Anda di halaman 1dari 23

Sejarah dan

Perkembangan Pajak
Konsumsi
Pajak Konsumsi Dasar
Sejarah Pajak Konsumsi
• Pajak atas konsumsi umumnya mengacu pada pajak atas barang dan jasa yang diperoleh oleh
individu untuk penggunaan atau kepuasan pribadi mereka. Ini umumnya tidak termasuk barang
dan jasa yang secara fisik digunakan atau digabungkan oleh bisnis dalam produksi atau distribusi
barang atau dalam penyerahan jasa (input bisnis)
• Sebagian besar bentuk perpajakan awal adalah pungutan atas tanah atau atas hasil bumi. Pajak atas
tanah pada peradaban awal dibayarkan dalam bentuk barang dengan hasil bumi. Pada zaman kota-
negara bagian Athena dan Roma, meskipun ada pajak dalam bentuk sewa dari tanah milik
negara ,para penguasa menambah pendapatan dari tanah dengan pajak tidak langsung. Bea masuk
dikenakan di pelabuhan dan pajak diambil di pasar untuk barang yang tiba melalui darat. Pada
abad ketiga M, Diocletion membebankan pajak dari monopoli yang dia berikan untuk produksi
dan penjualan barang.
• Sebelum PPN multitahap digunakan secara luas, beberapa negara memberlakukan pajak konsumsi
satu tahap. Pajak satu tahap di tingkat eceran masih digunakan oleh hampir semua negara bagian
di Amerika Serikat dan oleh beberapa provinsi di Kanada (dan sebelumnya di Swedia). Lebih
umum, pajak satu tahap dikenakan di tingkat produsen (sebelumnya Kanada) atau grosir
(Australia sebelum GST).
Pajak Langsung vs Tidak Langsung
• Pajak biasanya diklasifikasikan sebagai pajak langsung atau tidak langsung:
“ Pajak langsung adalah salah satu yang dinilai atas properti, bisnis atau pendapatan individu yang membayar
pajak. Sebaliknya , pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan pada komoditas sebelum mencapai
konsumen yang pada akhirnya membayar pajak sebagai bagian dari harga pasar komoditas tersebut.”
• Menurut prinsip ekonomi klasik JS Mill, perbedaan antara pajak langsung dan tidak langsung terkait dengan
“apakah orang yang benar-benar membayar uang kepada otoritas pemungut pajak mengalami pengurangan
pendapatan yang sesuai. Jika dia melakukannya, maka – dalam bahasa tradisional – dampak dan kejadiannya
ada pada orang yang sama dan pajaknya langsung; jika tidak dan bebannya dialihkan dan pendapatan riil orang
lain terpengaruh (yaitu, dampak dan kejadiannya pada orang yang berbeda) maka pajaknya tidak langsung.”
• Di bidang perdagangan internasional, Lampiran perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia mendefinisikan :
“pajak langsung”  “pajak atas upah, keuntungan, bunga, sewa, royalti, dan semua bentuk pendapatan
lainnya, dan pajak atas kepemilikan barang riil. properti”
“pajak tidak langsung” “Pajak penjualan, cukai, omset, pertambahan nilai, waralaba, perangko, transfer,
inventaris dan peralatan, pajak perbatasan dan semua pajak selain pajak langsung dan bea impor.”
Pengertian Pajak Konsumsi
• Pajak atas konsumsi adalah pajak yang tidak dikenakan pada pendapatan
atau kekayaan tetapi pengeluaran yang dibiayai oleh pendapatan dan
kekayaan tersebut.
• Pemerintah di berbagai negara pada umumnya memungut pajak atas
konsumsi dari produsen dan distributor di berbagai titik dalam rantai bisnis.
Namun, beban pajaknya tetap jatuh pada konsumen. Hal itu dengan asumsi
pajak akan dibebankan kepada konsumen dalam harga yang dikenakan oleh
pemasok.
• Pajak konsumsi termasuk pajak tidak langsung dikarenakan tidak dipungut
langsung kepada seseorang yang seharusnya menanggung beban pajak tsb.
Pajak konsumsi ini lebih dikenakan kepada transaksi, produk, dan peristiwa
tertentu.
Basis Pendapatan dan Konsumsi Pajak
• Thomas Hobbes, dalam bukunya Leviathan, menganjurkan konsumsi sebagai
dasar yang tepat untuk perpajakan
• Dalam pandangannya, orang harus membayar pajak berdasarkan pada apa yang
mereka konsumsi daripada pada apa yang mereka peroleh sebagai pendapatan
• Pajak berbasis konsumsi dapat dikenakan atau dikumpulkan oleh bisnis,
pekerjanya, dan individu.
Bisnis  Penjualan atau dengan nilai tambah oleh perusahaan bisnis pada setiap
tahap produksi dan distribusi
Individu  Basis pajaknya adalah pendapatan dikurangi tabungan.
Jenis Pajak Konsumsi
• Merujuk pada Taksonomi pajak atas konsumsi OECD, terdapat 2
kategori pajak atas konsumsi:
a. Pajak atas konsumsi yang bersifat umum (taxes on general
consumption)  terdapat 3 jenis pajak, yaitu PPN (VAT/GST), pajak
penjualan (sales tax), dan pajak atas barang dan jasa yang bersifat
umum lainnya (other general taxes on goods and services).
b. Pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik (taxes on specific
consumption)  terdiri atas cukai (excise), bea masuk impor (import
duties), dan pajak atas barang dan jasa yang bersifat spesifik lainnya
(other specific taxes on goods and services, such as insurance and
financial services).
PPN vs Pajak Penjualan
• Berdasarkan pada klasifikasi tersebut, dapat diketahui, PPN dan Pajak
Penjualan pada dasarnya merupakan pajak yang dikenakan atas
seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum
namun dengan perbedaan penghitungan
• Terkait dengan pajak atas konsumsi yang bersifat umum, pada
dasarnya, tidak ada perbedaan antara konsumsi atas barang maupun
jasa. Kata general atau umum inilah yang membedakannya dengan
jenis pajak konsumsi lain yang hanya dikenakan atas barang dan jasa
yang bersifat spesifik seperti excise (di Indonesia disebut sebagai
cukai) dan bea masuk (Darussalam, Septriadi, dan Dhora, 2018).
GST
• Banyak negara berkembang telah memperkenalkan PPN selama dua dekade terakhir untuk
menggantikan pendapatan yang hilang dari Pajak Penjualan dan Liberalisasi perdagangan.
Sekitar 170 negara mengoperasikan GST hari ini termasuk 37 negara anggota OECD. GST
meningkatkan sekitar seperlima dari total pendapatan di OECD dan di seluruh dunia.
• Evolusi GST sebagai sumber pendapatan pajak yang semakin penting bagi negara-negara di
seluruh dunia, dan penerapannya pada bagian yang semakin besar dari kegiatan ekonomi
dunia telah mengangkat pentingnya dalam perdebatan kebijakan pajak global.
• Kebutuhan akan respon global yang konsisten terhadap tantangan penerapan PPN pada
perdagangan internasional menjadi sangat mendesak karena pertumbuhan yang kuat dari
perdagangan internasional di bidang jasa, produk digital, dan barang dari penjualan online
sebagai konsekuensi dari ekspansi ekonomi digital.
PPN vs GST
• OECD tidak melihat PPN dan GST sebagai jenis pajak yang berbeda. Keduanya
dianggap sebagai jenis pajak atas barang dan jasa yang bersifat umum.
• The principle of the common system of the value added tax involves the
application to goods and services of a general tax on consumption exactly
proportional to the price of goods and services, whatever the number of
transaction which take place in the production process before the stage at which
tax is charged (Alan Schenk and Oliver Oldman , Value added tax : A comparative
Approach (2007))
• The principle of the GST system is that GST involves the application to goods and
services of a general tax in consumption in proportion to the price of goods and
services, whatever the number of transaction which takes place in the production
and distribution process (Arjunan Subramaniam, Understanding GST 2014)
Berdasarkan pada kutipan kedua literatur tersebut, dapat dilihat bahwa PPN
dan GST memiliki konsep sama yaitu pajak atas konsumsi yang bersifat
umum, yang diterapkan atas barang dan jasa. Keduanya juga proporsional
terhadap barang dan jasa.
PPN dan GST memiliki sifat dasar sama yakni:
1. Disebut pajak objektif dikarenakan merupakan pajak yang dikenakan atas
barang dan jasa
2. Dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi oleh
pengusaha kena pajak melalui mekanisme pengkreditan pajak masukan
terhadap pajak keluaran
3. Merupakan sama-sama pajak tidak langsung
• Seluruh literatur perpajakan dan para ahli pajak juga memiliki
kesimpulan yang sama yakni PPN dan GST sebenarnya merupakan
satu jenis pajak yang sama tetapi dengan penamaan yang berbeda
(International VAT/GST 2017)
• Value Added Tax dalam guidelines tersebut digunakan untuk mengacu
pada setiap pajak di suatu negara yang mengandung dasar PPN/GST
• ”you may have heard of the value added tax or VAT. This is another
name used for the GST, particularly in Europe…”(Min , The Essential
Guide to Malaysia GST 2015)
• Banyak juga negara yang memperlakukan PPN dan GST sebagai satu
jenis pajak dengan dua nama yang berbeda. Contohnya, di Singapura
yang ketika menjelaskan apa yang dimaksud dengan
GST ,menyebutkan bahwa di negara lain, GST dikenal dengan PPN
• Xu Yan menyebutkan dalam tulisannya Tax Notes International,
menyebutkan bahwa GST merupakan pajak yang diterapkan serupa
layaknya PPN di negara seperti Australia, Selandia Baru, dan Kanada
Pajak Konsumsi di Indonesia
• Pajak konsumsi merupakan bagian dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu pajak yang
dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
Pajak yang dikenakan atas pembelian maupun penjualan suatu barang dan/atau jasa kena
pajak
• Hanya saja, konsep dasar konsumsi itu tersendiri masih bersifat umum, yakni konsumsi
barang dan/atau jasa yang di dalamnya bisa saja termasuk jenis objek yang dikenakan PPN
ataupun jenis konsumsi yang dikenai jenis pajak lainnya.
• Artinya, jenis konsumsi ini bisa dikenakan pajak sesuai ketentuan Pemerintah Pusat
(Pempus) berupa PPN, ataupun justru dikenai jenis pajak lainnya yang secara khusus
pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini pajak daerah.
• Pajak yang biasanya akan dikenakan bagi para pengusaha yang memiliki jasa boga, catering,
rumah makan dan lain sebagainya. Dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan sudah
dijelaskan jika jasa boga maupun catering adalah jasa yang tidak akan dikenakan PPN.
Contoh Jenis Pajak Konsumsi di Indonesia
• PPN (Contoh: pembelian komputer)
• PPnBM (Contoh: pembelian mobil)
• PPh 23 (Contoh: pemberian jasa katering)
• PB1 (Contoh: pembelian makanan di restoran)
• Bea Masuk impor (Contoh: impor sepatu)
• Cukai Hasil Tembakau (Contoh: pembelian rokok)
• Cukai Etil Alkohol atau ETanol (Contoh: bahan baku obat-obatan)
• Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) (Contoh: bir)
• Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
18/PMK/010/2015 Pasal 1 ayat 1 dan 2 disebutkan:
1. Jasa boga atau katering termasuk jenis jasa yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan
minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk
proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di
lokasi yang diinginkan oleh pemesan.
• Disebutkan bahwa jenis jasa ini tidak dikenai PPN. Selain itu, jasa boga
atau katering yang dimaksud juga tidak melakukan penjualan di tempat
seperti toko, kios, dan sejenisnya.
• Ketentuan pajak konsumsi mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 pasal 1 ayat 6 huruf a, yang
mana menyebut jasa boga atau katering termasuk dalam jenis jasa
yang dikenakan PPh Pasal 23.
• Di sinilah yang menjadi kewajiban bendahara untuk memotong dan
menyetorkan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah jasa boga atau
katering. Namun, jika Anda tidak memiliki NPWP, maka besaran yang
harus dipotong mencapai 4% dari jumlah jasa boga atau katering.
Contoh Pajak Konsumsi di Indonesia
PT A menyelenggarakan rapat kerja untuk 50 peserta dengan harga paket konsumsi
sebesar Rp50.000 per orangnya.
Bagaimana perhitungan pajak konsumsinya?
Pertama, yang perlu dihitung adalah jumlah total pengeluaran untuk jasa boga atau
katering:
Rp50.000 x 50 orang = Rp2.500.000
Dari jumlah total di atas, dikenakan potongan PPh Pasal 23 sebesar 2% karena PT A
memiliki NPWP, maka perhitungannya:
Rp2.500.000 x 2% = Rp50.000
Namun, jika PT A tidak memiliki NPWP, besaran potongan PPh Pasal 23 sebesar 4%,
sehingga perhitungannya menjadi:
Rp2.500.000 x 4% = Rp100.000
Bea dan Cukai
• Kata atau istilah Bea memiliki pengertian yang berarti pungutan pajak.
Pungutan pajak ini ditetapkan oleh pemerintah dan diberlakukan atas barang
atau komoditas yang erat kaitannya dengan suatu kegiatan ekspor impor.
Tidak hanya itu, Bea ini juga diberlakukan bagi barang atau komoditas
tertentu yang dianggap perlu untuk dikenakan pajak.
• Bea juga dibedakan menjadi 2 (dua) model, yaitu Bea Masuk dan Bea Keluar.
• Apabila Bea merujuk kepada pungutan yang diberlakukan bagi barang yang
terkait dengan kegiatan ekspor impor, kata Cukai sendiri merupakan
pungutan yang dikelola oleh negara dan diberlakukan pada barang-barang
tertentu yang dimana barang-barang ini memiliki sifat dan karakteristik yang
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) terkait Cukai.
Cukai di Indonesia
Berdasarkan UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan, berikut ini merupakan barang dengan
sifat dan karakteristik yang tergolong ke dalam barang yang
dikenakan pajak Cukai, yaitu:
1.Etanol atau etil alkohol
2.Minuman dengan kadar etil alkohol
3.Produk tembakau, seperti cerutu, sigaret, rokok, daun
tembakau iris, dan hasil tembakau lainnya yang proses
pembuatannya tidak sesuai dengan himbauan dari
pemerintah.
Reference
Schenk, Alan., Oldman, Oliver. 2007. Value Added Tax: A Comparative Approach

James, Kathryn. 2015. The rise of value added tax. Cambridge University Press

Anda mungkin juga menyukai