Anda di halaman 1dari 15

BELANDA KEMBALI

MENGUASAI NUSANTARA
1816 - 1942
Latar belakang
Perjanjian Inggris-Belanda 1814 (Konvensi London)
adalah sebuah perjanjian yang ditandatangan oleh Britania Raya dan
Belanda di London pada tanggal 13 Agustus 1814. Perjanjian ini
ditandatangai oleh Robert Stewart, Viscount Castlereagh sebagai
perwakilan Inggris dan Hendrik Fagel (atau Henry Fagel) sebagai
perwakilan Belanda.
Isi konvensi London 1814
1. Pengembalian hak milik Belanda pada 1 Januari 1803 sebelum Perang Napoleon di benua Amerika,
Afrika, dan Asia dengan pengecualian Koloni Tanjung dan permukiman Demerara, Essequibo dan
Berbice di Amerika Selatan, di mana Belanda tetap memiliki hak untuk berdagang.
2. Inggris menyerahkan Pulau Bangka untuk ditukar dengan Cochin di India .
3. Belanda menyerahkan wilayah Bernagore, yang terletak dekat dengan Calcutta, dan sebagai gantinya
memperoleh pembayaran tahunan.
4. Perjanjian ini juga mencatat deklarasi pada 15 Juni 1814 oleh Belanda bahwa kapal-kapal yang
terlibat dalam perdagangan budak tidak lagi diperbolehkan untuk singgah di pelabuhan Britania dan
Belanda menyetujui bahwa pembatasan ini akan diperluas menjadi larangan keterlibatan dalam
perdagangan budak.
5. Inggris sepakat untuk membayar £1.000.000 kepada Swedia untuk menyelesaikan klaim atas pulau
Guadeloupe di Karibia. Britania dan Belanda setuju bahwa masing-masing dari mereka akan
mengeluarkan £2.000.000 untuk memperbaiki pertahanan di Negara-Negara Dataran Rendah.
PERALIHAN KEKUASAAN

John Fendall, Jr. (lahir di St. Andrew, Holburn,


London, 9 Oktober 1762 – meninggal di Kalkuta,
10 November 1825 pada umur 63 tahun) adalah
seorang pejabat Inggris yang diserahi tugas untuk
transisi masa penjajahan Inggris ke Belanda lagi
setelah Kongres Wina pada tahun 1816.

Fendall menjembatani masa pemerintahan Raffles


dengan Van der Capellen.
AWAL KEKUASAAN KERAJAAN BELANDA
Mr. Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen (lahir di
Utrecht, 15 Desember 1778 – meninggal di De Bilt, Utrecht, 10 April
1848 pada umur 69 tahun) adalah penguasa Hindia Belanda pertama
yang memerintah di Hindia setelah dikuasai oleh Kerajaan Inggris
selama beberapa tahun. Pada Konvensi london, kepada Belanda
diberikan kembali Hindia Belanda. Van der Capellen, memerintah
antara tanggal 19 Agustus 1816 – 1 Januari 1826. Ia merupakan
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-41.
Ia adalah seorang berpikiran liberal, semangat yang tengah berhembus
di Eropa setelah Revolusi Prancis. Tetapi segera ia melihat bahwa
penerapan prinsip laissez-faire akan segera merugikan petani kecil di
Jawa dan beberapa wilayah Hindia Belanda lainnya karena orang-orang
kaya akan segera menguasai banyak lahan dan membiarkan para petani
dan buruh tani kehilangan mata pencaharian, keadaan yang sudah
pernah terjadi pada abad ke-18, pada masa VOC.
KEBIJAKAN VAN DER CAPELLEN
A. Kebijakan bidang ekonomi :
1. Van der Capellen berusaha memajukan ekonomi warga
petani. Dengan cara menghentikan pembayaran sewa
tanah di daerah Negara Agung Mataram, untuk
membantu petani. Namun tindakannya ini
menimbulkan protes dari kalangan ningrat pemilik
tanah dan menjadi perlawanan. Di Maluku, ia
mengurangi sebagian monopoli perdagangan rempah-
rempah untuk meredam ketidakadilan dan perlawanan
rakyat.
KEBIJAKAN VAN DER CAPELLEN
A. Kebijakan bidang ekonomi :
2. Pembaruan sistem perdagangan yang akhirnya mengundang
kemarahan orang-orang Eropa (terutama orang Belanda)
terhadapnya. Dalam tahun 1821 van der Capellen mengeluarkan
undang-undang yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa
di daerah kopi (Priangan), kecuali dengan izin khusus. Ia
melakukan hal tersebut dengan harapan untuk melindungi orang-
orang Indonesia agar tidak ditipu oleh para pedagang Eropa serta
untuk memperbesar hasil bagi pemerintah Belanda.
KEBIJAKAN VAN DER CAPELLEN
A. Kebijakan bidang ekonomi :
3. Tindakan lain yang juga mengundang kemarahan orang Eropa
adalah peraturan yang dikeluarkan tahun 1823. Dalam pembaruan
itu dia melarang orang-orang Eropa menyewa tanah rakyat.
Peraturan ini juga untuk melindungi orang pribumi. Orangorang
Eropa (terutama Belanda) yang merasa paling dirugikan adalah
yang menyewa tanah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka sudah
membayar uang muka yang besar, sehingga sewaktu peraturan itu
turun, maka mereka menuntut pengembalian uang muka yang
sudah habis dibelanjakan oleh orang-orang pribumi. Akibatnya
orangorang pribumi itu, terutama para pegawai dan peladang
merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda.
KEBIJAKAN VAN DER CAPELLEN
B. Kebijakan bidang pendidkan :
Untuk memajukan pertanian dan tingkat pendidikan, didirikan
"Departemen Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan untuk Pulau Jawa"
yang bertugas memajukan pertanian melalui pendidikan umum dan
profesional serta penelitian di bidang biologi. Prof. C.G.K. Reinwardt
(direktur Kebun Botani Buitenzorg pertama) ditunjuk sebagai orang
pertama untuk menduduki tugas itu. Di masanya, dikeluarkan UU
Pendidikan (1816). Sebagai pelaksanaannya dibangunlah sekolah-sekolah
dasar untuk semua golongan warga. Namun, tanggapan masyarakat non-
Belanda sangat sepi karena pengajaran sekolah-sekolah ini memakai
bahasa Belanda dan mengajarkan pranata Eropa. Menyadari hal ini van
der Capellen memerintahkan penyelidikan mengenai sistem pendidikan
warga asli sehingga dapat dimodernisasi. Dapat dikatakan ini adalah
usaha pertama untuk memasukkan prinsip pendidikan Eropa ke
masyarakat asli Indonesia.
KEBIJAKAN VAN DER CAPELLEN
C. Kebijakan bidang kesehatan :
Di bidang kesehatan, tantangan yang harus dihadapi adalah
mewabahnya penyakit cacar. Reinwardt berusaha keras menyadarkan
warga akan pentingnya sanitasi dan agar warga bersedia diimunisasi.
Imunisasi berhasil dijalankan dan penyakit cacar berhasil ditekan
penyebarannya.
AKHIR PEMERINTAHAN VAN DER
CAPELLEN
Van der Capellen yang sangat liberal ini tidak disukai kalangan atas di
Hindia Belanda karena dianggap terlalu lemah. Anggaran belanja
negara semasa pemerintahan van der Capellen senantiasa
menunjukkan defisit, sehingga Negeri Belanda harus menutupnya.
Pada tahun 1824 ia dipanggil pulang ke Belanda dan pada tahun 1826
posisi gubernur jenderal diserahkan kepada Hendrik Merkus de
Kock. Untuk menghormati jasanya, di kota Batusangkar, ibu kota
Kabupaten Tanah Datar didirikan benteng menurut namanya, yaitu
Fort Van der Capellen.
Pertanyaan

Bagaimana bentuk perlawanan


yang muncul di era Van Der
Capellen?
Perang Paderi di Minangkabau, Perang Diponegoro, perlawanan sultan Palembang,
dan pemberontakan di Maluku.
Seorang bangsawan Belgia yang menjabat Gubernur Jenderal di
GUBERNUR Batavia tahun 1826 dan menyelesaikan pembangunan gedung
istana Gubernur Jenderal (sekarang Gedung Departemen
JENDERAL KE 47 Keuangan) yang mulai dibangun oleh Daendels tahun 1809. Du Bus
mencoba membuat sebuah taman di belakang gedung itu, tetapi
sia-sia. Tanamannya tidak tumbuh dengan subur dan proyek ini
cepat ditelantarkan. Du Bus de Gisignies merupakan orang
Katolik pertama yang memimpin Hindia Belanda (1825-1830).
Komisaris jenderal ini menyelesaikan istana Daendels untuk
menampung kegiatan kantor pemerintah (1828). Ia mengagumi
gereja di Gang Kenanga namun dia menginginkan dibuat
bangunan yang lebih besar di sudut Jl. Katedral dan sebelah utara
Lapangan Banteng (tempat Gereja Katolik Katedral), yang juga
merupakan tempat kediaman panglima militer Jenderal de Kock
berdiri. Hubungan Du Bus dengan de Kock yang juga pemimpin
Freemason memang kurang baik. Ia juga menginginkan sebuah
gereja yang benar-benar baru (1828). Rancangan ini tidak pernah
diselesaikan, mungkin karena kurangnya dana.

Anda mungkin juga menyukai