Anda di halaman 1dari 78

Sejarah Al-Quran

A. Wahyu dan proses


turunnya
Imam Zarqani dalam karyanya Manahil Irfan fi Ulum Al-
Qur’an menjelaskan bahwa ada empat karakter makna
wahyu yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Pertama, wahyu mempunyai makna ilham yang bersifat
fitri. Sebagaimana firman Allah dalam
 QS al-Qashash ayat 7:
، ‫َو َأْو َح ْيَنٓا ِإَلٰٓى ُأِّم ُم وَس ٰٓى َأْن َأْر ِض ِع يِهۖ َفِإَذ ا ِخ ْفِت َع َلْيِه َفَأْلِقيِه ِفى ٱْلَيِّم َو اَل َتَخ اِفى َو اَل َتْح َز ِنٓى‬
‫ِإَّنا َر ٓاُّد وُه ِإَلْيِك َو َج اِع ُلوُه ِم َن ٱْلُم ْر َسِليَن‬
Artinya: “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah
dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka
jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu,
dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul’.”
Kedua, kata wahyu dalam Al-Qur’an berkaitan dengan
naluri pada binatang, seperti dalam QS an-Nahl 68-69
‫ ُثَّم ُك ِلي‬، ‫َو َأْو َح ى َر ُّبَك ِإَلى الَّنْح ِل َأِن اَّتِخِذ ي ِم َن اْلِج َباِل ُبُيوًتا َو ِم َن الَّش َج ِر َو ِمَّم ا َيْع ِرُش وَن‬
‫ِم ْن ُك ِّل الَّثَم َر اِت َفاْس ُلِكي ُسُبَل َر ِّبِك ُذُلال َيْخ ُرُج ِم ْن ُبُطوِنَها َش َر اٌب ُم ْخ َتِلٌف َأْلَو اُنُه ِفيِه ِش َفاٌء‬
‫ِللَّناِس ِإَّن ِفي َذ ِلَك آلَيًة ِلَقْو ٍم َيَتَفَّك ُروَن‬
Artinya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah,
‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon
kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia’.”
Ketiga, kata wahyu mempunyai arti bisikan jahat, baik
bersumber dari setan, jin, maupun manusia. Surat al-An’am
ayat 112
‫َو َك َٰذ ِلَك َج َع ْلَنا ِلُك ِّل َنِبٍّي َع ُد ًّو ا َش َياِط يَن اِإْل ْنِس َو اْلِج ِّن ُيوِح ي َبْع ُضُهْم ِإَلٰى َبْع ٍض ُز ْخ ُرَف‬
‫اْلَقْو ِل ُغ ُروًرا َو َلْو َش اَء َر ُّبَك َم ا َفَع ُلوُه َفَذ ْر ُهْم َو َم ا َيْفَتُروَن‬
Artinya: ““Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap
nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia
dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
Keempat, kata wahyu yang bermakna memberikan isyarat,
tanda dan simbol yang terdapat dalam Surat al-Maryam
ayat 11:
‫َفَخ َرَج َع َلٰى َقْو ِمِه ِم َن اْلِم ْح َر اِب َفَأْو َح ٰى ِإَلْيِهْم َأْن َس ِّبُحوا ُبْك َر ًة َو َع ِش ًّيا‬
Artinya “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu
ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu
bertasbih di waktu pagi dan petang”.
Proses turunnya wahyu pada Nabi melalui dua cara.
Pertama adalah al-inzâl, yakni proses turunnya Al-Qur’an
yang diyakini berasal dari lauhul mahfudh ke langit dunia.
Kedua adalah at-tanzîl, yakni proses turunnya Al-Qur’an
yang dilakukan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬.
menurut ulama ada tiga kategori proses turunnya wahyu
kepada Nabi Muhammad.
Pertama dengan cara ilham. Cara ini adalah salah satu
pengalaman Nabi ketika dalam keadaan terjaga maupun
tidur
kedua adalah secara langsung, dan hal ini hanya sekali
ketika Nabi mi’raj, di mana Nabi menerima perintah
langsung tanpa perantara malaikat Jibril.
Ketiga yang sering Nabi terima—adalah melalui perantara
malaikat Jibril. Jibril menyampaikan wahyu Allah berupa
makna (“ide”), kemudian Nabi mengungkapkan sendiri
sendiri lafadhnya.
Al-Qur’an memberikan argumentasi bahwa Al-Qur’an telah
tertanam dalam hati Nabi, sebagaimana QS as-Syu’ara ayat
192-195
 ، ‫ َع َلى َقْلِبَك ِلَتُك وَن ِم َن اْلُم ْنِذ ِريَن‬، ‫ نزَل ِبِه الُّر وُح األِم يُن‬، ‫َو ِإَّنُه َلَتنزيُل َر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
‫ِبِلَس اٍن َع َر ِبٍّي ُم ِبيٍن‬
 Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun
oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa
Arab yang jelas.”
B. Asbabun Nuzul

 Asbābun Nuzūl : ‫اسباب النزول‬, Sebab-sebab Turunnya


(suatu ayat). Asbabun nuzul membahas mengenai latar
belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat
Alquran diturunkan.
Proses nuzul alquran

 Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad Saw


secara berangsur-angsur. Setiap Al-Qur’an turun,
Rasulullah langsung mengajarkan ayat-ayat tersebut dan
langsung mengajarkan kepada para sahabatnya dan
mereka menghafalkannya di luar kepala. Selanjutnya
para sahabat yang hafal Al-Qur’an disuruh pula oleh
Rasulullah untuk mengajarkannya kepada yang lain.
 Pada masa Rasulullah, para sahabat pun menuliskan
ayat-ayat yang turun pada daun-daun, pelepah-pelepah
kurma, kepingan batu, kulit-kulit binatang, tulang
binatang dan sebagainya. Sahabat yang bisa menulis Al-
Qur’an yang paling banyak menulisnya adalah Zaid bin
Tsabit. Tulisan yang ditulis oleh para penulis wahyu itu
disimpan di rumah Rasulullah. Disamping itu mereka
juga menulis untuk mereka sendiri.
 Penulisan Al-Qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada
saat Rasulullah masih hidup, karena setiap ayat Al-
Qur’an turun, Rasulullah menyuruh untuk menuliskan
ayat-ayat tersebut dan kemudian juga menyuruh untuk
dikumpulkan.
 Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Utsman
ibn Affan bahwa, apabila diturunkan kepada nabi
sesuatu wahyu, beliau memanggil sekretaris untuk
menulisnya kemudian bersabda “Letakkanlah ayat itu
dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu.”
Kodifikasi Al-Qur’an pada masa
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq

Setelah Rasulullah meninggal, Abu Bakar diangkat menjadi


khalifah.
Melihat banyak sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur,
timbullah hasrat Umar Ibnul Khattab untuk meminta
kepada Abu Bakar agar Al-Qur’an dikumpulkan. Beliau
khawatir Al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang kalau
hanya dihafal saja, karena para penghafalnya kian
berkurang. Akhirnya setelah Umar menjelaskan latar
belakangnya dan Abu Bakar merenung dan berpikir, maka
dikirimlah surat kepada Zaib bin Tsabit, seorang penulis
wahyu. Kemudian Zaid menghadap Abu Bakar dan Umar
untuk mendengarkan apa yang dikehendaki oleh keduanya.
 Zaid bin Tsabit dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh beberapa sahabat lain diantaranya : Ubay ibn Kalb,
Ali ibn Abi Thalib dan Usman ibn Affan. Mereka adalah
penghafal Al-Qur’an yang berulangkali mengadakan
pertemuan dan mereka mengumpulkan tulisan-tulisan
yang mereka tuliskan di masa nabi. Maka dalam usaha
badan ini terkumpul didalam shuhuf dari lembaran-
lembaran kertas.
Kodifikasi pada masa Khalifah
Umar bin Khattab r.a

 Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf-shuhuf itu dipegang


Umar r.a. Menurut suatu riwayat Umar menyuruh
menyalin Al-Qur’an dari shuhuf-shuhuf itu pada suatu
sahifah (lembaran).
 Sesudah Umar wafat shuhuf atau sahifah itu disimpan
oleh anak beliau Hafshah. Nyatalah dari berbagai
riwayat, bahwa Zaid ibn Tsabit menyempurnakan
pentadwinan shuhuf dimasa Abu Bakar sendiri.
 Dan nyata pula dari berbagai riwayat, bahwa yang
menyimpan shuhuf itu, ialah khalifah. Mula-mula Abu
Bakar, sesudah itu Umar dan sesudahnya, Hafshah.
Adapun sebabnya disimpan oleh Hafshah, tidak oleh
Utsman sebagai khalifah, karena :
a. Hafshah itu istri rasul dan anak khalifah.
b. Hafshah itu seorang yang pandai menulis dan pandai
membaca
Kodifikasi Al-Qur’an di masa
Khalifah Utsman ra
 Sesudah beberapa tahun berlalu dari pemerintahan
Utsman timbullah usaha dari para sahabat untuk
meninjau kembali shuhuf-shuhuf yang telah ditulis oleh
Zaid bin Tsabit.
 Diriwayatkan oleh Bukhary dari Anas, bahwa Hudzaifah
Ibnul Yaman datang kepada Utsman karena melihat
hebatnya perselisihan dalam soal qiraat. Hudzaifah
meminta kepada Utsman supaya lekas memperbaiki
keadaan itu, lekas menghilangkan perselisihan bacaan
agar umat Islam jangan berselisih mengenai kitab
mereka, seperti keadaan orang-orang Yahudi dan
Nashara.
 Shuhuf yang disimpan Hafshah itulah yang mewarnai
mushaf pertama yang dijadikan sebagai pegangan. Oleh
karena itulah tidak terdapat perselisihan antara Zaid
dengan Sa’id sedikitpun, keduanya menemukan apa
yang terkumpul sejak masa Abu Bakar dan Umar. Itulah
mushaf yang dibukukan Utsman, upaya kedua sesudah
Abu Bakar dan dapat disaksikan masyarakat luas.
Dengan demikian khalifah dapat mengatasi benih-benih
perpecahan dikalangan umat dalam masalah bacaan Al-
Qur’an.
Para sahabat lainpun menerima seruan Utsman ini untuk
mengikuti mushaf standar dan membakar mushaf selainnya.
Dengan demikian umat Islam sepakat terhadap mushaf
Utsman.
Badan ini menyalin beberapa mushaf kemudian dikirimkan
ke Mekkah sebuah, ke Kufah sebuah, ke Bashrah sebuah, ke
Yaman sebuah dan sebuah lagi ke Syam. Sedang salinan
yang asli tinggal pada Utsman sendiri.
Kemudian Utsman memerintahkan supaya disita segala
shuhuf dalam masyarakat, kecuali shuhuf yang ditulis oleh
sahabat besar seperti mushaf Ali bin Abi Thalib, Abdullah
bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab
Dari mushaf Utsman itulah kaum muslimin di seluruh
pelosok dunia menyalin Al-Qur’an. Abu Bakar dan Umar
pada waktu itu tidak menyuruh untuk menyalin shuhuf-
shuhuf itu sebagai shuhuf yang asli bukan untuk
dipergunakan oleh orang-orang yang mau
menghafalkannya. Karena para sahabat yang telah belajar
Al-Qur’an dari nabi masih banyak yang hidup bahkan yang
hafal seluruh Al-Qur’an pun masih banyak. Badan yang
dibentuk oleh Utsman untuk menyalin mushaf itu
menjalankan tugasnya hingga selesai tahun 25 H sampai 30
H.
Al-Qur’an sesudah Khalifah Utsman
dan permulaan Al-Qur’an dicetak

Dari nash-nash yang dikirim Utsman itu umat Islam


menyalin Al-Qur’an untuk mereka masing-masing dengan
sangat hati-hati, hemat dan cermat. Abdul Aziz ibn Marwan
gubernur Mesir, setelah menulis mushafnya, menyuruh
orang memeriksa seraya berkata: “Barangsiapa dapat
menunjukkan barang sesuatu kesalahan dalam salinan ini,
diberikan kepadanya seekor kuda dan 30 dinar”. Diantara
yang memeriksa itu ada seorang qari yang dapat
menunjukkan suatu kesalahan, yaitu perkataan najah
padahal sebenarnya naja.
 Penyalinan terhadap mushaf-mushaf Utsman dilakukan
sangat pesat sekali. Suatu riwayat mengatakan bahwa
ketika peperangan antara Ali dan Muawiyah, jumlah
mushaf yang diangkat diatas tombal ada 300 buah,
meskipun pada waktu itu penyalinan dilakukan dengan
tulisan tangan saja. Ini menunjukkan betapa pesat
perkembangan jumlah mushaf.
Permulaan Al-Qur’an dicetak

 Pada tahun 1530 M, Al-Qur’an mulai pertama kali dicetak


di Venesia (Bunduqiyah). Tetapi cetakan Al-Qur’an itu
dibakar atas suruhan/perintah penguasa gereja. Kemudian
Hinkelmann melakukan pencetakan Al-Qur’an di kota
Hamburg (Jerman) pada tahun 1694 M. Kemudian dirinya
oleh Marrocci dengan mencetaknya di Padone pada tahun
1698 M. Kemudian muncul cetakan pertama secara Islam
dilakukan oleh Maulaya Usman di Saint Petersburg, Rusia
pada tahun 1873 M, seperti itu juga di Qazani. Di Iran
terjadi percetakan dua kali, tahun 1828 M di Teheran dan
pada tahun 1833 M di Tibriz, Flugel mencetak Al-Qur’an di
Leipzig pada tahun 1834 M. Akhirnya percetakan Al-Qur’an
pun berkembang di seluruh dunia hingga ke Indonesia
yaitu yang biasa kita baca tiap hari.
 kodifikasi Al-Qur’an ada beberapa fase yaitu kodifikasi
pada masa Rasulullah Saw Jadi dan pada masa khalifah.
Pada masa Rasulullah Saw setiap ayat Al-Qur’an turun
langsung dihafalkan di luar kepala oleh nabi dan
diajarkan pula kepada para sahabat yang langsung
dihafalkan oleh mereka di luar kepala. Selanjutnya para
sahabat yang hafal Al-Qur’an disuruh pula oleh nabi
untuk mengajarkannya kepada yang lain. Pada masa
rasul para sahabat pun menuliskan ayat yang turun pada
alat-alat tulis yang mereka miliki, seperti pelepah
kurma, batu-batu tipis, dedaunan, kulit binatang,
kemudian disimpan di rumah rasul.
 Dengan demikian jelaslah bahwa kodifikasi Al-Qur’an
telah dilakukan secara sempurna pada masa Rasulullah.
Hanya saja pada masa rasul pengumpulan Al-Qur’an
dalam bentuk mushaf (secara tersusun dan surat-
suratnya) belum dilakukan karena pada saat itu
turunnya Al-Qur’an masih berlangsung yang kadang-
kadang dari surat tertentu tersela oleh turunnya ayat-
ayat dari surat lain, sebelum atau sesudah surat
tersebut, kemudian disusul oelh wahyu yang terdiri dari
ayat-ayat yang merupakan bagian dari surat pertama,
hingga akhirnya sempurna wahyu diturunkan dan
Rasulullah Saw meninggal.
 Pada masa sahabat, Al-Qur’an sudah tertulis, tetapi
belum terkumpul dalam satu mushaf, ayat-ayat itu
masih berserakan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar
r.a., Umar bin Khattab menyarankan agar Al-Qur’an
ditulis dan dikumpulkan dalam satu mushaf. Kendatipun
pada awalnya Abu Bakar menolak dengan alasan
rasulpun tidak melakukannya, tetapi karena keperluan
itu dirasakan sangat perlu dan mendesak apalagi setelah
terjadinya peperangan melawan orang-orang murtad
yang banyak menewaskan para penghafal Al-Qur’an,
maka Abu Bakar memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Zaid
bin Tsabit, Umayah bin Ka’abdan Utsman bin Affan
untuk menulis dan membukukannya.
 Setelah disusun, mushaf itu disimpan oleh Abu Bakar,
setelah beliau wafat, mushaf itu dipegang oleh Umar
bin Khattab, dan kemudian setelah Umar wafat
disimpan oleh Hafshah binti Umar. Setelah itu Utsman
pun menjadi khalifah dan meminta mushaf itu kepada
Hafshah untuk diperbanyak karena pada saat itu banyak
perbedaan bacaan, oleh karena itu untuk
menghilangkan perselisihan tersebut
 Khalifah Utsman menggandakan mushaf Al-Qur’an
menjadi 5 buah, kemudian beliau mengirimkannya ke
berbagai daerah sebagai rujukan dan dasar
pemerintahan di daerah-daerah kedaulatan Islam. Sejak
saat itu mushal Al-Qur’an itu menjadi rujukan bagi
penulisan mushaf selanjutnya, dan tersebar ke seluruh
dunia Islam, sehingga sampai sekarang Al-Qur’an yang
tersebar di seluruh dunia Islam tidak terdapat
perbedaan didalamnya.
 Setelah panitia penulisan mushaf al-Qur’an yang
ditunjuk dan diawasi langsung oleh Khalifah ‘Utsman bin
‘Affan r.a. selesai menunaikan tugasnya, beliau
kemudian melakukan beberapa langkah penting sebelum
kemudian mendistribusikan mushaf-mushaf itu ke
beberapa wilayah Islam.
Langkah-langkah penting dalam pendisribuikan alquran
adalah
1. Membacakan naskah final tersebut di hadapan para
sahabat. Ini dimaksudkan sebagai langkah verifikasi,
terutama dengan suhuf yang dipegang oleh Hafshah binti
‘Umar r.a.
2. Membakar seluruh manuskrip al-Qur’an lain. Sebab
dengan selesainya mushaf resmi tersebut, keberadaan
pecahan-pecahan tulisan al-Qur’an dianggap tidak
diperlukan lagi. Dan itu sama sekali tidak mengundang
keberatan para sahabat. Ali bin Abi Thalib r.a.
menggambarkan peristiwa itu dengan mengatakan,
PERKEMBANGAN PENULISAN
MUSHAF PASCA UTSMAN
Pemberian Harakat (Nuqath al-I’rab
 Sebagaimana telah diketahui, bahwa naskah mushaf
‘Utsmani generasi pertama adalah naskah yang ditulis
tanpa alat bantu baca yang berupa titik pada huruf
(nuqath al-i’jam) dan harakat (nuqath al-i’rab) –yang
lazim kita temukan hari ini dalam berbagai edisi mushaf
al-Qur’an-. Langkah ini sengaja ditempuh oleh Khalifah
‘Utsman r.a. dengan tujuan agar rasm (tulisan) tersebut
dapat mengakomodir ragam qira’at yang diterima lalu
diajarkan oleh Rasulullah saw.
 Dan ketika naskah-naskah itu dikirim ke berbagai
wilayah, semuanya pun menerima langkah tersebut, lalu
kaum muslimin pun melakukan langkah duplikasi
terhadap mushaf-mushaf tersebut; terutama untuk
keperlu`n pribadi mereka masing-masing. Dan duplikasi
itu tetap dilakukan tanpa adanya penambahan titik
ataupun harakat terhadap kata-kata dalam mushaf
tersebut. Hal ini berlangsung selama kurang lebih 40
tahun lamanya.
Abu al-Aswad sendiri pada mulanya menyatakan keberatan
untuk melakukan tugas itu. Namun Ziyad membuat semacam
‘perangkap’ kecil untuk mendorongnya memenuhi permintaan
Ziyad. Ia menyuruh seseorang untuk menunggu di jalan yang
biasa dilalui Abu al-Aswad, lalu berpesan: “Jika Abu al-Aswad
lewat di jalan ini, bacalah salah satu ayat al-Qur’an tapi
lakukanlah lahn terhadapnya!” Ketika Abu al-Aswad lewat,
orang inipun membaca firman Allah yang berbunyi:

‫َأَّن َهَّللا َبِر يٌء ِم َن اْلُم ْش ِر ِكيَن َو َر ُس وُلُه‬


“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-
orang musyrik.” (al-Taubah: 3)
Tapi ia mengganti bacaan “wa rasuluhu” menjadi “wa
rasulihi”. Bacaan itu didengarkan oleh Abu al-Aswad, dan
itu membuatnya terpukul. “Maha mulia Allah! Tidak
mungkin Ia berlepas diri dari Rasul-Nya!” ujarnya. Inilah
yang kemudian membuatnya memenuhi permintaan yang
diajukan oleh Ziyad. Ia pun menunjuk seorang pria dari
suku ‘Abd al-Qais untuk membantu usahanya itu. Tanda
pertama yang diberikan oleh Abu al-Aswad adalah harakat
(nuqath al-i’rab).
 Metode pemberian harakat itu adalah Abu al-Aswad
membaca al-Qur’an dengan hafalannya, lalu stafnya
sembari memegang mushaf memberikan harakat pada
huruf terakhir setiap kata dengan warna yang berbeda
dengan warna tinta kata-kata dalam mushaf tersebut.
 Harakat fathah ditandai dengan satu titik di atas huruf,
kasrah ditandai dengan satu titik dibawahnya, dhammah
ditandai dengan titik didepannya, dan tanwin ditandai
dengan dua titik. Demikianlah, dan Abu al-Aswad pun
membaca al-Qur’an dan stafnya memberikan tanda itu.
Dan setiap kali usai dari satu halaman Abu al-Aswad pun
memeriksanya kembali sebelum melanjutkan ke
halaman berikutnya.
murid Abu al-Aswad kemudian mengembangkan beberapa
variasi baru dalam penulisan bentuk harakat tersebut. Ada
yang menulis tanda itu dengan bentuk kubus (murabba’ah),
ada yang menulisnya dengan bentuk lingkaran utuh, dan
ada pula yang menulisnya dalam bentuk lingkaran yang
dikosongkan bagian tengahnya. Dalam perkembangan
selanjutnya, mereka kemudian menambahkan tanda sukun
(yang menyerupai bentuk kantong air) dan tasydid (yang
menyerupai bentuk busur) yang diletakkan di bagian atas
huruf.
Pemberian titik pada huruf

Pemberian tanda titik pada huruf ini memang dilakukan


belakangan dibanding pemberian harakat. Perberian tanda ini
bertujuan untuk membedakan antara huruf-huruf yang memiliki
bentuk penulisan yang sama, namun pengucapannya berbeda.
Seperti pada huruf ‫(ب‬ba),‫) ت‬ta(, )‫ث‬tsa(. Pada penulisan mushaf
‘Utsmani pertama, huruf-huruf ini ditulis tanpa menggunakan
titik pembeda. Salah satu hikmahnya adalah –seperti telah
disebutkan- untuk mengakomodir ragam qira’at yang ada. Tapi
seiring dengan meningkatnya kuantitas interaksi muslimin Arab
dengan bangsa non-Arab, kesalahan pembacaan jenis huruf-huruf
tersebut (al-‘ujmah) pun merebak. Ini kemudian mendorong
penggunaan tanda ini.
 Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai
siapakah yang pertama kali menggagas penggunaan
tanda titik ini untuk mushaf al-Qur’an. Namun pendapat
yang paling kuat nampaknya mengarah pada Nashr bin
‘Ashim[19] dan Yahya bin Ya’ma. Ini diawali ketika
Khalifah Abdul Malik bin Marwan memerintahkan kepada
al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafy, gubernur Irak waktu itu
(75-95 H), untuk memberikan solusi terhadap ‘wabah’
al-‘ujmah di tengah masyarakat. Al-Hajjaj pun memilih
Nahsr bin ‘Ashim dan Yahya bin Ya’mar untuk misi ini,
sebab keduanya adalah yang paling ahli dalam bahasa
dan qira’at.
 Setelah melewati berbagai pertimbangan, keduanya lalu
memutuskan untuk menghidupkan kembali tradisi
nuqath al-i’jam (pemberian titik untuk membedakan
pelafalan huruf yang memiliki bentuk yang sama).
Muncullah metode al-ihmal dan al-i’jam. Al-ihmal
adalah membiarkan huruf tanpa titik, dan al-i’jam
adalah memberikan titik pada huruf.
Penerapan metode al-ihmal dan al-i’jam adalah sebagai
berikut:
a. untuk membedakan antara ‫د‬dal dan ‫ذ‬dzal, ‫ر‬ra’ dan ‫ز‬zay,
‫ص‬shad dan ‫ض‬dhad, ‫ط‬tha’ dan ‫ظ‬zha’, serta ‫‘ع‬ain dan ‫غ‬
ghain, maka huruf-huruf pertama dari setiap pasangan itu
diabaikan tanpa titik (al-ihmal), sedangkan huruf-huruf
yang kedua diberikan satu titik di atasnya (al-i’jam).
b. untuk pasangan ‫س‬sin dan ‫ ش‬syin, huruf pertama
diabaikan tanpa titik satupun, sedangkan huruf kedua (syin)
diberikan tiga titik. Ini disebabkan karena huruf ini
memiliki tiga ‘gigi’, dan pemberian satu titik saja diatasnya
akan menyebabkan ia sama dengan huruf nun.
Pertimbangan yang sama juga menyebabkan pemberian
titik berbeda pada huruf-huruf ‫ ب‬ba’, ‫ ت‬ta, ‫ ث‬tsa, ‫ ن‬nun,
dan ‫ي‬ya’.
c. untuk rangkaian huruf ‫ج‬jim, ‫ح‬ha’, dan ‫خ‬kha’, huruf
pertama dan ketiga diberi titik, sedangkan yang kedua
diabaikan.

d. sedangkan pasangan ‫ف‬fa’ dan ‫ق‬qaf, seharusnya jika


mengikuti aturan sebelumnya, maka yang pertama
diabaikan dan yang kedua diberikan satu titik diatasnya.
Hanya saja kaum muslimin di wilayah Timur Islam lebih
cenderung memberi satu titik atas untuk fa’ dan dua titik
atas untuk qaf. Berbeda dengan kaum muslimin yang berada
di wilayah Barat Islam (Maghrib), mereka memberikan satu
titik bawah untuk fa’, dan satu titik atas untuk qaf.
 Nuqath al-I’jam atau tanda titik ini pada mulanya
berbentuk lingkaran, lalu berkembang menjadi bentuk
kubus, lalu lingkaran yang berlobang bagian tengahnya.
Tanda titik ini ditulis dengan warna yang sama dengan
huruf, agar tidak sama dan dapat dibedakan dengan
tanda harakat (nuqath al-i’rab) yang umumnya
berwarna merah. Dan tradisi ini terus berlangsung
hingga akhir kekuasaan Khilafah Umawiyah dan
berdirinya Khilafah ‘Abbasiyah pada tahun 132 H. Pada
masa ini, banyak terjadi kreasi dalam penggunaan
warna untuk tanda-tanda baca dalam mushaf.
 Di Madinah, mereka menggunakan tinta hitam untuk
huruf dan nuqath al-i’jam, dan tinta merah untuk
harakat. di Andalusia, mereka menggunakan empat
warna: hitam untuk huruf, merah untuk harakat, kuning
untuk hamzah, dan hijau untuk hamzah al-washl.
Bahkan ada sebagian mushaf pribadi yang menggunakan
warna berbeda untuk membedakan jenis i’rab sebuah
kata. Tetapi semuanya hampir sepakat untuk
menggunakan tinta hitam untuk huruf dan nuqath al-
i’jam
 Al-Daly mengatakan:
“Dengan demikian, Khalil (al-Farahidy) telah
meletakkan 8 tanda: fathah, dhammah, kasrah, sukun,
tasydid, mad, shilah, dan hamzah. Dengan metode ini,
sangat memungkinkan untuk menulis huruf, i’jam
(tanda titik huruf), dan syakl (harakat) dengan warna
yang sama.”
 Ulumul Quran adalah ilmu yang mencakup pembahasan
tentang Asbabun Nuzul(sebab-sebab turunnya
Alquran),kodifikasi serta penulisan Alquran.
 Adapun menurut definisi Ulumul Quran secara istilah
ialah ilmu yang mencakup pembahasan yang berkaitan
dengan Asbabun Nuzul( sebab-sebab turunnya
Alquran),kodifikasi dan penulisan Alquran.(Rosihon
Anwar,2000:11-12)
Perkembngan ulumul quran

a. Perkembangan Ulumul Qur`an pada abad I H (sebelum


fase kodifikasi)
Perintis-perintis Ulumul Quran pada abad ini adalah sebagai
berikut:
 Dari kalangan sahabat:Khulafaurrasyidin,Ibn Abbas,Ibn
Mas’ud,Zaid bin Tsabit, ,bai bin Ka’ab,Abu Musa Al-
asy’ari,dan Abdullah bin Zubair.
 Dari kalangan tabi’in:Mujahid,’Atha’bin
Yasar,’Ikrimah,Qatadah,Al-hasan Al-Bashri,Said bin
Jubair,Zaid bin Aslam.
b. Perkembangan Ulumul Qur`an abad II H
Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak
abad II H,para ulama memberikan prioritas atas
penyusunan tafsir merupakan induk Ulumul
Qur`an.diantara ulama abad II H.yang menyusun tafsir
ialah:
 Syu’bah al-hajjaj (wafat 160 H)
 Sufyan bin ‘uyainah (wafat 198 H)
 Ibn Jarir at-thabari (wafat 310 H).yang mengarang kitab
tafsir ath-thabari,yang bernama:Jaamiul Bayan Fi
Tafsiril Quran.
Tafsir Ath-thabari ini merupakan kitab tafsir yang paling
besar dengan memakai metode muqaran
(kompertif),sebab,beliau adalah orang pertama yang
menafsirkan ayat-ayat alquran dengan mengemukakan
pendapat-pendapat para ulama,dan membandingkan
pendapat sebagian mereka dengan pendapat sebagian yang
lain.beliau juga menerangkan segi I’rob dan istimbat
hukumnya.(.Abdul Djalal ,1997:31)
c. Perkembangan Ulumul Qur`an abad III H.
Pada abad III H. selain tafsir dan ilmu tafsir ,para ulama
mulai menyusun beberapa ilmu alquran (Ulumul
Qur`an),diantaranya :
 Ali bin Al Madani (wafat 234 H ),gurunya Imam Al-
Bukhori ,yang menyusun ilmu Asbabun Nuzul
 Abu Ubaid Al Qasimi bin Salam (wafat 224 H) yang
menyusun ilmu Nasikh al Mansukh, Ilmu Qiraat dan
Fadha’il alquran
 Muhammad bin Ayyub adh-dhurraits (wafat 295 H) yang
menyusun ilmu Makki wa Al-madani
d. Perkembangan Ulumul Quran abad IV H
Pada abad IV H.mulai disusun Ilmu Gharib Al-quran dan
beberapa kitab ulumul quran dengan memakai istilah
ulumul quran .diantara ulama yang menyusun ilmu-ilmu itu
adalah:
 Abu Bakar As-sijistani (wafat 330 H).yang menyusun
kitab gharib al-quran
 Abu Baker Muhammad bin al-qasim al-anbari (wafat 328
H)yang menyusun kitab ‘Ajaib ‘Ulumul Al-quran
e. Perkembangan ulumul qur`an abad V H
Pada abad V H,mulai disusun ilmu I’rab al-quran dalam satu
kitab.namun demikian,penulisan kitab-kitab ulumul quran
masih terus dilakaukan oleh ulama masa kini,diantara
ulama yang berjasa dalam perkembangan ulumul quran
pada abad ini adalah:
 ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-hufi(wafat 430 H).selain
mempelopori penyusunan I’rab Al-quran,ia pun
menyusun kitab Al-Burhan fi’Ulum Al-quran.
 Abu ‘amr ad-dani (wafat 444 H) yang menyusun kitab
At-Taisir fi Qiraat As-Sab’i dan kitab Al-Muhkam fi An-
Naqih.
f. Perkembangan ulumul qur`an abad VI H
Pada abad VI H,disamping terdapat ulama yang meneruskan
pengembangan Ulumul Quran,juga terdpat ulama yang
mulai menyusun ilmu Mubhamat Al-quran,diantaranya
adalah:
 Abu al-qasim bin Abdurrahman As-Suhaili (wafat 581 H)
yang menyusun kitab Mubhamat Alquran.kitab ini
menjelaskan maksud kata-kata alquran yang “tidak
jelas”,apa atau siapa yang dimaksud.
 Ibn Aljauzi(wafat 597 H) yang menyusun kitab Funun Al-
Afnan fi ‘Aja’ib Alquran,dan kitab Al-Mujtab fi ‘Ulum
Tata’allaq Bil quran.
g. Perkembangan ulumul qur`an abad VII H.
Pada abad VII H.,ilmu-ilmu alquran terus berkembang
dengan mulai tersusunnya ilmu majaz alquran dan ilmu
qiraat. Diantara ulama abadVII menaruh perhatian besar
terhadap ilmu-ilmu ini adalah:
 Alamuddin As-Sakhawi (wafat 643 H).kitabnya mengenai
ilmu qiraat dinamakan Hidayah Al Murtab fi Mutasyabih
 Ibn Abd As-Salam (wafat 660mH)menulis kitab Majaz
Alquran
h. Perkembangan ulumul qur`an pada abad VIII H
Pada abad ini muncullah beberpa ulama yang menyusun
ilmu baru tentang alquran.diantaranya:
 Ibn Abi Alisba menyusun kitab Ilmu Badi’I Alquran
 Najmudin Ath-Thufi.ia menyusun ilmu Hujaj Alquran
atau Ilmu Jadal Alquran
i . Perkembangan ulumul qur`an pada abad IX dan X H
Pada abad ini makin banyak karya para ulama tentang
Ulumul Quran.dan pada masa inilah perkembangan ulumul
quran mencapai kesempurnaannya,beberapa ulama yang
menyusun ulumul quran ialah:
 Jalaluddin Al-Buqini,yang menyusun kitab Mawaqi’al-
ulum min Mawaqi’an-nujum.
 Jalaluddin’Abdurrahman bin Kamaluddin As-
Suyuthi,yang menyusun kitab At-Tahbir fi ‘Ulum At-Tafsir
.Kitab ini merupakan kitab ulumul quran yang paling
lengkap karena memuat 102 macam ilmu alquran
j. Perkembangan ulumul qur`an abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H,perhatian ulama bangkit kembali
dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas al-quran dari
berbagai segi.

Ada sedikit pengembangan tema pembahasan yang dihasilkan para


ulma abad ini dibandingkan dengan abad-abad
sebelumnya,diantaranya berupa penerjemahan al-quran ke dalam
bahasa-bahasa ajam.karya ulumul quran yang lahir pada abad ini,
diantaranya adalah:
 Syeikh Thahir Al-Jazairi,yang menyusun kitab At-Tibyan fi
‘Ulumulquran
 Jamaluddin Al-Qasimy,yang menyusun kitab Mahasin At-Ta’wil
 Ustad Muhammad al-Mubarak yang menyusun kitab Al-Manhaj Al-
Khalid.(Rosihon Anwar,2000:22-28)
Sejarah penulisan Al-Quran

 Jamia’tul quran (pengumpulan al-quran) merupakan suatu


istilah yang seringkali dipakai untuk menjelaskan metode
pemeliharaan Al-quran pada masa Rasulullah SAW.jamiatul
quran terkadang dimaksudkan sebagai “pemeliharaan dan
penjagaan alam dada(hafalan) dan terkadang
dimaksudkan sebagai “penulis keseluruhannya ,huruf demi
huruf,kata demi kata ,ayat demi ayat dan surat demi
surat”. medianya adalah hati dan dada.selanjutnya
penghimpunan al-quran dalam pengertian “penulisannya”
pada masa awal berlangsung tiga kali,
 pertama,pada masa Nabi SAW
 kedua,pada masa kekhalifahan Abu Bakar.
 ketiga,pada masa kekhalifahan utsman.
a. Pada masa Nabi SAW
Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas
mencatat wahyu yaitu,Abu Baker,Umar,Usman,’Ali,Abban
bin Sa’id,Khalid bin Walid,dan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan.Proses penulisan Alquran pada masa Nabi sungguh
sangat sederhana.mereka menggunakan alat tulis
sederhana dan berupa lontran kayu,pelepah kurma,tulang
belulang,dan batu.
 Kegiatan tulis menulis alquran pada masa nabi
disamping dilakukan oleh para sekretaris nabi,juga
dilakukan para sahabat lainnya.kegiatan ini didasarkan
pada hadist Nabi,sebagaimana yang telah diriwayatkan
oleh Muslim yang berbunyi:

) ‫ال تكتبو عني شياء ال القران ومن كتب عني سوى القران فليمحه (رواه مسلم‬
Artinya :”Janganlah kamu menulis sesuatu yang bersal
dariku,kecuali Quran.barang siapa telah menulis dariku
selain alquran,hendaklah ia
menghapusnya.”(HR.Muslim)
b. Pada masa Khulafaurrasyidin
1) Pada masa Abu Bakar Ash-Siddiq
Pada dasarnya seluruh alquran sudah ditulis pada masa
nabi.hanya saja,surat dan ayatnya dan orang pertama kali
menyusunnya dalam satu mushaf ialah Abu Bakar Ash-siddiq
’Abdillah Al-muhasibi berkata didalam kitabnya,Fahm As-
Sunnan,penulisan Al-quran bukanlah sesuatu yang baru
sebab Rasulullah pernah memerintahkannya.hanya
saja,saat itu tulisan Al-quran masih terpencar-pencar pada
pelepah kurma,batu halus,kulit,tulang unta,dan bantalan
dari kayu,Abu Bakarlah yang berinisiatif menghimpun
alquran.(Rosihon Anwar,2000:40)
c. Pada masa Usman bin Affan
Khalifah bermusyawarah dengan para sahabat kemudian
menugaskan Zaid bin Tsabit mengumpulkan
Alquran,bersama Zaid ikut bergabung pula tiga anggota
keluarga Mekkah terpandang,yaitu’Abdullah bin
Zubair,Sa’id bin Al’Ash dan Abd Ar-rahman bin Al-Harits.
Usman memutuskan agar mushaf yang beredar memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
 terbukti mutawatir,tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad
 mengabaikan ayat yang bacaannya di nasakh
 kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan
atau berbeda dengan mushaf Abu Bakar
 sistem penulisan yang digunakan mampu mencakup qira’at
yang berbeda sesuai dengan lafaz-lafaz Alquran ketika
diturunkan
 semua yang bukan termasuk Alquran dihilangkan,misalnya
yang ditulis di kushaf sebagian sahabat dan pencatuman
makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh di dalam
mushaf.
Surat makiyah dan surat
madaniyah
 Surah-surah Makkiyah dan Madaniyah (bahasa
Arab: ‫ )السور المکیة و المدنیة‬adalah sebuah istilah dan
ungkapan di bidang jurusan Ulumul Quran dan sebagian
dari cabang-cabang kajian islam dan yang dimaksud
darinya adalah dua bagian darisurah surah al- Quran
yang berkaitan dengan tempat penurunannya. Makiyah
dan madaniah adalah dua tempat turunnya ayat ayat
Alquran al-Karim dan mengenal ayat-ayat yang turun di
dua kota ini termasuk dari kekhawatiran umat Islam
sejak abad-abad permulaan hingga hari ini dan
menyebabkan munculnya sebuah ilmu baru dengan
nama "Ilmu al-Makki wa al-Madani".
Kreteria surat makiyah dan
surah madaniayah
Kriteria-kriteria dan tolok ukur mengenal Surah-surah
Makkiyah dan Madaniyyah
Dalam hal ini ulama membagi pada 3 kriteria:
 Kriteria waktu: Sebagian berpendapat bahwa setiap
yang turun pada masa sebelum hijrahnya nabi
muhmmad adalah surah makiyah Makiyyah dan setiap
yang turun setelah hijrah adalah surah-surah
Madaniyyah.
 Kriteria tempat: Sebagian berkata bahwa surah-surah
yang turuh dikota mekah adalah Makkiyyah dan surah-
surah yang turun dikota madinah adalah surah-surah
Madaniyyah. Demikian juga, surah-surah yang turun di
sekitar daerah Mekah adalah surah-surah Makkiyyah dan
surah-surah yang turun di sekitar daerah Madinah adalah
surah-surah Madaniyyah.
 Kriteria mukhatab (audiens): Sebagian memperhatikan
pada yang diajak bicara oleh wahyu dan mereka
berkata: Apabila surah itu diperuntukkan bagi
masyarakat Mekah maka surah itu adalah termasuk
surah-surah Makkiyah dan jika surah-surah itu
diperuntukkan bagi penduduk Madinah, maka surah-
surah itu Madaniyyah. Kriteria untuk mengetahuinya
adalah jika surah-surah itu menggunakan "Ya Ayyuhan
Nas" adalah Makiyyah dan jika menggunakan "Ya
Ayyuhalladzina Amanu" adalah Madaniyyah.
Metode mengenal surah
makiyah dan madaniyah
Metode-metode untuk Mengenal surah-surah Makkiyah dan
Madaniyyah
 Cara terpenting untuk mengenal ayat ini melalui riwayat-
riwayat dari nabi muhammad para sahabat. Terkait dengan
hal ini sangat penting untuk mengenal hadis-hadis dan
riwayat-riwayat yang sesuai dengan ilmu "Dirayah Hadits".
 Apabila cara pertama (naqli dan riwayat) tidak cukup, para
peneliti menggunakan cara qiyasi dan ijtihadi (ijithadi yang
akli). Dalam hal ini, para peneliti harus meneliti kriteria-
kriteria ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah yang diterima
oleh semua kalangan, kedua berijtihad berkaitan dengan
ayat-ayat yang menjadi perselisihan dan melakukan qiyas
terhadap ayat-ayat yang disebutkan, kemudian akan dapat
diketahui ayat-ayat yang diperselisihkan apakah Makkiyah atau
Madaniyah.
Ciri-ciri surah-surah
Makkiyah
Ciri-ciri surah-surah Makkiy
 Setip surat yang terdapat lafadz « ‫»کاّل‬
‌ adalah Makkiyah;
 Diawali dengn huruf muqothaah (terputus) seperti:"‫ ق‬،‫ حم‬،‫ طسم‬،‫ الر‬،‫"الم‬، dan
"‫;"‌ن‬
 Surah-surah Makkiyah adalah pendek-pendek;
 Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya berkenaan dengan tauhid dan upaya
pembersihan masyarakat dari penyembahan berhala dan syirik
 Tasyri' dan pensyariatan hukum dalam ayat ayat ini sangat sedikit;
 Pada ayat-ayat ini banyak mengandung kisah-kisah mengenai riwayat
hidup dan kisah-kisah para Nabi;
 Pada ayat-ayat ini banyak mengandung mukjizat dan kefasihan yang
kuat;
 Ayat-ayat ini mempunyai audiens khusus seperti « ‫»‌یا بنی آدم‬
‌ dan «‫‌یا ایها‬
‫‌الناس‬.
Ciri-ciri Surah-surah
Madaniyya
Ciri-ciri Surah-surah Madaniyyah
 Terdapat kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum dalam
surah-surah ini;
 Surah-surah Madaniyyah pada umumnya panjang-panjang;
 Ayatnya panjang-panjang;
 Menjelaskan aturan-aturan kota, pengadilan, kemasyarakatan,
pemerintahan, aturan-aturan peperangan dan perdamaian
yang merupakan ciri-ciri terpenting surah-surah Madaniyyah;
 Ayat-ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman « ‫‌یا‬
‫;»‌ایها الذین آمنوا‬
 Ayat-ayat ini menjelaskan tentang akidah-akidah Ahli Kitab
dan mengajak mereka kepada agama Islam
Ciri-ciri yang dominan--masih dari surah atau ayat
Makkiyah, yakni jika di dalamnya terdapat hal berikut.
 Ayat dan surahnya pendek-pendek
 Ungkapannya keras, cenderung puitis, menyentuh hati
 Banyak terdapat kesamaan bunyi
 Banyak menggunakan huruf qasam (sumpah)
 Banyak kecaman kepada kaum musyrik
 Penekanan pada dasar-dasar keimanan kepada Allah dan
Hari Akhir, serta penggambaran surga dan neraka
 Banyak tuntunan mengenai akhlaq al-karimah (akhlak
yang baik)
karakteristik yang pasti dari surah Madaniyah, yakni jika di
dalamnya terdapat hal berikut.
 Izin untuk perang dan hukum-hukumnya
 Rincian hukum tentang hudud, ibadah, undang-undang
sipil, sosial, dan hubungan antar-negara
 Penyebutan tentang kaum munafik (kecuali surah al-
Ankabut)
 Penyebutan tentang ahli kitab
Ciri-ciri yang tampak dominan dari surah atau ayat
madaniyah adalah berikut.
 Ayat dan surahnya panjang-panjang.
 Ungkapannya tenang, cenderung prosais, yang ditujunya
adalah akal pikiran
 Banyak mengemukakan bukti dan argumentasi mengenai
kebenaran-kebenaran agama.
Kesempurnaa al-quran
sebagai kitab suci umat islam
Alquran adalah kitab suci yang paling istimewa bagi umat
Islam. Alquran dapat menyelamatkan manusia dari
kesengsaraan baik dunia dan akhirat, dan mengandung
banyak kemukjizatan yang tidak dapat tertandingi. Alquran
juga diturunkan kepada seorang nabi yang sangat istimewa,
Muhammad SAW dan menjadi penyempurnaan kitab suci
yang datang sebelum-sebelumnya. Allah SWT
berfirman, "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu". (QS Al-Qiyamah ayat 17-18).
 Kemukjizatan Alquran terletak pada janji Allah yang akan
menjamin dengan dirinya sendiri untuk memelihara dan
menjaga-Nya. Sebagaimana firman-Nya, "Sesungguhnya Kami-
lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya". (QS Al-Hijr ayat 9).
 Keindahan susunan dan gaya bahasa yang ada di dalam Alquran
tiada bandingannya. Sangat mustahil apabila manusia dapat
membuat susunan yang serupa dengan Alquran. Allah telah
menantang melalui Alquran terhadap orang-orang kafir atau
siapa pun yang dapat menandingi firman-Nya, "Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat (saja)
yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (QS Al-
Baqarah ayat 23).

Anda mungkin juga menyukai