Untuk mendapatkan sebuah kerangka berpikir akan suatu hal bukan sesuatu yang mudah,
diperlukan suatu pemikiran yang mendalam, tidak menyimpulkan hanya dari fakta yang dapat
terindra, atau hanya dari sekedar informasi-informasi yang terpenggal. Selain itu diperlukan
sebuah pemikiran yang cerdas dan mustanir (cemerlang) akan setiap maqlumat tsabiqah
(informasi ) yang dimilikinya dan berupaya dengan keras menyimpulkan sesuatu kesimpulan
yang memunculkan keyakinan.
Harus diingat kerangka berpikir pada dasarnya adalah sebuah pemahaman, layaknya
sebuah pemahaman maka pemahaman tersebut dapat salah, kurang, atau tidak sempurna. Ini
penting karena kadang terdapat orang-orang yang memiliki kerangka berpikir yang salah yang
pada akhirnya melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang salah pula. Sebuah kerangka berpikir
yang salah konsekuensinya akan semakin besar dibandingkan pemahaman yang salah, karena
kerangka berpikir biasanya akan membentuk pola sikap dan pola pikir bagi yang memiliki
kerangka berpikir tersebut.
Oleh karena itu kadang-kadang banyak orang memulai ‘belajar’ untuk menciptakan
kerangka berpikir tersebut justru pada saat dia telah bekerja, karena pada saat bekerja dia
bertemu fakta permasalahan secara langsung, dia coba kaitkan dengan teori-teori yang pernah dia
pahami, kemudian dari beberapa kali usahanya menyelesaikan permasalahan-permasalahan
tersebut barulah dia mendapatkan pemahaman. Dari pemahaman-pemahaman yang didapatnya
itu dia akan memikirkan sebenarnya apa yang mendasari permasalahan-permasalahan tersebut,
maka terbentuklah kerangka berpikir dia mengenai permasalahan tersebut.
eecho.wordpress.com/2008/10/.../apa-itu-kerangka-berpikir/
Kerangka berpikir adalah pola pikir yang diterapkan untuk mendapatkan gambaran /
fokus perhatian sebuah penelitian.
Hasil dari kerangka berfikir, meliputi :
1. Perumusan masalah.
6. Hipotesa diajukan jika sudah ditetapkan akar masalah dan cara pengatasan masalah.
7. Desain penelitian : metode dan cara pengumpulan data yang akan dilakukan untuk
mendukung hepotesa yang diajukan.
9. Penarikan kesimpulan harus tetap konsisten dengan apa yang tertera / tercantum dalam
data, inkonsistensi penarikan kesimpulan akan menghasilkan antithesa alias "penelitian
amburadul".http://id.answers.yahoo.com/question
a) "Inconsistent" sikap yang membenarkan semua pendapat yang pada kenyataannya jelas-
jelas berbeda.
d) "Generalization" Ini serupa dengan pepatah "Karena nila setitik rusak susu sebelanga".
Tidak mengambil kesimpulan dari suatu sampel yg tidak jelas/tdk random
i) "Ad-hominem" (argument to the man): bukan argumentnya yang dibahas, tapi yang
diserang adalah pribadi lawan debat yang tidak berhubungan dengan argument yang
didebatkan. Misalnya, "Pendapat si A itu sudah pasti salah karena si A itu tidak pernah
sekolah di pesantren", atau "Ah, pendapat si B yang playboy kayak gitu kok dibahas!".
Padahal logis tidaknya suatu argument tidak bisa ditentukan dari pribadi orang yang
berargument. Dalam beargumentasi, yang harus dilihat adalah argumentnya, jangan diserang
orangnya.http://www.acehforum.or.id/kerangka-berpikir
Kerangka pikir merupakan inti sari dari teori yang telah dikembangkan yang dapat
mendasari perumusan hipotesis. Teori yang telah dikembangkan dalam rangka memberi jawaban
terhadap pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan
pembahasan teoritis.
Perlu dijelaskan bahwa tidak semua penelitian memiliki kerangka pikir. Kerangka
pikir pada umumnya hanya dipruntukkan pada jenis penelitian kuantatif. Untuk penelitian
kualitatif kerangka berpikirnya terletak pada kasus yang selama ini dilihat atau diamati secara
langsung oleh penulis. Sedangkan untuk penelitian tindakan kerangka berpikirnya terletak pada
refleksi, baik pada peneliti maupun pada partisipan. Hanya dengan kerangka berpikir yang tajam
yang dapat digunakan untuk menurunkan hipotesis.
Pada proposal penelitian kajian teoritik secara analisis dan konklusif harus membuahkan
premis-premis bagi penelitian yang menganut model hipotesis deduktif. Pada kerangka berpikir
tersebut, peneliti mengajukan argumentasi ilmiah yang mengarah pada jawaban permasalahan
secara deduktif. Kerangka berpikir mengarah pada perumusan hipotesis. Oleh karena itu
kerangka berpikir disusun untuk setiap rumusan hipotesis. Untuk memperjelas uraian perlu
digambarkan kerangka berpikir tersebut pada suatu model sehingga alur pikir peneliti dapat
dengan mudah dipahami pembaca.
Hubungan Landasan Teori dan Kerangka Berpikir
Deskripsi/Landasan Teori : merupakan uraian sistematis tentang teori dan hasil-hasil penelitian
yang relevan dengan variabel yang diteliti. Paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap
variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam
dari berbagai referensi yang relevan.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa landasan teori dan kerangka berpikir saling
berkaitan. Sebab dalam kerangka berpikir berisi variabel-variabel yang harus diteliti, dan
landasan berpikir berisi penjelasan tentang variabel penelitian.
Jika keduanya tidak selaras, maka penelitian yang dilakukan akan menghasilkan hasil yang
kurang / tidak valid, karena variabel yang diteliti dan penjelasannya tidak relevan satu sama lain.
LANDASAN TEORI
Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan
proposisi yang disusun secara sistematis.
Jadi teori memuat:
- Konsep
- Definisi
- Proposisi
Deskripsi Teori
Dalam penelitian, dekripsi teori merupakan uraian yang sistematis tentang teori dan hasil
penelitian yang relevan dengan variable yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian terdapat tiga
variabel independent dan satu variable dependen maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan
ada empat kelompok teori.
Contoh judul penelitian: Pengaruh Tingkat IQ, motivasi orang tua, dan lingkungan belajar
terhadap Kesuksesan anak didik dalam menyelesaikan tugas akhir.
Maka kelompok teori yang harus dideskripsikan adalah tingkat IQ, motivasi, lingkungan
belajar, dan tingkat kesuksesan menyelesaikan tugas akhir. Juga harus dideskripsikan tentang
hubungan variable independent dengan variable dependen.
a. Kutipan langsung yang terdiri atas tidak lebih dari 3 baris tau tidak lebih dari 40
kata ditempatkan didalam paragraf sebagaimana baris yang lain, tetapi diapit oleh tanda
petik dua (“…”) yang dimulai atau ditutup dengan identitas rujukan.
Contoh :
Tolla (1996:89) menegaskan “Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan
pendekatan komunikatif seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi
yang lain.”
Cara yang lain adalah “Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan
komunikatif seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.”
(Tolla, 1996:89).
b. Kutipan langsung yang terdiri atas lebih dari 3 baris atau lebih dari 40 kata diketik
dalam paragraf tersendiri dengan spasi tunggal yang didahului dan ditutup dengan tanda
petik dua (“…”) dan dimulai pada ketukan ketujuh.
Contoh :
“Perihal perbedaan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus diwarnai oleh aktivitas
berbahasa secara dinamis dan kreatif. Keaktifan secara intelektual tanpa disertai dengan
keaktifan verbal tidak dapat dikatakan CBSA dalam pengajaran bahasa karena hakikat
bahasa adalah tuturan lisan yang kemudian dikembangkan menjadi aturan lisan dan
tulisan. Oleh karena itu, CBSA dalam pengajaran bahasa harus dimuati dengan
kreativitas berbahasa sehingga nama yang poaling tepat adalah CBSA Komunikatif.”
Kutipan tidak langsung umumnya tampil bervariasi; bergantung kepada gaya bahasa penulis.
Contoh:
Tolla (1996) mengemukakan bahwa metode CBSA dalam pengajaran perlu dibedakan
dengan metode CBSA dalam bidang studi yang lain kerena pengajaran bahasa mempunyai
karakteristik khusus yang berbeda dengan bidang studi yang lain.
Cara Lain :
Penerapan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus dibedakan dengan penerapannya
dalam budang studi yang lain dengan alasan bahwa karakteristik pengajaran bahasa adalah
penggunaan bahasa secara dinamis dan kreatif (Tolla, 1996).
4. Memeriksa indeks yang memuat variable-variabel dan topik masalah yang diteliti.
5. Selanjutnya yang menjadi lebih khusus adalah mencari artikel-artikel, buku-buku, dan
biografi yang sangat membantu untuk mendapatkan bahan-bahan yang relevan dengan
masalah yang diteliti.
6. Setelah informasi yang relevan ditemukan, peneliti kemudian "mereview" dan menyusun
bahan pustaka sesuai dengan urutan kepentingan dab relevansinya dengan masalah yang
sedang diteliti.
7. Bahan-bahan informasi yang diperoleh kemudian dibaca, dicatat, diatur, dan ditulis
kembali. Untuk keperluan ini biasanya peneliti dapat menggunakan dua macam kartu, yaitu
kartu bibliografi (bibliography card) dan kartu catatan (content card). Agar dapat dibedakan,
kedua kartu tersebut dapat berbeda wamanya. Kartu bibliografi dibuat untuk mencatat
keterangan tentang judul buku, majalah , surat kabar, dan jurnal. Catatan pada kartu
bibliografi berisikan nama pengarang, judul buku, penerbit, dan tahun penerbitannya.
Sedangkan pada kartu catatan atau content card, peneliti dapat menulis kutipan (quotation)
dari tulisan tertentu, saduran, ringkasan, tanggapan atau komentar peneliti terhadap apa yang
telah dibaca.
Beberapa sumber kepustakaan yang biasanya ada di perpustakaan perguruan tinggi adalah:
1. Ensiklopedi, yang merupakan sumber referensi yang lengkap. Bila akan mencari
informasi tentang suatu topik tertentu, peneliti dapat membaca ensiklopedi umum
(general encyclopedia); sedang untuk yang lebih khusus dapat dicari dalam subject
encyclopedia.
2. Buku-buku teks dan referensi, yang berisikan pengetahuan tentang berbagai bidang studi.
3. Direktori dan buku pegangan, yang memuat alamat dan data lainnya serta pedoman
untuk mengerjakan sesuatu.
4. Laporan hasil-hasil penelitian, yang merupakan hasil penelitian baru atau merupakan
kelanjutan penelitian sebelumnya.
5. Tesis, skripsi dan disertasi, yang merupakan karya tulis yang biasanya berkaitan dengan
suatu penelitian atau penemuan baru.
7. Majalah, jurnal dan surat kabar, yang memuat artikel-artikel yang relevan dengan
masalah.
8. Biografi, yang memuat data perorangan antara lain nama, tempat dan tanggal lahir,
pendidikan, dsb.
9. Indeks, yang memuat daftar karya tulis yang disusun secara alfabetis.
Menurut Sutrisno Hadi (1991) ada tiga pedoman untuk pemilihan daftar pustaka yaitu: relevansi,
kemutakhiran dan adekuasi.
Yang dimaksud dengan relevansi adalah keterkaitan atau kegayutan yang erat dengan
masalah penelitian.
Di samping sumber itu harus mutakhir, juga harus relevan bagi masalah yang sedang
digarap. Jadi, hendaklah dipilih sumbersumber yang berkaitan langsung dengan masalah
yang sedang diteliti, dan inilah yang dimaksud dengan adekuasi.
Secara garis besar sumber bacaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a). Sumber Acuan Umum
Kelompok (a) berwujud teori dan konsep, biasanya terdapat dalam buku-buku teks,
ensiklopedia, monografi dan sejenisnya.
Kelompok (b) yang merupakan sumber acuan khusus berupa hasil-hasil penelitian terdahulu
yang dapat ditemukan dalam jurnal, bulletin penelitian, tesis dan disertasi.
Masalah penulisan dapat ditemukan dari beberapa sumber, yaitu dari pengalaman sendiri, dari
teori-teori yang perlu diuji kebenarannya dan dari bahanbahan pustaka. Setelah masalah
penelitian ditemukan, seorang peneliti perlu melakukan suatu kegiatan yang menyangkut
pengkajian bahan-bahan tertulis yang merupakan sumber acuan untuk penelitiannya.
Landasan Teori dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-
karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku
tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
Studi kepustakaan tidak selalu "mulus" pelaksanaannya. Beberapa hambatan umum yang sering
menyebabkan ketidak lancaran kegiatan ini antara lain:
1. Kurangnya buku atau sumber kepustakaan lain, terutama yang bersifat ilmiah. Sampai
saat ini masih terasa sangat kurang bahan kepustakaan ilmiah di Indonesia. Demikian pula
bahan kepustakaan ilmiah dari luar negeri juga sulit diperoleh. Hal ini mungkin disebabkan
belum berkembangnya system dokumentasi, tidak adanya atau kurangnya komunikasi ilimiah
antara peneliti, atau mahalnya biaya kirim atau perizinan, serta hal-hal birokratis lain yang
menghambat pemanfaatan informasi ilmiah.
2. Kelemahan peneliti untuk memahami tulisan-tulisan dalam bahasa asing, terutama bahasa
Inggris. Ketidakmampuan membaca buku referensi dalam bahasa asing menyebabkan
peneliti tidak dapat memanfaatkan informasi ilmiah dari luar negeri. Penguasaan bahasa
asing, terutama bahasa Inggris, akan sangat membantu peneliti untuk mengikuti
perkembangan informasi ilmiah. Hasil-hasil penelitian dan teori-teori yang sudah
dikembangkan dan tertulis dalam bahasa Inggris tidak dimanfaatkan oleh peneliti yang mau
memperdalam pengetahuan yang relevan dengan bidangnya bila dia tidak mampu membaca
bahasa asing.
3. Rendahnya minat pada banyak peneliti untuk membaca tulisan ilmiah untuk dapat
mengikuti perkembangan ilmu di bidangnya masing-masing. Kelihatannya kegemaran
membaca karya ilmiah masih perlu digalakkan agar peneliti selalu dapat mengikuti
perkembangan ilmu yang ada.
Untuk mengurangi hambatan pertama di atas peneliti dapat menghubungi lembaga lain atau
koleganya untuk saling menukar informasi dan meminjam buku-buku ilmiah yang baru. Selain
dari itu, usaha menerjemahkan buku-buku berbahasa asing, terutama yang berbahasa Inggris,
perlu digalakkan dan ditangani dengan sungguh-sungguh.
RUMUSAN MASALAH
3. Bagaimana jika dalam pembuatan proposal penelitian terdapat lebih dari satu kerangka
berfikir?
6. Bagaimana cara memilih teori yang relevan dengan penelitian yang dilakukan?
7. Jika suatu landasan teori sangat sulit diperoleh, sedangkan dalam proposal penelitian
sangat dibutuhkan. Apa ada hal-hal lain yang mungkin bisa dijadikan pedoman / bahan untuk
memperoleh landasan teori?
8. Apa hubungan antara landasan teori dengan kerangka berfikir? Apakah harus selaras
antara keduanya?