi perubahan yang amat pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya,
apa yang dipelajari oleh seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat
menjadi tidak berarti atau tidak bermanfaat lagi. Hal ini disebabkan karena apa
yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan berbagai masalah
kehidupan yang dihadapinya. Jadi, implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi
yang amat pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar
sepanjang hayat (Tim Pembina MK Pengantar Pendidikan, 2008,
dalam Bahan Ajar Pengantar Pendidikan).
Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap
pendidikan seumur hidup. Ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang
sudah tidak asing lagi ditelinga, beliau bersabda yang artinya: ”Tuntutlah ilmu
dari buaian sampai meninggal dunia”. Jadi, Islam telah lama mengenal konsep
belajar sepanjang ayat ini jauh sebelum orang-orang Barat
mengangkatnya (Rangga, 2011, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
1. Meliputi seluruh hidup setiap individu.
2. Mengarahkan kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan
penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
3. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu.
4. Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri
5. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi,
termasik yang formal, non formal dan informal (La Sulo, 1990: 25-26).
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar-mengajar di sekolah
seharusnya mengemban sekurang-kurangnya dua misi, yaitu:
1. Memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan efesien dan efektif.
2. Meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai dasar dari
belajar sepanjang hayat.
Kurikulum yang dapat dirancang dan  diimplementasikan yaitu kurikulum yang
memperhatikan dua dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah, meliputi keterkaitan dan
kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan
kehidupan peserta didik di masa depan.
2. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi
itu akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada
di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan menggunakan sumber belajar yang
tersedia itu akan memberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat.
Masyarakat yang mempunyai warga yang belajar sepanjang hayat akan menjadi
suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society). Dengan kata lain, akan
terwujudlah gagasan pendidikan seumur hidup seperti yang tercermin di dalam
sistem pendidikan nasional Indonesia (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994:
123).
3. Kemandirian dalam Belajar
Asas Tut Wuri Handayani dan asas belajar sepanjang hayat secara langsung
sangat erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas Tut Wuri
Handayani didasarkan pada asumsi bahwa dalam kegiatan belajar-mengajar
peserta didik mampu untuk mandiri dalam belajar. Kemandirian dalam belajar itu
dapat dikembangkan dengan menghindari campur tangan guru, namun guru
selalu siap untuk membantu apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar
sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada pendapat
bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar. Oleh karena itu,
tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung
dari bantuan guru atau pun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam
peran utama sebagai fasilitator, informator dan motivator. Sebagai fasilitator,
guru diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
dengan sedemikian rupa, sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi
dengan sumber-sumber tersebut. Sebagai informator, guru harus menyadari
bahwa dirinya hanya merupakan bagian kecil dari sumber-sumber informasi
yang ada. Oleh karena itu, guru perlu memberikan dan bahkan merangsang
peserta didik untuk mencari informasi selain dari dirinya sendiri. Sedangkan
sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk
dapat memanfaatkan sumber belajar secara maksimal (Umar Tirtarahardja dan
La Sulo, 1994: 123).
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar yang dapat mengembangkan
kemandirian dalam belajar, yaitu:
1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
2. Belajar dari modul, paket belajar, dan sebagainya.
3. Belajar dengan didukung oleh suatu pusat sumber belajar (PSB) yang
memadai. PSB memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar,
di samping bahan di perpustakaan. Dengan dukungan PSB itu asas
kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan
dikembangkan (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).
 
Penerapan Asas Pendidikan (di Sekolah dan Luar Sekolah) Dewasa Ini
Dalam kaitan penerapan asas Tut wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui, yakni:
1. Keadaan yang Ditemui
Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan
beberapa keadaan yang ditemui, yakni :
1. Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan
keterampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam
masyarakat.
2. Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja
bidang tertentu yang diinginkannya.Peserta didik yang memiliki kelainan
(cacat fisik atau mental) memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan
dan keterampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat tumbuh
menjadi manusia yang mandiri.
3. Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang
memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri,
yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas
normal (Qym, 2009, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui sekarang:
Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami
peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke
tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal,
dan informal dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi.
Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga
kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat
melaksanakan tugasnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat
meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air.
Usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan
agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
yang berkualitas melalui pendidika
Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin
meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja,
sarana pelatihan dan keterampilan, dan sarana pendidikan jasmani.
Pengadaan buku ajar diperuntukkan bagi berbagai program pendidikan
masyarakat yang bertujuan untuk:
 Meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup
bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar.
 Menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya.
Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan
dan keterampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan
idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur.
Usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat
untuk melakukan berbagai macam kegiatan olahraga guna meningkatkan
kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga.
Usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga
sehat, sejahtera dan bahagia peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi,
keterampilan serta ketahanan mental.
Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah telah
mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan
sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana, kesempatan
serta sumber daya manusia yang menunjang (Qym, 2009, dalam Jurnal Ilmu
Pendidikan).
 
2. Permasalahan yang Dihadapi
Dalam hal penerapan asas-asas pendidikan dalam kegiatan pembelajaran
terdapat beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian, yakni:
Masalah pendekatan komunikasi oleh guru
Dewasa ini, masih terdapat kecenderungan bahwa peserta didik terikat oleh
penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dengan
mengandalkan metode ceramah. Dalam komunikasi demikian, pendidik
menempatkan dirinya dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik.
Bahkan, tidak jarang peserta didik dijadikan objek komunikasi oleh seorang guru.
Akibatnya, arus komunikasi cenderung satu arah dan rendahnya umpan balik
dari peserta didik. Komunikasi yang demikian memberikan implikasi yang negatif
terhadap out put pendidikan, yakni membuat peserta didik tidak terdorong untuk
belajar mandiri, mereka lebih bergantung kepada informasi yang diberikan
pendidik (Tim Pembina MK Pengantar Pendidikan, 2008, dalam Bahan Ajar
Pengantar Pendidikan).
Masalah peranan pendidik
Sejalan dengan pendekatan komunikasi satu arah yang cenderung digunakan
pendidik, pendidik sering menempatkan dirinya sebagai  orang yang paling
dominan. Tidak jarang seorang pendidik, apakah itu orang tua, guru, atau dosen
menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dan serba tahu dalam segala
hal pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Padahal dalam era komunikasi
canggih ini, sumber informasi datangnya membanjir dari segala arah, tidak
hanya dari sekolah atau sejenisnya, tetapi juga bisa dari media massa seperti
televisi, radio, koran, dan bahkan dari internet. Oleh karena itu, tidak tertutup
kemungkinan bahwa orang tua, guru, atau pun dosen ketinggalan informasi
dibandingkan dengan peserta didik. Sehingga dengan demikian,  seorang
pendidik harus mendorong peserta didik untuk mencari informasi sendiri yang
dikatakan sebagai upaya belajar mandiri (Tim Pembina MK Pengantar
Pendidikan, 2008, dalam Bahan Ajar Pengantar Pendidikan).
 Masalah tujuan belajar
       Learning to know dan learning to do belum cukup untuk dijadikan tujuan
belajar. Oleh karena kemajuan teknologi terutama kemajuan transpotasi dan
komunikasi membuat dunia semakin “sempit”, sehingga intensitas interaksi antar
manusia semakin tinggi tanpa dibatasi oleh perbedaan suku, agama, ras, dan
asal-usul. Oleh karena itu, tujuan belajar perlu diperluas dengan learning to life
together dan learnign to be, sehingga dengan demikian apa yang dipelajari hari
ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk belajar lebih lanjut dalam rangka
menyesuaikan diri dengan perubahan lapangan kerja dan bahkan perubahan
dalam berbagai aspek kehidupan (Tim Pembina MK Pengantar
Pendidikan, 2008, dalam Bahan Ajar Pengantar Pendidikan).
 
3. Pengembangan Penerapan Asas-asas Pendidikan
Sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan asas-asas
pendidikan, maka perlu diadakannya upaya pengembangan penerapan asas-
asas pendidikan dengan tujuan untuk membantu mengatasi permasalahan yang
telah dijelaskan sebelumnya.
 Mengembangkan komunikasi dua arah
Seorang guru harus mengembangkan komunikasi dua arah untuk meningkatkan
umpan balik dari siswa. Siswa tidak hanya mendengarkan namun juga
memberikan respon dalam setiap permasalahan yang diberikan seorang
pendidik. Dengan demikian, peserta didik akan terdorong untuk belajar mandiri,
tidak tergantung kepada pendidik saja (Rangga, 2011, dalam Jurnal Ilmu
Pendidikan).
 Menggeser peranan pendidik menjadi fasilitator, informator, motivator,
dan organisator
Fasilitator sebagai penyedia layanan misalnya memberikan kasus yang harus
dipecahkan atau didiskusikan. Informator sebagai pemberi informasi terkini yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Motivator sebagai pemberi motivasi
kepada peserta didik. Sedangkan sebagai organisator, pendidik membimbing
peserta didik menyelesaikan tahap-tahap pembelajaran yang telah ada (Rangga,
2011, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
 Mengembangkan tujuan belajar menjadi learning to know, learning to
do, learning to life together, dan learning to be
       Berbagai upaya pengembangan dalam penerapan asas-asas pendidikan
yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain:
1. Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan.
2. Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu
dan teknologi.
3. Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi serta pengembangan nilai-nilai budaya bangsa.
4. Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perkembangan budaya
bangsa (Qym, 2009).

Anda mungkin juga menyukai