Anda di halaman 1dari 19

KETERTIBAN UMUM

[PUBLIC ORDE] DAN


HAK-HAK YAN DIPEROLEH
[VESTED RIGHT]

Siti aziah,S.H.,M.H
“KEBENARAN
MENINGGIKAN DERAJAT
BANGSA”
SULAIMAN
A. ISTILAH
 Istilah ketertiban umum yang dipakai
dalam HPI di Indonesia berasal dari
istilah-istilah bahasa asing, antara lain :
Ordre Public (Perancis)
Openbare Orde (Belanda)
Vorbehalt klausel (Jerman)
Ordine Publicio (Italia)
Public Policy (Inggris)
Order Publicio (Spanyol)
B. Arti penting dan fungsi ketertiban umum dalam
HPI
 Ketertiban Umum merupakan salah satu masalah yang
terpenting dalam ajaran HPI (Het problem der openbare
orde is nog steeds een der grootste problem van het
international privaatrecht).
 Persoalan ketertiban umum merupakan masalah
terpenting dalam HPI, tetapi juga merupakan masalah
tergelap(Niboyet dalam Saudargo Gautama, 1989 : 4).
 Apa isi dan makna yang bulat dan lengkap dari lembaga
ketertiban umum ini ?
 Tugas atau fungsi HPI adalah mencari hukum perdata
tertentu yang akan diberlakukan/digunakan apabila ada
hubungan-hubungan perdata yang memperlihat- kan
 Apabila suatu perkara HPI diajukan kepada
hakim, kemudian hakim menentukan bahwa
dalam hubungan HPI ini harus diberlakukan
kaidah-kaidah hukum asing;
 Persoalannya adalah apakah hakim yang akan
memutuskan perkara tersebut mutlak akan
memberlakukan kaidah-kaidh hukum asing?

Jawabannya adalah: Tidak demikian.


Mengapa ?
 Terdapatfaktor-faktor internal dari negara (yang
memiliki yurisdiksi) untuk tidak memberlakukan
hukum asing yaitu apabila hukum asing itu
bertentangan dengan sendi-sendi pokok hukum
negara yang bersangkutan. Dalam keadaan
demikian, maka hukum asing tidak dapat
diberlakukan atau hukum asing dapat
dikesampingkan.
Jadi lembaga ketertiban umum memiliki fungsi
sebagai rem darurat (pada kereta api) atau
sebagai pembatas atau pencegah berlakunya
hukum asing yang seharusnya dipergunakan

 lembaga ketertiban umum ini tidak boleh dipakai secara
semena-mena dan tanpa alas hukum yang kuat.
Lembaga ketertiban umum benar-benar baru dapat
dipergunakan oleh hakim apabila pemakaian hukum
asing itu dapat menimbulkan pelanggaran terhadap
sendi-sendi asasi[pokok] hukum nasional. Dalam
keadaan demikian maka hakim dapat
mengesampingkan pemakaian hukum asing tersebut.
 Namun demikian dalam praktik, penggunaan lembaga
ketertiban umum sebagai upaya untuk tidak
menggunakan hukum asing untuk memutuskan suatu
perkara HPI, lebih banyak ditentukan oleh faktor
politis.
Adapun contoh ketentuan hukum yang di
dalamnya terdapat lembaga ketertiban umum
adalah UU RI. No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa.
Undang-Undang ini salah satu substansinya
mengatur tentang Pengakuan dan Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Internasional.
 Pada prinsipnya:
 Putusan Arbitrase Internasional tersebut
menurut ketentuan hukum Indonesia masuk
ruang lingkup hukum dagang;
 Putusan Arbitrase Internasional tersebut tidak
bertentangan dengan ketertiban umum.
 Putusan Arbitrase Internasional dapat
dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh
eksequatur dari Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
 Exequatur harus dimintakan kepada
Mahkamah Agung Republik Indonesia apabila
Putusan Arbitrase Internasional tersebut
menyangkut Negara Indonesia sebagai salah
satu pihak dalam sengketa, yang selanjutnya
dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta
(Pasal 66).
Permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional dilakukan dengan cara
menyerahkan dan mendaftarkan putusan
tersebut oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang
harus dilengkapi dengan :
a. lembar asli atau salinan otentik Putusan
Arbitrase Internasional,sesuai ketentuan perihal
otentifikasi dokumen asing, dan naskah
terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia;
b. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian
yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Inter-
nasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi
dokumen asing, dan naskah terjemahan
resminya dalam bahasa Indonesia;
c. keterangan dari perwakilan diplomatik
Republik Indonesia di Negara tempat Putusan
Arbitrase Internasional ditetapkan, yang
menyatakan bahwa Negara pemohon terikat
pada perjanjian(bilateral/multilateral) dengan
Negara Indonesia perihal pengakuan dan
pelaksanaan Arbitrase Internasional (Pasal 67).
C. Ruang Lingkup Ketertiban Umum
 Dalam sistem-sistem hukum berbagai negara
mengenai lembaga ketertiban umum ini dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1.Ketertiban umum internasional, meliputi kaidah-
kaidah yang bermaksud melindungi kesejahteraan
negara dan perlindungan bagi masyarakat, misalnya
mengenai sah atau tidak sahnya suatu perjanjian.
2.Ketertiban umum interen, meliputi kaidah-kaidah
yang hanya membatasi kebebasan perseorangan,
misalnya kaidah-kaidah dalam undang-undang
perkawinan yang berkenaan dengan batas usia untuk
pernikahan.
 Negara-negara di benua Eropa seperti Jerman,
Perancis, Belanda, Inggris, Italy, dan lain-lain,
hukum perkawinannya melarang poligami.

Jadi misalnya seorang lelaki warga negara Indonesia


(beragama Islam) yang sudah beristeri dan tinggal di
Jerman, kemudian bermaksud untuk menikah yang
kedua kali dengan seorang wanita Jerman, maka
perkawinan yang kedua (poligami) ini tidak dapat
dilangsungkan di Jerman, karena bertentangan dengan
paham ketertiban umum dalam system hukum Jerman.
Monogami dianggap sebagai satu sendi pokok/ asasi
dalam system hukum perkawinan Jerman.
 Misalnya : Ketika Timor-Timur masih menjadi
bagian negara Indonesia (Propinsi ke 26 waktu
itu), banyak warga negara Indonesia yang
berpindah ke Timor-Timur, untuk bekerja atau
berusaha di wilayah itu. Mereka dapat membeli
tanah, atau pertokoan, membuat rumah, dan
lain-lain yang tentunya legalitas mereka
berdasarkan pada hukum nasional Indonesia
waktu itu.
 Kemudian setelah jajak pendapat Timor-Timur
menjadi negara merdeka dengan nama negara
Timor Leste, memisahkan diri dari Indonesia.
Persoalannya adalah : apakah hak milik yang
dimiliki oleh warga negara Indonesia atas tanah,
rumah, bangunan berdasarkan hukum Indonesia
yang ada di Timor-Timur, setelah menjadi negara
Timor Leste tetap diakui oleh negara itu atau tidak.
Jawabannya : diakui oleh negara yang
bersangkutan.
 Dalam contoh kasus ini berarti Timor Leste
mengakui hak-hak yg diperoleh WNI. Hal ini
berbeda dgn lembaga ketertiban umum yg menolak
mengakui hak-hak yg terbit dari hukum asing.
 Jadi “Hak-hak yang diperoleh” adalah hak-hak atas
sesuatu yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan
atas hukum asing, akan tetap berlanjut (melekat)
hak-hak tersebut walau orang yang bersangkutan
berada di dalam yurisdiksi negaranya atau negara
lain;
Contoh :
A seorang lelaki WN Indonesia memiliki dua istri,
isteri yang pertama orang Indonesia beragama
Islam, dan isteri yang kedua warga negara Perancis
yang dinikahinya berdasarkan hukum Islam, di
Jakarta, yang kemudian memiliki seorang anak
 Kemudian keluarga ini tinggal dan berdomisili di
Perancis. Perancis adalah negara yang hukum
perkawinannya tidak mengenal poligami.
 Pertanyaannya adalah : apakah istri yang kedua si
A (orang perancis) dan anak yang lahir diakui atau
tidak di dalam hukum Perancis ?
 Jika diakui maka Perancis mengakui hak-hak yg
diperoleh oleh A.
 Lembaga ketertiban umum dgn Hak-hak yg
diperoleh merupakan dua sisi dalam satu mata
uang. Yg satu menolak berlakunya hukum asing,
dan yg lainnya justru memberlakukan hukum
asing.
TERIMAKASIH
THANK YOU
DANK U WELL
MAULIATE

Anda mungkin juga menyukai