Anda di halaman 1dari 23

Metodologi Pendidikan Matematika atau

Epistemologi
Dosen Pengampu :
Hartini, S.Pd., M.Pd
KELOMPOK 1
1. Agustina Fitriani ( 2021 11 1025 )
2. Anina Tris Darmayanti ( 2021 11 1059 )
3. David Jaya Sucipta ( 2021 11 1019 )
4. Elya Rahmah ( 2021 11 1054 )
5. Eva Susilaningsih ( 2021 11 1026 )
6. Evi Susilaningsih ( 2021 11 1027 )
7. Indri Adila ( 2021 11 1032 )
8. M. Sahman ( 2021 11 1037 )
9. Muhammad Andrianur ( 2021 11 1043 )
10. Muhammad Fauzi ( 2021 11 1020 )
11. Muhammad Fazar Faddillah ( 2021 11 1044 )
12. Muhammad Ikhsan Mawardi ( 2021 11 1024 )
13. Nur Emelda ( 2021 11 1047 )
14. Purnama Agustina ( 2021 11 1048 )
15. Santi Ariani ( 2021 11 1051 )
16. Siti Nur Hamidah ( 2021 11 1023 )
Pengertian
01 Epistemologi
Matematika
Pengertian

Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang


diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan
logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim
dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik.
Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.
Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi
sebagai "The Study of method and ground of knowledge, especially with
reference to its limits and validity". Paul Edwards, dalam The
Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah "the
theory of knowledge."
Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa epistemologi merupakan
"the branch of philosophy which concerned with the nature and scope of knowledge,
its presuppositions and basis, and the general reliability of claims to knowledge."
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi,
logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor
mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup
epistemologi.
Gerakan epistemologi di Yunani dahulu dipimpin antara lain oleh
kelompok yang disebut Sophis, yaitu orang yang secara sadar mempermasalahkan
segala sesuatu. Dan kelompok Shopis adalah kelompok yang paling bertanggung
jawab atas keraguan itu.
Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin
yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan
untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Critica berasal dari
kata Yunani, krimoni, yang artinya mengadili, memutuskan, dan menetapkan.
Mengadili pengetahuan yang benar dan yang tidak benar memang agak dekat
dengan episteme sebagai suatu tindakan kognitif intelektual untuk mendudukkan
sesuatu pada tempatnya.
Sejarah
Epistemologi
Matematika 02
Pranarka menyatakan bahwa sejarah epistemologi dimulai pada zaman Yunani
kuno, ketika orang mulai mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan dan
merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting yang dapat menentukan
hidup dan kehidupan manusia. Pandangan itu merupakan tradisi masyarakat dan kebudayaan
Athena. Tradisi dan kebudayaan Spharta, lebih melihat kemauan dan kekuatan sebagai satu-
satunya faktor. Athena mungkin dapat dipandang sebagai basisnya intelektualisme dan
Spharta merupakan basisnya voluntarisme.
Zaman Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan pemikiran
mendasar sistematik mengenai pengetahuan. Hal itu terjadi karena alam pikiran Romawi
adalah alam pikiran yang sifatnya lebih pragmatis dan ideologis.
Masuknya agama Nasrani ke Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih
lanjut, khususnya karena terdapat masalah hubungan antara pengetahuan samawi dan
pengetahuan manusiawi, pengetahuan supranatural dan pengetahuan rasional-natural-
intelektual, antara iman dan akal.
Kaum agama di satu pihak mengatakan bahwa pengetahuan manusiawi harus
disempurnakan dengan pengetahuan fides, sedang kaum intelektual mengemukakan bahwa
iman adalah omong kosong kalau tidak terbuktikan oleh akal. Situasi ini menimbulkan
tumbuhnya aliran Skolastik yang cukup banyak perhatiannya pada masalah epistemologi,
karena berusaha untuk menjalin paduan sistematik antara pengetahuan dan ajaran samawi
di satu pihak, dengan pengetahuan dan ajaran manusiawi intelektual-rasional di lain pihak.
Pada fase inilah terjadi pertemuan dan sekaligus juga pergumulan antara Hellenisme dan
Semitisme. Kekuasaan keagamaan yang tumbuh berkembang selama abad pertengahan
Eropa tampaknya menyebabkan terjadinya supremasi Semitik di atas alam pikiran
Hellenistik. Di lain pihak, orang merasa dapat memadukan Hellenisme yang bersifat
manusiawi intelektual dengan ajaran agama yang bersifat samawi-supernatural. Dari sinilah
tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang kesemuanya
memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan.
Selanjutnya, Pranarka menjelaskan bahwa zaman modern ini telah
membangkitkan gerakan Aufklarung, suatu gerakan yang meyakini bahwa dengan
bekal pengetahuan, manusia secara natural akan mampu membangun tata dunia
yang sempurna. Optimisme yang kelewat dari Aufklarung serta perpecahan
dogmatik doktriner antara berbagai macam aliran sebagai akibat dari pergumulan
epistemologi modern yang menjadi multiplikatif telah menghasilkan suasana krisi
budaya.
Semua itu menunjukkan bahwa perkembangan epistemologi tampaknya
berjalan di dalam dialektika antara pola absolutisasi dan pola relativisasi, di mana
lahir aliran-aliran dasar seperti skeptisisme, dogmatisme, relativisme, dan realisme.
Namun, di samping itu, tumbuh pula kesadaran bahwa pengetahuan itu adalah
selalu pengetahuan manusia. Bukan intelek atau rasio yang mengetahui,
manusialah yang mengetahui. Kebenaran dan kepastian adalah selalu kebenaran
dan kepastian di dalam hidup dan kehidupan manusia.
03 Epistemologi
Matematika
Epistemologi sebagai salah satu bagian dari filsafat merupakan pemikiran reflektif terhadap segi dari
pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan
reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Matematika, pada hakekatnya, selalu berusaha mengungkap kebenaran namun dalam sejarah panjangnya,
sejak jaman Renaisan, aspek empiris dari matematika seperti yang dicanangkan oleh John Stuart Mill ternyata
kurang mendapat prospek yang cerah. Matematika telah berkembang menjadi kegiatan abstraksi yang lebih
tinggi di atas kejelasan pondasinya seperti yang terjadi pada Kalkulus Infinitas dan Bilangan Kompleks yang
telah mengambil jarak dari pandangan kaum skeptik. Tetapi pada abad yang lalu, dengan ditemukannya
kontradiksi pada Teori Himpunan, kaum skeptik dan empiric mulai menggaungkan lagi pandangan-pandangan
tentang pondasi matematika.
Kaum pondasionalis epistemologis berusaha meletakkan dasar pengetahuan matematika dan berusaha
menjamin kepastian dan kebenaran matematika. untuk mengatasi kerancuan dan ketidak pastian dari pondasi
matematika yang telah diletakkan sebelumnya. Perlu kiranya dicatat bahwa di dalam kajian pondasi
epistemologis matematika terdapat pandangan tentang epistemologi standar yang meliputi kajian tentang
kebenaran, kepastian, universalisme, obyektivitas, rasionalitas, dsb. Menurut kaum pondasionalisme empiris ,
dasar dari pengetahuan adalah lebih dari kebenaran yang diperoleh dari hukum sebab-akibat dari pada
diturunkan dari argumen-argumennya.
Epistemologi sebagai salah satu bagian dari filsafat merupakan pemikiran reflektif terhadap segi
dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan,
validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Matematika, pada hakekatnya, selalu berusaha mengungkap kebenaran namun dalam sejarah
panjangnya, sejak jaman Renaisan, aspek empiris dari matematika seperti yang dicanangkan oleh
John Stuart Mill ternyata kurang mendapat prospek yang cerah. Matematika telah berkembang
menjadi kegiatan abstraksi yang lebih tinggi di atas kejelasan pondasinya seperti yang terjadi pada
Kalkulus Infinitas dan Bilangan Kompleks yang telah mengambil jarak dari pandangan kaum skeptik.
Tetapi pada abad yang lalu, dengan ditemukannya kontradiksi pada Teori Himpunan, kaum skeptik
dan empiric mulai menggaungkan lagi pandangan-pandangan tentang pondasi matematika.
Kaum pondasionalis epistemologis berusaha meletakkan dasar pengetahuan matematika dan
berusaha menjamin kepastian dan kebenaran Munculnya Teori Pengetahuan dari Immanuel Kant,
sebagai landasan epistemologis dari pengetahuan , dipengaruhi paling tidak oleh pengaruh dua
aliran epistemologi yang masing-masing berakar pada pondasi empiris dan pondasi rasionalis.
Menurut kaum pondasionalis empiris , terdapat unsur dasar pengetahuan dalam mana nilai
kebenarannya lebih dihasilkan oleh hukum sebab-akibat dari pada dihasilkan oleh argumen-
argumennya; mereka percaya bahwa keberadaan dari kebenaran tersebut disebabkan oleh asumsi
bahwa obyek dari pernyataannyalah yang membawa nilai kebenaran itu. Kaum pondasionalis empiris
mempunyai dua asumsi:
(a) terdapat nilai kebenaran, jika kita mengetahuinya, yang memungkinkan kita dapat
menjabarkan semua pengetahuan tentang ada;
(b) nilai kebenaran itu diterima sebagai benar tanpa prasyarat.
Untuk menemukan konsep dan putusan yang mana yang mendasari pengetahuan
kita, kaum pondasionalis rasionalis berusaha mencari sumber dari kegiatan berpikir,
yaitu kegiatan dimana kita dapat menemukan ide dasar dan kebenaran . Kegiatan
dimaksud merupakan kegiatan intelektual yang memerlukan premis-premis yang
dapat berupa kegiatan intuisi atau semacam refleksi diri seperti yang terjadi pada
Cogito nya Cartesius. Kegiatan tersebut tidak hanya menghasilkan pondasi yang
dicari dari pengehuan tetapi juga memberikan kepastian epistemologis, yaitu suatu
keadaan yang pasti dan dengan sendirinya benar. Dasar dari ide dan putusan
bersifat pasti karena mereka dihasilkan dari suatu aktivitas yang terang dan jelas
sebagai prasyarat diperolehnya putusan yang dapat diturunkan menjadi putusan-
putusan yang lainnya.
matematika. untuk mengatasi kerancuan dan ketidak pastian dari pondasi
matematika yang telah diletakkan sebelumnya. Perlu kiranya dicatat bahwa di dalam
kajian pondasi epistemologis matematika terdapat pandangan tentang epistemologi
standar yang meliputi kajian tentang kebenaran, kepastian, universalisme,
obyektivitas, rasionalitas, dsb. Menurut kaum pondasionalisme empiris , dasar dari
pengetahuan adalah lebih dari kebenaran yang diperoleh dari hukum sebab-akibat
dari pada diturunkan dari argumen-argumennya.
Kaum rasionalis seperti Plato, Descartes, Leibniz, atau Spinoza, percaya
bahwa semua pengetahuan telah ada pada akal budi sebelum aktivitas kognisi
dimulai; namun, mereka dianggap belum mampu meletakkan dasar-dasar
pengetahuan yang menjamin nilai kebenaran suatu proposisi. Di lain pihak, usaha
meletakkan dasar kognisi dan pengetahuan tidak berarti bahwa seorang Immanuel
Kant memadukan begitu saja apa yang dikerjakan oleh kaum empiris maupun
kaum rasionalis. Kant berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kegiatan
kognisi mungkin terjadi dalam kaitannya dengan hubungan antara subjek dan objek
atau bagaimana representasi sintetik dan obyeknya dapat terjadi dan bagaimana
hubungan antara keduanya?

Berkaitan dengan masalah tersebut, di dalam Teori Pengetahuannya, Immanuel


Kant berusaha meletakkan dasar epistemologis bagi matematika untuk menjamin
bahwa matematika memang benar dapat dipandang sebagai ilmu. Kant
menyatakan bahwa metode yang benar untuk memperoleh kebenaran matematika
adalah memperlakukan matematika sebagai pengetahuan apriori. Menurut Kant,
secara spesifik, validitas obyektif dari pengetahuan matematika diperoleh melalui
bentuk apriori dari sensibilitas kita yang memungkinkan diperolehnya pengalaman
inderawi. Namun, perkembangan matematika pada dua abad terakhir telah
memberikan tantangan yang cukup signifikan terhadap pandangan Immanuel Kant
ini.
Yang temasuk dalam kajian epistemologi
matematika adalah sekelompok pertanyaan
mengenai apakah matematika itu (pertanyaan
yang diperbincangkan oleh para filsuf dan ahli
matematik selama lebih daripada 2000 tahun),
termasuk jenis pengetahuan apa (pengetahuan
empirik ataukah pengetahuan pra-pengalaman),
bagaimana ciri-cirinya (deduktif, abstrak,
hipotesis, eksak, simbolik, universal, rasional,
dan kemungkinan ciri lainnya), serta lingkupan
dan pembagian pengetahuan matematika
(matematika murni dan matematik terapan serta
berbagai cabang matematika yang lain).
Demikian pula persoalan tentang kebenaran
matematika seperti misalnya sifat alaminya dan
macamnya.
Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran
secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual, dan terukur
matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Dalam pembelajaran matematika
sesorang mengontruksi matematika melalui proses adaptasi dan organisasi.
Perkembangan struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh
siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi. Penalaran matematika adalah penalaran
induktif dan deduktif . Berpikr induktif diartikan sebagai berpikir dari hal-hal khusus
menuju umum, berpikir deduktif diartikan sebagai berpikir dari hal khusus menuju umum.
Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa atau
mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal,
matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam. Dampaknya, siswa
bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari
soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap
untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar
belakang ilmu matematika.
Sebagai contoh bagaimana menerapkan permasalahan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
1. Seorang pedagang menjual buah mangga dan pisang
dengan menggunakan gerobak. Pedagang tersebut
membeli mangga dengan harga Rp. 8.000,00/kg dan
pisang Rp. 6.000,00/kg. Modal yang tersedia Rp.
1.200.000,00 dan gerobaknya hanya dapat memuat
mangga dan pisang sebanyak 180 kg. Jika harga jual
mangga Rp. 9.200,00/kg dan pisang Rp. 7.000,00/kg,
maka laba maksimum yang diperoleh adalah ….
2. Seorang ibu membagikan permen kepada 5 orang
anaknya menurut aturan deret aritmetika. Semakin muda
usia anak semakin banyak permen yang diperoleh. Jika
banyak permen yang diterima anak kedua 11 buah dan
anak keempat 19 buah, maka jumlah seluruh permen
adalah …buah.
Metodologi
Pendidikan
Matematika
04
Filsafat matematika mempunyai tujuan untuk menjelaskan dan menjawab tentang kedudukan dan
dasar dari obyek dan metode matematika yaitu menjelaskan apakah secara ontologi obyek
matematika itu ada, dan menjelaskan secara epistemologi apakah semua pernyataan matematika
mempunyai tujuan dan menentukan suatu kebenaran.
~ Ontologi
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis. Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno
dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan
Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan
kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih
penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi
belaka sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri.
Matematika merupakan segala aspek yang ada dalam ilmu matematika yang bersifat kongkrit.
Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi
matematika dan untuk memahami kedudukan matematika didalam kehidupan manusia. Contohnya
seperti segala sesuatu yang ada dalam matematika, misalnya teorema-teorema. Teorema di dalam
matematika akan dibuktikan secara logis, terstruktur, dan sistematis. Pembuktian teorema inilah
yang merupakan salah satu contoh ontologi matematika.
~ Epistemologi
Epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai
penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Pengertian epistemologi juga diungkapkan
Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas
sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Epistemologi matematika yaitu ilmu
filsafat untuk mempelajari keaslian atau validitas dari sifat-sifat matematika. Misalnya seperti
kebenaran sebuah teorema. Untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah teorema, maka
diperlukan adanya pembuktian. Sehingga pembuktian teorema dalam matematika ini merupakan
contoh dari epistemologi matematika.
~ Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan.
Aksiologi matematika yaitu ilmu dalam filsafat yang mempelajari tentang kebermanfaatan
matematika dalam kehidupan. Mengkaji tentang manfaat dari aspek-aspek yang terkandung dalam
matematika, apa sajakah manfaat itu dan bagaimana efeknya dalam kehidupan. Contohnya
adalah teorema pitaghoras, yang memiliki banyak manfaat dalam segala penerapannya. Manfaat-
manfaat dari ilmu matematika inilah yang menjadi contoh dari aksiologi matematika.
THANK
YOU!

Anda mungkin juga menyukai