Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN ANTAR

MANUSIA
Anggota Kelompok 2 :
1. Vyttha 141501147
2. Arfah Nurhaz Siregar 141501148
3. Atika Firmansyah 141501150
4. Annisa Wismar 151501159
Pengertian dan Sejarah
Human Relation (Hubungan
Antar Manusia)

Hubungan manusiawi adalah terjemahan dari human relation. Orang-orang juga ada
yang menterjemahkan menjadi ”hubungan manusia” atau juga diterjemahkan ”hubungan
antarmanusia”, yang sebenarnya tidak terlalu salah karena yang berhubungan satu sama lain
adalah manusia (Onong, 2001).
Menurut Keith Davis (1989) ”Hubungan Antar Manusia (Human Relation)” adalah
interaksi antara seseorang dengan orang lain baik dalam situasi kerja atau dalam organisasi
kekaryaan. Ditinjau dari kepemimpinannya, yang bertanggung jawab dalam suatu kelompok
merupakan interaksi orang-orang menuju situasi kerja yang memotivasi untuk bekerjasama
secara produktif, sehingga dicapai kepuasan ekonomi, psikologis dan sosial.
Ada dua pengertian
hubungan manusiawi,
yakni :
Hubungan Hubungan
manusiawi dalam manusiawi dalam
arti luas arti sempit

Adalah interaksi antara seseorang dengan orang Adalah juga interaksi antara seseorang
lain dalam segala situasi dan dalam semua dengan orang lain. Akan tetapi interaksi di
bidang kehidupan. Jadi, hubungan manusiawi sini hanyalah dalam situasi kerja dan dalam
dilakukan dimana saja; bisa dilakukan di rumah, organisasi kerja ( work organization ) (Keith
di jalan, di dalam kendaraan umum ( misal bis, Davis, 1989).
kereta api ) dan sebagainya (Keith Davis, 1989).
Hubungan manusia adalah keterampilan atau kemampuan untuk bekerja secara efektif
dengan orang lain. Hubungan manusia mencakup keinginan untuk memahami orang lain,
kebutuhan dan kelemahan mereka, dan bakat dan kemampuan mereka. Bagi siapa pun di tempat
kerja, hubungan manusia juga melibatkan pemahaman tentang bagaimana orang bekerja bersama
dalam kelompok, memuaskan kebutuhan individu dan tujuan kelompok. Jika sebuah organisasi
berhasil, hubungan antara orang-orang di organisasi tersebut harus dipantau dan dipelihara
(Lamberton, 2014).
Sejarah hubungan manusia sangat penting untuk pemahaman menyeluruh tentang
tempatnya di dunia sekarang ini. Hubungan manusia sangat penting sejak manusia mulai hidup
bersama dalam kelompok. Tentu saja, sikap terhadap kekuasaan - terutama pembagian kekuasaan -
telah berubah selama berabad-abad. Sebagian besar masyarakat tidak lagi mentolerir perbudakan,
juga kebanyakan budaya secara membuta mengikuti pemimpin seperti dulu. Dengan demikian,
sejarah masalah hubungan manusia dapat dilihat dengan cara yang berbeda pada waktu yang
berbeda. Hubungan manusia mulai menjadi isu seputar awal hingga pertengahan 1800an. Gambar
1.1 memberikan tampilan thumbnail peristiwa besar di lapangan (Lamberton, 2014).
Prinsip Human Relation
(Hubungan Antar Manusia)

Human Relation menurut Siagian (2004), adalah hubungan manusiawi secara


keseluruhan yang terjalin dengan baik, baik berupa formal maupun informal yaitu antara atasan
dengan bawahan yang dibina dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu tujuan.

Prinsip human relation menurut Siagian (2004) adalah sebagai berikut:


1. Suasana kerja yang menyenangkan, yaitu pekerjaan yang menarik, hubungan kerja yang
intim, lingkungan kerja yang memberikan motivasi dan perlakuan yang adil.
2. Hubungan kerja yang serasi, yaitu hubungan formalitas dan informalitas yang wajar dalam
hubungan kerja.
3. Penempatan tenaga kerja yang tepat, yaitu setiap orang harus ditempatkan pada posisi
pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan kecakapan mereka.
Teknik Human Relation
(Hubungan Antar Manusia)

Human relation dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi,


meniadakan salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia (Onong, 2009).
Human relation dalam kegiatannya ada teknik yang bisa digunakan untuk membantu mereka
yang menderita frustasi yakni apa yang disebut konseling, yang bertindak sebagai konselor bisa
pemimpin organisasi, kepala humas, atau kepala-kepala lainnya. Konseling bertujuan membantu
konseli, yakni pegawai yang menghadapi masalah atau yang menderita frustasi, untuk memecahkan
masalahnya sendiri atau mengusahakan terciptanya suasana yang menimbulkan keberanian untuk
memecahkan masalahnya. Human relation dalam kegiatannya terdapat dua jenis konseling, bergantung
pada pendekatan yang dilakukan. Kedua jenis konseling tersebut ialah directive counseling, yakni
konseling yang langsung terarah, dan non directive counseling yakni konseling yang tidak langsung
terarah (Onong, 2009).
Selain dengan konseling, ada
beberapa teknik dalam hubungan
antar manusia antara lain :

1. Tindakan sosial
Tindakan sosial menurut Max Weber adalah tindakan seorang individu yang
dapat mempengaruhi individu lain dalam masyarakat.

2. Kontak sosial
Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang
merupakan terjadinya awal interaksi sosial.

3) Komunikasi sosial
Proses komunikasi terjadi saat kontak sosial berlangsung. Secara harfiah
komunikasi merupakan hubungan atau pergaulan dengan orang lain.
Kunci aktivitas human relation adalah motivasi,
memotivasikan pegawai untuk bekerja giat berdasarkan
kebutuhan mereka secara memuaskan, yakni kebutuhan akan
upah yang cukup bagi keperluan hidup keluarganya sehari-
hari, kebahagiaan keluarganya, kemajuan dirinya sendiri, dan
lain sebagainya. Seseorang memasuki suatu organisasi, karena
ia berpikir organisasi akan dapat membantu dia untuk
mencapai tujuannya, demikian pula para pegawai, mereka
mempunyai organisasi, mereka anggota organisasi dimana
mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pemimpin organisasi tersebut dapat mengkoordinasikan
aktivitas-aktivitas para pegawai dan mengoprasikan hasrat-
hasrat mereka untuk bekerja bersama-sama, ini semua tertuju
kepada sasaran yang direncanakan, dan disini komunikasi
memegang peranan penting (Onong, 2009).
Hambatan Human Relation
(Hubungan Antar Manusia)

Hambatan dalam human relation pada umumnya mempunyai dua sifat yaitu
objektif dan subjektif. Hambatan yang sifatnya objektif adalah gangguan dan halangan
terhadap jalannya hubungan antar manusia yang tidak disengaja dan dibuat oleh pihak lain tapi
mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Hambatan yang bersifat
subjektif adalah yang sengaja dibuat oleh orang lain sehingga merupakan gangguan,
penentangan terhadap suatu usaha komunikasi. Dasar gangguan dan penentangan ini biasanya
disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan, prejudice, tamak, iri hati, apatisme dan
sebagainya. Faktor kepentingan dan prasangka merupakan faktor yang paling berat karena
usaha yang paling sulit bagi seorang komunikator ialah mengadakan komunikasi dengan
orang-orang yang jelas tidak menyenangi komunikator atau menyajikan pesan komunikasi
yang berlawanan dengan fakta atau isinya yang mengganggu suatu kepentingan.
Apabila seseorang dikonfrontasikan dengan suatu bentuk komunikasi yang tidak disukainya
karena mengganggu kedudukan pendidikan, atau kepentingannya maka orang tersebut
biasanya mencemoohkan komunikasi atau mungkin pula mengelakkan dan secara acuh tak
acuh mendiskreditkan pesan komunikasi sebagai hal yang sukar dimengerti. Gejala
mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk kemudian menyesatkan pesan
komunikasi yang dinamakan penghindaran (Onong, 2009).
Sistem Komunikasi
Intrapersonal

Orang akan menanggapi peristiwa yang sama secara berbeda-beda, sesuai dengan keadaan
dirinya. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempersepsi stimuli sesuai
dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan
oleh orang yang berbeda. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna
(Rakhmat, 2007)
. Orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali.
Proses pengolahan informasi ini yang kita sebut sebagai komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi,
persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses
memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain,
persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan
memangilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respons (Rakhmat, 2007).
Sistem Komunikasi
Interpersonal

Persepsi kita tentang seseorang boleh jadi sesuai dan boleh juga tidak sesuia dengan
kepribadian orang itu. Kita mengambil kesimpulan tentang orang lain dari stimuli yang sampai kepada
kita, betapapun tidak lengkap nya informasi yang kita terima. Mulai dengan pembahasan tentang
faktor-faktor personal (yaitu pengalaman, motivasi, dan kepribadian) dan faktor-faktor situasional
(yaitu deskripsi verbal, petunjuk proksemik/penggunaan jarak, petunjuk kinesik/gerakan tubuh,
petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik/cara pengucapan, petunjuk artifaktual/penampilan) yang
mempengaruhi persepsi kita tentang orang lain disebut persepsi interpersonal (Rakhmat, 2007).
Pengaruh konsep diri pada perilaku manusia, bagaimana anda memandang diri anda, dan
bagaimana orang lain memandang anda, akan mempengaruhi pola-pola interaksi anda dengan orang
lain. Lebih dari itu konsep diri erat kaitannya dengan proses hubungan interpersonal yang vital bagi
perkembangan kepribadian. Konsep diri mewarnai komunikasi kita dengan orang lain (Rakhmat, 2007).
Pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya,
menentukan interpretasi kita pada sensasi. Bila objek atau peristiwa di dunia luar kita sebut
distal stimuli, dan persepsi kita tentang stimuli itu kita sebut percept, maka percept tidak selalu
sama dengan distal stimuli (Rakhmat, 2007).
Untuk tidak memperkabur istilah dan untuk menggarisbawahi pengertian manusia (dan
bukan merupakan benda) sebagai objek persepsi, maka di sini menggunakan istilah persepsi
interpersonal. Persepsi pada objek selain manusia disebut sebagai persepsi objek (Rakhmat,
2007).

Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal :


 Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda
fisik; gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya; pada persepsi
interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau
grafis yang disampaikan pihak ketiga (Rakhmat, 2007).
 Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu; kita
tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah
mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati. Pada persepsi interpersonal, kita
mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat
perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami
bukan saja tindakan tetapi juga motif tindakan itu. Dengan demikian, stimuli kita menjadi
sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat orang lain dan berbagai
dimensi perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli tertentu saja. Ini jelas membuat
persepsi interpersonal lebih sulit, ketimbang persepsi objek (Rakhmat, 2007).

 Ketiga, ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita; kita pun tidak
memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi interpersonal faktor-faktor personal
anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan anda dengan orang tersebut
menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru. Lagipula kita sukar
menemukan kriteria yang dapat menentukan persepsi siapa yang keliru: persepsi anda atau
persepsi saya (Rakhmat, 2007).
 Keempat objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Papan tulis yang anda lihat minggu yang
lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini. Mungkin tulisan pada papan tulis
itu sudah berubah, mungkin sobekan kayu di sudut sudah hilang tetapi secara keseluruhan papan
tulis itu tidak berubah. Manusia selalu berubah. Anda hari ini bukan anda yang kemarin, bukan
anda esok hari. Kemarin anda ceria karena baru menerima kredit mahasiswa Indonesia. Hari ini
sedih karena sepeda motor anda ditabrak becak. Esok anda gembira lagi karena ujian anda lulus.
Anda di fakultas bukan anda di rumah bukan anda di masjid. Perubahan ini kalau tidak
membingungkan kita, akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain. Persepsi
interpersonal menjadi mudah salah (Rakhmat, 2007).

Proses komunikasi ialah langkah-langkah yang menggambarkan terjadinnya kegiatan


komunikasi. Hal ini disebabkan, kegiatan komunikasi sudah terjadi secara rutin dalam hidup
sehari-hari, sehingga tidak lagi merasa perlu menyusun langkah-langkah tertentu secara sengaja
ketika akan berkomunikasi (Suranto, 2011).
Secara sederhana proses komunikasi digambarkan sebagai proses yang menghubungkan
pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut terdiri dalam enam langkah sebagaimana pada
gambar (Suranto, 2011).
Bagan 2.1 menunjukan proses komunikasi interpersonal berlangsung sebagai sebuah siklus. Artinya
umpan balik yang diberikan oleh komunikan, menjadi bahan lagi komunikator untuk merancang
pesan berikutnya. Proses komunikasi tersebut berlangsung secara interaktif timbal balik, sehingga
komunikator dan komunikan dapat saling berbagi peran (Suranto, 2011).
1. Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk berbagi
gagasan dengan orang lain.
2. Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran
atau gagasan kedalam simbol-simbol, katakata dan sebagainya sehingga komunikator merasa
yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampainnya.
3. Pengiriman pesan. Untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki, komunikator
memilih saluran komunikasi seperti telepon, SMS, e-mail, surat, ataupun secara tatap muka.
Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut bergantung pada karakteristik pesan, lokasi
penerima, media yang tersedia, kebutuhan tentang kecepatan penyampaian pesan,
karakteristik komunikan.
4. Penerima pesan. Pesan yang dikirim oleh komunikator oleh diterima oleh komunikan.
5. Decoding oleh komunikan. Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima.
Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk ‘’mentah’’
berupa kata-kata dan symbol-simbol yang harus diubah kedalam pengalaman-pengalaman
yang mengandung makna. Dengan demikian, decoding adalah proses memahami pesan.
Apabila semua berjalan lancar, komunikan tersebut menterjemahkan pesan yang diterima
dari komunikator dengan benar, memberi arti yang sama pada symbol-simbol sebagaimana
yang diharapkan oleh komunikator.
6. Umpan balik. Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan
respon atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang komunikator dapat
mengevaluasi efektifitas komunikasi. Umpan balik ini biasanya juga merupakan awal
dimulainya suatu siklus proses komunikasi baru, sehingga proses komunikasi berlangsung
secara berkelanjutan (Suranto, 2011).
Konsep Diri dalam Human
Relation (Hubungan Antar
Manusia)
Orang akan menanggapi peristiwa yang sama secara berbeda-beda, sesuai dengan keadaan
dirinya. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempersepsi stimuli sesuai
dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan
oleh orang yang berbeda. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna
(Rakhmat, 2007)
. Orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali.
Proses pengolahan informasi ini yang kita sebut sebagai komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi,
persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses
memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain,
persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan
memangilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respons (Rakhmat, 2007).
Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita.
Ini disebut konsep diri. Walaupun konsep diri merupakan tema utama psikologi Humanistik
yang muncul belakangan ini, pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacak sampai William
James. James membedakan antara “The I” diri yang sadar dan aktif dan “The Me” diri yang
menjadi objek renungan kita. Pada psikologi sosial yang berorientasi pada sosiologi, konsep diri
dikembangkan oleh Charles Horton cooley (1864 – 1929), George herbert Mead (1863 – 1931)
dan memuncak pada aliran interaksi simbolis yang tokoh terkemukanya adalah Herbert Blumer.
Di kalangan Psikologi sosial yang berorientasi pada psikologi, konsep diri tenggelam ketika
Behaviorisme berkuasa. Pada tahun 1943, gordon E. Allport menghidupkan kembali konsep
diri. Pada teori motivasi Abraham Maslow (1967, 1970) dan Carl Rogers (1970) konsep diri
muncul sebagai tema utama Psikologi Humanistik (Rakhmat, 2007).
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social and
psycological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our
interactions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”
(1974: 40). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi
tentang diri ini boleh bersifat psikologi sosial dan fisis (Rakhmat, 2007).
Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian anda
tentang diri anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan
tentang diri anda (Rakhmat, 2007).
Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan
komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra-diri (self image),
dan komponen afektif disebut harga-diri (self esteem) (Rakhmat, 2007).
Harga diri (self esteem) adalah perasaan percaya diri dan layak menjadi pribadi.
Penelitian psikologis telah menunjukkan bahwa rendahnya harga diri terkait dengan berbagai
masalah kesehatan mental, termasuk alkoholisme, kegelisahan, dan depresi, yang semuanya
menyebabkan masalah pada pekerjaan. Harga diri yang tinggi, di sisi lain, memperbaiki sikap,
moral kerja, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Di tempat kerja, harga diri yang sehat adalah
kunci untuk kinerja terbaik dan pekerjaan berkualitas tinggi, terutama bila pekerjaan secara
langsung mempengaruhi orang lain. Harga diri adalah inti dari sebagian besar masalah dalam
hubungan manusia (Lamberton, 2014).
Teori Self Disclosure (Membuka diri)
Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep
diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-
pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sifat defensif, dan lebih
cermat memandang diri kita dan orang lain (Rakhmat, 2007).
Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Johari
Window. Dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang
diri kita (Rakhmat, 2007)

Gambar yang disebut Jendela Johari terebut


melukiskan bahwa dalam pengembangan
hubungan antar seorang dengan yang lainya
terdapat empat kemungkinan sebagaimana
terwakili melalui suasana di keempat
bidang (jendela) itu (Liliweri, 1991).
Bidang 1 melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain mengembangkan
suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah
tentang hubungan mereka.
Bidang 2 melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui
orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.
Bidang 3 disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui
diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.
Bidang 4 bidang tidak dikenal, di mana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah
hubungan di antara mereka (Liliweri, 1991).

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi ialah
Bidang 1, di mana antara komunikator dengan komunikan saling mengetahui makna
pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar pribadi tidak
seideal yang diharapkan itu. Ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan
orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang untuk menyembunyikan
atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya (Liliweri, 1991).
DAFTAR PUSTAKA

Davis, Keith. (1989). Human Behaviour At Work, 8th ed. Singapore: McGraw Hill, Inc.
Lamberton, lowell. (2014). Human Relations; Strategies for Success, 5th ed. New York: McGraw-
Hill Education.
Liliweri, Alo. (1991). Komunikasi antar Pribadi. Bandung: Sekeloa.
Onong, Uchjana Effendi. (2009). Human Relation dan Public Relation. Bandung: Mandar Maju.
Onong, Uchjana Effendy. (2001). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Erlangga.
Siagian, Sondang P. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suranto AW. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai