kesatuan ilmu Oleh : Kelompok 10 Anggota Kelompok Farah UlinNi’mah Nurfadhillah 23060260042 23060260054 pembahasan • Prinsip-prinsip dan Pendekatan Pradigma Kesatuan Ilmu • Strategi Paragidma Kesatuan Ilmu Prinsip-prinsip dan Pendekatan Pradigma Keseatuan Ilmu Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa Paradigma Kesatuan Ilmu meyakinkan bahwa semua ilmu bersumber dari Allah SWT. sebagai al-’Alim (Yang Mahatahu). Semua ilmu dibangun untuk saling berdialog dan bermuara pada satu tujuan yakni mengantarkan pengkajinya semakin mengenal dan semakin dekat pada Allah. Dengan demikian tidak ada dikotomi antara ayat Qur’aniyyah dengan ayat Kauniyah “Juga tidak ada dikotomi antara ilmu yang datang dari Allah maupun dari manusia. Dengan kata lain, dalam istilah yang lebih popular, tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama Keyakinan peradigmatik seperti itu kemudian dielaborasi ke dalam prinsip prinsip Paradigma Kesatuan ilmu sebagai berikut: Pertama, integrasi. Prinsip ini meyakinkan bahwa bangunan semua ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan yang kesemuanya bersumber dari ayat ayat Allah baik yang diperoleh melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun eksplorasi alam. Kedua, kolaborasi. Prinsip ini memadukan nilai universal Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna peningkatan kualitas hidup dan peradaban manusia. Ketiga, dialetika. Prinsip ini meniscayakan dialog yang intens antara ilmu ilmu yang berakar pada wahyu (revealed sciences), ilmu pengetahuan modern (modern sciences), dan kearifan lokal (local wisdom). Keempat, prospektif. Prinsip ini meyakinkan bahwa wahdatul ulum akan menghasilkan ilmu ilmu baru yang lebih humanis dan etis yang bermanfaat bagi pembangunan martabat dan kualitas manusia serta kelestarian alam Kelima, pluralistik. Prinsip ini meyakini adanya pluralistik realitas, metode, dan pendekatan dalam semua aktivitas ke ilmuan. Dari kelima prinsip Paradigma Kesatuan Ilmu itu dapat dikatakan, bahwa prinsip pertama, kedua, dan ketiga merupakan prinsip-prinsip yang ingin menegaskan kembali tentang Kesatuan Ilmu sebagai paradigma yang meyakini bahwa ilmu itu merupakan satu kesatuan yang tidak ada pemisahan atau dikotomi dan saling berhubungan, yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang diperoleh melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun eksplorasi alam. Dengan prinsip integrasi, kolaborasi, dan dialektika ini diyakini akan dihasilkan ilmu-ilmu baru yang lebih humanis dan etis yang bermanfaat bagi pembangunan martabat dan kualitas manusia serta kelestarian alam, sebagaimana dinyatakan dalam prinsip yang keempat, prospektif. Untuk prinsip yang kelima, pluralistik, nampaknya perlu ada penjelasan yang memadai, karena bisa dikesankan bersifat paradoksal apabila dikaitkan dengan Paradigma Ilmu. Bagaimana paradigma yang meyakini bahwa ilmu satu kesatuan, tetapi bersifat pluralistik. Dalam dimensi ontologis (whatness) atau apa yang menjadi objek kajian ilmu, pendekatan Teo-antroposentris memandang bahwa yang menjadi objek kajian ilmu adalah keseluruhan realitas,baik yang metafisik maupun yang fisik; baik teks Qur’aniyyah maupun teks Kauniyyah. Dalam dimensi epistemologis (howness) atau bagaimana mendapatkan ilmu, pendekatan Teo-antroposentris mengakui dua sumber ilmu, yakni dari Allah dan dari manusia sekaligus. Ilmu bisa didapat dari wahyu yang berasal dari Allah dan juga berasal dari manusia sendiri, baik dari manusia sendiri, baik melalui potensi indra, akal, maupun intuisinya. Sementara dalam aksiologis (whyness), pendekatan Teo-antrosentris memiliki dua orientasi nilai, yakni nilai ketuhanan dan nilai kemanusiaan sekaligus. Baik Ilmu-ilmu Keislaman (yang sering disebut sebagai ilmu agama) maupun ilmu modern (termasuk di dalamnya teknologi, yang sering disebut sebagai ilmu umum) haruslah berorientasi pada nilai ketuhanan dan kemanusiaan sekaligus. STRATEGI PARADIGMA KESATUAN Sebagaimana sudah kemukakan pada bagian sebelum ini, bahwa Paradigma Kesatuan Ilmu berpandangan ilmu itu merupakan satu ILMU kesatuan, tidak ada dikotomi di dalamnya. Meskipun demikian, dalam realitas sekarang ini ilmu masih bersifat dikotomis, masih ada pemisahan antara Ilmu-ilmu Keislaman, yang dalam konteks Indonesia sering disebut dengan ilmu agama umum, dengan ilmu Barat modern, yang dalam konteks Indonesia sering disebut sebagai ilmu umum. Karena ilmu realitasnya sekarang masih dikotomis, maka diperlukan upaya untuk menyatukannya sehingga menjadi satu kesatuan. Dalam rangka upaya penyatuan itulah diperlukan strategi khusus, yaitu: pertama, Humanisasi Ilmu-ilmu Keislaman; kedua, Spiritualisasi Ilmu- ilmu Modern; dan ketiga, Revitalisasi Local Wisdom.
• Humanisasi Ilmu-ilmu Keislaman
Yang dimaksud humanisasi Ilmu-ilmu Keislaman adalah merekonstruksi Ilmu- ilmu Keislaman agar semakin menyentuh dan memberi solusi bagi persoalan nyata kehidupan manusia Indonesia. Strategi humanisasi Ilmu-ilmu Keislaman mencakup segala upaya untuk memadukan nilai universal Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna peningkatan kualitas hidup dan peradaban manusia. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa karena Ilmu-ilmu Keislaman selama ini dipandang lebih bersifat teosentris atau “melangit”, maka direkonstruksi supaya lebih “membumi”, semakin menyentuh berbagai persoalan kemanusiaan yang dihadapi oleh umat manusia, sehingga bisa memberikan solusi bagi berbagai persoalan dimaksud. 2. Spritualisasi Ilmu-ilmu Modern Yang dimaksud dengan spiritualisasi Ilmu-ilmu Modern adalah memberikan pijakan nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah) dan etika terhadap Ilmu-ilmu Modern untuk memastikan bahwa pada dasarnya semua ilmu berorientasi pada peningkatan kualitas/keberlangsungan hidup manusia dan alam serta bukan penistaan/perusakan keduanya. Strategi spiritualisasi Ilmu-ilmu Modern meliputi segala upaya membangun ilmu pengetahuan baru yang didasarkan pada kesadaran Kesatuan Ilmu yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang diperoleh melalui para nabi, eksplorasi akal, maupun eksplorasi alam. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa karena ilmu modern bersifat antroposentris dan sekuler, tidak ada nilai-nilai katuhanan di dalamnya, makadisprituralisasi dengan memasukkan nilai-nilai ketuhanan kepadanya. Dengan begitu ilmu modern diharapkan dapat lebih membahagiakan umat manusia.
3. Revitalitas Local Wisdom
Yang dimaksud revitalitas local wisdom adalah penguatan kembali ajaran ajaran luhur bangsa. Strategi revisitalitas local wisdom terdiri dari semua usaha untuk tetap setia pada ajaran luhur budaya lokal dan pengembangannya guna penguatan karakter bangsa. Berbeda dengan strategi sebelumya yang adopsi dari dua gagasan besar yang sudah berkembang di kalangan inteltual Muslim kontemporer, strategi yang ketiga, yakni Revitalitas Local Wisdom, nampaknya merupakan gagasan yang orisinal dari UIN Walisongo sendiri. Gagasan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai universitas yang menggunakan nama “Walisongo”. Tentu banyak warisan budaya yang ditinggalkan oleh Walisongo yang sangat berharga, di samping warisan budaya yang lain. Persoalannya adalah bagaimana warisan busaya itu berdaya guna bagi kehidupan umat islam dalam bangsa Indonesia pada umumnya pada masa sekarang. dengan strategi revitasilisasi local wisdom harapan itu kiranya dapat diwujudkan. Terimakasih