Anda di halaman 1dari 8

Laporan Studi Kasus

Tentang Faktor keberhasilan dan kegagalan Wirausahawan

Presentasi Oleh
Nama : Adinda Maharani
Kelas : XI PKM 2

Produk Kreatif dan Kewirausahaan


Studi Kasus

Studi Kasus dan analisa


“ Inovasi dan ide Kreatif dalam Bisnis Wirausaha Tela-Tela “
Kajian Kasus
1. Awal Bisnis Tela-Tela
Adalah 4 sekawan Febri Triyanto (27), Fat Aulia Muhammad (31), Ashary Tamimi (31),
dan Eko Yulianto (32) pendiri dan pencetus waralaba “Tela-Tela”. Mereka adalah empat
orang pemuda asal Yogya yang memiliki minat yang sama terhadap bisnis dan sudah
lama saling mengenal sejak mereka masih sama-sama kuliah.
Sebelum serius mengembangkan usaha “Tela-Tela”, mereka juga pernah mencoba
belajar beberapa bisnis, hanya saja faktor keberuntungan mungkin belum berpihak
kepada mereka. Berkali-kali usaha yang mereka jalankan berakhir dengan kegagalan.
Hebatnya mereka tidak pernah menyerah, dengan modal spirit bisnis yang memang
sudah kuat, mereka terus bereksperimen dan berkarya, “Tela-Tela” adalah buah sukses
perjuangan mereka.
Pada tahap awal mereka membuat singkong goreng dengan empat macam bumbu.
Mereka juga menyeleksi jenis singkong yang cocok. Lalu ditawarkan ke sejumlah
rekannya di kampus untuk mencicipi. Setelah ketemu rasa yang kira-kira menjual,
mulailah berjualan pada pertengahan 2005 di depan rumah.
Kebetulan di kawasan itu banyak mahasiswa kos. Keripik singkong dengan aneka rasa
dijual dengan harga murah meriah. Gerobaknya diberi nama Tela Tela. Sambutannya
ternyata meriah.Pokoknya membuat mereka optimistis melanjutkannya.
Tiga bulan kemudian mereka menambah dua outlet (gerobak). Modalnya diambil dari
uang hasil penjualan televisi dan sebagainya hingga terkumpul Rp 1,5 juta. Setelah itu
upaya mengembangkan pasar dilakukan. Termasuk ikut bazar yang berlangsung lima
hari di acara yang diselenggarakan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. "Dalam sehari
kami bisa menghabiskan 1 kuintal singkong di acara tersebut. Ini mengagetkan," ujar
Eko. Berarti dalam lima hari mereka harus menggoreng 500 kg singkong hanya untuk
memenuhi acara tersebut.

Dari kegiatan ini juga ada orang yang ingin menjadi mitra Tela Tela. Tawaran itu
disambutnya dengan membuat gerobak dengan biaya Rp 2,5 jutaan. Bumbu
"rahasianya" mereka pasok. Saat itu mereka belum membuat sistem kerjasamanya.
Setelah itu tawaran kerjasama berlangsung dari mulut ke mulut. Tak terasa jumlah
gerai Tela-Tela sudah mencapai 21 gerobak pada awal 2006.
2. Permasalahan yang Dihadapi

Setelah bisnis Tela-Tela mulai sukses maka ada tantangan yang harus mereka hadapi,
karena akhirnya bisnis ini berkembang menjadi kemitraan. Banyak kesulitan yang harus
ditemukan solusinya mengingat bisnis kemitraan sangat beresiko dan dapat saja suatu
saat akan membuat citra yang buruk terhadap merk “Tela-Tela” karena dimitrakan
dengan orang lain.

Tantangan utamanya adalah bagaimana agar kualitas dan rasa dari produk “Tela-Tela”
ini tetap sama walaupun dibuat oleh orang yang berbeda. Kualitas dan rasa
merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam bisnis makanan. Harus ada jaminan
dari “Tela-Tela” untuk selalu memberikan yang terbaik kepada konsumen.

Kebutuhan akan bahan utama produk ini, yaitu singkong juga merupakan masalah
yang serius. Bila “Tela-Tela” ingin berkembang ke seluruh derah di nusantara maka
harus tersedia singkong sebagai bahan utama produk. Sementara tidak semua daerah
memiliki kebun singkong, dengan kata lain di suatu daerah tidak tersedia bahan utama
untuk bisa menjual “Tela-Tela”.
Hal ini akhirnya diakali dengan adanya pendistibusian bahan baku untuk penjualan
“Tela-Tela”. Singkong dan juga bumbu untuk memasaknya langsung dipasok dari
kantor pusat. Dengan demikian diharapkan rasa “Tela-Tela” akan tetap terjaga dan
selalu sama di setiap outletnya.

Tantangan semakin besar karena akhirnya makin banyak orang yang berminat untuk
ikut kemitraan berbisnis “Tela-Tela”. Walaupun hal ini dapat dilihat sebagai sebuah
keuntungan tetapi juga merupakan masalah penting yang bila akhirnya bisa
diselesaikan dengan baik akan memberikan kesuksesan.

Akhirnya manajemen “Tela-Tela” memberikan pelatihan khusus bagi para mitra


kerjanya. Pelatihan mulai dari cara memproses produk hingga bagaimana caranya
untuk mendapatkan pelanggan. Untuk masalah bahan baku sendiri akan dipasok
langsung oleh “Tela-Tela” sehingga kualitas dan rasa bisa terus terjaga.

Kesungguhan manajemen “Tela-Tela” merupakan ujian paling berat untuk tetap


konsisten menjalankan bisnis ini walaupum banyak tantangan yang harus dihadapi.
Kualitas produk menjadi prioritas utama untuk selalu diperhatikan karena akan
mempengaruhi citra “Tela-Tela” di masyarakat.
3 Upaya Kreativitas dan Inovasi yang dapat Dilakukan dalam Pengembangan Usaha

Usaha yang diawali oleh empat sekawan ini akhirnya banyak menarik minat orang lain
untuk menjadi mitra bisnis. Tela-Tela akhirnya menawarkan pola kerjasama berupa
franchise (business opportunity) / waralaba. Dengan bahan baku dan resepnya tetap
mereka yang membuat untuk menjaga rasa dan kualitasnya.

Tela-Tela juga menambah varian rasanya yaitu: BBQ, balado, keju, ayam, kebab, jagung
manis, jagung pedas, jagung bakar, pepperoni, pizza, pedas manis, pedas asin, super
pedas, lado mudo, rujak dan rasa campur. Sehingga pelanggan memiliki banyak pilihan
rasa untuk menikmati singkong mereka.
Alasan mengapa Tela-Tela dapat berkembang sukses:

1. Tela Tela adalah perusahaan pelopor dan pemimpin pasar dalam industri snack ketela.
2. Menjadi snack favorit no. l di Yogyakarta tahun 2006.
3. Investasi yang terjangkau mengurangi besarnya kerugian disbanding usaha lain.
4. Break Event Point yang relative cepat, dengan lokasi yang tepat dalam 3-6 bulan sudah balik
modal.
5. Konsep take Away menjadikan tela tela tidak membutuhkan tempat yang luas untuk
berjualan, bahkan dapat dilakukan dengan konsep kaki lima.
6. Harga jual yang terjangkau bagi semua golongan masyarakat. Murah, Enak, Kenyang.
7. Tidak menggunakan system jual putus. Dalam hal pelayanan Agen selalu memantau
perkembangan outlet dan terbuka untuk melakukan diskusi masalah.
8. Jaminan akan adanya inovasi produk menjadikan Tela Tela usaha jangka panjang.
9. Mampu dan berani bersaing dalam hal rasa, kualitas, maupun harga untuk produk yang
sejenis.
10. Dukungan dari pusat atau agen untuk melakukan promosi bagi outlet baru.
11. Franchise / mitra kerja dapat melakukan konsultasi setiap saat dengan pihak
perusahaan atau agen tanpa dikenakan biaya.

Anda mungkin juga menyukai