Anda di halaman 1dari 19

Syringomyelia

Tugas Vistim Tim II


Adalah suatu gangguan degeneratif yang kronik
progresif dari medulla spinalis dengan gejala klinis
adanya amiotrofi brakhialis dan gangguan kehilangan
rasa sensoris dengan tipedisosiasi yang disebabkan
karena adanya ruangan di bagian sentral medula
spinalis.

Biasanya di daerah servikal dapat meluas ke atas


medulla oblongata dan pons, ke bawah ke arah
Definisi torakaldan lumbal.

Siringomielia merupakan kondisi dimana terdapat


kista di dalam medula spinalis.
Prevalensi syringomyelia adalah 5,6 –
Epidemiologi 8,6 per 100.000 populasi. Namun
tidak ada angka kejadian yang pasti
untuk syringomyelia di seluruh
dunia. Penyakit ini dapat mengenai
laki-laki dan perempuan dengan
frekuensi yang sama
besar.Manifestasi penyakit ini
biasanya muncul pada umur 35 – 45
tahun, tapi bisa juga muncul pada
usia akli balik atau awal remaja
Etiologi

• Kongenital
Syringomyelia dapat terjadi karena suatu gangguan pada
waktu kanalis sentralis dibentuk; atau karena terjadi
penyusupan spongioblas (kelainan deferensiasi sel otak) di
kanalis sentralis pada tahap embrional; atau karena terjadi
perdarahan pada tahap embrional. Syringomyelia yang
tampak pada masa dewasa sering menyertai malformasi
Chiari tipe I. Sedangkan malformasi Chiari tipe II dan III
sering terdapat pada syringomyelia infantil.
Standard
Chiari Type I Chiari Type II
 Tonsillar descent >5mm below the plane of  Caudal descent of the vermis,
the foramen magnum. brainstem, and fourth ventricle.
 No associated brainstem herniation or  Associated with myelomeningocele and
supratentorial anomalies multiple brain anomalies
 Low frequency of hydrocephalus and  High frequency of hydrocephalus and
syringomyelia syringohydromyelia
Rare & Poor Prognosis
Chiari Type III Chiari Type IV
 Occipital encephalocele containing  Hypoplasia or aplasia of the cerebellum
 Dysmorphic cerebellar and brainstem tissue
New & Controversial
Chiari 1.5 Chiari Zero
 Descent of tonsils & medulla  Idiopathic syringomyelia that responds to
 Behaves like Chiari I craniocervical decompression

JNS:Peds 2004 JNS 1998


Chiari I Malformation

Diagnosis made on MRI


Treatment: posterior fossa
decompression.
If the syrinx does not resolve:
Re-explore the posterior fossa and
expand the decompression
Consideration of subtle
craniocervical instability
Consideration of benign intracranial
hypertension
Consideration of shunting the syrinx
directly
– Trauma: kavitasi paska trauma medula
spinalis adalah kelainan progresif di mana
kerusakan medula spinalis menyebabkan
gangguan pada hidrodinamik cairan
serebrospinal dan arakhnoiditis, sehingga
terjadi ekspansi progresif dari syrinx. Kasus
tersering terdapat pada kecelakaan
kendaraan bermotor dan mengenai bagian
bawah segmen servikal medula spinalis.
– Pembedahan: pembedahan spinal
intradural, misalnya pada reseksi tumor
medula spinalis, dapat menyebabkan
Acquired Syringomyelia.
– Peradangan: Syringomyelia paska
peradangan dapat terjadi sesudah suatu
infeksi (misalnya tuberkular, jamur, parasit)
atau dari meningitis kemikal, dan biasanya
berhubungan dengan pembentukan parut
arakhnoidal.
– Tumor: beberapa tumor, misalnya
ependimoma dan hemangioblastoma
memiliki insidens 50 % disertai dengan
syringomyelia.
Berdasarkan gambaran patologi dan postulat tentang
mekanisme perkembangan syringomyelia, maka
syringomyelia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Tipe I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen


magnum dan dilatasi kanal sentralis, dapat disertai
dengan malformasi Chiari tipe I, atau disertai dengan
lesi obstrukstif foramen magnum yang lain.
Tipe II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen
Klasifikasi magnum (idiopatik).

Tipe III. Syringomyelia dengan penyakit medula spinalis


yang lain (tumor medula spinalis, mielopati traumatik,
arakhnoiditis spinal dan pakimeningitis, myelomalasia
sekunder).
Tipe IV. Hidromyelia murni dengan atau tanpa
hidrosefalus.
Manifestasi Klinik
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah :

X-ray Photo

CT-scan
Pemeriksaan Myelography
Penunjang CT-myelography

MRA (Magnetic Resonance Angiography)

USG
Spinal MRI will show a dilated cavity with
the same intensity of CSF.
Konservatif

Tatalaksana Pada syringomyelia yang kecil


dengan progresifitas yang lambat
dapat digunakan karbamazepin,
amitriptilin atau tindakan stimulasi
saraf transkutaneus jika nyeri tidak
berespon dengan pemberian
analgetik saja
• Kategori obat NSAIDs (Non Steroidal Anti
Inflammation Drugs) sering kali digunakan
sebagai analgetik pada penderita syringomyelia.
Jika salah satu jenis tidak memberikan efek
setelah 2 minggu pengobatan, maka dapat dicoba
dengan kelas yang lain. Sediaan yang sering
dipakai seperti misalnya ibuprofen, asam asetil
salisilat, naproxen, indometasin, asam
mefenamat, dan piroxicam
Pembedahan
Prosedur pembedahan dilakukan jika defisit neurologis memberat. Deformitas spinal, seperti kifoskoliosis harus
sesegera mungkin dikoreksi.
• Syringomyelia yang berhubungan dengan malformasi Chiari I
Tujuan utama ialah menghentikan progresifitas dari gejala defisit neurologis dengan cara kraniotomi suboksipital
dan laminektomi servikal atas yang dikombinasi dengan tindakan duraplasti. Jika ditemukan jaringan parut di
daerah ventrikel keempat, maka harus dilakukan pembukaan untuk mengambil jaringan parut.
Syringomyelia yang berhubungan dengan malformasi Chiari II
Chiari II adalah kelainan kongenital yang berhubungan dengan myelomeningokel, hidrosefalus, dan kelainan
nervus kranial. Dapat dilakukan dekompresi fossa posterior dan servikal atas. Tetapi, seringkali dekompresi pada
fosa posterior tidak efektif karena fosa posterior terlalu kecil untuk terjadinya herniasi serebelum, sehingga yang
terjadi ialah herniasi keatas (ke bagian fossa media).
• Shunting
Tindakan yang dilakukan dengan membuat jalur pintas (shunt) merupakan pilihan terakhir. Tindakan ini dapat
membuat kolaps kista, tetapi sering kali memberi komplikasi berupa reekspansi kista sehingga memerlukan
tindakan pembedahan ulang, juga obstruksi, dislokasi, infeksi, maupun kerusakan medula spinalis akibat shunt
yang bergeser. Komplikasi yang lain ialah bertambahnya defisit neurologis yang seringkali terjadi. Dekompresi
dengan dural graft dan membuat ’bypass’ untuk cairan serebro spinal mungkin membantu.
Syringomyelia yang tidak diterapi akan
berkembang lambat, dan hampir separuh
dari semua pasien tetap tanpa gejala yang
spesifik selama lebih dari 10 tahun.

Prognosis Prognosis siringomielia berkaitan dengan


letak lesi yang sulit dicapai sehingga sulit
untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Indikator prognosis yang buruk termasuk


terdapatnya gejala selama lebih dari 2 tahun
dan terdapatnya ataksia, nistagmus, gejala-
gejala bulbar, atrofi otot, atau disfungsi
kolumna dorsalis.
Daftar Pustaka
– Graeme J. Hankey, Joanna M. Wardlaw. 2002. Syringomyelia. dalam
Clinical Neurology. pp: 541 – 533. Manson Publishing
– Alireza Minagar, J. Steven Alexander. 2003. Arnold-Chiari Malformation
and Syringomyelia. dalam Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of
Clinical Practice. pp 903 – 909. WB Saunders
– Allan H. Ropper, Robert H. Brown. 2005. Diseases of the Spinal Cord.
dalam Adams and Victor’s Principles of Neurology, Eight Edition. pp 1084 –
1087. McGraw-Hill Publishing
– Mark Mumenthaler & Heinrich Mattle. 2006. Diseases of the Spinal Cord.
dalam Fundamentals of Neurology. pp 141 – 155. New York: Georg
Thieme Verlag
– Mardjono, M & Sidharta, P. 2004. Neurologi Klinis Dasar. hal 40 – 41.
Jakarta: Dian Rakyat
– Mardjono, M & Sidharta, P. 2004. Tata Pemeriksaan Klinis dalam
Neurologi. hal 518. Jakarta: Dian Rakyat
– Galhom, Ayman Ali. 2005. Syringomyelia.
http://www.emedicine.com
– Goetz, Lance. 2007. Posttraumatic Syringomyelia.
http://www.emedicine.com
– Subagjo, dkk. 2002. Medulla Spinalis. dalam Anatomi 3. Surabaya:
Laboratorium Anatomi – Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
– Islam, Mohammad Saiful. 1995. Neuroanatomi Fungsional. Surabaya:
Laboratorium/ UPF Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Airlangga
– Snell Richard.S. 2006. Sistem Ventrikular, Cairan Serebrospinal, Serta
Sawar Darah Otak Dan Sawar Darah Cairan Serebrospinal. Dalam
Neuroanatomi Klinik. pp 508 – 510. EGC ; Jakarta
– Gondim, Francisco de Assis Aquino. 2007. Spinal Cord, Topographical
and Functional Anatomy. http://www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai