Anda di halaman 1dari 3

”Hakekat Merdeka Belajar”

##Raga Selamat, Jiwa Bahagia##

Pendidikan didefenisikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai tuntunan. Pendidikan berarti


menuntun tetapi oleh sebagian orang mendefenisikan pendidikan berarti mengisi tetapi hakekat
pendidikan adalah menuntun. Pendidikan diibaratkan menuntun anak kecil. Potensi berjalan
sudah ada dalam diri anak tersebut sehingga kita hanya bisa menuntunnya agar bisa berdiri
tegak, melangkah sendiri agar tidak jatuh bukan sebaliknya kita yang membuat anak tersebut
bisa berjalan. Anak sudah punya potensi dan sudah punya kemampuan berjalan sehingga kita
hanya butuh pengawalan. Menurut Ki Hajar, Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Tujuan utama Pendidikan seperti yang dianalogikan di atas merupakan “Me-merdeka-kan


Manusia” yang berarti Selamat raganya (survive) dan Bahagia jiwanya (Happy). Bila ditinjau
dari tujuan Pendidikan ini maka ada 3 peran utama Pendidikan ala Ki Hajar yang dikenal dengan
istilah Tri Rahayu yakni; Pertama, Memajukan dan menjaga diri. Kedua, memelihara dan
menjaga bangsa. Ketiga, memelihara dan menjaga dunia. Ketiganya saling terhubung dan
berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar “Everything is Connected”. Oleh sebab itu,
Pendidikan harus berfifat continue, convergen dan consentris.

Filosofi Pendidikan dasar menurut Ki Hajar Dewantara tersebut dijadikan rujukan pemerintah
dalam merancang arah kebijakan kurikulum baru. Kebijakan ““Kurikulum Merdeka Belajar””
ditetapkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan pada tahun 2020 untuk
mengimplementasikan visi dan misi pendidikan. Melalui “Merdeka Belajar”, output Murid yang
dihasilkan adalah Murid Pancasila yang memiliki “watak” (istilah Ki Hadjar Dewantara): kritis,
kreatif, mandiri, beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, gotong royong dan berkebhinekaan
global. Sejak programnya digulirkan pada tahun 2020, promosi “Merdeka Belajar” sangat serius
dan intens dilakukan secara daring. Program pokok merdeka belajar adalah USBN
dikontekstualisasikan di sekolah, UN diubah menjadi assesmen dan survey karakter di sekolah,
RPP yang disederhanakan, PPDB (penerimaan sekolah) yang fleksibel. Selain itu, salah satu
strategi untuk memperkuat pembelajaran yang populer didengungkan adalah sekolah penggerak.
Sekolah penggerak mendorong penguatan sekolah lain yang belum berdaya. Dalam sekolah
penggerak, guru-guru penggerak yang dilatih berinovasi dalam pembelajaran untuk
menjadi leader bagi sekolah di sekitarnya. Kita bangga reformasi pendidikan sedang dijalankan.

Yang membedakan program “Merdeka Belajar” dengan kebijakan sebelumnya adalah pemusatan
pada murid dalam pembelajaran. Model pendidikan gaya lama, cenderung otoriter dalam proses
pengetahuan. Guru dianggap sang pemilik pengetahuan, murid adalah deposito pengetahuan.
Suatu pendidikan gaya bank! Guru dan Murid kini diberi ruang sebagai agen pembelajaran. Guru
bebas menentukan metode pembelajaran dan Murid bebas memilih tema pembelajarannya. Hal
ini tampak sejalan dengan filsafat pendidikan Freire yang mengembalikan fitrah ontologis
manusia dan sejarahnya, yaitu kemanusian yang utuh, suatu humanisasi. Relasi guru dan murid
dalam pendidikan berada pada dinamika hubungan untuk mencapai kemanusian itu. Filsafat
Pendidikan Freire dalam hal itu masih relevan dalam era kini karena dimensi kesejarahan
manusia, baik individu dan kelas tertentu terletak pada mempertanyakan konteks hidup yang
menyejarah dalam masyarakat (Freire, 1993).

Merdeka belajar merupakan sebuah konsep belajar yang berfokus pada pembelajaran bebas dan
aktif yang berpusat pada pebelajar (stundent centered learning) untuk memperoleh pengalaman
langsung dari berbagai macam problematika sosial yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan
sehari-hari (Kurniawan et al., 2020). Konsep ini pada dasarnya melahirkan sebuah kultur baru
dalam pelaksanaan pembelajaran yang otonom, inovatif dan berbasis kehidupan (Arifin &
Muslim, 2020). Pemberian otonom itulah yang menjadi titik penting dalam konsep merdeka
belajar, dikarenakan memberikan keleluasan dan kebebasan bagi pelaku Pendidikan.
Merdeka belajar juga merupakan sebuah gagasan yang memberikan kebebasan pada pendidik
dan pembelajar dalam menentukan sistem pembelajaran. Tujuan dari dicanangkannya merdeka
belajar adalah untuk menciptakan pendidikan yang bermakna dan menekankan pada aspek
keterampilan dan pengalaman dalam belajar. Semangat yang dibawa oleh konsep merdeka
belajar adalah keleluasaan dan kebebasan dalam merancang dan mengelola pembelajaran bagi
pelaku pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan, pendidik, sampai dengan siswa. Secara ideal,
supaya konsep merdeka belajar dapat diimplementasikan dengan baik, maka diperlukan untuk
melihatnya dalam perspektif filsafat pendidikan dan melihat kesesuaiannya.
Dalam Pendidikan, Murid adalah subjek bersama guru dalam menemukan realitas. Dalam filsafat
pendidikan Paulo Freire (Pendidikan Kaum Tertindas, 1997), Murid menjadi bagian penting
dalam membentuk pengetahuan. Sebagai agen perubahan, Murid juga memiliki cara berpikirnya
sendiri dan guru perlu menantang Murid untuk menemukan refleksinya atas realitas yang
diamatinya. Dalam pembelajaran, guru memberikan bahan pelajaran kepada murid dan
mengujinya pada murid. Bahan pelajaran adalah situasi eksistensial murid. Situasi eksistensial
murid mengintegrasikan hidup sebagai bagian permenungan pendidikan. Dalam relasi dialogik-
kritis, pandangan murid yang pada tahap pendapat doxa dalam situasi tersebut berubah menjadi
tahap logos, ilmu. Dalam situasi itulah, murid adalah guru.
Komunikasi antara Murid dan guru dalam proses penemuan pengetahuan menjadi penting.
Dialog sebagai metode epistemologis penemuan realitas adalah kunci bagi Murid. Sekaligus, hal
itu, memberi makna pada dirinya sendiri. Dalam pandangan Paulo Freire, dialog berintikan kata
yang memuat praksis perubahan hidup. Melalui 2 elemen kata, aksi dan refleksi dialog, kata
mampu mengubah dunia. Itu berarti, aksi dan refleksi memiliki kekuatan mengubah realitas.
Aksi-aksi belaka dapat mengarah pada aktivisme, sedangkan berteori tanpa aksi semata jatuh
pada verbalisme. Dalam pendidikan gaya banking, murid dimanipulasi, dianggap bejana untuk
diisi oleh guru, sehingga tidak mampu berpraksis terhadap situasi eksistensialnya. Model
berfilsafat pendidikan Freire boleh jadi menuntun arah pendidikan Merdeka Belajar mendorong
praksis pembebasan. Melalui model dialog kritis, realitas hidup murid diubah.
Dalam “Merdeka Belajar”, terdapat model kanvas ataupun model RPP sederhana untuk
membantu guru merancang pembelajaran partisipatif. Rancangan itu mendorong murid untuk
mengemukakan pandangannya atas masalah pembelajaran. Refleksi adalah alat bantu penilaian
murid terhadap materi pembelajaran.  
Penilaian pembelajaran murid dalam Merdeka Belajar yang berskala nasional dapat direfleksikan
dalam penugasan murid, contohnya portfolio dalam USBN. Bentuk penilaian lewat portfolio
yang reflektif memang membebaskan murid, namun situasi yang direfleksikan, itulah
yang membelot  pikiran kita.

Anda mungkin juga menyukai