Anda di halaman 1dari 14

Prosa Fiksi Periode

1920, 1933 & 1945


Dewi Kusuma, S.S., M.Pd.
Masalah Periodisasi

• Rachmat Djoko Pradopo dalam bukunya kritik


sastra modern (2002) membagi periodi sastra
menjadi:
1. Periode 1920-1933 (Balai Pustaka)
2. Periode 1933-1942 (Pujangga Baru)
3. Periode 1942-1955 (Angkataan 45)
4. Periode 1955-1976 (Periode Kritik Sastra)
5. Periode 1976-1986 (Periode 1990an)
6. Periode 2000 dan sesudahnya
Periode 1920-1933 (Periode Balai Pustaka)

1. Ciri-ciri tematik
a. Problem yang dikemukakan problem adat
b. Pertentangan kaum tua melawan kaum muda (bangsawan
keturunan dengan bangsawan sekolah.
c. Tokoh dan latar kejadian bukan lagi istana kerajaan.
d. Tema Pendidikan (didaktik)
e. Menggambarakan kisah cinta yang romantis dengan
ungkapan bahasa yang puitis
f. Setting fisik dan sosial bersifat kedaerahan
g. Akibat penciptaan roman yang Panjang banyak dilukiskan
digresi (lenturan)/ bertele-tele
2. Ciri-ciri cara penceritaan
a. Banyak digunakan Bahasa klise dalam penggambaran kecantikan gadis-gadis dan
keindahan alam
b. Banyak diigunakan surat-surat panjang sebagai sarana hubungan cinta antara pemuda
dan gadis yang saling jatuh cinta
c. Adanya sisipan cerita yang Panjang dan berisi nasihat tokoh tua kepada tokoh muda
(mewakili nasihat pengarang)
d. Sudut pandang pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga (diaan) yang
sangat tepat untuk mengungkapkan Pendidikan.
e. Watak tokoh dilukiskan sederhana atau hitam putih.
f. Masih menggunakan bahasa melayu
3. Pengarang-pengarang penting
a. Marah Rusli : Roman Siti Nurbaya
b. Abdul Moeis : Roman Salah Asuhan
c. Tulis Sutan Sati : Prosa Liris Sabai Nan Aluih

4. Pengarang-pengarang lain:
d. Mireri Siregar : Azab dan Sengsara
e. Hamka : Tenggelamkanya Kapal Van Der Wijk, Di bawah Lindungan
Ka’bah
f. Nut’ sutan Iskandar : Salah Pilih
Periode 1933-1942 (Periode Pujangga Baru)

● Pada periode ini banyak diciptakan puisi


● Dalam periode ini hanya dibahas 2 karya puncak dari dua
sastrawan, yaitu Layar Terkembang karya Sutan Takdir
Alisyahbana dan Belenggu Karya Armijn Pane (kedua
pengarang ini juga menulis dan membukukkan puisi)
● Ciri tematik yang dikemukakan dalam novel-novel periode ini tidak lagi kedaerahan,
namun sudah menyatakan ciri keindonesiaan (nasionalisme). Manusia yang dilukiskan
adalah manusia Indonesia dengan kebudayaan nasional.
1. Problem yang dikemukakan adalah problem manusia terpelajar di kota baik dari satu
keluarga atau antarkeluarga.
2. Naafas nasionalisme muncul dan problem kedaerahan tidak muncul lagi
3. Tokoh watak dilukiskan sudah maju dan menuntut hak-haknya sebagai manusia yang
sejajar dengan pria
4. Watak tokoh-tokoh menampakkan sifat nasionalisme dan lebih komplek dibandingkan
dengan watak tokoh-tokoh pada periode Balai Pustaka.
● Ciri-ciri sintatik/Ekspresi
1. Watak tokoh lebih unik, namun dideskripsikan tidak berkepaanjangan seperti pada periode
Balai Pustaka. Lukisan watak dilengkaapi dengan cara dramatiss
2. Alur progresif seperti dalam periode Balai Pustaka masih digunakan. Tekniknya lebih
objektif
3. Gaya romantik
4. Bahasa klise telah ditinggalkan. Bahasanya lebih komunikatif dan singkat
5. Digresi (adegan tambahan) telah ditidakan, karena itu ceritanya lebih intens
6. Penggunaan kata-kata asing dalam bahasa Belanda dan sedikit Inggris menunjukkan
kemodernitas dan untuk kekuatan setting cerita
Periode Angkatan 45 (1942-1955)

● Pada periode ini banyak pengarang terkemukan yang tampil,


seperti Idrus, Achdiat Kartamihardja, Mochtar Lubis, dan
Pramudya Ananta Toer.
● Ciri-ciri tematis:
1. Kehidupan masyarakat dengan masalah dan problemanya banyak diketengahkan
dalam lingkup yang luas dan kompleks, seperti sosial, ekonomi, percintaan,
keluarga, masyarakaat dan kemiskinan hidup.
2. Kesengsaraan hidup masyarakat banyak dikaitkan dengan peperangan,
kepincangan sosial, tidak adanya keadilan dan perikemanusiaan, dan adanya
kesewenang-wenangan.
3. Gagasan-gagasan individu banyak muncul dan dikaitkan dengan pemecahan
problema individual maupun problem sosial.
4. Pada kurrun waktu 1942-1945 banyak ditulis impian-impian tentang kemerdekaan,
cerita-cerita simbolik tentang kemenangan Indonesia dan kekalahan Belanda.
5. Aliran realisme dan naturalism banyak dijumpai
6. Kisah-kisah tentang peperangan memunculkan sikap patriotik
dan kebanggan, namun juga sikap sinis terhadap pahlawan
palsu yag bersikap jagoan di zaman aman dan pengecut di
masa peperangan.
7. Nilai kemanusiaan benar-benar diperjuangkan dan diletakan
pada tingkat yang tinggi
● Ciri-ciri sintaktik
1. Analisis kejiwaan tokoh-tokohnya lebih ditonjolkan daripada analisis fisik
2. Mulai ditulis alur “flashback”” umpan balik yang dipelopori oleh Achdiat Kartamihardja
dengan karyanya yang berjudul Atheis.
3. Alur cerita kebanyakan padat. Karena itu, tidak ada lenturan (digresi)
4. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia modern yang kadang-kadang diselingi
bahasa Belanda dan dialek kedaerahan. Banyak karya bergaya sinisme dan ironi .
5. Bahasnya padat dan ekspresif meninggalkan ungkapan-ungkapan klise
6. Mulai banyak ditulis novel- novel pendek (pelopornya Idrus) dan cerpen
● Para Pengaraang
1. Idrus : Novel pendek Ave Maria
2. Achdiat KartaMihardja : Roman Atheis
3. Mochtar Lubis : Novel Jalan Tak Ada Ujung
4. Harijadi S. Hartowardojo : Novel orang buangan
5. Ajib Rosidi : Roro Mendut
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai