Pendekatan yang Memadukan Pembagian Fungsi Pemerintahan dan Sumber Pembiayaannya 1. Kepada daerah diberikan sumber-sumber keuangan terlebih dahulu, baru berdasarkan sumber-sumber keuangan yang telah dimilikinya kepada daerah diserahkan fungsi-fungsi atau tugas-tugas tertentu untuk dilaksanakan (function follow money).
2. Fungsi-fungsi atau tugas-tugas pemerintahan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dibagi terlebih dahulu baru kemudian kepada daerah diberikan sumber-sumber keuangan yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi yang telah diberikan terlebih dahulu (money follow function). FUNGSI BUDGETAIR Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara (to raise government’s revenue). Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan (revenue function).
Karena itu, suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya
memenuhi asas revenue productivity.
Karena itu pula-lah, dalam menentukan kebijakan pajak, berlaku
second best theory. Jika suatu pajak sulit untuk dipungut – padahal potensinya (sangat) signifikan- maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan asas simplicity / ease of administration daripada asas equality, misalnya dengan menerapkan schedular taxation. FUNGSI REGULEREND Pada kenyataannya, pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur
(regulating/regulerend) guna tercapainya tujuan- tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah. Contoh Cukai (Excise) vs Eksternalitas Negatif Bea Masuk (Custom duties/ tariff) untuk proteksi infant Industri PPN Tidak Dipungut, PPN Ditanggung Pemerintah, PPN Dibayar Pemerintah Penurunan Tarif PPh OP Kenaikan PTKP Dan lain-lain Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung Pendekatan Secara Administratif dan Yuridis 1. Periodisasi Pemungutan ( Periodik dan Non Periodik)
Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. 6
PAJAK LANGSUNG PAJAK TIDAK LANGSUNG Dibebankan berdasarkan kemampuan membayar Dibebankan tanpa memperhatikan kondisi Wajib Pajak, (ability to pay) Wajib Pajak. Artinya, kondisi Wajib seperti besarnya penghasilan dan jumlah tanggungan. Pajak (individual circumstances) seperti besarnya Contohnya, cukai rokok dikenakan terhadap setiap orang penghasilan dan jumlah tanggungan menjadi salah yang membeli rokok. PPN dikenakan kepada orang yang satu faktor penentu besarnya beban pajak (tax menkonsumsi BKP. burden) Beban pajak tidak dapat dialihkan. Pemungutan pajak Beban pajak dapat dialihkan-seluruhnya atau sebagian- langsung secara otomatis akan mengurangi Take kepada pihak lain. Bentuk pengalihan beban pajak ini Home Pay Wajib Pajak. bisa Forward Shifting atau Backward Shifting. This split depends upon the nature of the past and …tax on consumers is collected from businesses: it is present administrative arrangements for assessment the indirect tax. and collection of the tax. If the tax is actually Seperti Pajak Penjualan -atau Pajak Pertambahan Nilai assessed on and collected from the individuals yang diterapkan di Indonesia- meskipun yang who intended to bear it, it is called a direct tax. menanggung beban pajak adalah konsumen (jika Jadi, pada umumnya yang menghitung, menyetorkan forward shifting), tetapi yang memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terhutang adalah WP itu dan melaporkan pajak yang terhutang adalah PKP sendiri. (dengan pertimbangan efficiency, dll) Secara administratif, ada periodisasi pemungutan Bisa terhutang setiap saat. Misalnya pembeli BKP di pajak (dibayar dan dilaporkan dalam satu periode Supermarket harus membayar PPN pada saat itu juga- seperti Tahun).Hal ini sejalan dengan pengertian saat ia membeli barang. Begitu juga importir -harus penghasilan yang menggunakan Accreation Concept. membayar Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN Jadi tambahan kemampuan ekonomis tsb dihitung Impor, PPn BM dan PPh Pasal 22 pada saat mengimpor dalam suatu periode. barang. Jadi tidak menunggu sampai akhir bulan atau akhir tahun.
Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. 7
PAJAK SUBYEKTIF dan PAJAK OBYEKTIF
Pajak subjektif adalah pajak yang
memperhatikan keadaan wajib pajak, yaitu untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut dengan ability to-pay-nya. Besarnya ability to-pay seseorang tidak hanya berdasarkan faktor penghasilan, konsumsi atau kekayaan, tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti jumlah tanggungan dari Wajib Pajak.
Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. 8
KEBIJAKAN PAJAK Kebijakan Fiskal Dalam Arti Sempit : kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan sebagai tax base, siapa-siapa yang dikenakan pajak-siapa- siapa yang dikecualikan, apa-apa yang akan dijadikan sebagai obyek pajak-apa-apa saja yang dikecualikan, bagaimana menentukan besarnya pajak yang terhutang dan bagaimana menentukan prosedur pelaksanaan kewajiban pajak terhutang. HUKUM PAJAK • Hukum Pajak merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara. • Hukum Pajak merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak. Hukum Pajak Material
Hukum pajak material membuat norma-norma yang
menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siap-siapa yang harus dikenakan pajak-pajak ini, berapa besar pajaknya, dengan perkataan lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan pula hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak , Hukum Pajak Material (2) Sebagai contoh, dalam UU PDRD Tahun 2009 ditetapkan : 1. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran. (Pasal 38 ayat 1) 2. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran. (Pasal 38 ayat 2) 3. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran. (Pasal 37) 4. Tarif Pajak Restoran paling tinggi 10 % (Pasal 40) Objek Pajak Objek Pajak Syarat mutlak untuk dapat mengenakan pajak adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh Wajib Pajak. Objek pajak pada dasarnya merupakan manifestasi taatbestand (keadaan nyata). Dengan demikian, taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak. (Brotodihardjo, 1993) Kewajiban pajak dari Wajib Pajak (secara objektif) muncul apabila memenuhi taatbestand. Subjek Pajak & Wajib Pajak Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat objektif. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangan diwajibkan melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk orang atau badan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari subjek pajak. Objek Pajak : “ Manifestasi Taatbestand (keadaan yang nyata)” Taatbestand: “keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak. (Brotodihardjo, 1993) Subjek Pajak & Wajib Pajak Siapa saja (orang pribadi / badan) yang memenuhi syarat objektif yang ditentukan oleh peraturan Wajib pajak daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang- undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak. Tax Formula Secara umum, pajak diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut: Pajak Terutang = Tarif Pajak x DPP DPP = Dasar Pengenaan Pajak Dalam Hukum Pajak Material diatur mengenai:
Obyek pajak, keadaan-keadaan, perbuatan-
perbuatan dan peristiwa hukum yang dapat dikenakan pajak (Obyek Pajak), Subyek pajak yaitu siapa saja yang dapat dikenakan pajak atau diwajibkan melaksanakan kewajiban perpajakan (Subyek Pajak), Besarnya pajak yang terhutang (Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak). Saat Terutang Pajak (1) Pajak terutang merupakan pajak yang harus dibayar oleh WP pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau bagian tahun pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kapan pajak terutang? 1. Paham Formal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) 2. Paham Material terpenuhinya taat bestand Pasal 12 UU No 28 Tahun 2007 tentang KUP (1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Saat Terutang Pajak (2) Pajak terutang pada saat terjadinya peristiwa atau kejadian atau perbuatan yang memenuhi syarat pajak terutang yang ditentukan dalam peraturan yang berlaku. Contoh: Saat terutang BBNKB adalah pada saat terjadi penyerahan kendaraan bermotor Ketentuan Material Dalam UU No 28 Tahun 2009 tidak dinyatakan secara tegas tentang saat terutang pajak. Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal adalah peraturan undang-
undangan yang mengatur tentang prosedur pelaksanaan yang berkenaan dengan pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban perpajakan. Hukum pajak formal merupakan hukum yang mengejawantahkan hukum pajak material. Contoh Hukum Pajak Formal Tata cara pendaftaran Wajib Pajak, Kewajiban pembukuan, Tata cara penyetoran pajak, Tata cara pelaporan, Tata cara penetapan utang pajak, hapusnya utang pajak, Tata cara penagihan utang pajak, Tata cara pengajuan keberatan pajak, pengajuan restitusi dan lain-lain, Pengaturan berbagai sanksi dan hak serta kewajiban Wajib Pajak maupun pihak fiskus TIMBULNYA HUTANG PAJAK
Menurut Paham Formal Menurut Paham Material
hutang pajak timbul karena hutang pajak timbul karena
perbuatan fiskus, yaitu terpenuhinya taatbestand. menerbitkan surat ketetapan Artinya, jika ketentuan dalam pajak. Undang-undang terpenuhi, maka Wajib Pajak harus melaksanakan kewajiban perpajakan (antara lain membayar pajak yang terhutang). tanpa harus menunggu terbitnya surat ketetapan pajak Pengertian Administrasi Pajak Menurut Nowak (1970) Sempit: penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat wajib pajak. Luas: dipandang sebagai (1) Fungsi, (2) Sistem, dan (3) Lembaga Fungsi: fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan oengendalian perpajakan Sistem: seperangkat unsur yaitu peraturan perundang- undangan, sarana dan prasarana, dan wajib pajak yang saling berkaitan secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu Lembaga: institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan pross pemajakan Administrasi Pajak mengandung tiga pengertian, yaitu:
1. Suatu instansi atau badan yang mempunyai
wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak. 2. Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yangn bekerja pada instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak. 3. Proses kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak yang ditatalaksanakan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai sasaran yang telah digariskan dalam Kebijakan Perpajakan, berdasarkan sarana hukum yang ditentukan oleh Undang-Undang Perpajakan dengan efisien. Tujuan Administrasi Pajak
Mendorong terjadi suatu kepatuhan pajak
secara sukarela (voluntary tax compliance). Hal tersebut akan dicapai jika administrasi pajak secara tegas menunjukkan dapat mendeteksi dan menangkap para Wajib Pajak yang tidak menjalankan kewajibannya atau tidak patuh dan juga menerapkan sanksi sesuai dengan aturan yang ada tanpa ada pengecualian. (Carlos A.Silvani) Dasar-dasar Administrasi Perpajakan yang Baik
1. Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan
undang-undang yang memudahkan bagi Administrasi dan memberi kejelasan pada WP. 2. Kesederhanaan akan mengurangi penyelundupan pajak. Kesederhanaan baik dalam perumusan yuridis, yaitu memberikan kemudahan untuk dipahami, maupun kesederhanaan untuk dilaksanakan oleh aparat dan pemenuhan kewajiban oleh wajib pajak. (R. Mansury) PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Konsep Pajak Jenis Pajak berdasarkan otoritas pemungut: 1. Pajak Pusat 2. Pajak Daerah
Beberapa konsep Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo, 2009, p.12). PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Pajak Daerah merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya (Luthfi, 2006, p. 3) Jenis Pajak Daerah Pajak Propinsi : ( Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, Bea balik nama kendaraan bermotor, Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, Pajak Rokok) Pajak Daerah Kabupaten/Kota : ( Pajak hotel, pajak restaurant, Pajak reklame, pajak hiburan, pajak parker, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian, PBB, BPHTB)
Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. 28
Manfaat Pembedaan Pajak Pusat dan Daerah Pembedaan Pajak Pusat dan Pajak daerah umumnya dilakukan untuk menentukan kewenangan pemungutan pajak dan pemanfaatan/penggunaannya serta untuk menghindari adanya pajak berganda. Pada umumnya, pajak yang sudah dipungut oleh pemerintah pusat, tidak lagi dipungut oleh pemerintah daerah, begitu juga sebaliknya. Dalam pemungutan PPN di Indonesia misalnya, pemerintah pusat tidak menjadikan makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan dan sejenisnya, karena menghindari pajak berganda dengan Pajak Daerah.
Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si. 29
PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Pajak Daerah menurut Davey sebagaimana dikutip oleh Prakosa yaitu : (Prakosa dan Kembang, 2003, p. 2) a) Pajak yang dipungut oleh Pemda berdasarkan peraturan dari daerah itu sendiri. b) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah. c) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan Pemerintah Pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. d) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat, tetapi hasil pungutannya diberikan kepada Pemerintah Daerah. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Teresa Ter-Minassian memandang bahwa pajak daerah yang baik harus diiringi dengan sistem desentralisasi pengeluaran publik yang memadai. Dalam menentukan pajak akan dikenakan di daerah atau di pusat harus memperhitungkan kriteria-kriteria yang sesuai apakah pajak dapat dikenakan di daaerah atau dengan pilihan pajak itu harus dikenakan di pemerintah pusat. Ada beberapa kriteria yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan pajak daerah, seperti, apabila di dalam pemungutan pajak mempengaruhi distribusi pendapatan secara umum atau secara luas, maka pajak tersebut harus dipungut oleh pemerintah pusat. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Hal ini di maksudkan agar di dalam pemungutan pajak akan tercipta kestabilan perekonomian di negara bersangkutan, Pajak daerah harus mempunyai kejelasan, dan Pajak daerah seharusnya dapat menciptakan pendapatan daerah agar tidak terjadi ketidakseimbangan fiskal yang cukup besar secara vertikal dan pajak daerah harus memiliki administrasi yang mudah dijalankan agar dapat tercipta kelancaran (1997, hal 53) PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Menurut Bird (2000, p.15), ada dua prinsip utama yang disarankan dalam penyerahan kewenangan penerimaan ke pemerintah daerah. Pertama, pendapatan dari “sumber sendiri” paling tidak cukup untuk memungkinkan daerah-daerah kaya untuk membiayai sendiri pelayanan lokal, terutama yang mempunyai manfaat bagi masyarakat setempat. Kedua, sedapat mungkin penerimaan- penerimaan daerah dapat dipungut hanya dari masyarakat setempat, terutama yang manfaatnya mereka terima dari pelayanan pemerintah daerah. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Sifat-sifat penting dari sumber-sumber daerah yang dianggap ideal: 1) Basis (objek) pajak relatif tidak dapat berpindah, untuk memungkinkan pejabat daerah menyesuaikan tarif tanpa harus mengorbankan basis pajak mereka 2) Penerimaan pajak harus dapat menutupi kebutuhan lokal dan bersifat dinamis (yaitu, dapat dikembangkan paling tidak sama cepatnya dengan kebutuhan peningkatan) 3) Penerimaan pajak harus relatif stabil dan relatif dapat diproyeksikan dengan baik 4) Beban pajak diupayakan agar tidak dialihkan ke daerah lain 5) Basis (objek) pajak harus dapat dilihat untuk kepentingan akuntabilitas 6) Pajak harus dianggap adil oleh wajib pajak PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Untuk menilai berbagai pajak daerah yang ada, terdapat beberapa tolak ukur untuk menilai Pajak Daerah yaitu : (Devas, 1989, p. 61) Hasil (Yield) Memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas, dan mudah tidaknya memperkirakan besar hasil itu, serta elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk, dan sebagainya. Disamping itu perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut. Keadilan (Equity) PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang. Pajak bersangkutan harus adil secara horisontal, artinya beban pajak haruslah sama benar antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama. Harus adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar memberikan sumbangan yang lebih besar daripada kelompok yang tidak banyak memiliki sumberdaya ekonomi. Dan pajak itu haruslah adil dari tempat ke tempat, dalam arti hendaknya tidak ada perbedaan– perbedaan besar dan sewenang–wenang dalam beban pajak dari satu daerah ke daerah lain, kecuali jika perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan masyarakat. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Daya Guna Ekonomi (Economic Efficiency) Pajak hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi. Mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung, dan memperkecil “beban lebih” pajak Kemampuan Melaksanakan (Ability to Implement) Suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemauan tata usaha. Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Suitability as a Local Revenue Source) PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Sidik (2002, p.2) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria-kriteria umum tentang perpajakan daerah yaitu: a) Prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya dapat mudah naik turun mengikuti naik atau turunnya tingkat pendapatan masyarakat. b) Adil dan merata secara vertikal, artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat dan horizontal, artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat, sehingga timbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP c) Administrasi yang fleksibel, artinya sederhana, mudah dihitung, dan pelayanan memuaskan bagi Wajib Pajak. d) Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan kesadaran untuk membayar pajak. e) Non-distorsi terhadap perekonomian, implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbulkan pengaruh terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan beban baik bagi konsumen maupun produsen. Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan (extra burden) yang berlebihan sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Sidik (2007, hal 224) menulis beberapa prinsip mengenai pajak daerah yang baik : 1) Pajak daerah harus sesuai dan berkembang sesuai dengan kondisi di wilayah tersebut namun dengan tingkat mobilisasi yang rendah, 2) pajak harus diterima baik di tingkat nasional maupun regional, 3) Pajak tidak boleh tumpang tindih atau double taxation, 4) Ada kebijaksanaan dalam menghindari tarif pajak yang sangat tinggi yang dapat menciptakan distorsi ekonomi, 5) Pajak daerah tidak boleh merugikan kebijakan ekonomi nasional. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Antara pajak umum dan pajak daerah (terutama yang mengenai asas-asas hukumnya) dapat dikatakan tidak ada perbedaannya yang prinsip. Namun demikian, berlainan dengan adanya fungsi mengatur yang sering terdapat pada pajak umum, pajak daerah mempunyai asas yang menyatakan, bahwa pungutan pajak daerah tidak boleh merupakan rintangan keluar masuknya atau pengangkutan barang dari atau ke dalam wilayah daerah. PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Perbedaan antara pajak negara dan pajak daerah terletak pada sumber bagi pemungutan pajak, yaitu sumber bagi pemungutan pajak negara relatif tidak terbatas, sedangkan objek-objek yang dapat dikenakan pajak daerah terbatas jumlahnya. Hal tersebut berarti objek yang telah menjadi sumber bagi suatu pungutan pajak negara tidak boleh dipergunakan lagi. Dalam hal suatu pungutan pajak oleh daerah akan merupakan suatu pajak ganda, maka daerah hanya dapat memungut tambahan (atau opsen) saja atas pajak yang dipungut oleh negara itu (Brotodiharjo, 2003, p. 107). PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Adapun kriteria-kriteria Pajak Daerah yang baik (good local taxes) yang dikemukakan oleh Bird yaitu : (1999, p. 1) That easy to administer locally; Imposed solely (or mainly) on local resident; That do not raise problem of ‘harmonization’ or ‘competition’ between subnational government or between sub PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP Untuk menilai potensi pajak sebagai penerimaan daerah diperlukan beberapa kriteria (Davey, 1988, p. 40 – 47) memberikan pandangannya atas kriteria tersebut, yaitu : a) Kecukupan dan Elastisitas b) Sumber tersebut harus menghasilkan pendapatan yang besar dalam kaitannya dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang akan dikeluarkan. Kalau biaya meningkat maka pendapatan juga harus meningkat c) Keadilan d) Prinsipnya adalah beban pengeluaran Pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan PAJAK DAERAH: TEORI & KONSEP e) Kemampuan Administratif Administrasi perpajakan harus mempertimbangkan pembebanan yang adil atau desentralisasi fiskal. Dalam upaya administratif, Pemerintah Daerah harus memperhatikan banyak aspek yang berhubungan dengan kemampuan daerah memajaki suatu jenis pajak daerah f) Kesepakatan Politis Kesepakatan politis diperlukan dalam mengenakan pajak, menetapkan pajak, menetapkan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan, memungut pajak secara fisik, dan memaksakan sanksi terhadap para pelanggar. PRINSIP PENGATURAN (1) Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan dalam penyusunan UU ini, yaitu: 1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional. 2. Jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-undang (Closed-List). 3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang. PRINSIP PENGATURAN (2) 4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang- undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah. 5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi. Sistem Penetapan Pajak Terdapat 2 (dua) sistem penetapan pajak daerah, yaitu: Self Assessment dan Official Assessment official assessment : pajak dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh WP. Self Assessment WP memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan mempergunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Daerah (SKPDKB), dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) Pemungutan Pajak Pasal 96 (1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. (2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan. (3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. (4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa karcis dan nota perhitungan. (5) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT. Pemungutan Pajak Pasal 97 (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan: a. SKPDKB dalam hal: 1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat an; 3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Pemungutan Pajak Pasal 97 (2)Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. (3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Pemungutan Pajak Pasal 97 (4)Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. (5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Surat Tagihan Pajak Pasal 100 (1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika: a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak Pasal 100 (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. (3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD. Tata Cara Pembayaran & Penagihan Pasal 101 (1) Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. (2) SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Tata Cara Pembayaran & Penagihan Pasal 101 (3) Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Penagihan Dalam hal WP tidak membayar pajak, akan dilakukan tindakan penagihan.
Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan
agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memebritahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, penyanderaan dan menjual barang yang disita. (UU No 19 tahun 2000 Tentang Perubahan UU No 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pasal 1 angka 9) Penagihan Pasal 102 (1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. (2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sumber : Bird, Richard M. 2000. Taxation in Developing Countries Fourth Edition (terjemahan). Baltimore and London : The John Hopkins University Press. Brotodiharjo, R. Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : PT. Redika Aditama. Davey, Kenneth. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Jakarta : UI Press Devas, Nick, Brian Binder, Anne Both, Kenneth Davey, dan Roy Kelly. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto. 2004. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing. Mardiasmo, 2005. Perpajakan. Yogyakarta : Andi. _________, 2009. Perpajakan (Edisi Revisi Tahun 2009). Yogyakarta : Andi.