Anda di halaman 1dari 33

PENGUKURAN KELOMPOK 1

ARTERI
ABD. RAHMAN MANSUR NUR PO.71.4.241.23.2.001
EKO AGUS SETIAWAN PO.71.4.241.23.2.008
RINI ANDRIANI PO.71.4.241.23.2.024
SRI RAHMI RUHARTI PO.71.4.241.23.2.026
YENNY AKRAM
PO.71.4.241.23.2.029
A P. E N G E R T IA N A R T E R I

Pembuluh darah arteri ialah pembuluh


darah yang memiliki fungsi untuk
mengangkut darah dari jantung ke
seluruh tubuh. Di mana darah yang
diangkut mengandung oksigen,
pembuluh darah ini memiliki banyak
cabang-cabang guna menjangkau
berbagai organ dalam.
B.ANATOMI FISIOLOGI
ARTERI

• Pembuluh nadi atau arteri merupakan pembuluh darah yang


mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh.
• Diameter pembuluh nadi bervariasi, aorta (± 20 mm ),arteriol (±
0,2 mm ).
• 3 macam jaringan arteri, lapisan paling luar, jaringan otot yang
tebal, dan jaringan endotelium yang melapisi permukaan dalam
arteri.
• Arteri yang membawa darah dari ventrikel kiri jantung menuju
seluruh tubuh disebut aorta. Sementara, arteri bercabang-
cabang membentuk pipa yang lebih kecil disebut arteriola.
Arteriola ini membentuk cabang-cabang lebih kecil dan ujung-
ujungnya berhubungan langsung dengan sel-sel tubuh. Cabang-
cabang inilah yang dinamakan kapiler.
ANATOMI FISIOLOGI ARTERI

• arteri terdiri atas 2 macam yakni Arteri pulmonalis (arteri paru-paru) yg


merupakan pembuluh nadi yang membawa darah kotor atau mengandung
CO2 keluar dari jantung menuju paru-paru (pulmo) dan Arteri hepatica
merupakan pembuluh nadi yang membawa darah bersih (kaya O2)
menuju ke hepar (hati). Arteri bertugas untuk membawa darah bersih
(oksigen) kecuali arteri pulmonalis.

LANJUTAN……
PEMERIKSAAN DAN
PENGUKURAN ARTERI
1. PEMERIKSAAN DENYUT NADI (ARTERI)
Pengukuran denyut nadi dilakukan
dengan menggunakan stetoskop
atau menggunakan jari (palpasi)
yang ditekankan pada nadi
penderita selama 60 detik.

Titik Letak Pembuluh Nadi (Arteri)


a. Pemeriksaan denyut nadi (arteri) karotis dan axilaris

Perabaan nadi dapat memberikan gambaran


tentang aktivitas pompa jantung maupun
keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang-
kadang nadi lebih jelas jika diraba pada
Pemeriksaan nadi (arteri karotis) pembuluh yang lebih besar, misalnya arteri
karotis.
Catatan : pada pemeriksaan nadi/arteri
karotis kanan dan kiri tidak boleh
bersamaan.

Pemeriksaan nadi (arteri axilaris)


b. Pemeriksaan denyut nadi (arteri) radialis

• Penderita dlm posisi duduk atau berbaring. Lengan


dalam posisi bebas dan rileks.
• Periksalah denyut arteri radialis di pergelangan tangan
dengan cara meletakkan jari telunjuk dan jari tengah
atau 3 jari (jari telunjuk, tengah dan manis) di atas
arteri radialis dan sedikit ditekan sampai teraba pulsasi
yang kuat.

Pemeriksaan Nadi Arteri Radialis


b. Pemeriksaan denyut nadi (arteri) btachialis dan
femoralis
a b

Pemeriksaan pulsasi Pemeriksaan Pulsasi


arteri brachialis Arteri Femoralis
c. Pemeriksaan denyut nadi (arteri) Poplitea,Tibialis posterior, &
Dorsalis pedis
c d e

Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan


Pusasi Arteri Pulsasi Arteri Pulsasi Arteri
Poplitea Tibialis Posterior Dorsalis Pedis
Hasil pemeriksaan nadi/arteri :
1) Jumlah frekuensi nadi per menit
(Normal pada dewasa : 60-100 kali/menit)
2) Takikardia bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan
bradikardia bila frekuensi nadi< 60 kali/menit
3) Irama nadi : Normal jika irama teratur
4) Kelenturan dinding arteri : elastis dan kaku
5) Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri
(Normal : nadi kanan dan kiri sama)
6) Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut
jantung (Normal : jika tidak ada perbedaan).
Abnormalitas pemeriksaan nadi/arteri :
 Pulsus defisit: frekuensi nadi/arteri lebih rendah daripada frekuensi denyut jantung
(misalnya pada fibrilasi atrium).
 Pulsus seler, disebabkan upstroke dan downstroke mencolok dari pulsus, misalnya
pada tirotoksikosis, regurgitasi aorta, hipertensi, Patent Ductus Arteriosus (PDA),
fistula arteriovenosus.
 Pulsus tardus (plateau pulse) : disebabkan karena upstroke dan downstroke yang
per- lahan, misalnya pada stenosis katup aorta berat.
 Pulsus alternan : perubahan kuatnya denyut nadi yang disebabkan oleh kelemahan
jan- tung, misalnya pada gagal jantung, kadang-kadang lebih nyata dengan
auskultasi saat mengukur tekanan darah.
 Pulsus bigeminus : nadi teraba berpasangan dengan interval tak sama dimana nadi
kedua biasanya lebih lemah dari nadi sebelumnya.
 Pulsus paradoksus : melemah atau tak terabanya nadi saat inspirasi. Sering lebih
nyata pada auskultasi saat pengukuran tekanan darah, dimana pulsus terdengar
melemah saat inspirasi, dan biasanya tak melebihi 10 mmHg.
2. PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
Alat klinis yang biasa digunakan dalam mengukur tekanan
darah adalah sphygmomanometer,.

Manometer manometer
merkuri aneroid
Prosedur Pengukuran Tekanan Darah terdiri dari 2
teknik :
• Siapkan tensimeter dan stetoskop.
a. Palpatoir • Posisi pasien boleh berbaring, duduk atau berdiri tergantung tujuan
pemeriksaan
• Lengan dalam keadaan bebas dan rileks, bebas dari pakaian.
• Pasang bladder sedemikian rupa sehingga melingkari bagian tengah lengan
atas dengan rapi, tidak terlalu ketat atau terlalu longgar. Bagian bladder yang
paling bawah berada 2 cm/ 2 jari diatas fossa cubiti.
• Posisikan lengan sehingga membentuk sedikit sudut (fleksi) pada siku.
• Carilah arteri brachialis/arteri radialis, biasanya terletak di sebelah medial
tendo muskulus biceps brachii.
• Untuk menentukan seberapa besar menaikkan tekanan pada cuff, perkirakan
tekanan sistolik palpatoir dengan meraba arteri brachialis/arteri radialis dengan
satu jari tangan sambil menaikkan tekanan pada cuff sampai nadi menjadi tak
teraba, kemudian tambahkan 30 mmHg dari angka tersebut. Hal ini bertujuan
untuk menghindari ketidaknyamanan pasien dan untuk menghindari
Memasang bladder/manset auscultatory gap. Setelah menaikkan tekanan cuff 30 mmHg tadi, longgarkan
cuff sampai teraba denyutan arteri brachialis (tekanan sistolik palpatoir).
Kemudian kendorkan tekanan secara komplit (deflate).
b. Auskultatoir
 Pastikan membran stetoskop terdengar suara saat
diketuk dengan jari.
 Letakkan membran stetoskop pada fossa cubiti tepat di
atas arteri brachialis.
 Naikkan tekanan dalam bladder dengan memompa
bulb sampai tekanan sistolik palpatoir ditambah 30
mmHg. Turunkan tekanan perlahan, ± 2-3 mmHg/detik.
 Dengarkan menggunakan stetoskop dan catat dimana
bunyi Korotkoff I terdengar pertama kali. Ini merupakan
hasil tekanan darah sistolik.
 Terus turunkan tekanan bladder sampai bunyi Korotkoff
V (bunyi terakhir terdengar). Ini merupakan hasil
Memompa bladder/ manset tekanan darah diastolik.
 Untuk validitas pemeriksaan tekanan darah minimal
diulang 3 kali.
Hasilnya diambil rata- rata dari hasil pemeriksaan
tersebut.
Tabel 1.
Bunyi Korotkoff
Bunyi Korotkoff Deskripi

Fase 1 Bunyi pertama yang terdengar setelah tekanan cuff diturunkan


perlahan. Begitu bunyi ini terdengar, nilai tekanan yang ditunjukkan
pada manometer dinilai sebagai tekanan sistolik.

Fase 2 Perubahan kualitas bunyi menjadi bunyi berdesir


Fase 3 Bunyi semakin jelas dan keras
Fase 4 Bunyi menjadi meredam
Fase 5 Bunyi menghilang seluruhnya setelah tekanan dalam cuff turun lagi
sebanyak 5-6 mmHg. Nilai tekanan yang ditunjukkan manometer
pada fase ini dinilai sebagai tekanan diastolik
Tabel 2.
Penilaian tekanan darah berdasarkan The Joint National Committe VII (JNC-VII)
Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik

TekananDarah (mmHg) (mmHg)

Normal <120 <80

Pre-Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi Stage 2 >160 >100


Kesalahan yang sering terjadi pada saat pengukuran
tekanan darah :
 Ukuran bladder dan cuff tidak tepat (terlalu kecil atau terlalu besar).
Bila terlalu kecil, tekanan darah akan terukur lebih tinggi dari yang
sebenarnya, dan sebaliknya bila terlalu besar.
 Pemasangan bladder dan cuff terlalu longgar, tekanan darah terukur
lebih tinggi dari yang seharusnya.
 Pusat cuff tidak berada di atas arteri brachialis.
 Cuff dikembangkan terlalu lambat, mengakibatkan kongesti vena,
sehingga bunyi Korotkoff tidak terdengar dengan jelas.
 Saat mencoba mengulang pemeriksaan, kembali menaikkan tekanan
cuff tanpa mengempiskannya dengan sempurna atau re-inflasi cuff
terlalu cepat. Hal ini mengakibatkan distensi vena sehingga bunyi
Korotkoff tidak terdengar dengan jelas.
RUMUS MENGHITUNG TEKANAN DARAH
ARTERI RERATA (MAP)
Rumus MAP = Rumus MAP = Rumus MAP approx =
(2(DBP) + SBP)/3 1/3(SBP – DBP) + DBP CO × SVR

Misalkan tekanan diastolik 87 Misalkan tekanan diastolik 87 Misalkan, Pada wanita, output
dan sistolik 120. Selanjutnya, dan sistolik 120. , kita dapat jantung normal adalah sekitar
masukkanlah kedua nilai menyelesaikan persamaan ini 5 L/min. Jika kita
tersebut ke dalam persamaan, sebagai berikut: MAP = mengasumsikan SVR sebesar
dan selesaikan seperti ini: 1/3(120 – 87) + 87 = 1/3(33) 20 mmHG × min/L (pada
MAP = (2(87) + 120)/3 = + 87 = 11 + 87 = 98 mm Hg batas atas rentang nilai
(294)/3 = 98 mm Hg. normal), MAP wanita tersebut
adalah sekitar 5 × 20 = 100
mm Hg.
Kalkulator Nilai Normal MAP
Hal yang perlu diingat Sama seperti tekanan darah
sistolik dan diastolik, ada
lainnya adalah perhitungan rentang nilai MAP tertentu
MAP tidak harus dilakukan yang secara umum dianggap
secara manual. Jika Anda "normal" atau "sehat".
terburu-buru, ada banyak Secara umum, nilai MAP
kalkulator daring (online) antara 70-110 mm Hg
dianggap normal.
3. Allen Test
• Allen test adalah suatu
pemeriksaan fisik untuk menilai Gambaran pucat terlihat pada
vaskularisasi di tangan. jari 1 dan 2 serta sebagian jari 3
jika arteri radialis di tekan
• Tujuannya Untuk menentukan selama 7 menit
apakah sirkulasi kolateral arteri
ulnaris ke tangan cukup untuk
memberikan sirkulasi kolateral
(atau aliran darah) yang Jari 3,4 dan sebagioan jari 3
memadai ke tangan dan untuk mengalami pucat saat arteri ulnaris
di pencet sekitar 7 menit
mengurangi risiko iskemia
tangan setelah intervensi yg
dilakukan pada arteri radial.
Prosedur Pemeriksaan
Berikut langkah-langkah pemeriksaannya:
a. Pasien menggenggam tangan, atau jika pasien
tidak sadar, bisa kita bantu menutup erat telapak
tangannya
b. Tekan arteri radialis dan ulnaris untuk
menghambat aliran darah ke telapak tangan
c. Saat dilakukan penekanan, pasien diminta
melepaskan genggamannya. Amati perubahan
warna telapak tangan menjadi pucat.
d. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris dan amati Interpretasi:
kembali adanya perubahan warna di telapak Positif: jika tangan memerah dalam waktu 5-15 detik
tangan pasien. menunjukkan tidak adanya hambatan di arteri ulnaris.
e. Untuk pemeriksaan arteri radialis lakukan hal
yang sama. Negatif: Jika tangan tidak memerah dalam waktu 5-15 detik,
menunjukkan adanya hambatan di arteri ulnaris.
4. Uji Rubor Ketergantungan-Hiperemia
Reaktif
Perubahan warna kulit yang terjadi dengan elevasi dan ekstremitasterjuntai
akibat perubahan posisi aliran darah. Rubor / reaktif hyperemia dapatdites
dalam dua cara.
• Kaki diangkat selama beberapa menit di atas lebih tinggi dari jantung
saat pasien berbaring telentang. Pucat (blanching) kulit terjadi pada kaki
dalam1 menit atau kurang jika sirkulasi arteri berkurang. Waktu yang
diperlukan untuk blanching dicatat. Kaki diangkat lebih
• Selanjutnya kaki dijuntaikan di samping bad, dan waktu perubahan tinggi dari jantung
warna kaki dicatat.
• Biasanya, merah muda muncul di kaki dalam beberapa detik setelah kaki
ditempatkan dalam posisi tergantung. Dengan penyakit arteri
oklusif,warna cerah kebiruan-merah jelas nampak yang diakibatkan
oleh berkurangnya aliran darah dalam kapiler. Rubor dapat memakan wakt
u selama 30 detik untuk muncul kembali

Kaki dijuntaikan
disamping bad
5. Klaudikasio Waktu

Untuk menilai nyeri secara obyektif saat latihan (klaudikasio intermiten). Tes yang umum digunakan adalah pasien dengan
berjalan lambat, kecepatan ditentukan ditreadmill tingkat (1 sampai 2 mph). Waktu yang pasien dapat tempuh
selama berjalan sebelum timbulnya rasa sakit atau nyeri dicatat (sebelum pasien disuruh berhenti).Pengukuran ini harus
dilakukan untuk menentukan dasar toleransi latihan sebelum memulai program untuk meningkatkan toleransi latihan.
6. Ankle Brachial Pressure Index (ABPI)

• Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI) atau Ankle Brachial Pressure Index
(ABPI) merupakan pemeriksaan diagnostic untuk mendeteksi kemungkinan adanya
Peripheral Artery Disease (PAD) dengan cara membandingkan tekanan sistolik
pada Ankle dengan tekanan sistolik pada Brachial.
• Tujuannya untuk menskrining pasien yang mengalami insufisiensi arteri serta untuk
mengetahui status sirkulasi ekstremitas bawah, risiko luka vaskuler dan untuk
mengidentifikasi intervensi tindakan lebih lanjut.
Prosedur
Pelaksanaan:
1. Mengukur Tekanan Brakialis

Minta pasien untuk berbaring Balutkan manset alat pengukur


telentang. Palpasi Arteri Brachiallis. tekanan darah di sekeliling
lengan pasien

Kembangkan manset untuk


menemukan tekanan darah sistolik Kempiskan manset
lengan
Ankle Brachial Preassure Index

Ankle Brachial Index dikatakan normal


bila tekanan sistolik pada kaki (ankle)
sebanding dengan tekanan sistolik pada
lengan (brachial) (lihat pada tabel
interpretasi). ABI atau ABPI normal
merupakan indikator sirkulasi aliran
darah menuju perifer.
Prosedur
Pelaksanaan:
2. Mengukur Tekanan pergelangan kaki (Dorsalis pedis)

Minta pasien untuk berbaring Pasang manset tensimeter


telentang. di pergelangan kaki pasien.

Palpasi arteri dorsalis pedis, Catat tekanan darah arteri DP


2. Mengukur Tekanan pergelangan kaki (Tibialis Posterior)

Palpasi arteri posterior tibial (PT). Untuk hasil


pengukuran ABI yang paling akurat, Anda perlu Catat tekanan darah arteri Posterior Tibialis.
mengukur tekanan darah arteri dorsalis pedis dan Ulangi proses yang sama seperti saat mengukur
posterior tibial. Arteri PT berada di ¼ atas bagian arteri DP. Kalau sudah, catat hasilnya Catat
belakang betis. Usapkan gel ultrasuara di area ini tekanan darah arteri dorsalis pedis dan posterior
dan gunakan probe Doppler untuk menemukan tibialnya.
titik denyut PT terkuat
Menghitung Ankle Brachial Index

(ABI)
Catat tekanan darah sistolik yang lebih tinggi pada pergelangan kaki. Bandingkan hasil pergelangan
kaki kanan dan kiri, serta arteri DP dan PT kedua pergelangan kaki. Angka yang tertinggi dari setiap
pergelangan akan digunakan untuk menghitung ABI.
Berikut adalah rumus perhitungan Ankle Brachial Index (ABI) atau Ankle Brachial Pressure Index (ABPI):

• Nilai tekanan sistolik brachial diperoleh dari pengukuran pada Brachial Artery sedangkan tekanan sistolik
ankle (kaki) biasanya dilakukan pada pengukuran tekanan sistolik pada Dorsalis Pedis
Artery atau Posterior Tibial Artery.
Tabel 3.
Penilaian Ankle Brachial Pressure Index
(ABPI)
0,00 – 0,40 Severe Peripheral Arterial Disease (PAD)

0,41 – 0,70 Moderate Obstruction

0,71 – 0,90 Mild Obstruction (intermittent claudication)

0,91 – 1,30 Normal

> 1,30 Non compressible, severely calcified vessel

Note :
Denyut normal ABI adalah 1,0 sampai 1,4. Makin dekat ABI pasien ke 1, hasilnya makin baik. Artinya,
tekanan darah lengan harus sedekat mungkin dengan tekanan darah pergelangan kaki.
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus ABI, hasil dari perhitungan tersebut

kemudian di interpretasikan untuk mengetahui risiko yang dapat terjadi. Pengukuran tekanan

sistolik yang akurat akan memperoleh hasil pengukuran ABI yang lebih tepat.
 ABI yang kurang dari 0,4 mengindikasikan penyakit arteri perifer parah. Pasien dapat

mengembangkan ulser atau gangren yang tidak menyembuh.


 ABI sebesar 0,41-0,90 menandakan penyakit arteri perifer ringan sampai sedang dan

membutuhkan pengujian lebih lanjut seperti CT, MRI, atau angiografi.


 ABI sebesar 0,91-1,30 menunjukkan pembuluh darah normal. Namun, nilai antara 0,9-

0,99 dapat menyebabkan nyeri selama latihan.


 ABI >1,3 menandakan pembuluh darah yang tidak bisa dikompresi dan sangat

mengapur sehingga menaikkkan tekanan darah. Diabetes berkelanjutan atau penyakit

ginjal kronis dapat menjadi penyebab kondisi ini


Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
TERIMAK
ASIH

Anda mungkin juga menyukai