Anda di halaman 1dari 14

Penulisan Kerangka Teori (Tinjauan Pustaka)

Menulis kerangka teori dalam penelitian adalah bagian yang susah dan

membosankan. Tetapi hal ini harus dilakukan, sebab teori merupakan inti dari

penelitian ilmiah. Apabila bertemu dengan persoalan-persoalan dasar yang berkait

dengan teori penelitian, “… Teori itu apa sih ... ?”, “...bagaimana cara memilih teori

yang digunakan? “… Cara menggunakannya bagaimana ?…” dan sebagianya.

Sebelum membahas dan mengulas persoalan di atas, terlebih dahulu dipahami

cara penulisan Kerangka teori dalam penelitian. Ada istilah lain yang sering

digunakan yaitu Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep dan Teori, Kerangka Pemikiran

dan sebagainya. Berbagai istilah tersebut pada dasarnya sama maksud dan maknanya,

hanya mungkin ada yang lebih luas dan yang lain lebih sempit kajiannya. Tetapi isi

dari kerangka teori adalah:1 Konsepsi-konsepsi,2 teori-teori, pandangan-pandangan,

penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok permasalahan. Sehingga penulisan

tinjauan pustaka harus memuat:

a. Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukan dari sudut

mana masalah yang telah dipilih akan disoroti.

b. Kerangka konseptual disusun sebagai perkiraan teoritis dari hasil yang akan

dicapai setelah dianalisis secara kritis .

Untuk itu tinjauan pustaka harus disusun berdasarkan sumber- sumber yang

dibaca dan diambil secara kritis dari literatur yang bisa dipercaya. Ikwal di atas bisa

dicari melalui referensi umum seperti buku teks, peraturan-perundangan, kamus,

ensiklopedi dan lain-lain atau pada refernsi khusu seperti tesis, disertasi, hasil

penelitian, jurnal artikel ilmiah dan sebagainnya. Hal terpenting adalah bahwa

concern pada penelitian hukum dan penulisan kerangka teori ini merupakan cerminan
1
Ronny Hanitio,Op cit , hlm. 39.
2
Diawal telah dirumuskan mengenai konsepsi penelitian, pada proses ini tinggal
menuliskannya secara sistematis.
keilmuan dari peneliti, maka alangkah baiknya mempertimbangkan sumber tersebut

di atas hanya pada sumber yang berdasarkan ilmu hukum.

Setelah mendapatkan sumber referensinya, maka langkah selanjutnya adalah

membacanya secara mendalam dan dapat mulai mengutip, selanjutnya ditulis dalam

bentuk narasi. Tidak ada batasan yang jelas mengenai panjang pendek tulisan dari

kerangka teori. Panjang dan pendek tulisan tergantung pada berapa banyak

permasalahan yang diajukan, kedalaman permasalahan dan ruang lingkup serta berapa

tipe penelitian yang digunakan, dan ini semua berakibat pada berapa banyak teori dan

konsep yang diperlukan.

Kegiatan menyusun tinjauan pustaka bukan sekedar kegiatan mengumpulkan

kutipan yang terlepas satu sama lainnya. Tinjauan pustaka harus disusun secara

sistematis kritis dan menunjukan sebagai suatu pandangan yang baru dari hasil

berfikir analitik si penulis.3

Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam penulisan kerangka teori adalah:

a. Jumlah referensi yang digunakan, Artinya semakin banyak referensi maka

akan semakin baik konsep yang dirumuskan dan ketepatan dalam pemilihan

teori beserta argumentasinya. Beberpa perguruan tinggi menetapkan jumlah

referensi yang digunakan untuk penulisan skripsi minimal 20 item (UGM)

tesis minimal 90 item (UNDIP) atau disertasi minimal 200 item (UI).

b. Sumber yang shohih dan berkualitas. Ini bisa dilihat dari kapasitas keilmuan

penulisnya, tahun penerbitannya (kecuali buku-buku klasik), skala

publikasinya; lokal, nasional atau internasional dan tingkat akreditasi dari

jurnal.

Sebelum kita menulis kerangka teori, maka kita harus pahami dahulu seluk-beluk

mengenai teori dan kegunaannya dalam penelitian, agar sesuai dengan yang akan kita pilih
3
Hadari Nawawi, Op.cit.,hlm. 43.
dan gunakan. Namun amsal ini akan dikupas lebih lanjut mengenai , arti teori dan kegunanan

teori hukum dalam bab tersendiri .

Dalam diskusi kali ini , kita akan memperlajari tentang begaimana penulisan tinjuana

pustaka atau kerangka teori dalam proposal penelitian melalui contoh berikut ini.

PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN


(CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DALAM KAIDAH HUKUM
POSITIF DI INDONESIA
F. Tinjauan Pustaka / Kerangka Teori

1. Konsep Penelitian

Definisi CSR Menurut The Word Business Council for

Sustainable Development (WBCSD), , adalah: komitmen bisnis untuk

berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja

dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, dan masyarakat

setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas

kehidupan................... ............................dst..dst

2. Teori Penelitian

Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai obyek penelitian tersebut

yang akan dicarikan dasar argumentasi sebagai pembentukannya ke dalam

kaidah hukum positif di Indonesia. Proses ini memerlukan teori sebagai alat

untuk menerjemahkan gagasan abstrak kedalam pengaturannya yang

konkrit.........

....................... maka penelitian ini akan menggunakan teori pembentukan

hukum (rechtvorming) yaitu penentuan kaidah yang berlaku umum yang

bersifat praktis fungsional dengan cara penguraian teleologis–konstruktif

yaitu penggabungan antara ilmu hukum dengan filsafat hukum.......dst..dst


1. Hipotesis

Dalam penelitian ilmiah , penulisan proposal penelitian dapat memuat hipotesa

didalamnnya sebab hipotesa adalah alat yang penting dalam penelitian ilmiah.

Argumentasi tentang pentingnya hipotesa dalam penelitian ilmiah adalah 4 :

Pertama : Hipotesa adalah alat kerja teori yang dijabarkan dan dirunut dari teori

Kedua : kita hanya bisa mengetahui apakah teori itu benar atau salah melalui

pengujian hipotesa.

Kedua: hipotesa sebagai alat bantu untuk peneliti bisa “keluar” dari kebenaran

subyektifnya dan menerima kebenaran objektifnya.

Pendapat ini masih menjadi kontroversi diatara para ahli, khususnya ahli hukum yang

berpandangan normatif . Hipotesa biasanya hanya terdapat dalam penelitian sosial

sedangkan penelitian hukum bukan penelitian sosial. Pemikiran kritis ini juga harus bisa

kita pahami , sebab dalam penelitian normatif yang akan mengakaji sistem norma dan

memberikan penilaian preskripsi hukum , tidak mungkin kebenarannya diuji hanya

dengan menurut pendapat masyarakat (social views). Kebenaran hukum ya.. kebenaran

menurut sistem norma, bukannya kebenaran menurut pandangan sosial yang terwakili

oleh responden yang di sampling dari populasi. Kita tidak mungkin memberikan statemen

hukum sebagai hipotesa seperti misalnya : “jika seorang pejabat korupsi maka dia akan

dikenai sanksi hukum pidana ” dan untuk kemudian diuji dengan membagikan quesioner

pada masyarakat untuk memberikan pengujian apakah benar apakah salah. Ini jelas keluar

dari logika hukum yang ada. Sebab menurut logika hukum, ”Pejabat yang korupsi pasti

akan dikenai sanksi pidana oleh hakim karena melanggar Undang Undang Anti Korupsi

” bukan oleh pendapat masyarakat.

4
Ferd N Kerlinger, op cit , hlm 33
Perdebatan semakin sengit ketika ilmu hukum yang normatif tidak bisa dikatakan

ilmu yang ilmiah karena tidak mendasarkan pada bukti dan pembuktian empiris. Dan ini

justru meningkatkan eskalasi pertentangan. Namun dalam buku ini kita tidak akan bahas

dan diskusikan mengenai perdebatan tersebut, tetapi sebagai seorang cendikia, kita harus

bersikap bijaksana dengan mencoba memahami lebih dalam apa itu hipotesa penelitian

dan kemungkinan manfaat penggunaanya dalam penelitian hukum. Walaupun hipotesa

memang tidak bisa digunakan dalam penelitian normatif tetapi mungkin saja bisa

digunakan dalam penelitian hukum empiris.

a. Pengertian Hipotesa

Hipotesa , secara etimologis berasal dari dua perkataan HYPO yang berarti “dari” dan

THESA yang berarti “pendapat” atau “teori yang secara umum hipotesa diartikan

sebagai “teori yang belum sempurna”. Dengan kata lain hipotesa adalah kesimpulan yang

belum final dalam arti masih perlu untuk diuji dan dibuktikan kebenarannya. Selain itu

hipotesa juga bisa diartikan sebagai “dugaan pemecahan masalah” yang bersifat

sementara yang mungkin benar dan mungkin pula salah melalui pengujian dalam suatu

populasi5.Hipotesis adalah pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua

varibel atau lebih, Hipotesa selalu mengambil bentuk kalimat pernyataan (declarative)

dan menghubungkan secara umum maupun secara khusus variabel yang satu dengan yang

lain yang terkait dengan masalah atau perumusan masalah penelitian6 .

Pernyataan hipotesis yang paling sederhana bisa dirumuskan dalam bentuk hubungan

kausalitas sebab akibat antara variabel “Jika…………..maka …………” . Variabel

pertama adalah variabel bebas (independent variable) dan variabel kedua adalah variabel

terikat (dependent variable), Dimana kedudukan variabel kedua ada atau muncul

ditentukan oleh ada tidaknya variabel pertama. Misalnya :

5
Hadari Nawawi , ibid, hlm 43-44
6
Ferd N Kerlinger, ibid, hlm 30-33
“Jika anak belajar bersama orang tua maka hasil ujian semester akan lebih baik “

“Jika Komunikasi antara anak dengan orangtua lancar maka anak cenderung tidak

akan nakal “

‘Jika pemimpin memberi contoh dengan baik maka karyawan akan lebih giat

bekerja”

Ada berbagai bentuk penulisan hipotesa lainnya seperti uncommon sense form yaitu

yang menuliskan secara bertentang dengan logika berpikir umumnya. Contoh uncommon

sense form :

“Jika anak belajar bersama orang tua maka hasil ujian semester akan semakin buruk

“Jika Komunikasi antara anak dengan orangtua lancar maka anak cenderung

terlibat narkoba “

‘Jika pemimpin memberi contoh dengan baik maka karyawan akan sering membolos

dan kinerjanya parah”

Selain itu ada null form yaitu yang hipotesa yang ditulis dalam kalimat menolak

hubungan sebab akibat . Contoh null form :

“Jika anak belajar bersama orang tua maka tidak terkait dengan prestasi belajar

anak “

‘Jika pemimpin memberi contoh dengan baik maka tidak terkait dengan kinerja

karyawan”
Penulisan hipotesa tidak selalu dalam bentuk format jika…… maka, namun dapat

pula dalam bentuk kalimat naratif , yang penting kalimat tersebut mengandung kausalitas

antara dua atau lebih variabel, misalnya:

“Komunikasi yang baik antara nggota dalam rumah tangga akan membuat

hubungan orangtua dan anak berjalan dengan baik”.

”seorang pemimpin yang mempunyai leadership yang kuat akan meberikan motivasi

bagi karyawan untuk bekerja dengan baik “

Rumusan hipotesa ini dibangun dari teori dan konsep yang ditulis secara argumentatif

kritis dalam tinjauan pustaka. Kemampuan menulis tinjauan pustaka yang dialektis

mengenai perkembangan teori dan konsep dalam bidang keilmuan yang kita kaji akan

memudahkan merumuskan kalimat hipotesa . Artinya penulisan hipotesa tidak boleh

ditulis asal asalan tetapi mempunyai dasar keilmiahan.

b. Hipotesis dalam penelitian hukum

Setelah kita pahami pengertian hipotesa , mari kita diskusikan (kemungkinan)

kegunaanya dalam penelitian hukum. Seperti dijelaskan diatas bahwa hipotesa tidak

mungkin digunakan dalam penelitian hukum normatif tetapi dalam penelitian hukum

empiris , yang melakukan pengamatan bukan pada sistem norma tetapi pada perilaku

masyarakat yang dipengaruhi sistem norma. Artinya Hipotesa bisa digunakan dalam

penelitian hukum empiris dengan tipe yuridis sosiologis yang menempatkan

permasalahnnya dalam bentuk variabel-variabel penelitian yang saling mempengaruhi.

Syarat ini menjadi mutlak karena keberadaan hipotesa adalah untuk menguji kebenaran

awal yang ditunjukan adannya hubungan kausalitas sebab akibat antara dua variabel atau

lebih.
Bagi penelitian hukum yang bersifat linier dimana permasalahannya hanya menuntut

penjelasan dari proposisi-proposisi yang diajukan , maka keberadaan hipotesa tidak

diperlukan.

Misal penelitian mengenai “Penerapan Prinsip Prudential Banking Dalam Perbankan

Syariah”, atau “Peran Pengawasan DPRD Dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah

di Era Otonomi Daerah”, kedua penelitian diatas tidak membutuhkan hipotesa sebab

tidak ada yang perlu diuji secara kausalitas antar variabel. Penelitian ini hanya menuntut

deskripsi secara linier saja.

Pada prinsipnya penelitian hukum normatif tidaklah diperlukan adanya hipotesa.

Sebab – kalaupun boleh disebut variabel - antara norma dengan norma lainnya atau antara

peraturan dengan peraturan lainnya tidak mungkin diuji kebenarannya secara hipotesis.

Kebenaran norma adalah kebenaran konseptual yang dibangun dalam sistem norma yang

dianut sebuah negara dan bukanlah kebenaran empiris. Kita tidak bisa menguji kebenaran

melalui hipotesa antara Undang undang Persaingan Usaha –misalnya- dengan konsepsi

keadilan sosial dalam preambul Undang Undang Dasar 1945. Kalaupun akan diberikan

penilaian mengenai benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai , maka yang digunakan

adalah proses analisis secara preskriptif dan bukanlah hipotesa.

Namun demikian, kita sebagai penstudi hukum tidak perlu risau jika mendengar

komentar bahwa ilmu hukum, khusunya hukum normatif, bukanlah ilmu pengetahuan

karena tidak bisa dibuktikan secara empiris melalui hipotesa. Sebab kebenaran ilmiah dari

ilmu hukum normatif mempunyai ukuran dan standar yang memang berbeda dengan

kebenaran ilmu sosial lainnya. Kebenaran ilmu hukum normatif diukur dan merujuk pada

konsistesi logika hukum yang terbangun dari sistem norma, bukan dari kebenaran sistem

sosial.
Selain itu, pengujian secara hipotetis tetap bisa digunakan dalam tipe

penelitian hukum empiris. Penelitian untuk menguji efektifitas hukum atapun kesadaran

hukum sangat memerlukan hipotesa sabagi tolak ukur kebenaran awal. Apakah

masyarakat sadar atau taat terhadap sebuah ketentuan hukum adalah bentuk perilaku yang

secara kuantitatif bisa diukuran dan bahkan secara kualitatif bisa dipahami secara

mendalam (verstehen) .

Misalkan kita akan menentukan hipotesa yang berpijak pada teori moralitas yaitu

bahwa “setiap manusia pada dasarnya akan bertindak sesuai dengan kebaikan alamiah

dari hati nurani dan kebenaran yang dibangun dari sistem norma”7 , mendasarkan pada

statemen tersebut kita bisa buat hipotesa ;

“Jika korupsi telah dilarang dalam oleh peraturan perundagan maka pejabat negara

akan menaatinya dan menjauhi korupsi.

Maka bisa kita prediksikan bahwa setiap pejabat negara akan menaati dan tunduk oleh

peraturan tersebut. Ketaatan para pejabat dikarenakan oleh norma yang mengatur dan

kalau dilanggar maka ia akan dihukum dan mendapat cela dari masyarakat. Namun

demikian kita bisa uji kebenaran tersebut secara empiris benarkah hal itu yang terjadi ? ,

banarkah para pejabat akan takut untuk korupsi ? khawatirkah mereka dengan kehormatan

dan nama baik yang rusak karena korupsi ? artinya … apakah benar hipotesa kita ? Untuk

itu perlu kita uji secara empiris kebenaranya.

Contoh lain yang sederhana yaitu :

“Jika polisi berjaga di perempatan jalan , maka para pengemudi kendaraan

akan tertib”.

“ Jika putusan hakim tegas dan berat terhadap koruptor maka perilaku korupsi

akan segera berkurang”

7
Lawrence Friedman, American Law : an Introduction hlm , 308-314
“ Jika tingkat kemiskinan meningkat . maka meningkat pula tingkat kriminalitas

di masyarakat.

Atau dengan model uncommon sense form

“Jika polisi berjaga di jalan raya maka pengendara kendaraan akan kebut

kebutan “.

“Jika hukum ditegakan maka kejahantan akan bertambah jumlahnya”.

Atau dalam kalimat naratif :

“Ketertiban berlalu lintas akan terjadi pada saat penegakan hukum berjalan dengan

ketat ‘ “ Kemiskinan selalu akan meningkatkan tidak kejahatan”

Hipotesa diatas dapat diuji dengan pendekatan kwantitatif yaitu dengan

menggunakan data statistik melalui quesioner atau dengan pendekatan kwalitatif dengan

pengamatan langsung dengan model partisipan aktif. Mengenai cara membuat quesioner

dan tata cara melakukan pengamatan akan dibahas dalam bab tersndiri atau disarankan

membaca buku metodologi penelitian sosial .

Adapun yang perlu dipahami bahwa kebenaran dari hasil uji kebenaran

hipotesa (hipotesa diterima) atau gagalnya hipotesa (hipotesa ditolak) adalah sebuah

kebenaran empiris dan ini tidaklah selalu sama dengan kebenaran normatif. Sebagai

penstudi hukum kita harus meyakini bahwa norma mempunyai kebenaran yang dibangun

dari logika hukum yang imun dari persoalan sosial, sementara kebenran empiris sangat

dipengaruhi oleh aspek aspek sosial yang secara langsung maupun tidak tidak langsung

mengarahkan perilaku seseorang . Misalnya kita bisa katakan secara normatif , bahwa

hakim seharusnya orang yang paling menaati hukum , sebab dia adalah pendekar

penegak hukum , tetapi karena faktor ekonomi yang mendesak dan rendahnya gaji ,
seorang hakim dapat melakukan jual beli putusan. Atau ketika kita mempertanyakan

bahwa “seharusnya mantan presiden Suharto harus diajukan ke meja hijau, karena asas

equality before the law”, namun karena sisa kekuasaanya masih kuat maka sampai hari ini

beliau tidak dapat diajukan ke pengadilan.

Pada akhirnya penggunaan hipotesa ini harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan

penelitian. Hasil penelitian yang dibangun dari hasil uji hipotesa pada saat saat tertentu

diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik bagi para penstudi dan praktisi

hukum.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada hakikatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai

oleh peneliti.8 Selain itu, arah penelitian juga ditentukan oleh tujuan penelitian.

Penulisan tujuan penelitian kadang terkesan sederhana dan ringkas, padahal kalau

diuraikan bisa dalam deskripsi yang luas dan mendalam. Sebagai patoka arah

penelitian, tujuan penelitian harus mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Menjelaskan hal-hal yang akan diungkap dan dijawab dari penelitian tersebut.

b. Banyaknya tujuan penelitian harus sama dengan banyaknya masalah yang

akan diungkap dan dijawab dari penelitian tersebut.

c. Dalam format penulisan tujuan penelitian yang diwajibkan oleh perguran

tinggi dalam penulisan skripsi, tesis maupun disertasi biasanya dicantumkan

mengenai tujuan objektif dan tujuan subyektif. Tujuan objektif yaitu tujuan

yang dimaksudkan untuk menajwab rumusan permasalahan sedangkan.

Tujuan subyektif adalah maksud dan kepentingan dari si peneliti sendiri.

8
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm.
18.
d. Cara menulis tujuan penelitian yang mudah adalah dengan menggunakan kata

“maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah ...” atau ditulis langsung “untuk

memahami dan mencari jawaban tentang ..”

Perhatikan contoh-contoh di bawah ini :

Contoh:

a. Rumusan Masalah: Bagaimana Peran Pemerintah Daerah terhadap Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah dalam Era Otonomi Daerah di Provinsi Jawa Tengah?

Tujuan penelitian: Untuk mengetahui dan mengkaji Peran Pemerintah Daerah

terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam Era Otonomi Daerah di

Provinsi Jawa Tengah

b. Rumusan Masalah: Benarkah Kemiskinan mempengaruhi Tingkat Kriminalitas

Pembajakan Hak Cipta atas Lagu di Kota Surabaya?

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh kemiskinan

terhadap Tingkat Kriminalitas Pembajakan Hak Cipta atas Lagu di Kota Surabaya

c. Rumusan Masalah: Bagaimakah Perlindungan hukum bagi anak jalanan di

Daerah Khusus Ibukota Jakarta?

Tujuan penelitian: Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum bagi

anak jalanan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta?

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penulisan proposal, sering pula ditulis dengan istilah

kontribusi penelitian. Manfaat penelitian ini adalah pandangan subyektif dari peneliti,
sehingga setiap peneliti mempunyai statement dan jumlah yang berbeda mengenai

manfaat penelitian. Tetapi pada umumnya penulisan manfaat penelitian akan ditulis

dengan item berikut ini:

a. Manfaat teoritis atau keilmuan, yaitu manfaat yang ditujukan oleh peneliti

dalam memberikan sumbangsih pada perkembangan bidang keilmuan yang di

dalami.

b. Manfaat Praktis, yaitu manfaat penelitian yang ditujukan untuk kegunaan

praktis menyelesaikan persoalan lainnya yang sejenis. Biasanya ditujukan bagi

para prakitisi hukum (jaksa, hakim, pengacara), manfaat bagi negara atau

manfaat bagi masyarakat awam yang menemui kasus yang sama.

c. Manfaat bagi penyandang dana, yaitu manfaat penelitian yang akan digunakan

oleh penyandang dana sesuai kebutuhan dan maksud pemberian dana

penelitian tersebut.

Cara penulisan manfaat penelitian diusahakan secara ringkas dan menarik.

Biasanya penyandang dana akan menghitung keuntungan apa yang didapat dari

penelitian tersebut dengan mengamati manfaat penelitian. Paparan kalimat manfaat

penelitian secara tidak langsung berhubungan dengan judul dan masalah penelitian.

Lihat contoh-contoh berikut ini:

Contoh:

Judul: Fenomena Outsourcing dalam Perkembangan Hukum Kontrak

Perusahaan

Manfaat penelitian :

Penelitian ini akan memberikan beberapa manfaat yaitu:

1. Manfaat Teoritis :
Memberikan gambaran yang jelas mengenai status hukum kontrak

outsourcing dalam teori-teori hukum kontrak di Indonesia

khususnya mengenai kontrak perjanjian kerja.

2. Manfaat Praktis :

Manfaat praktis bagi masyarakat adalah memberikan pengetahuan

yang jelas mengenai kontrak outsourcing, sehingga apabila

melakukan kontrak hubungan kerja dengan perusahaan,

masyarakat faham apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

3. Manfaat praktis bagi perusahaan adalah supaya perusahaan mampu

merancang kontrak kerja outsourcing secara benar dan adil.

Anda mungkin juga menyukai