Askep Perilaku Kekerasan
Askep Perilaku Kekerasan
Faktor Pedisposisi
• Psikoanalisis : Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan hasil dari dorongan insting
• Psikologis : Bredasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari peningkatan
frustasi. Tujuan tidak trecapai dapat menyebabkan frustasi berekepanjangan.
• Biologis : Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas
• Sistem Limbik : Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta perilaku
seperti makan, agresif dan respons seksual.Selain itu, mengatur, mengatur system
informasi dan memori.
• Lobus Temporal: Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi
pendengaran.
• Lobus Frontal : Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis,serta pengelolaan emosi
dan alasan berpikir.
Lanjutann
• Perilaku : 1. Kerusakan organ otak, retardasi mental dan gangguan belajar mengakibatkan
kegagalan kemampuan dalam berespon positif terhadap frustasi.
2. Penekanan emosi berlebihan pada anak-anak atau godaan orang tua
memengaruhi kepercayaan dan percaya diri individu.
3. Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengarduhi penggunaan kekerasan
sebagai koping.
• Sosio Kultural : 1. Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini mendefinisikan
ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan
sanksi.
2. Budaya asertif di masyartakat membantu individu yang berespon terhadap marah
yang sehat.
Lanjutann
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi perilaku kekerasan.Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab lain (Parwati, Dewi & Saputra 2018).
Tanda & gejala
Menurut Keliat (2016), tanda dan gejala perilaku kekerasan sebagai berikut :
Nama Tn.S
Umur 27 tahun
Agama Kristen
Status Lajang
Tanggal pengkajian 25 Februari 2021
Diagnosa Medis Skizofrenia
Riwayat saat pengkajian
1 DO :
- Klien tampak menendang orang lain dengan tatapan
bermusuhan dan tampak gelisah Risiko perillaku kekerasan
DS :
- Klien mengatakan pernah melempar barang- barang
yang ada dirumahnya ,pernah memukul keluarganya
dan marah-marah kepada adiknya
2 DO :
- Klien tampak tidak dapat mempertahankan kontak
mata dengan perawat Isolasi sosial
DS :
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dan lebih suka
menyendiri karena penyakit
3 DO :
- Klien tampak malu,gelisah,dan tampak sedih saat dikaji
DS : Gangguan konsep diri : Harga
- Klien mengatakan dibuang oleh keluarga nya dan merasa diri rendah
minder dengan orang lain karena dirawat di yayasan
penenang jiwa
Masalah
keperawatan
Resiko perilaku Isolasi sosial Gangguan konsep
kekerasan diri : Harga diri
rendah
Intervensi keperawatan
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Klien mampu mengendalikan Bantu klien mengontrol perilaku kekerasan pasien dengan minum
perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur
obat
Implementasi Keperawatan
Jumat / 27 Mengevaluasi kemampuan klien untuk tarik nafas dalam dan pukul S:
Februari 2021 kasur bantal. O:
Minum obat - Klien mampu melakukan komunikasi
Komunikasi secara verbal : asertif/bicara baik-baik secara verbal : asrtif /bicara baik-baik
dengan motivasi
A : Resiko perilaku kekerasan
P : Latihan Tarik napas dalam 1x sehari
Implementasi Keperawatan
A : Perilaku kekerasan
P:
Latihantarik nafas dalam dan
pukul kasur bantal 2x/hari.
Berobat
Latihan melakukan
komunikasi secara verbal :
asertif/bicara baik-baik.
Latihan klien untuk
melaksanakan kegiatan
spiritual yang sudah diatur.
Kesimpulan SAran
Diharapkan pada keluarga sering
Setelah menguraikan tentang proses
mengunjungi pasien selama waktu
keperawatan pada Tn.S dan disimpulkan bahwa
perawatan karena dengan seringnya
pasien dapat mengontrol risiko perilaku
keluarga berkunjung, maka pasien
kekerasan dengan terapi yang di ajarkan.
merasa berarti dan dibutuhkan dan juga
Dimana pasien dapat melakukan tarik nafas
setelah pulang keluarga harus
dalam, memukulbantal secara mandiri untuk
memperhatikan obat dikonsumsi seta
mengontrol amarahnya. Pasien juga minum obat
membawa pasien kontrol secara
secara teratur dan berbicara secara baik-baik
teratur kepelayana kesehatan jiwa.
jika ingin meminta sesuatu atau melakukan
penolakan, hingga pasien dapat melakukan
spritual sesuai ajaran agama yang dianut.
Terima
kasih!