ARTERI
ABD. RAHMAN MANSUR NUR PO.71.4.241.23.2.001
EKO AGUS SETIAWAN PO.71.4.241.23.2.008
RINI ANDRIANI PO.71.4.241.23.2.024
SRI RAHMI RUHARTI PO.71.4.241.23.2.026
YENNY AKRAM
PO.71.4.241.23.2.029
A P. E N G E R T IA N A R T E R I
LANJUTAN……
PEMERIKSAAN DAN
PENGUKURAN ARTERI
1. PEMERIKSAAN DENYUT NADI (ARTERI)
Pengukuran denyut nadi dilakukan
dengan menggunakan stetoskop
atau menggunakan jari (palpasi)
yang ditekankan pada nadi
penderita selama 60 detik.
Manometer manometer
merkuri aneroid
Prosedur Pengukuran Tekanan Darah terdiri dari 2
teknik :
• Siapkan tensimeter dan stetoskop.
a. Palpatoir • Posisi pasien boleh berbaring, duduk atau berdiri tergantung tujuan
pemeriksaan
• Lengan dalam keadaan bebas dan rileks, bebas dari pakaian.
• Pasang bladder sedemikian rupa sehingga melingkari bagian tengah lengan
atas dengan rapi, tidak terlalu ketat atau terlalu longgar. Bagian bladder yang
paling bawah berada 2 cm/ 2 jari diatas fossa cubiti.
• Posisikan lengan sehingga membentuk sedikit sudut (fleksi) pada siku.
• Carilah arteri brachialis/arteri radialis, biasanya terletak di sebelah medial
tendo muskulus biceps brachii.
• Untuk menentukan seberapa besar menaikkan tekanan pada cuff, perkirakan
tekanan sistolik palpatoir dengan meraba arteri brachialis/arteri radialis dengan
satu jari tangan sambil menaikkan tekanan pada cuff sampai nadi menjadi tak
teraba, kemudian tambahkan 30 mmHg dari angka tersebut. Hal ini bertujuan
untuk menghindari ketidaknyamanan pasien dan untuk menghindari
Memasang bladder/manset auscultatory gap. Setelah menaikkan tekanan cuff 30 mmHg tadi, longgarkan
cuff sampai teraba denyutan arteri brachialis (tekanan sistolik palpatoir).
Kemudian kendorkan tekanan secara komplit (deflate).
b. Auskultatoir
Pastikan membran stetoskop terdengar suara saat
diketuk dengan jari.
Letakkan membran stetoskop pada fossa cubiti tepat di
atas arteri brachialis.
Naikkan tekanan dalam bladder dengan memompa
bulb sampai tekanan sistolik palpatoir ditambah 30
mmHg. Turunkan tekanan perlahan, ± 2-3 mmHg/detik.
Dengarkan menggunakan stetoskop dan catat dimana
bunyi Korotkoff I terdengar pertama kali. Ini merupakan
hasil tekanan darah sistolik.
Terus turunkan tekanan bladder sampai bunyi Korotkoff
V (bunyi terakhir terdengar). Ini merupakan hasil
Memompa bladder/ manset tekanan darah diastolik.
Untuk validitas pemeriksaan tekanan darah minimal
diulang 3 kali.
Hasilnya diambil rata- rata dari hasil pemeriksaan
tersebut.
Tabel 1.
Bunyi Korotkoff
Bunyi Korotkoff Deskripi
Misalkan tekanan diastolik 87 Misalkan tekanan diastolik 87 Misalkan, Pada wanita, output
dan sistolik 120. Selanjutnya, dan sistolik 120. , kita dapat jantung normal adalah sekitar
masukkanlah kedua nilai menyelesaikan persamaan ini 5 L/min. Jika kita
tersebut ke dalam persamaan, sebagai berikut: MAP = mengasumsikan SVR sebesar
dan selesaikan seperti ini: 1/3(120 – 87) + 87 = 1/3(33) 20 mmHG × min/L (pada
MAP = (2(87) + 120)/3 = + 87 = 11 + 87 = 98 mm Hg batas atas rentang nilai
(294)/3 = 98 mm Hg. normal), MAP wanita tersebut
adalah sekitar 5 × 20 = 100
mm Hg.
Kalkulator Nilai Normal MAP
Hal yang perlu diingat Sama seperti tekanan darah
sistolik dan diastolik, ada
lainnya adalah perhitungan rentang nilai MAP tertentu
MAP tidak harus dilakukan yang secara umum dianggap
secara manual. Jika Anda "normal" atau "sehat".
terburu-buru, ada banyak Secara umum, nilai MAP
kalkulator daring (online) antara 70-110 mm Hg
dianggap normal.
3. Allen Test
• Allen test adalah suatu
pemeriksaan fisik untuk menilai Gambaran pucat terlihat pada
vaskularisasi di tangan. jari 1 dan 2 serta sebagian jari 3
jika arteri radialis di tekan
• Tujuannya Untuk menentukan selama 7 menit
apakah sirkulasi kolateral arteri
ulnaris ke tangan cukup untuk
memberikan sirkulasi kolateral
(atau aliran darah) yang Jari 3,4 dan sebagioan jari 3
memadai ke tangan dan untuk mengalami pucat saat arteri ulnaris
di pencet sekitar 7 menit
mengurangi risiko iskemia
tangan setelah intervensi yg
dilakukan pada arteri radial.
Prosedur Pemeriksaan
Berikut langkah-langkah pemeriksaannya:
a. Pasien menggenggam tangan, atau jika pasien
tidak sadar, bisa kita bantu menutup erat telapak
tangannya
b. Tekan arteri radialis dan ulnaris untuk
menghambat aliran darah ke telapak tangan
c. Saat dilakukan penekanan, pasien diminta
melepaskan genggamannya. Amati perubahan
warna telapak tangan menjadi pucat.
d. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris dan amati Interpretasi:
kembali adanya perubahan warna di telapak Positif: jika tangan memerah dalam waktu 5-15 detik
tangan pasien. menunjukkan tidak adanya hambatan di arteri ulnaris.
e. Untuk pemeriksaan arteri radialis lakukan hal
yang sama. Negatif: Jika tangan tidak memerah dalam waktu 5-15 detik,
menunjukkan adanya hambatan di arteri ulnaris.
4. Uji Rubor Ketergantungan-Hiperemia
Reaktif
Perubahan warna kulit yang terjadi dengan elevasi dan ekstremitasterjuntai
akibat perubahan posisi aliran darah. Rubor / reaktif hyperemia dapatdites
dalam dua cara.
• Kaki diangkat selama beberapa menit di atas lebih tinggi dari jantung
saat pasien berbaring telentang. Pucat (blanching) kulit terjadi pada kaki
dalam1 menit atau kurang jika sirkulasi arteri berkurang. Waktu yang
diperlukan untuk blanching dicatat. Kaki diangkat lebih
• Selanjutnya kaki dijuntaikan di samping bad, dan waktu perubahan tinggi dari jantung
warna kaki dicatat.
• Biasanya, merah muda muncul di kaki dalam beberapa detik setelah kaki
ditempatkan dalam posisi tergantung. Dengan penyakit arteri
oklusif,warna cerah kebiruan-merah jelas nampak yang diakibatkan
oleh berkurangnya aliran darah dalam kapiler. Rubor dapat memakan wakt
u selama 30 detik untuk muncul kembali
Kaki dijuntaikan
disamping bad
5. Klaudikasio Waktu
Untuk menilai nyeri secara obyektif saat latihan (klaudikasio intermiten). Tes yang umum digunakan adalah pasien dengan
berjalan lambat, kecepatan ditentukan ditreadmill tingkat (1 sampai 2 mph). Waktu yang pasien dapat tempuh
selama berjalan sebelum timbulnya rasa sakit atau nyeri dicatat (sebelum pasien disuruh berhenti).Pengukuran ini harus
dilakukan untuk menentukan dasar toleransi latihan sebelum memulai program untuk meningkatkan toleransi latihan.
6. Ankle Brachial Pressure Index (ABPI)
• Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI) atau Ankle Brachial Pressure Index
(ABPI) merupakan pemeriksaan diagnostic untuk mendeteksi kemungkinan adanya
Peripheral Artery Disease (PAD) dengan cara membandingkan tekanan sistolik
pada Ankle dengan tekanan sistolik pada Brachial.
• Tujuannya untuk menskrining pasien yang mengalami insufisiensi arteri serta untuk
mengetahui status sirkulasi ekstremitas bawah, risiko luka vaskuler dan untuk
mengidentifikasi intervensi tindakan lebih lanjut.
Prosedur
Pelaksanaan:
1. Mengukur Tekanan Brakialis
• Nilai tekanan sistolik brachial diperoleh dari pengukuran pada Brachial Artery sedangkan tekanan sistolik
ankle (kaki) biasanya dilakukan pada pengukuran tekanan sistolik pada Dorsalis Pedis
Artery atau Posterior Tibial Artery.
Tabel 3.
Penilaian Ankle Brachial Pressure Index
(ABPI)
0,00 – 0,40 Severe Peripheral Arterial Disease (PAD)
Note :
Denyut normal ABI adalah 1,0 sampai 1,4. Makin dekat ABI pasien ke 1, hasilnya makin baik. Artinya,
tekanan darah lengan harus sedekat mungkin dengan tekanan darah pergelangan kaki.
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus ABI, hasil dari perhitungan tersebut
kemudian di interpretasikan untuk mengetahui risiko yang dapat terjadi. Pengukuran tekanan
sistolik yang akurat akan memperoleh hasil pengukuran ABI yang lebih tepat.
ABI yang kurang dari 0,4 mengindikasikan penyakit arteri perifer parah. Pasien dapat